You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita menjumpai berbagai macam penyakit yang
membahayakan kehidupan manusia, penyakit salah satu yang sering kita jumpai yaitu
penyakit yang berhubungan dengan jantung manusia. Penyakit yang cukup berbahaya bagi
manusia yaitu salah satunya penyakit gagal jantung yang merupakan gagalnya fungsi
jantung untuk memompakan darah keseluruh tubuh, penyakit ini sering kita temui pada
anak-anak, gagal jantung harus segera ditangani karena apabila tidak cepat untuk ditangani
maka akan berakibat fatal bagi orang tersebut.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh. Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan
structural ataupun fungsional jantung yang menyebabkan gangguan kemampuan pengisian
ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh tubuh (AHA, 2014)
Gagal jantung adalah diagnosis kardiovaskular yang jumlahnya meningkat cepat
(Schilling, 2014). Di Dunia 31% dari 58 juta angka kematian disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular (WHO, 2016). Angka tersebut, benua Asia memiliki angka tertinggi
kematian akibat penyakit jantung dengan jumlah penderita 276,9 ribu jiwa. Indonesia
menduduki tingat kedua di Asia Tenggara dengan jumlah 371 ribu jiwa (WHO, 2014).
Penelitian Yettyningsih (2013) menunjukkan masih ada perbedaan kualitas hidup
pada pasien CHF di rumah sakit RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berdasarkan alasan-alasan
tersebut, maka penelitian dilakukan untuk melihat outcome berupa kualitas hidup dan
faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal jantung kronik di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Dasar pemilihan rumah sakit ini karena RSUP Dr. Sardjito
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah
bagian selatan. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental (deskriptif analitik)
dengan desain potong lintang (cross sectional). Pengumpulan data dilakukan pada bulan
Januari sampai April 2015 dengan metode consecutive sampling di poliklinik jantung
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Kualitas hidup pasien akan dinilai menggunakan kuesioner
Minnesotta Living with Heart Failure (MLHF) dan kuesioner Morisky Medication
Adherence Scale (MMAS-8) untuk menilai kepatuhan. Faktor risiko yang mempengaruhi
kualitas hidup yaitu usia, jenis kelamin, fraksi ejeksi, derajat keparahan berdasarkan New
York Heart Association (NYHA), kepatuhan, komorbid, Body Mass Index (BMI), lama
diagnosis, dan terapi, dianalisis menggunakan uji statistik untuk melihatdistribusi dan
hubungan faktor tersebut terhadap kualitas hidup. Total 97 subjek ikut serta dalam
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor total MLHF pada
dimensi fisik adalah 16,72±8,68 dan pada dimensi emosional adalah 5,36±3,26. Perempuan
dengan CHF memiliki tingkat emosional lebih baik dibandingkan laki-laki (p<0,05).
Berdasarkan hasil analisis, hanya fraksi ejeksi yang memiliki perbedaan bermakna
terhadap kualitas hidup (p<0,05). Pasien dengan EF<40% memiliki risiko mengalami
kualitas hidup yang buruk dibandingkan pasien CHF dengan EF≥40%. Pengaruh komorbid
seperti hipertensi dan diabetes, penggunaan digoksin atau obat golongan angiotensin
reseptor blocker hanya berpengaruh pada dimensi fisik pasien CHF (p<0,05).
penelitian yang dilakukan oleh Beker dan Belachew (2014) melaporkan hasil
bahwa pasien CHF berusia tua dihubungkan dengan self-care yang lebih baik dibandingkan
dengan pasien berusia muda, dimana self-care terkait akan kualitas hidup (Beker dan
Belachew, 2014) dan penelitian Yaghoubi et al. (2012) yang menyatakan bahwa usia lebih
muda memiliki kualitas hidup lebih baik.
Faktor yang menjadi penyebab rehospitalisasi pasien gagal jantung adalah
konsumsi makanan yang tidak sehat (diet), kurang aktivitas atau olahraga, kebiasaan
merokok, dan minum yang beralkohol jangka panjang. Faktor tersebut akan menyebabkan
hipertensi, peningkatan gula darah dan kadar lemak serta obesitas. Jika semua faktor
tersebut tidak dapat dicegah, maka akan menyebabkan berbagai penyakit komplikasi
lainnya (WHO, 2016).
.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gagal Jantung Kongestive ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum :
Agar penulis mampu mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gagal
Jantung Kongestive secara komprehensif, sehingga mampu mencapai hasil yang
terbaik dalam mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan Gagal Jantung
kongestive.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan gagal jantung
kongestive
b. Mampu menyusun analisa data pada pasien dengan gagal jantung
kongestive.
c. Mampu menyusun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan
gagal jantung kongestive.
d. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien gagal jantung
kongestive.
e. Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada pasien
gagal jantung.
f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien gagal jantung pada
pasien gagal jantung kongestive.
g. Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan gagal
jantung kongestive.
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks yang disebabkan oleh adanya
gangguan baik fungsional maupun struktural jantung sehingga mengurangi kemampuan
ventrikel untuk menerima dan memompa darah (Kusmatuti, 2014).
Kondisi dimana jantung tidak mampu mempertahankan cardiac output/ memompa
darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh begitu juga dengan venous return.
Cardiac output tidak bisa mencukupi kebutuhan metabolic tubuh(kegagalan pemompaan),
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi, instrumen yang
mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang
berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama
diastole. Hal ini menyebabkan volume pada saat diastolic akhir ventrikel secara progresif
bertambah (Nurarif, 2015).

