Professional Documents
Culture Documents
Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap Saji Sosis
Nama Kelompok :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini.Penyusun
juga berterima kasih kepada anggota tim atau kelompok karena berkat
dorongan dan bantuan sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap
Saji Sosis”.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil pengamatan reaksi warna dari zat pengawet nitrit pada sampel dan
pembanding ................................................................................................ 18
Tabel 2 Hasil pengamatan reaksi warna dari zat pengawet nitrat pada sampel dan
pembanding ................................................................................................. 19
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Garam nitrit dan nitrat mekanismenya belum diketahui, tetapi diduga bahwa
nitrit bereaksi dengan gugus sulfihidril (-SH) dan membentuk garam yang
tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba dalam keadaan anaerob. Dalam
daging, nitrit akan membentuk nitroksida. Nitroksida dengan pigmen daging
akan menjadi nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah. Pembentukan
nitroksida akan banyak bila hanya menggunakan garam nitrit, karena itu
biasanya digunakan campuran garam nitrit dan garam nitrat. Garam nitrat akan
tereduksi oleh bakteri menghasilkan nitrit. Penggunaan natrium nitrit sebagai
pengawet untuk mempertahankan warna daging dan ikan, ternyata
menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat
5
berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging
membentuk turunan nitrosoamin yang bersifat toksis. Nitrosoamin merupakan
salah satu senyawa yang diduga dapat menimbulkan kanker (Winarno, 1984).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
1. Pengawet Alami
Garam
Gula
Cuka
Asam cuka dianggap sebagai salah satu bahan pengawet alami yang
paling efektif untuk makanan. Asam asetat (juga disebut asam
etanoat) dalam cuka berfungsi membunuh bakteri sehingga dapat
menjaga makanan untuk waktu yang lama, mencegah pembusukannya.
Rosemary extract
8
tanaman. Selain sebagai antioksidan kuat, ekstrakjuga mencegah
oksidasi makanan. Makanan jika diawetkan dengan ekstrak
rosemary, tidak hanya berlangsung lama, tetapi juga
mempertahankan warna dan rasa untuk waktu yang lama.
2. Pengawet Sintetis
Senyawa organik
Senyawa anorganik
9
2.1.2 Jenis Bahan Pengawet
Asam Benzoat
10
bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi
orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu
terjadinya serangan asma.
11
Gambar 2. Kalsium Propionat, Kalium Propionat dan Natrium Propionat
12
Gambar 3. Asam Sorbet
Sulfurdioksida
Penggunaan sulfurdioksida ini lama digunakan dalam makanan
sebagai pengawet dan penggunaanya berkembang menjadi berbagai
bentuk seperti gas SO2, garam bisulfit dan sulfit. Penelitian
menunjukan bahwa sulfurdioksida paling efektif bekerja pada kondisi
ph rendah dan diperkirakan hal ini disebabkan oleh H2SO3 yang
dalam larutan tidak berdisosiasi. Dalam keadaan tidak terdisosiasi ini,
asam akan lebih mudah menembus dinding sel mikroba. Ditambahkan
untuk mencegah tengik pada makanan yang didalamnya mengandung
lemak. Selain itu berfungsi untuk mencegah kerusakan makanan yang
disebabkan oleh oksigen.
Gambar 4. Sulfurdioksida
13
Kalium sulfit, kalium bisulfit, kalium metabisulfit
Kalium sulfit,kalium bisulfit, kalium metabisulfit adalah pengawet
makanan yang digunakan untuk mengawetkan potongan kentang
goring, udang yang dibekukan, dan pekatan sari nenas agar tetaps
segar.
Nisin
Nisin merupakan bahan pengawet makanan yang berfungsi sebagai
antioksidan pada makanan sehinga efek kebusukan dapat
diminimalisir.
14
Gambar 7. Nisin
15
Gambar 8. Natrium Nitrit
16
Yunani, dll. Pada saat itu belum ditemukan mesin pendingin, jadi pengawetan
daging merupakan hal yang paling umum untuk menyimpan daging dalam
waktu yang lama. Zaman itu, belum ada standarisasi penggunaan nitrat, dan
semua orang mengonsumsi daging yang telah diawetkan sebagai salah satu
sumber protein yang paling banyak.
