Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
EY Fhadly Rachma Akbar
NIM: 1110070000110
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ABSTRACT
v
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat dari delapan IV, yaitu self-
esteem (perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup) dan pola
asuh orang tua (pola asuh otoriter, pola asuh permisif) yang mempengaruhi
perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang secara signifikan.
Disarankan kepada para remaja untuk menggunakan waktu luang dengan hal-
hal yang positif, seperti menggunakan internet untuk berlatih menulis seperti
menulis hal-hal yang positif di blog. dan remaja juga lebih aktif disekolah
dengan mengikuti eksktrakulikuler. Untuk orang tua diharapkan agar lebih
preventif dalam mengawasi anak
(G) Bahan bacaan: 38; 5 buku + 26 jurnal + 5 web + 2 thesis
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayat dan kasih sayang yang diberikan oleh-Nya sehingga penulisan skripsi dengan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabat.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik dalam bentuk
bantuan pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenanya
dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si Dekan Fakultas Psikologi, Wadek I Dr.
saran, kritik yang membangun serta dukungan yang berarti kepada penulis
vii
Skripsi atas bimbingan, pengarahan, saran, kritik yang membangun serta
berlangsung.
kepada penulis.
6. Kepada mama (Efilizia) dan Ayah (Yurnalis) yang telah banyak memberikan
ini.
8. Eka Zaini yang selalu setia memberikan support, masukan selama penulis
untuknya.
9. Sahabatku “IPK 4.1”, R. Badai L., Leo T., Dwi M. Yahya. S.psi terima kasih
atas gangguan, dukungan dan doa kalian selama ini. Semoga Allah
10. Teman teman kelas C 2010 yang sudah memberikan support agar penulis
perkuliahan.
viii
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk
segala doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar pada
penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta bagi pembaca umumnya.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas beberapa hal, yaitu: latar belakang masalah,
sistematika penulisan.
melalui media komunikasi di dunia maya seperti e-mail, telepon seluler, personal
mempermalukan orang lain. Lebih jauh lagi teks yang pelaku unduh mengundang
komentar dari pihak ketiga (bystander) yang sering kali ikut melecehkan dan
sosial. Peristiwa ini sering terjadi di kalangan anak-anak dan remaja sehingga
membutuhkan kesadaran orang tua dan juga pengelola jejaring sosial tersebut
secara berulang kali, kecuali jika itu adalah sebuah ancaman serius terhadap
1
2
diluar batas kepada orang lain dengan cara mengirim atau memposting materi
yang dapat merusak kredibilitas, menghina atau melakukan serangan sosial dalam
Media ini bisa berupa SMS, e-mail, facebook, twitter, chatroom dan sebagainya,
baik melalui komputer ataupun ponsel. Selain itu, dengan aksesibilitas layanan e-
mail gratis, seperti Hotmail dan Yahoo, seorang anak tunggal yang melakukan
aksinya. Jejaring sosial dan pesan text (SMS) sebagai sarana yang banyak
anak-anak yang ingin berkuasa atau senang mendominasi. Anak-anak ini biasanya
merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih tinggi dan lebih popular dikalangan
memahami perkembangan teknologi masa kini. Padahal apa yang terjadi pada
anak-anak tersebut memerlukan perhatian dan pengawasan dari orang tua agar
peristiwa di atas tak terjadi pada mereka. Kowalski dan Limber (2007)
3
menemukan bahwa pesan instan, chat room, situs web dan e-mail yang paling
tahun terakhir mulai tahun 2007 hingga 2012. Sejauh ini, grafik pertumbuhan
pengguna internet Indonesia tidak jauh berbeda dengan negara lain. Hal ini
periode April hingga Juli 2013 di 42 kota dari 31 propinsi di Indonesia pengguna
internet di Indonesia terus tumbuh. Diketahui pada 2007 jumlah pengguna internet
20 juta orang, lalu meningkat menjadi 25 juta pada 2008, 30 juta pada 2009, 42
juta pada 2010, 55 juta pada 2011, 63 juta pada tahun 2012 (Yusuf, 2012).
(PSIUII) pada tahun 2012 yang dilakukan ke beberapa Sekolah Menengah Atas
yang cukup tinggi terhadap cyberbullying. Hal ini terjadi pada remaja karena pada
masa tersebut adalah waktu transisi, saat seorang anak sedang mencari jati dirinya.