B. Etiologi
Penggolongan penyebab gagal jantung menurut apakah gagal jantung tersebut
menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau gagal dominan sisi kanan. Dominan sisi
kiri : penyakit jantung iskemik, amiloidosis jantung, penyakit jantung hipertensif, penyakit
katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, keadaan curah tinggi
(anemia ,tirotoksikosis, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri,
penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal,
penyakit katup trikuspid, hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Majid, 2017).

C. Manifestasi Klinik
Berikut adalah manifestasi klinis gagal jantung, (Majid, 2017):
1. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung. Manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan yang terjadi di ventrikel.
2. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol, hal ini disebabkan ketidak mampuan
ventrikel kiri memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
a. Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas, bisa juga terjadi ortopnea. Beberapa pasien bisa mengalami
kondisi ortopnea pada malam hari yang sering disebut Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND).
b. Batuk.
c. Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung berkurang dan menghambat
jaringan dari sirkulasi normal, serta terjadi penurunan pada pembuangan
sisa dari hasil katabolisme yang diakibatkan karena meningkatnya energy
yang digunakan saat bernafas dan terjadinya insomnia karena distress
pernafasan.
d. Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan saat bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi bagaimana semestinya.
3. Gagal jantung kanan
a. Kongestif pada jaringan perifer dan jaringan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema pitting, penambahan berat
badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen di kuadran kanan atas, terjadi
karena adanya pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi karena adanya pembesaran vena dan statis
vena di dalam rongga abdomen.
e. Nokturia (sering kencing malam hari).
f. Kelemahan.

