You are on page 1of 10

CASE BASED DISCUSSION

TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Profesi Stase Keperawatan Gerontik

Pembimbing Akademik : Ns. Rita Hadi Widyastuti, S.Kep., M. Kep. Sp. Kep. Kom
Ns. Muhamad Muin. Kep., M. Kep., Sp. Kep. Kom

Disusun oleh :
Aninda Istifaraswati
95200821052

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXXIII


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
1. TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF PADA LANSIA

Kriteria klien
Nama pasien (Inisial) : Ny. S
No. RM : B281xxx
TTL/Usia : Sragen, 12 Desember 1952/ 66 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 18 Maret 2019
Tanggal pengkajian : 25 Maret 2019
Ruang rawat : Geriatri lantai dasar bed 1.3
Diagnosa : Hepatitis C
Ds:
a. Klien mengatakan cemas dengan penyakitnya saat ini
b. Klien mengatakan merasa tidak nyaman dengan kondisinya
Do :
a. Klien mengalami kecemasan berat dengan skor 29 dari hasil pengukuran kecemasan
menggunakan HARS
b. Klien tampak gelisah
c. Klien selalu menanyakan mengenai kondisinya
d. TD : 110/60 mm/Hg
S : 36,7oC
N : 102 x/menit
RR : 22 x/menit
Diagnosa keperawatan :
Ansietas b.d Ancaman Status Terkini (00146)
Intervensi
Terapi Relaksasi Otot Progresif/ Progresive Muscle Relaxation (PMR)
Standar Operasional Prosedur (SOP) Tindakan
1. Pengertian
Progresive Muscle Relaxation (PMR) merupakan pengembangan metode respon
relaksasi dengan melibatkan faktor peregangan otot diikuti dengan relaksasi otot dan
psikis yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien
mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Purwanto, 2006). Progresive
Muscle Relaxation (PMR) terapi ini merupakan teknik sistematis untuk mencapai keadaan
relaksasi yang dikembangkan oleh Edmund Jacobson. Terapi relaksasi otot progresif
merangsang pengeluaran zat-zat kimia endorphin dan ensephalin serta merangsang signal
otak yang menyebabkan otot rileks dan meningkatkan aliran darah ke otak (Stuart, 2013).
Latihan peregangan otot dan olah pernapasan yang dilakukan untuk menghasilkan respon
yang dapat memerangi respon stres dan menurunkan aktifitas saraf simpatis Relaksasi
PMR memiliki beberapa keunggulan selain metodenya yang sederhana, tehnik ini juga
dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa membutuhkan ruangan yang sangat
khusus.
2. Tujuan
Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam Setyoadi dan Kushariyadi
(2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah :
a) Menurunkan ketegangan otot, kelemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah
tinggi, frekuensi jantung, laju metabolic.
b) Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen
c) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak
memfokuskan perhatian seperti relaks
d) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi
e) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress dan kecemasan
f) Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan, gagap
ringan
g) Membangun emosi positif dari emosi negative
3. Prosedur
a. Persiapan
1) Membuat jadwal bersama klien
2) Kontrak waktu dan tempat kegiatan untuk pelaksanaan intervensi pada klien
b. Kerja
1) Mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan kegiatan
4) Melakukan kontrak waktu dan validasi pasien
5) Atur posisi nyaman (duduk/ berbaring)
6) Minta klien untuk melepaskan kaca mata dan jam tangan, melonggarkan ikat
pinggang dan pakaian yang ketat
7) Meminta klien untuk mempertahankan mata terbuka selama beberapa menit,
kemudian secara perlahan menutup mata dan mempertahankan tetap tertutup.
8) Meminta klien untuk Tarik nafas dalam, dalam beberapa kali sebelum memulai
latihan dengan cara nafas dalam secara perlahan-lahan melalui hidung dan
hembuskan keluar melalui mulut 1 kali.
9) Menggenggam tangan sambil membuat suatu kepalan dan dilepaskan

10) Meluruskan lengan kemudian tumpukan pergelangan tangan kemudian tarik


telapak tangan hingga menghadap ke depan.
11) Diawali dengan menggenggam kedua tangan kemudian membawa kedua
kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang

12) Mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa


hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras
ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.
13) Otot-otot wajah dahi, mata, rahang dan mulut. Gerakan untuk dahi dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput.