Pada saat itu perkembangan dan perubahan cepat terjadi, termasuk dalam aspek
kognitif, sosial, sikap, nilai-nilai seksual dan kematangan psikososial (Steinberg &
Sheffield, 2001).
dan kurang bertanggung jawab terhadap aktivitas yang terjadi di dunia maya,
sehingga mudah terlibat dalam permusuhan dan perilaku agresif (Li, 2005).
sehingga penyebaran pesan atau gambar yang dibuat pelaku sangat cepat (David
adalah pengawasan orang tua. Frick (1999) menyatakan bahwa pola asuh orang
hukuman terhadap anak. Dalam hal ini dibutuhkan hubungan interaksi dua arah
yang bersifat fisik, afektif dan kognitif antar orang tua dengan anak yang
pengawasan orang tua, komunikasi anak dengan orang tua, dan jenis media
self-esteem adalah konstruk sosial yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
remaja yang mempunyai kepribadian otoriter dan kebutuhan yang kuat untuk
menguasai dan mengontrol orang lain (Patchin & Hinduja, 2010). Remaja tersebut
hanya mementingkan dirinya sendiri dibandingkan diri orang lain dan seringkali
ia menganggap orang lain tidak ada artinya. Selain itu, hasil dari penelitian pada
mempunyai self-esteem yang rendah karena hal ini merupakan suatu perilaku yang
tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri dan hanya akan mengarah pada perilaku
agresif seseorang. Perilaku tidak terpuji ini juga sangat berdampak pada
pelaku cyberbullying itu sendiri, yang mana dengan memiliki self esteem yang
peluang lebih besar untuk melakukan cyberbullying. Pelaku biasanya adalah anak-
anak yang ingin berkuasa atau senang mendominasi. Anak-anak ini biasanya
6
merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih tinggi, dan lebih populer di kalangan
teman-teman sebayanya.
mendapatkan perhatian dan pemecahan solusi yang tepat agar remaja menyadari
perilaku yang mereka lakukan memiliki dampak psikologis bagi orang lain.
cyberbullying karena sudah menjadi kewajiban dari orang tua untuk bisa
mengontrol dan mengawasi anak. Dalam hal ini pola asuh orang tua termasuk
“pengaruh self-esteem dan pola asuh orang tua terhadap perilaku pelaku
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
yaitu self-esteem dan pola asuh orang tua. Adapun definisi dari masing-masing
hal yang berbahaya atau terlibat dalam bentuk lain dari kekejaman sosial
sejauh mana dirinya dianggap berharga, baik oleh dirinya sendiri maupun
orang lain, yang dibatasi pada perasaan mengenai diri sendiri, perasaan
3. Pola asuh orang tua dalam penelitian ini dibatasi pada penilaian anak
berikut :
terhadap hidup, hubungan dengan orang lain) dan pola asuh orang tua (otoriter,
Secara pokok dan prinsip tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan
penelitian yang telah peneliti rumuskan di atas. Oleh karenanya tujuan dan
penelitiannya, yaitu:
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat, antara lain manfaat teoritis
dengan terkait dengan cyberbullying, self-esteem dan pola asuh orang tua.
b. Dengan adanya penelitian ini maka dapat membantu para pendidik agar
(APA) Style. Dan secara garis besar sistematika penulisan ini adalah:
10
BAB 1: PENDAHULUAN
penulisan.
Dalam bab ini dipaparkan beberapa hal yaitu populasi, sampel dan teknik
DAFTAR PUSTAKA
Bab ini berisi daftar bacaan yang digunakan sebagai dasar penelitian.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori dan konsep dari variabel-variabel
variabel.
2.1. Cyberbullying
teknologi informasi dan komunikasi seperti ponsel, kamera video, e-mail, dan
halaman web untuk menulis atau mengirim melecehkan atau pesan memalukan untuk
Menurut Bulton dan Underwood (dalam Lindenberg, Veenstra, Verhulst & Winter,
2005) bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan oleh satu orang atau lebih
dengan niat menyakiti atau mengganggu orang lain secara fisik, verbal maupun
psikologis. Olweus dan Pepler (dalam Shariff, 2005) membedakan bullying menjadi
dua bentuk yaitu overt dan covert. Overt bullying melibatkan agresi fisik, seperti
memukul, menendang, mendorong, dan menyentuh seksual. Hal ini dapat disertai
dengan covert bullying, yaitu korban dikeluarkan dari kelompok sebaya, digunjing,
diancam dan diganggu. Covert bullying bersifat random atau diskriminatif. Perilaku
11
12
pelecehan maya) kini mulai dikenal pada abad ke-21, cyberbullying adalah perilaku
bullying yang dilakukan melalui alat komunikasi seperti e-mail, telepon seluler,
personal digital assistant (PDA), instant messaging atau jaringan world wide.