D. Anatomi dan Fisiologi


1. Kedudukan Jantung
Jantung berada dalam thorax antara kedua paru-paru dan di belakang sternum dan
lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan, tepatnya di dalam rongga dada sebelah
depan. Sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma,
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta v dan vii dua jari di bawah papilla
mammae.Pada tempat ini teraba adanya pukulan jantung yang disebut iktus kordis.
2. Lapisan-lapisan jantung
Lapisan-lapisan jantung terdiri atas :
a. endokardium; merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam
sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi
permukaan rongga jantung.
b. miokardium; merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot
jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot yaitu bundalan
otot atria yang membentuk serambi atau aurikula kordis, bundalan
ventrikuler yang membentuk bilik jantung. Bundalan otot atrioventrikuler
yang merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik jantung.
c. pericardium; lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput
pembungkus terdiri dari 2 lapisan yaitu : lapisan parietal dan visceral yang
bertemu di pangkal jantung membentuk katup jantung. Di antara dua
lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelican untuk menjaga agar
pergesekan antara pericardium pleura tidak menimbulkan gangguan
terhadap jantung.
3. Katup-katup pada jantung
Di dalam jantung terdapat katup-katup yang sangat penting artinya dalam susunan
peredaran darah dan pergerakan jantung manusia.
a. valvula trikuspidalis. Terdapat antara atrium dekstra dengan ventrikel
dekstra yang terdiri dari 3 katup.
b. valvula bikuspidalis. Terletak antara atrium sinistra dengan ventrikel
sinistra yang terdiri dari 2 katup.
c. valvula semilunaris arteri pulmonalis. Terletak antara ventrikel dekstra
dengan arteri pulmonalis, dimana darah mengalir menuju ke paru-paru.
d. valvula semilunaris aorta. Terletak antara ventrikel sinistra dengan aorta
dimana darah mengalir menuju ke seluruh tubuh.
4. Sirkulasi darah
Jantung adalah organ utama sirkulasi darah. Aliran darah dari ventrikel kiri melalui
arteri, arteriola dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena disebut peredaran
darah besar atau sirkulasi sistemik.Aliran darah ventrikel kanan melalui paru-paru
ke atrium kiri adalah peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal.
pembuluh darah pada peredaran darah kecil, terdiri atas :
a. arteri pulmonalis, merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel
dekstra menuju ke paru-paru.Mempunyai 2 cabang yaitu dekstra dan
sinistra untuk paru-paru kanan dan kiri yang banyak mengandung co2 di
dalam darahnya.
b. vena pulmonalis, merupakan vena pendek yang membawa darah dari paru-
paru masuk ke jantung bagian atrium sinistra. Di dalamnya berisi darah
yang banyak mengandung o2.
pembuluh darah pada peredaran darah besar, terdiri atas :
a. aorta, merupakan pembuluh darah arteri yang besar yang keluar dari jantung
bagian ventrikel sinistra melalui aorta asendens lalu membelok ke belakang
melalui radiks pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis
menembus diafragma lalu menurun ke bagian perut.
Jalannya arteri terbagi 3 (tiga) bagian :
1) aorta asendens, aorta yang naik ke atas dengan panjangnya ± 5 cm,
cabangnya arteri koronaria masuk ke jantung.
2) arkus aorta, yaitu bagian aorta yang melengkung arah ke kiri, di
depan trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis iv.
3) aorta desendens, bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra
torakalis iv sampai vertebra lumbalis iv.
Letaknya :
a) aorta torakalis. Dimulai dari vertebra torakalis iv sampai
menembus diafragma.Percabangannya sampai pada dinding
toraks dan alat-alat visceral yang ada di dalam rongga toraks.
b) aorta abdominalis. Pada vertebra torakalis xii terbagi 2 :
arteri iliaka komunis dekstra dan arteri iliaka komunis
sinistra. Percabangannya sampai pada dinding perut dan alat
dalam rongga perut, panggul dan anggota gerak bawah.

Peredaran darah kecil : darah dari jantung ventrikel destra → valvula semilunaris
→ arteri pulmonalis → paru-paru kiri dan kanan → vena pulmonalis.

Peredaran darah besar : darah dari jantung bagian ventrikel sinistra → valvula
semilunaris aorta → aorta → arteri → arteriole → kapiler arteri → kapiler vena →
venolus → vena kava → atrium dekstra. (syaifudin, anatomi fisiologi untuk siswa
perawat).

E. Klasifikasi
Menurut derajat sakitnya:
1. Derajat 1: Tanpa keluhan - Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari
tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas
2. Derajat 2: Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas,
tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang
3. Derajat 3: Sedang - aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas,
tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
4. Derajat 4: Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada
saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
walaupun aktivitas ringan.
Menurut lokasi terjadinya :
1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis
yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung
S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal
dyspnea,ronki basah paru dibagian basal
2. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak
meliputi : edema akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher,
asites (penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan
lemah.

F. Patofisiologi
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Apabila curah jantung
berkurang, maka sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk tetap
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk dapat
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantung-lah yang
harus menyesuaikan diri untuk tatap bisa mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap jantung
berkontraksi, hal ini tergantung pada 3 faktor, yaitu: preload (jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung), kontraktilitas (beracuan pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan).
Tubuh mengalami beberapa adaptasi pada jantung dan hal ini terjadi secara
sistemik, jika terjadi gagal jantung. Volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam
kedua ruang jantung meningkat, apabila terjadi pengurangan volume sekuncup kedua
ventrikel akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat. Hal ini
akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan
waktu sistolik menjadi singkat. Akan terjadi dilatasi ventrikel jika kondisi ini berlangsung
lama. Pada saat istirahat, cardiac output masih bisa berfungsi dengan baik, akan tetapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Yang pada akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat dan menyebabkan transudasi cairan serta timbul edema paru atau edema
sistemik (Oktavianus & Rahmawati, 2014).
G. Pathway