14) Gerakan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang
dengan cara mengatup rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga
ketegangan di sekitar otot-otot rahang
15) Gerakan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimonyongkan
sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
16) Gerakan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang.
Letakkan kepala pada bantalan kursi, kemudian berikan tekanan kepala kepada
bantalan sehingga terasa ketegangan pada leher dan punggung atas. Atau kedua
tangan di belakang kepala, kemudian dorong kepala ke belakang sambil tangan
menahan dorongan kepala.

17) Gerakan untuk melatih otot leher. Dengan cara membawa kepala ke muka,
kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya, sehingga dapat
merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka
18) Gerakan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan
cara kedua tangan diletakkan di belakang sambil menyentuh lantai dan menahan
badan. Kemudian busungkan dada.
19) Gerakan untuk melemaskan otot-otot dada. Klien diminta untuk menarik nafas
panjang. Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan
di bagian dada kemudian diturunkan ke perut. Pada saat ketegangan dilepas,
klien dapan bernafas normal.

20) Gerakan melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik
kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang
dan keras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti
gerakan awal untuk peru ini.

21) Gerakan untuk otot-otot kaki dan bertujuan untuk melatih otot-otot paha,
dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian
sehingga ketegangan pindah ke otot-otot betis
c. Terminasi
1) Evaluasi subjektif dan objektif
2) Rencana tindak lanjut
3) Memotivasi lansia untuk selalu melakukan aktifitas relaksai otot progresif setiap
waktu agar lebih tenang dan membuat kontrak waktu untuk terapi relaksai otot
progresif berikutnya
4) Mengucapkan terimakasih pada lansia atas partisipasinya selama proses terapi
berlangsung
5) Mengucapkan salam
d. Evaluasi
Evaluasi menanyakan perasaan setelah melakukan terapi relaksasi otot progresif.
4. Referensi
Saseno & Handoyo. 2013. Efektifitas Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Lansia Di Posyandu Lansia Adhi Yuswa RW X Kelurahan Kramat
Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia. 9(2): 60-65.

Syisnawati & Keliat, B. 2017. Penerapan Terapi Relaksasi Otor Progressif Pada Klien Ansietas
Di Kelurahan Ciwaringin. Vol 2 No 2. 367-372.

Setyoadi, K. 2014 Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Stress Pada
Lanjut Usia Di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur. Jurnal Ilmiah Keperawatan.

Tobing, D.L, Keliat, B.A, Wardani, I.Y. 2012. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation dan
Logoterapi Terhadap Ansietas Dan Depresi, Kemampuan Relaksasi dan Kemampuan
Memaknai Hidup Klien Kanker di RS Kanker Dharmais, Jakarta. FIK UI : Jakarta

Hasil yang didapatkan selama 2 hari


Skala ukur menggunakan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS)