Intimidasi Cyber memiliki berbagai faktor yang dapat menonjolkan dampak dari
perilaku bullying, berpotensi termasuk khalayak yang lebih luas, anonimitas, sifat
lebih abadi dari kata-kata tertulis dan kemampuan untuk mencapai target setiap saat
dan di setiap tempat termasuk dipertimbangkan sebelumnya safe haven seperti rumah
target. Sedangkan Belsey, Berson & Feron (dalam Dilmac, 2009) mengartikan
elektronik dengan tujuan untuk melakukan pelecehan atau mengirimkan pesan kejam
dengan sengaja.
kejam kepada orang lain dengan mengirim hal yang berbahaya atau terlibat dalam
bentuk lain dari kekejaman sosial yang menggunakan internet atau teknologi digital
lainnya. Bentuk kegiatan tersebut berupa pelecehan secara langsung dan tidak
langsung yang memiliki tujuan untuk merusak reputasi atau mengganggu hubungan
dari yang ditargetkan. Dalam hal ini Willard (2007) juga menjelaskan bahwa
pada hari yang sama pelaku bisa berulang kali mengirim pesan menyakitkan atau
13
memalukan yang ditujukan kepada orang lain. Kowalski dan Limber (2012)
mail, instant messaging, dalam sebuah chat room, website, atau melalui pesan digital
adalah perilaku bullying yang dilakukan secara sengaja dalam media elektronik.
Kesimpulan peneliti lebih merujuk pada pendapat peneliti terdahulu yaitu Willard
(2007) bahwa cyberbullying merupakan salah satu bentuk bullying yang dilakukan
melalui media elektronik seperti komputer ataupun telepon seluler, berupa pesan
singkat berisi hal yang menghina perasaan orang lain dalam sebuah chat room , atau
melalui media online. Dalam hal ini frekuensi juga menentukan seseorang dapat
menghina.
1. Anonimitas disosiatif
Anonimitas adalah salah satu faktor utama yang meciptakan efek disinhibisi,
2. Invisibilitas
Adanya anggapan „anda tidak bisa melihat saya‟. Adanya sifat inivisibilitas
dewasa. Hal ini disebabkan karena orang lain sebagai lawan bicara dalam
online tidak bisa secara langsung membaca atau melihat ekspersi langsung
selama berinteraksi.
15
3. Asynchronity
Pada proses interaksi di dunia maya, seseorang tidak selalu bisa untuk
hari. Pada situasi tersebut sering orang memilih untuk keluar dari chat atau
media sosial dengan rasa aman, karena dapat meninggalkan begitu saja.
4. Solipsistic introjection
diri. Pada situasi ini seseorang dapat merasa bahwa pikiran mereka menyatu
5. Imajinasi disosiatif
Frinch (dalam Suler, 2004) menyatakan sadar ataupun tidak sadar beberapa
orang memiliki anggapan bahwa dunia online layaknya seperti permainan dan
tidak menggunakan norma seperti kehidupan nyata. Hal ini menyebabkan saat
Dalam dunia online semua orang memiliki status yang sama, sehingga tidak
ada pengaruh yang besar jika seseorang mengekspresikan status mereka dalam
dunia online. Karena setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk
a. Traditional bullying
maya. Hal ini berarti dunia maya memberikan lahan bagi para bullies untuk
b. Penggunaan internet
Pew Internet dan American Life Project (dalam Hesse, Nelsen & Krepes,
Survei diberikan kepada 6369 sampel usia antara 15-65 tahun. Pada bulan
April 2003 penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa 63% dari sampel
yang menggunakan internet adalah remaja usia 15-38 tahun. Jumlah 63% ini
mewakili lebih dari setengah jumlah sampel yang ditentukan dalam penelitian
17
2007 jumlah pengguna internet 20 juta orang, lalu meningkat menjadi 25 juta
pada 2008, 30 juta pada 2009, 42 juta pada 2010, 55 juta pada 2011, hingga
dan Greenfield (2008) yaitu berasal dari pemantauan dari orang tua dan
c. Jenis kelamin
d. Budaya
Questionare (CBQ) terdiri atas 21 multiple choice. Alat ukur ini dikembangkan oleh
Smith et al, (2008) dalam penelitiannya yang dilakukan untuk korban anak usia 11-16
tahun.