Faktor resiko

infeksi Kontraktilitas menurun Hipertensi

Emboli paru Afterload menurun Abnormal otot jantung

Infark miokard Preload meningkat anemia

Gagal jantung

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

Kegagalan darah memompa


darah ke sistemik Darah kembali ke atrium,
ventrikel dan sirkulasi paru

Hipoksia Nyeri akut


Jantung kanan hipertropi
Metabolisme anaerob Respon kenaikan
frekuensi jantung
Tekanan pulmonal
ATP
Peningkatan
kebutuhan oksigen Transudasi cairan /
Fatigue edema paru

Intoleransi aktivitas Asidosis tingkat


Ekspansi paru
jaringan

Pengaruh jaringan lanjut Sesak nafas

Iskemi miokard
Pola nafas tidak
efektif
Penurunan curah jantung
H. Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume paru
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan volume sekuncup
3. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan jantung
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dan kebutuhan oksigen

I. Komplikasi
Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013) antara lain :
1. Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
2. Syok kardiogenik.
Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung dan otak).
3. Episode trombolik.
Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi, trombus dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.
4. Efusi pericardial dan tamponade jantung.
Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat meregangkan pericardium
sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung.

J. Pemeriksaan Penunjang
Berikut beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
1. Ekg untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia, dan kerusakan pola.
2. Ecg untuk mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katup jantung.
3. Rontgen dada untuk menunjukan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan jantung untuk tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
5. Kateterisasi jantung untuk mengetahui tekanan abnormal, menunjukan indikasi,
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katup, serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Terapi diuretic, elektrolit mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal.
7. Oksimetri arteri, saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika chf memperburuk
ppom.
8. Agd, gagal ventrikrl kiri ditandai dengan hipoksemia dengan peningkatan tekanan
karbondioksida.
9. Enzim jantung, meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung.
(Sutanto, 2015)

K. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan decompensasi cordis. Tidak ada pengobatan secara
spesifik untuk proses penyembuhan penyakit gagal jantung, akan tetapi secara umum ada
beberapa penatalaksanaan pengobatan untuk gagal jantung adalah sebagai berikut (Nurarif,
2015) :
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi,
mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat.
b. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam
keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
c. Diet
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.
Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan
tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
2. Penatalaksanaan medik
a. Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan
memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
1 Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari. 2 Cedilanid IV 1,2 –
1, 6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung :
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis
disesuaikan. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
b. Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang
berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. Pemberian dosis
penunjang bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
c. Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
1) Nitrogliserin 0,4–0,6 mg sublingual atau 0,2–2 mg/kgBB/menit IV
2) Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV
d. Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
1) Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian
sulfa ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.
2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotic Untuk penderita
gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat di-berikan penenang;
luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah.
(Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan, 2013).
3) Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
 Revaskularisasi (perkutan, bedah).
 Operasi katup mitral.
 Aneurismektomi.
 Kardiomioplasti.
 External cardiac support.
 Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung
biventricular.
 Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
 Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial
heart
BAB III
MENGEMBANGKAN PROSES KEPERAWATAN

Seorang pria 34 tahun dirawat di rumah sakit Muhamadiyah Palembang di ruang gawat darurat
dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada kiri. Dari penilaian pasien yang muncul menjadi
Timbul, batuk, mudah merasa lelah ketika melakukan aktivitas sehingga hanya pasien yang
berbaring di tempat tidur, pasien juga tampak gugup dan cemas dengan kondisinya. pasien
didiagnosis gagal jantung. Dari hasil pemeriksaan fisik, tampak edema ekstremitas bawah,
hepatomegali, anoreksia, dan nokturia. BP: 180/90 mmhg, RR: 28x / m, T: 36 C, P: 88x / m. Pasien
menjalani pemeriksaan X-ray dengan hasil pembesaran jantung dan kongestif paru, analisis gas
darah: pa O2 dari-HR lebih dari 100X / menit, hasil peningkatan segmen ST ECG dan Q patologis
dan peningkatan enzim jantung, yaitu CK, AST, LDL / HDL. Pasien sekarang hanya berbaring di
ruang perawatan untuk meminimalkan kelelahan ketika melakukan aktivitas dan hanya menunggu
intervensi berikutnya.

