You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KOLELITIASIS

DI RUANGAN JENGGALA B
RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Disusun Oleh :
NINDIA AYU PERMADANI
10216024

PRODI S1-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN 2019
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari,2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu
adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi
yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari
80%.
2.2 Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan : (Lesmana, 2000)
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3
faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen
cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.
Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi
kalsium bilirubinat yang tidak larut. Umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan. Batu pigmen hitam adalah tipe
batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau
sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.
Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan
empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-
50% kolesterol.

2.3 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,semakin banyak faktor
resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.Kehamilan, yang menigkatkan
kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin, diabetes
militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan
sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan
batu empedu kolesterol.
4. Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi yang
bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan (medulla spinalis),
puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan
penurunan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak
(misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier akan
menurunkan produksi garam empedu, serta meningkatkan kehilangan garam empedu
ke intestinal.
5. Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat hipolipidemik
meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya
meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin muncul sebagai
faktor predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi pengosongan kantung
empedu.
6. Diet
Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik.Karbohidrat dalam
bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu.Diet tinggi kolesterol
meningkatkan kolesterol empedu.
7. Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah
turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar identik fraternal.
8. Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan
mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
9. Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau
kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat
kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolesterol
dan meningkatkan resiko batu empedu.
10. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
11. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

2.4 Manifestasi klinis


1. Asimtomstik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa mempertimbangkan
jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang benar-benar mempunyai
batu asimtomatik, akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
lima tahun. Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan
rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu itu
mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi
untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.Penderita penyakit kandung
empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala yang
disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi
akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut
atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh, distensi abdomen,dan nyeri
yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.
2. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin
teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan,
berahir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai
dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam setelah
memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan intensitasnya. Pasien akan
membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi
yang nyaman baginya.
Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan
presisten.Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran
oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh
dinding abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian kanan.
Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas
ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dam menghambat pengembangan rongga
dada.Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga
membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian morfin
dianggap dapat meningkatkan spasme spingter oddi sehingga perlu dihindari.
3. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas,
yaitu getah empedu yang tidak lagin dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah
dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
4. Perubahan Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.
5. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D,E, K yang
larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin
ini jika defisiensi bilier berjalan lama.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu proses
pembekuan darah normal.Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat
duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi
segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat
saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi
disertai peritonitis generalisata.

2.5 Patofisiologi
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain
dari sistem empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau pengisian kandung
empedu batu dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher
cysticduct (saluran cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika
empedu tidak bias mengalir dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal
dari batu empedu menyebabkan radang batu empedu (cholecystitis)
Faktor yang mendukung :
1. Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu
2. Pengeluaran empedu yang berkurang
3. Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun
4. Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada kandung
empedu

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
 Empiema
 Perikolesistitis
 Perforasi
e. Kolesistitis kronis
 Hidrop kandung empedu
 Empiema kandung empedu
 Fistel kolesistoenterik
 Ileus batu empedu (gallstone ileus)

2.7 Pemeriksaan penunjang


1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat,
dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,
pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila
pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung
empedu yang mengalami obstruksi.
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
empedu telah menebal. (Williams 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat
optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan
bilier.
5. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

2.8 Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah
dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu
sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan
evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk.
Manajemen terapi :
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien
dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih
kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya
harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol
diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan
duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-
anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu
melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter
nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi
mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu
kandung empedu
2. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.
2.9 Woc Kolelitiasis
2.10 Asuhan Keperawatan Kolelitiasis
Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik untuk
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan lima fase berikut i:
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.
Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran
bedrest
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan kolelitiasis
adalah
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi atau
spasmeduktus, proses inflamasi
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses inflamasi
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sekresi bilirubin
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi makanan.
b. Intervensi yang dapat diberikan pada klien dengan kolelitiasis
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
.
1. Nyeri dan Tj: a. Observasi Membantu
gangguan rasa Nyeri pada perut kuadran dan catat membedakan
nyaman (nyeri) kanan terkontrol lokasi,berat penyebab
berhubungan nya (skala nyeri dan
dengan obstruksi KH : 1-0) dan memberikan
atau - Pasien merasa karakter informasi
spasmeduktus, nyaman dan tidak nyeri tentang
proses inflamasi. merasa nyeri (menetap, kemajuan
- Klien melaporkan hilang penyakit
Tanda & gejala nyerinya berkurang timbul, terjadinya
yang biasanya dan atau hilang kolik) komplikasi
muncul: (skala 0-3) dan keefetifan
Subjektif: - Ekspresi wajah intervensi
- Pasien tenang klien dapat
mengataka b. Jelaskan mengerti
n pada klien tentang nyeri
merasakan tentang yang
sakit perut sebab dialamiya dan
pada akibat bagaimana
kuadran terjadinya mengatasinya.
kanan atas nyeri dan Berikan posisi
Objektif cara fowler rendah
- Klien mengatasi ini
terlihat nyeri menunjukan
meringis c. Tingkatkan tekanan intra
menahan mobilisasi abdomen,
nyeri dan beri namun pasien
- Klien posisi yang akan
sesekali nyaman melakukan
mengelus bagi posisi yang
perut pasien. menghilangka
karena n nyeri secara
nyeri alamiah.
Menurunkan
iritasi atau
kulit kering
dan rasa gatal.
d. Gunakan
sprei halus
dan rapi,
cairan
kelamin,
minyak Meningkatkan
mandi, istirahat, dan
kompres dapat
air hangat meningkatkan
atau dingin koping.
sesuai
indikasi.
e. Berikan
pengetahua Dapat
n tekhnik menghindari
relaksasi kesalahan
latihan dalam
napas pemberian
dalam, dan terapi
berikan obat/infus.
waktu
istirahat.
f. Kolaborasi
dengan tim
dokter
dalam
pemberian
terapi
selanjutnya
.