mengukur perilaku cyberbullying dengan alat ukur yang dibuat sendiri mengacu pada
teori Willard (2007) berupa aktivitas-aktivitas cyberbullying. Alat ukur ini dapat
Terdiri atas 32 item untuk melihat akivitas pelaku, 24 item untuk korban dan 17 item
cyberbullying.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur yang merujuk pada teori
Willard (2007), dengan menyesuaikan sampel yang digunakan yaitu pelaku. Terdiri
dengan teori Wilard (2007) yaitu perkelahian secara online menggunakan bahasa
19
mencurahkan kasih sayang kepada anak. Sedangkan Maccoby (dalam Barus, 2003)
mendefinisikan pola asuh sebagai interaksi orang tua dan anak yang di dalamnya
kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan
Pola asuh otoriter adalah pola asuh membatasi dan bersifat menghukum yang
pekerjaan dan usaha. Orang tua otoriter menetapkan batas-batas yang tegas
dan tidak member peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara
social anak-anak. Selain itu, anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali
mempunyai orang tua demokratis berkompeten secara social, percaya diri dan
Orang tua yang permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis pola asuh orang tua yaitu
Pola Asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif.
21
Pola asuh merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati, sehingga
pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind (dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh
otoriter, demokratis dan permisif. PAQ terdiri atas 30 item, 10 untuk tiap pola asuh
yang berbeda dalam lima poin format Likert mulai dari “sangat setuju” sampai
“setuju”.
seseorang tentang dirinya sendiri, baik positif maupun negatif dan menunjukkan
tingkat di mana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu,
penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain, self esteem merupakan penilaian
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa self esteem adalah evaluasi
terhadap perasaan dan penilaian individu tentang dirinya. self esteem berpengaruh
besar terhadap harapan individu, tingkah laku dan penilaian individu tentang dirinya
sendiri dan orang lain. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau
penolakan terhadap diri dan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya berharga.
22
bagian dari suatu kelompok dan individu tersebut diterima oleh anggota
kelompok lainnya. Ia akan memiliki penilaian yang positif akan dirinya jika ia
merasa diterima dan menjadi bagian dari kelompok tersebut. Individu akan
menilai sebaliknya jika ia merasa ditolak atau tidak diterima oleh kelompok
tersebut.
Selain itu, ia merasa percaya terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku yang
yang memiliki perasaan berharga akan menilai dirinya secara positif, merasa
yakin terhadap diri sendiri, dan mempunyai harga diri atau self respect (Frey
Seorang individu menerima yang ada pada dirinya, merasa nyaman dengan
membuat harapan yang realistis dan tujuan yang dapat diraih. Self-esteem
yang rendah terwujud dari kehidupan dan apa yang ada di dalamnya sering
diluar kendali. Seseorang dengan self-esteem yang rendah selalu merasa tidak
yang dimiliki pada orang lain karena individu tidak membutuhkan penerimaan
Tidak bertoleransi kepada orang lain dan yakni orang lain akan mengikuti
kemauannya.
Dari tiga aspek self-esteem tersebut peneliti menggunakan seluruh aspek self-esteem
menggunakan ketiga dimensi dari self-esteem tersebut untuk kepentingan alat ukur
berkembang sampai remaja akhir. Self-Esteem tumbuh dari interaksi sosial dan
akan membentuk harga diri atau self-esteem menjadi harga diri positif atau negatif
(Papalia, 1995). Harga diri cenderung stabil seiring bertambahnya usia, dengan
asumsi perasaan remaja mengenai dirinya sendiri secara bertahap akan terbentuk
seiring dengan bertambahnya waktu sehingga menjadi lebih tidak fluktuatif dalam
Coopersmith (1967), membagi tingkat harga diri individu menjadi dua golongan
yaitu:
sendiri;
25
yang seimbang.
g. Tidak konsisten.
mechanism).