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 34 Tahun
Jenis kelamin : laki laki
Diagnosa medis : Gagal jantung
2. Riwayat penyakit
Keluhan umun : nyeri dada kiri, sesak nafas, pasien juga tampak gugup dan
cemas dengan kondisinya, batuk, mudah merasa lelah, tampak edema ekstremitas
bawah, hepatomegali, anoreksia, dan nokturia, pembesaran jantung dan kongestif
paru
Keluhan sekarang : pasien mengatakan sesak napas dan nyeri dada kiri, batuk,
mudah merasa lelah ketika melakukan aktivitas sehingga pasien hanya berbaring di
tempat tidur
3. Kebutuhan dasar khusus
a. Pola nutrisi
 Anoreksia (kelainan pola makan yang membuat seseorang
mengalami kelaparan atau tindakan menurunkan berat badan secara
berlebihan)
b. Pola aktivitas dan latihan
 Pasien mudah merasa lelah ketika melakukan aktivitas sehingga
pasien hanya berbaring di tempat tidur, Pasien sekarang hanya
berbaring di ruang perawatan untuk meminimalkan kelelahan ketika
melakukan aktivitas dan hanya menunggu intervensi berikutnya.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : composmetis
b. Tanda – tanda vital
 TD : 180/90 mmhg
 RR : 28 x/m
 Suhu : 36 C
 Nadi : 88 x/m
c. Ekstremitas
 Edema ekstremitas bawah (pembekakan jaringan lunak)
d. Genitourinary
 Nokturia (buang air kecil berlebihan di malam hari)
e. Hepar
 Hepatomegali (pembesaran ukuran organ hati akibat dari gangguan
jantung seperti gagal jantung)
f. Kardiovaskuler
 Inspeksi : ictus cordis tampak melebar
 Palpasi : ictus cordis melebar ke lateral
 Perkusi : batas jantung melebar
 Auskultasi : SI = S2 reguler lemah
g. Respiratory
 Inspeksi : ada retraksi dinding dada
 Palpasi : simetris, ada otot bantu pernafasan
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : terdengar ronchi basah / crales
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan X-ray dengan hasil pembesaran jantung dan kongestif paru, analisis
gas darah: pa O2 dari-HR lebih dari 100X / menit, hasil peningkatan segmen ST
ECG dan Q patologis dan peningkatan enzim jantung, yaitu CK, AST, LDL /
HDL.

B. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS : gagal jantung kiri Ketidak efektifan pola


1. Pasien mengatakan nafas
sesak nafas (dyspnea)
2. Pasien mengatakan ventrikel kiri tidak
batuk mampu memompa
DO : darah dari paru
1. Keadaan umum lemah
2. tampak gugup dan
cemas tekanan vena
3. tampak hepatomegaly pulmonalis
4. respiratory
 I : ada retraksi tekanan kapiler paru
dinding dada
 P : simetris, ada otot pembesaran cairan dari
bantu pernafasan kapiler ke paru
 P : sonor
 A : tidak ada suara edema paru

tambahan pada
pernafasan fungsi pernafasan

5. TTV
TD : 180/90 mmHg, dyspnea
RR : 28 kali/menit
N : 88 kali/menit
S : 36 °C pola nafas tidak efektif
2. DS : gagal jantung kongestif Penurunan curah
1. Pasien mengatakan jantung
badan mudah merasa
lelah ketika melakukan daya pompa jantung
aktivitas
DO :
1. Keadaan umum lemah penurunan curah
2. Tampak pembesaran jantung
jantung dan kongestif
paru
3. Tampak hepatomegaly
4. Cardiovascular
 I : ictus cordis
tampak melebar
 P : ictus cordis
melebar ke lateral
 P : batas jantung
melebar
 A : SI = S2 reguler
lemah
5. TTV
TD : 180/90 mmHg,
RR : 28 kali/menit
N : 88 kali/menit
S : 36 °C
6. analisis gas darah: pa
O2 dari-HR lebih dari
100X / menit
7. peningkatan segmen ST
ECG dan Q patologis
dan peningkatan enzim
jantung, yaitu CK, AST,
LDL / HDL.
3. DS : Gagal jantung kongestif Nyeri
1. Pasien mengatakan
nyeri dada kiri
DO : suplai o2 ke seluruh
1. tampak edema tubuh
ekstremitas bawah
2. hepatomegali
3. terdapat pembesaran hipoksia otot jantung
jantung dan kongestif
paru
metabolisme anaerob

penimbunan asam laktat

pelepasan mediator
kimia

persepsi nyeri di
hipotalamus
nyeri

4. DS : gagal jantung kongestif Intoleran aktivitas


1. mengatakan badan
mudah terasa lelah
ketika melakukan suplai darah ke jantung
aktivitas
DO :
1. Keadaan umum lemah metabolisme anaerob
2. tampak gugup dan
cemas
3. tampak edema asidosis metabolic
ekstremitas bawah
4. anoreksia
5. nokturia pembentukan ATP
6. TTV
TD : 180/90 mmHg,
RR : 28 kali/menit kontraksi menurun
N : 88 kali/menit
S : 36 °C
Kelemahan