Pembahasan
Terapi relaksasi otot progresif ini sesuai diterapkan pada Ny. S, karena klien merasa
cemas dengan kondisinya saat ini dan klien tidak merasa nyaman dengan kondisinya sekarang.
Dari evaluasi tingkat kecemasan klien didapatkan hasil bahwa terapi relaksasi otot progresif
ini berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan pada klien, saat pertama kali
pengkajian klien terlihat gelisah saat menceritakan kondisi yang dialaminya dan didapatkan
skor 29 dari hasil pengukuran kecemasan menggunakan HARS dan klien mengalami
kecemasan berat. Pada hari pertama setelah melakukan pengkajian didapatkan skor HARS
klien mengalami penurunan skor HARS yaitu 22 (kecemasan sedang) dan pada hari kedua
menjadi 17 (kecemasan ringan).
Pengaruh proses penuaan menimbulkan bebagai masalah baik secara fisik, mental
maupun sosial ekonomi. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut
akan mengalami penurunan. Lansia lebih rentan terkena berbagai macam penyakit karena
semakin bertambahnya umur maka akan mengalami penurunan fungsi organ Penurunan
kondisi fisik inilah yang berpengaruh pada kondisi mental dan psikososial pada lansia.
Masalah mental yang sering dialami oleh lansia banyak dipengaruhi oleh faktor kesepian,
ketergantungan dan kurang percaya diri sehingga menyebabkan lansia mengalami stress,
depresi dan kecemasan. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan yang tidak dapat
dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Perjalanan kecemasan
seseorang tidak sama dalam beberapa situasi dan hubungan interpersonal (Suliswati, 2005).
Menurut Peplau dalam Suliswati, dkk, (2005) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu : ringan, sedang, berat dan panik.
Menurut Rappoport dalam Handiono (2001) untuk mengatasi kecemasan dapat
dilakukan dengan terapi relaksasi yaitu suatu kegiatan untuk merelaksasikan tubuh dan pikiran.
Terapi relaksasi dapat juga diartikan sebagai kegiatan mengendorkan otot-otot sehingga tubuh
menjadi lebih rileks dan pikiran menjadi lebih tenang. Tindakan relaksasi mencakup latihan
pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery dan meditasi. Teknik
relaksasi dapat bermanfaat untuk menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stress,
mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress, mengontrol
anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, dan dapat mengurangi
kecemasan. Individu dengan tingkat kecemasan yang tinggi dapat menunjukkan efek fisiologis
yang positif melalui latihan teknik relaksasi (Prawitasari, dkk, 2003).
Wang et all (2014) yang menyatakan bahwa Progressive Muscle Relaxation merupakan salah
satu terapi tehnik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Relaksasi otot akan menghambat jalur yang memicu ansietas dengan cara
mengaktivasi sistem saraf parasimpatis dan manipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran
atau memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stresor terhadap hipotalamus menjadi
minimal. Kondisi tersebut membuat klien yang awalnya menunjukkan perilaku lemah dan
tergantung pada orang lain akan merasa lebih nyaman dan lebih rileks dalam melakukan
sesuatu. Selain itu juga hormon hormon seks seperti esterogen, progesteron dan testosteron
dapat menekan aktivitas hipotalamus dalam upaya menurunkan gejala kecemasan dan
menurunkan produksi kortisol. Hal ini menyebabkan perempuan memiliki siklus hormonal
yang ditunjukan dengan keadaan fisiologis berupa perubahan fluktuasi produksi hormon seks
secara periodik. Ketika produksi esterogen pada wanita turun, aktivitas hipokampus dan
hipotalamus meningkat sehingga respon stres dan kecemasan dapat mengalami peningkatan.
Sebaliknya pada laki-laki testosteron terus dihasilkan dalam rentang kadar yang dapat
dikatakan lebih stabil. (Keliat,2012)
Seperti diketahui relaksasi otot progressif merupakan bagian dari terapi perilaku. Teknik
terapi perilaku ini dilakukan untuk melakukan distraksi dengan harapan dapat merubah
perilaku klien dari yang maladaptif menjadi adaptif dalam menghadapi stresor. Selain
membantu menurunkan gejala fisik dan perilaku terapi ini juga berpengaruh pada kognitif
individu yang mengalami ansietas. Gitanjali dan Sreehari (2014) membuktikan klien yang
melakukan relaksasi otot progressif secara kontinu selama 3 hari dapat membantunya
menurunkan rasa khawatir dan lebih rileks.
Menurut penelitian yang dilakukan Sysnawati & Keliat (2017) Terapi relaksasi
progressif berpengaruh terhadap penurunan tanda dan gejala ansietas dan peningkatan
kemampuan klien ansietas yang di rawat. Relaksasi otot progressif merupakan salah satu terapi
spesialis yang sangat dianjurkan untuk menurunkan kecemasan pada klien dengan penyakit
kronik karena terapi ini memiliki efek yang besar terhadap penurunan tanda dan gejala pada
aspek fisiologis. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Saseno & Handoyo
(2013) latihan otot progresif dapat menurunkan tingkat kecemasan pada lanjut usia. Penelitian
ini dapat diasumsikan bahwa terapi relaksasi efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan
pada lansia, maka terapi relaksasi dapat digunakan sebagai upaya promosi terhadap
pencegahan kecemasan yang lebih berat pada lansia dan dapat membantu ahli kesehatan di
dalam menangani kasus serupa.

You might also like