1. The Self Esteem Scale oleh Rosenberg pada tahun 1965. Alat ukur ini
mengukur keberhargaan diri dan penerimaan diri individu secara global. Alat
2. The Feeling of Inadequency Scale oleh Janis dan Field pada tahun 1959. Alat
ukur ini mengukur kesadaran diri, ketakutan sosial dan perasaan kekurangan
yang ada pada diri individu. Alat ukur ini terdiri dari 32 item dengan
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan alat ukur dengan menggunakan
alasan alat ukur tersebut mampu mengevaluasi perilaku dari tiga domain yang
berhubungan dengan diri, yaitu perasaan mngenai diri sendiri, perasaan terhadap
perkembangan dan kemudahan akses internet pada saat ini, membuka peluang para
remaja terlibat dalam cyberbullying. Terlebih lagi, masa remaja adalah masa dimana
seseorang sedang mencari jati diri dan senang melihat serta mencoba hal baru.
27
Menurut peneliti cyberbullying banyak terjadi dikalangan remaja karena masa remaja
adalah masa terjadinya perubahan baik fisik maupun psikis. Menurut Santrock (2012)
masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,
masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat
Beberapa faktor seperti self-esteem dan pola asuh orang tua memiliki andil
dalam perilaku cyberbullying. Perlakuan orang tua terhadap anak mempengaruhi cara
anak memandang, menilai, dan mempengaruhi sikap anak tersebut terhadap orang
(Santrock, 2012). Dari orang tua juga seorang anak membentuk tingkah laku.
Berdasarkan teori Dianna Baumrind (1991) pola asuh orangtua merupakan cara-cara
Ada tiga jenis pola asuh orangtua, yaitu (1) otoriter (authoritarian), merupakan gaya
tua.
Selain pola asuh orang tua, menurut peneliti self-esteem juga memiliki
yang dilakukan oleh Guarini, Passini, Melothi dan Brigh (2012) menemukan bahwa
pada penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh self-esteem yaitu perasaan
terhadap diri sendiri, perasaan terhadap hidup, dan perasaan mengenai orang lain
remaja yang mempunyai kepribadian otoriter dan kebutuhan yang kuat untuk
menguasai dan mengontrol orang lain (Patchin & Hinduja, 2010). Remaja tersebut
hanya mementingkan dirinya sendiri dibandingkan diri orang lain dan seringkali
esteem yang rendah karena hal ini merupakan suatu perilaku yang tidak
menguntungkan bagi dirinya sendiri dan hanya mengarah pada perilaku agresif
seseorang. Perilaku tidak terpuji ini juga sangat berdampak pada pelaku cyberbullying
itu sendiri, yang mana dengan memiliki self esteem yang rendah akan berdampak
pada prestasi akademiknya di sekolah, perilaku kriminal, dan kesehatan yang buruk.
29
Self-Esteem
Permisif
Faktor demografis
Jenis Kelamin
H: Ada pengaruh yang signifikan antara self-esteem, pola asuh orang tua dan jenis
H1: Ada pengaruh signifikan dimensi Demokratis pada variabel pola asuh orang tua
H2: Ada pengaruh signifikan dimensi Otoriter pada variabel pola asuh orang tua
H3: Ada perngaruh signifikan dimensi Permisif pada variable pola asuh orang tua
H4: Ada pengaruh signifikan dimensi perasaan memgenai diri sendiri pada variabel
H5: Ada pengaruh signifikan dimensi perasaan terhadap hidup pada variabel self-
H6: Ada pengaruh signifikan dimensi hubungan dengan orang lain pada variabel self-
H7: ada pengaruh signifikan dimensi jenis kelamin terhadap perilaku cyberbullying
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian yang
dan jenis penelitian, subjek penelitian variabel yang digunakan dalam penelitian,
definisi operasional setiap variabel, teknik pengumpulan data serta blue print yang
3.1.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pelajar MAN 1 Tangerang kelas X, XI dan
XII. Siswa kelas X terdiri atas 200 siswa, kelas XI terdiri atas 180 siswa dan kelas XII
terdiri atas 200 siswa. . Dengan demikian, jumlah seluruh populasi di MAN 1 Tangerang
3.1.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengguna internet aktif yang
1. Siswa menggunakan internet lebih dari 1 jam per hari, baik menggunakan
peneliti berdasarkan pertimbangan waktu dan dana sampel dalam penelitian ini.
31
32
kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai
anggota sampel dan peluangnya anggota populasi yang menjadi sampel bisa
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu Dependent Variabel (DV) dan
sebagai berikut:
orang lain dengan mengirim hal yang berbahaya atau terlibat dalam bentuk
digital lainnya.
33
2. Self esteem adalah penilaian individu atas sejauh mana dirinya dianggap
keadaannya.
permasalahan.