Intoleran aktivitas
C. Diagnosa Keperawatan

Problem Etiologi Symptom

Ketidak efektifan pola


Nyeri dada Dyspnea
nafas

Perubahan frekuensi Keletihan, dyspnea, edema,


Penurunan curah jantung
jantung batuk, gelisah

Perubahan pada parameter


fisiologis (misalnya
Nyeri Agen cedera biologis tekanan darah, frekuensi
jantung, frekuensi
pernapasan)

Keletihan,
Intoleran aktivitas Imobilitas ketidaknyamanan setelah
beraktivitas,
D. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Data subjektif
Dari hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan keluhan yaitu pasien pria 34
tahun yang dirawat di rumah sakit Muhamadiyah Palembang di ruang gawat darurat
dengan keluhan sesak napas, nyeri dada kiri, batuk, mudah merasa lelah ketika
melakukan aktivitas sehingga hanya pasien yang berbaring di tempat tidur dan
Pasien sekarang hanya berbaring di ruang perawatan untuk meminimalkan
kelelahan ketika melakukan aktivitas dan hanya menunggu intervensi berikutnya.
2. Data objektif
Dari hasil pengkajian yang dilakukan di dapatkan hasil nya yaitu p asien
tampak gugup dan cemas dengan kondisinya. pasien didiagnosis gagal jantung.
Dari hasil pemeriksaan fisik, tampak edema ekstremitas bawah, hepatomegali,
anoreksia, dan nokturia. BP: 180/90 mmhg, RR: 28x / m, T: 36 C, P: 88x / m. Pasien
menjalani pemeriksaan X-ray dengan hasil pembesaran jantung dan kongestif paru,
analisis gas darah: pa O2 dari-HR lebih dari 100X / menit, hasil peningkatan
segmen ST ECG dan Q patologis dan peningkatan enzim jantung, yaitu CK, AST,
LDL / HDL.
Pemeriksaan fisik pada sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien
untuk menemukan tanda klinis penyakit. Pemeriksaan fisik khususnya pada jantung
merupakan hal terpenting pada pasien dengan gagal jantung kongestif dimana hasil
pemeriksaan fisik tersebut dapat dijadikan sebagai data yang paling mendukung mengenai
keluhan yang dirasakan pasien di rumah sakit (Manalu, 2016). keluhan utama pada kasus
gagal jantung kongestif adalah sesak nafas. Sesak nafas pada pasien ini sesuai dengan tanda
dan gejala pasien gagal jantung kongestif yang terjadi karena ventrikel kiri tidak dapat
menerima darah dari paru-paru, hal ini menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang
dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru sehingga
oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2 yang akan membentuk asam
didalam tubuh (Kasron, 2012).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga,
dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi,
2012).
Diagnosa keperawatan pada klien dari hasil pengkajian, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan diagnostik yang didapatkan, menunjukkan masalah yang dialami adalah
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri dada di buktikan dengan dyspnea,
Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan frekuensi jantung di buktikan
dengan Keletihan, dyspnea, edema, batuk dan gelisah, Nyeri berhubungan dengan Agen
cedera biologis di buktikan dengan Perubahan pada parameter fisiologis (misalnya tekanan
darah, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan), Intoleran aktivitas berhubungan dengan
Imobilitas di buktikan dengan Keletihan dan ketidaknyamanan setelah beraktivitas.
Penulis mengangkat diagnosa salah satunya adalah ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan nyeri dada. berdasarkan “Hirarki Maslow” kebutuhan manusia ada 5
tahap yaitu fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri, aktualisasi diri.
Ketidakefektifan pola nafas merupakan kebutuhan fisiologis karena pasien kekurangan
oksigen dan merasa sesak nafas mempunyai efek yang membahayakan.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha
membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Perencanaan yang tertulis dengan baik akan memberi petunjuk dari arti pada asuhan
keperawatan, karena perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam
asuhan keperawatan pasien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama, dan
memelihara kontinuitas asuhan keperawatan pasien bagi seluruh anggota tim (Setiadi,
2012).
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan nyeri dada selama 2x24 jam, penulis
melakukan tindakan keperawatan pada pasien Tn.M antara lain mengobservasi tanda tanda
vital, mengauskultasi suara napas, catat adanya nafas tambahan, mempertahankan posisi
semi fowler, menganjurkan kepada klien untuk minum air hangat , membimbing dan
melatih teknik napas dalam dan batuk efektif yang teratur, memberikan nebulizer sesuai