2. Peningkatan suhu Tj: a. Monitoring Membantu


tubuh (hipertermi) Setelah diberikan asuhan tanda-tanda dalam
berhubungan keperawatan, suhu tubuh vital pasien melakukan
dengan proses klien dalam batas normal. intervensi dan
inflamasi KH: evaluasi pada
- Suhu tubuh normal b. Hindari pasien.
Tanda & gejala (36-37,4oC) kontak dari Meminimalka
yang biasanya - Kulit klien tidak infeksi. n resiko
muncul teraba hangat peningkatan
Subjektif infeksi serta
- Klien suhu tubuh
mengeluhk c. Jaga agar dan laju
an panas di klien metabolic.
bagian istirahat Dapat
abdomen cukup. mengurangi
dan d. Berikan laju
mneyebar antibiotik metabolisme.
ke daerah atau terapi Meningkatkan
lain sesuai konsentrasi
Objektif indikasi. antibiotik
- Suhu yang tepat
:≥37,4oC untuk
- Tubuh mengatasi
klien infeksi.
teraba
hangat
- Klien
terlihat
menggigil
- + bakteri
saat
pemeriksa
an labor
3. Resti integritas Tj : Sekresi bilirubin a. Observasi Memberikan
kulit berhubungan normal dan bilirubin dan catat dasar untuk
dengan gangguan terkonjugasi normal derajat deteksi.
sekresi bilirubin ikterus
Kh: pada kulit.
Tanda & gejala - Kulit tampak b. Jaga agar Mencegah
yang biasanya normal kembali kuku tetap ekskoriasi
muncul - Mempertahankan selalu kulit akibat
Subjektif integritas kulit pendek. garukan.
- Klien - Tidak terdapat c. Sering Mencegah
mengeluhk tanda-tanda melakukan kekeringan
an gatal- kerusakan integritas perawatan kulit dan
gatal kulit pada kulit, meminimalka
- Klien - Mengidentifikasi mandi n pritus.
mengetaka faktor risiko tanpa
n kulitnya individu menggunak
sudah an sabun
gatal-gatal dan
dan atau melakukan
kuning massase
…hari dengan
Objektif lotion
- Skelera pelembut.
tampak
ikterik
- Kulit
pasien
tampak
kuning
- Kadar
bilirubin >
normal
4. Kecemasan Tj : Untuk mengurangi a. Jelaskan Informasi
berhubungan ansietas dan dapat segera pada dapat
dengan perubahan dilakukan tindakan infasif pasien menurunkan
status kesehatan. mengenai kecemasan.
Kh : prosedur
Tanda & gejala - Ansietas teratasi awal dan
yang biasa muncul dan tindakan infasif persiapan Dengan
Subjektif dapat dilakukan yang keterbukaan
- Klien dan - Dapat dilakukan. dan pengertian
atau mengidentifikasi b. Bantu tentang
keluarga verbaslisasi, dan pasien persepsi diri
mengataka mendemonstrasikan untuk dapat
n takut teknik menurunkan menetapka diketahui dan
akan kecemasan n tindak lanjuti.
penyakitny - Menunjukkan masalahny Dengan
a postur, ekspresi a secara memberikan
- Klien dan wajah, perilaku, jelas. support dapat
keluarga tingkat aktifitas meningkatkan
mengataka yang c. Tingkatkan harga diri
n takut menggambarkan harga diri pasien, dan
terhadap kecemasan pasien dan dengan
pengobata menurun berikan meningkatkan
nnya. - Mampu support harga diri
Objektif mengidentifikasi mempunyai
- Klien dan dan verbalisasi semangat
keluarga penyebab cemas untuk berobat
terlihat sampai
cemas dan penyakitnya
atau panic sembuh.
- Klien
terlihat
gemetar
5. Resiko Ketidak Tj : Nutrisi tubuh dapat a. Jelaskan Meningkatkan
seimbangan terpenuhi pada klien pengetahuan
nutrisi : kurang dampak dan
dari kebutuhan Kh : dari nutrisi memotivasi
tubuh - Nutrisi kembali kurang klien untuk
berhubungan normal dari makan.
dengan - Berat badan kebutuhan
ketidakmampuan kembali normal tubuh.
untuk ingesti dan - Mempertahankan b. Jelaskan Meningkatkan
absorbs makanan. TD, nadi, dan suhu pada klien motivasi klien
tubuh normal faktor- untuk
Tanda & gejala - Mempertahankan faktor melakukan
yang biasanya elastisitas turgor yang dapat tindakan
muncul kulit, lidah dan mengatasi mengetahuai
Subjektif membrane mukosa mual. mual.
- Klien lembab. c. Anjurkan
merasa pada klien Dapat
mual makan menambah
- Pasien makanan nafsu makan
mengataka yang pasien.
n hangat.
terkadang
muntah
- Pasien
mengataka
n tidak
selera
makan
Objektif
- Klien
terlihat
kurus
- BB klien
menurun
- Klien
terlihat
lemas
- Klien
terlihat
mengantuk
DAFTAR PUSTAKA

Nucleus Precise Newsletter. 2011. Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise.


Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Lesmana, L. (2000). Batu empedu. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

You might also like