Pada tahun 1970-an, terjadi pro kontra dengan adanya pendapat dari beberapa
ilmuwan, yang menyatakan bahwa nitrat dapat membahayakan kesehatan,
yang akhirnya tidak dapat dibuktikan tetapi pendapat ini sudah menjadi
pendapat umum yang sulit diubah. FDA Internasional, akhirnya menetapkan
standarisasi untuk penggunakan nitrat ini agar pemakaiannya tidak
berlebihan.
Kalium nitrat dan nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam
daging olahan (kuring) selama berabad-abad (Silalahi, 2005).
Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam
pengolahan daging (seperti sosis, korned, dan burger) selain sebagai
pembentuk warna dan bahan pengawet antimikroba, juga berfungsi sebagai
pemberi aroma dan cita rasa (Cahyadi, 2006). Curingadalah cara
proses daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl,
Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat dan gula serta bumbu-bumbu (Harris,
1989). Maksud curing antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang
stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik dan memperpanjang masa
simpan produk daging. Produk daging yang diproses dengan curing disebut
daging cured (Soeparno, 1994).
17
c) Hasil akhir curing daging membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila
tidak dimasak, dan nitrosilhemokromogen bila telah dimasak.
2.2.3 Toksisitas
18
terkecoh dengan garam biasa atau gula pasir. Nitrit tidak terdapat secara
alami pada sayuran dalam jumlah banyak.
Namun, nitrat ditemukan pada sayuran yang tersedia secara komersial. Studi
di daerah pertanian intensif di utara Portugal menemukan kadar nitrat residual
dalam 34 sampel sayuran, termasuk varietas kubis, selada, bayam, peterseli
dan lobak yang berbeda berada pada rentang antara 54 hingga 2440 mg/kg,
misalnya kangkung keriting (302.0 mg/kg) dan kembang kol hijau
(64 mg/kg). Sayuran rebus mengurangi kadar nitrat namun tidak bagi nitrit.
Daging segar mengandung 0.4–0.5 mg/kg nitrit serta 4–7 mg/kg nitrat (10–
30 mg/kg nitrat dalam daging olahan). Kehadiran nitrit dalam jaringan hewan
merupakan konsekuensi metabolisme nitrogen monoksida, suatu
neurotransmitter penting. Nitrogen monoksida dapat dibuat secara de
novo dari nitrit oksida sintase dengan memanfaatan arginin atau
dari nitrat atau nitrit yang dikonsumsi tubuh.
19
tipis bubur alumina atau silica gel yang menempel pada permukaan selembar
lempeng kaca, sedangkan sebagai fasa cairnya adalah eluen yang digunakan
untuk membawa zat yang diperiksa bergerak melalui fasa padat.
2.5 Protein
Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai
zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber sejumlah asam
amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak
atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor dan belerang.
Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru
yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan
jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan protein
membentuk jaringan baru dan embrio.
Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak.
Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan dan
mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga digunakan sebagai
bahan bakar apabila kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat
dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses di dalam tubuh, baik
langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat pengatur proses di
dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam dalam jaringan
dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang
dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah (Rodwell, et al.,
2000).
Kebutuhan manusia akan protein adalah 1 g/kg berat badan perhari, sedangkan
ibu yang mengandung atau menyusui serta anak-anak yang dalam masa
pertumbuhan harus ditambah protein ekstra. Kekurangan konsumsi protein
dapat mengakibatkan berbagai penyakit diantaranya kuashiorkor, marasmus
dan busung lapar (West dan Todd, 1959).
20
BAB III
PEMBAHASAN
Sampel
No Pemeriksaan Nitrit Pembanding (natrium nitrit)
A B C
Tabel 1. Hasil pengamatan reaksi warna dari zat pengawet nitrit pada sampel
dan pembanding
21
Pembanding Sampel
No Pemeriksaan Nitrat
(kalium nitrat)
A B C
Tabel 2. Hasil pengamatan reaksi warna dari zat pengawet nitrat pada sampel dan
pembanding
Dari Tabel 1 dan Tabel 2 di atas terlihat bahwa sampel C mempunyai kadar
pengawet yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel lainnya. Walaupun
ada beberapa uji yang memberikan hasil negatif, hal ini mungkin disebabkan
adanya ion-ion pengganggu lainnya yang ikut larut dalam sampel sehingga ikut
bereaksi dan konsentrasi nitrit dan nitrat yang terdapat dalam sampel berbeda-
beda atau sedikit yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi.