indikasi, serta melanjutkan pemberian O2 sesuai instruksi dokter.
Berdasarkan salah satu kasus yang dialami pasien dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas menurut (Bulechek dkk, 2015) yaitu observasi tanda-tanda vital
dengan tujuan untuk mengetahui kondisi pasien, monitoring aliran oksigen untuk menjaga
aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien, posisikan pasien semifowler untuk
memaksimalkan ventilasi, pertahankan posisi pasien untuk mencegah respirasi rate
meningkat, edukasi tentang pentingnya tidur posisi 45° untuk memberikan pengetahuan
kepada keluarga tentang keadaan pasien, kolaborasi pemberian O2 nasal kanul 3 liter per
menit untuk meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen yang cukup untuk pasien. Tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan pola
nafas dapat teratasi, posisi 45° untuk menurunkan sesak nafas.
Aliran balik yang lambat maka peningkatan jumlah cairan yang masuk ke paru
berkurang, sehingga udara di alveoli mampu mengabsorbsi oksigen atmosfer. Disamping
itu menurut peneliti pasien gagal jantung dengan curah jantung yang sudah menurun akan
merangsang mekanisme kompensasi (seperti peningkatan vasopresin, renin, angiotensin,
aldosteron) serta peningkatan aktivitas simpatik. Hal-hal tersebut diatas akan
mengakibatkan peningkatan systemic vascular resistance dan retensi Na dan H2O. Dengan
retensi tersebut maka akan terjadi peningkatan preload (beban awal) dan afterload (beban
akhir) yang akhirnya menambah sesak napas yang diderita pasien (Sudoyo dkk, 2015).
Pemberian tindakan posisi 45° dilakukan selama 30 menit satu kali sehari sedangkan dalam
teori tidak dijelaskan berapa jam pemberian posisi 45° tersebut.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri dada selama 2 x 24 jam,
penulis melakukan tindakan keperawatan pada pasien antara lain mengobservasi tanda
tanda vital, mengauskultasi suara napas, catat adanya nafas tambahan, mempertahankan
posisi semi fowler , menganjurkan kepada klien untuk minum air hangat, membimbing dan
melatih teknik napas dalam dan batuk efektif yang teratur, memberikan nebulizer sesuai
indikasi dan melanjutkan pemberian O2 sesuai instruksi dokter.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung dada
selama 2 x 24 jam, penulis melakukan tindakan keperawatan pada pasien antara lain
Memonitor TTV, Memonitor status kardiovaskuler, Memonitor balance cairan, Memonitor
toleransi aktivitas klien, Memonitor tanda dan gejala dari edema, Memonitor jumlah dan
irama jantung. Dalam teori menyebutkan bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat
tidur kurang lebih 45 derajat akan mempertahankan curah jantung sehingga sesak napas
berkurang yang pada akhirnya akan mengoptimalkan kualitas tidur pasien. Dan ini
tentunya akan berpengaruh terhadap perubahan tanda vital terutama laju respirasi pasien.
Pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala memungkinkan
rongga dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi
ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal
(Julie, 2014).
Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis selama 2 x 24 jam, penulis
melakukan tindakan keperawatan pada pasien antara lain melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi,karakteristik , durasi ,frekuensi, kualitas dan factor
presipitasi, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, mengevaluasi
pengalaman nyeri masa lampau, melakukakan penanganan nyeri dengan nafas dalam dan
memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri. Sedangkan Intoleran aktivitas
berhubungan dengan Imobilitas selama 2 x 24 jam, penulis melakukan tindakan
keperawatan pada pasien antara lain mengobservasi tingkat aktivitas klien, membantu klien
melakukan aktivitas yang tidak dapat di lakukan, melibatkan keluarga dalam pemenuhan
ADL klien, menganjurkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya dan
menselingi periode aktivitas dengan istirahat.
Implementasi keperawatan pada pasien setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam masih belum teratasi.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya (Padila, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan terhadap diagnosa medis pada pasien,
evaluasi hari terakhir yang didapatkan pasien mengatakan masih sesak nafas, jantung
masih berdebar-debar, masih nyeri dada ketika batuk dan menahan batuk, masih sesak dan
merasa lelah ketika melakukan aktivitas sedikit teratasi. Pasien masih memerlukan
perawatan lanjut karena diagnosa pada pasien belum teratasi seluruh nya.
Penelitian Yettyningsih (2013) menunjukkan masih ada perbedaan kualitas hidup
pada pasien CHF di rumah sakit RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berdasarkan alasan-alasan
tersebut, maka penelitian dilakukan untuk melihat outcome berupa kualitas hidup dan
faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal jantung kronik di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Dasar pemilihan rumah sakit ini karena RSUP Dr. Sardjito
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah
bagian selatan. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental (deskriptif analitik)
dengan desain potong lintang (cross sectional). Pengumpulan data dilakukan pada bulan
Januari sampai April 2015 dengan metode consecutive sampling di poliklinik jantung
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Kualitas hidup pasien akan dinilai menggunakan kuesioner
Minnesotta Living with Heart Failure (MLHF) dan kuesioner Morisky Medication
Adherence Scale (MMAS-8) untuk menilai kepatuhan. Faktor risiko yang mempengaruhi
kualitas hidup yaitu usia, jenis kelamin, fraksi ejeksi, derajat keparahan berdasarkan New
York Heart Association (NYHA), kepatuhan, komorbid, Body Mass Index (BMI), lama
diagnosis, dan terapi, dianalisis menggunakan uji statistik untuk melihatdistribusi dan
hubungan faktor tersebut terhadap kualitas hidup. Total 97 subjek ikut serta dalam
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor total MLHF pada
dimensi fisik adalah 16,72±8,68 dan pada dimensi emosional adalah 5,36±3,26. Perempuan
dengan CHF memiliki tingkat emosional lebih baik dibandingkan laki-laki (p<0,05).
Berdasarkan hasil analisis, hanya fraksi ejeksi yang memiliki perbedaan bermakna
terhadap kualitas hidup (p<0,05). Pasien dengan EF<40% memiliki risiko mengalami
kualitas hidup yang buruk dibandingkan pasien CHF dengan EF≥40%. Pengaruh komorbid
seperti hipertensi dan diabetes, penggunaan digoksin atau obat golongan angiotensin
reseptor blocker hanya berpengaruh pada dimensi fisik pasien CHF (p<0,05).
penelitian yang dilakukan oleh Beker dan Belachew (2014) melaporkan hasil
bahwa pasien CHF berusia tua dihubungkan dengan self-care yang lebih baik dibandingkan
dengan pasien berusia muda, dimana self-care terkait akan kualitas hidup (Beker dan
Belachew, 2014) dan penelitian Yaghoubi et al. (2012) yang menyatakan bahwa usia lebih
muda memiliki kualitas hidup lebih baik.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Dari asuhan keperawatan Pada Tn. M dengan Congestive Heart Failure (Gagal
Jantung Kongestive) di rumah sakit Muhamadiyah Palembang di ruang gawat darurat,
penulis baru melakukan tindakan selama 2 x 24 jam dan penulis menemukan 4 diagnosa
keperawatan yang muncul pada Tn. M Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam kemudian masalah masih belum teratasi.

B. Saran
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun pasien
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal
dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan
prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Diharapkan perawat dapat bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya serta
dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif.
3. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional
sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif, dan bermutu yang
mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik
keperawatan.
4. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca tentang asuhan
keperawatan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
5. Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Jantung
Kongestif kebutuhan pasien dan keluarga dapat terpenuhi secara maksimal.
6. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan penulis dapat menambah atau memanfaatkan pengetahuan,
keterampilan, dan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan pelayanan
secara profesional dan komprehensif.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. DIII Keperawatan, Tim Dosen. 2017, Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah : Studi
Kasus Progam Studi D-III Keperawatan. Jombang: STIKes ICMe.
2. Murphy, W 2012, Apakah Gagal Jantung atau Payah Jantung, diakses 6 Januari 2018, jam
20.47, < http://majalahkesehatan.com/apakah-gagal-jantuung-atau-payah-jantung/>
3. New York Heart Association (NYHA) Fungsional Classification. 2016, diakses 7 Januari
2018, jam 19.40, <http://www.heart.org /HEARTORG /Conditions
/HeartFailure/AboutHeartFailure/Classes-of-Heart-Failure UCM 306328 Article.jsp>

You might also like