22
Pembanding Sampel A Sampel B Sampel C
No
Wn Rf Wn Rf Wn Rf Wn Rf
3 Bu 0,74 Bu 0,82
4 Bu 0,81
5 Bu 0,86
Tabel 3. Hasil pengukuran nilai Rf dari protein sosis dan protein daging
pembanding dengan menggunakan eluen etanol 96% : air (70 : 30).
Wn Rf Wn Rf Wn Rf Wn Rf
4 Bu 0,46 Bu 0,86
5 Bu 0,61
6 Bu 0,95
Keterangan : Wn = warna noda Bu = biru-ungu
Tabel 4. Hasil pengukuran nilai Rf dari protein sosis dan protein daging
pembanding dengan menggunakan eluen butanol : asam asetat : air (80 : 20 :
20).
23
Tabel di atas memperlihatkan bahwa daging sapi alami yang berfungsi sebagai
pembanding lebih banyak mengandung asam amino jika dibandingkan dengan
daging yang sudah diawetkan dan diolah sedemikian rupa. Sampel A, B dan C
merupakan daging olahan yang telah mengalami perlakuan yang ekstrim untuk
diproduksi. Disamping untuk mengawetkan, penambahan zat-zat kimia ini juga
untuk menambah cita rasa, juga untuk memberikan hasil yang baik pada produk
sehingga kemungkinan untuk rusaknya protein lebih besar dibandingkan dengan
daging yang tidak diolah.
Asam amino yang dihasilkan dari proses hidrolisis ini seharusnya lebih banyak,
tetapi tidak semua asam amino yang dapat terlihat pada plat KLT. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh proses hidrolisis yang kurang sempurna, baik itu
lamanya waktu hidrolisis, suhu serta penambahan HCl untuk menghidrolisis.
Selain itu ada asam amino yang sangat tahan terhadap hidrolisis dan memerlukan
waktu 48 jam atau lebih untuk pemutusan secara sempurna seperti valin dan
isoleusin, tetapi ada juga asam amino yang perlahan-lahan rusak dalam proses ini
seperti serin dan treonin (Rodwell, et al., 2000).
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ketiga sampel yang diuji dengan metoda reaksi warna mengandung nitrit dan
nitrat sebagai pengawet, walaupun produk tersebut tidak mencantumkan
adanya pengawet pada komposisi produk. Sedangkan analisa protein dengan
metoda kromatografi lapis tipis (KLT) menunjukkan bahwa daging tanpa
olahan mengandung lebih banyak asam amino (menunjukkan bahwa mutu
proteinnya lebih tinggi) jika dibandingkan dengan daging yang diawetkan dan
diolah sedemikian rupa.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://docplayer.info/67332177-Makalah-kimia-zat-aditif-bahan pengawet.html
Buckle, K.A., Ilmu Pangan, terjemahan Hari Purnomo, UI Press, Jakarta, 1987.
Doul J., C.D. Klassen and M.O. Amdur, Chemistry Carsinogen in Casarett and
Doull’s. Hanbook of Toxicology The Basic Science of Poisons, 2nd Ed.,
Mac Millan Publishing Co., New York, 1986.
Rodwell, W.V., A.P. Mayes, K.D. Gramer and R.K. Murray., Harper’s Review of
Biochemistry, 20th Ed., Aplleton and Lange, USA, 2000.
Vogel, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi V,
UI Press, Jakarta, 1985.
Winarno, F.G. dan B.S.L. Jenni, Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya, Galia Indonesia, Bogor, 1983.
26
Windholz M., Susan B., Lorraine Y.S. and Margaret N.F., The Merck Index, an
Encyclopedia of Chemical and Drugs, 9th Ed, Merck and Co. Inc., Rahwee,
N.J. USA, 1976.
West E.S., and W.R. Todd, Texbook of Biochemistry, 2nd Ed., The Mac Millan
Co., New York, 1959.
27