3. Pola asuh orang tua menurut Baumrind (dalam Santrock, 2007) adalah
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang membatasi dan bersifat
tindakan-tindakan mereka.
Pola asuh permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri
Instrumen pengukuran self-esteem dan pola asuh orang tua terhadap cyberbullying
jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
diberikan.
responden tinggal memberi tanda silang (X) pada kolom atau tempat yang telah
disediakan.
dibuat sendiri mengacu pada teori Willard (2007). Skala cyberbullying dibuat
sendiri oleh peneliti karena sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
unfavorable. Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat dilihat pada tabel 3.2
oleh Minchinton (1993). Terdiri dari 25 item, yaitu 20 item favorable dan 5 item
unfavorable. Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat dilihat pada tabel 3.3.
Skala pola asuh yang digunakan dalam penelitian diadaptasi dari Parental
(dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. PAQ
terdiri atas 23 item, 10 untuk tiap pola asuh yang berbeda dalam lima poin format
37
Likert mulai dari “sangat setuju” sampai “setuju”. Untuk lebih jelasnya dapat
Jumlah Item 17 6 23
Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti menggunkan
langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapat kriteria hasil CFA yang baik
yaitu:
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chi-Square
yang dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p> 0.05) berarti
38
semua item hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika Chi-Square
konstruk yang ingin diukur, item tersebut juga mengukur hal yang
akhirnya diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
item. Jika t>1.96 maka item tersebut signifikan dan tidak akan di drop,
begitupun sebaliknya.
4. Setelah itu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Dalam
hal ini, jika ada pernyataan negatif, maka ketika dilakukan skoring
terhadap item, arah skoringnya diubah menjadi positif. Jika setelah diubah
kesalahan pengukuran pada item lain, maka item seperti ini pun dapat di
kemudian dihitung (di estimasi) nilai satu faktor (true score) bagi setiap orang
untuk variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dianalisis faktor hanya
item yang memiliki nilai faktor positif. Item yang bernilai faktor negatif di
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
cyberbullying.
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
40
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
diri sendiri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
RMSEA = 0.334. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana
lainnya. Setelah dilakukan 10 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
hidup. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
0.246. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
42
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
orang lain. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
RMSEA = 0.347. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana
lainnya. Setelah dilakukan 9 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
43
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 7 kali
0.42435, RMSEA = 0.006. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
44
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan
0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu factor demokratis.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis
nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut.
45
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
value = 0.38666, RMSEA = 0.018. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu faktor permisif.
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
46
Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah multi regresi,
untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara variabel X1 (pola asuh) dan X2
untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih satu variabel bebas
1. Tahap persiapan
ukur yang akan digunakan dalam penelitian yaitu berupa skala model Likert
47
yang terdiri dari skala religiusitas, skala dukungan sosial, dan skala
2. Tahap pelaksanaan
b) Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan membuat tabel
data.
hipotesis.
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil
Pada tabel 4.1 akan dijelaskan gambaran partisipan dalam penelitian ini
Dari hasil persentase data yang ada pada tabel 4.1, diketahui bahwa usia
responden terbanyak berada pada rentang usia 16-17 tahun sebanyak 101 (50.2%).
social media 146 (72.6%), media yang digunakan selama berinternet terbanyak
adalah smarthphone 158 (78.6%). Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
memiliki skor cyberbullying terbanyak yaitu level sedang berjumlah 105 (52.2%),
skor hubungan dengan orang lain terbanyak yaitu level tinggi berjumlah 110
(54.8%), skor perasaan mengenai diri sendiri terbanyak yaitu level rendah
berjumlah 117 (58.2%), skor perasaan terhadap hidup terbanyak yatu level rendah
berjumlah 119 (59.2%), skor pola asuh demokratis terbanyak yaitu level rendah
berjumlah 118 (58.8%), skor pola asuh otoriter terbanyak yaitu level rendah
berjumlah 111 (55.2%) dan pola asuh permisif terbanyak yaitu level rendah
48
49
Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS.18. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab
3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat R square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua, apakah
IV.
persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square
Dari table 4.2 dapat terlihat bahwa perolehan R square sebesar 0.775 atau
77.5%. artinya proporsi varian dari adiksi cyberbullying yang dijelaskan oleh
variable terhadap cyberbullying. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada table 4.3
sebagai berikut :
51
Jika melihat kolom dari kiri diketahui bahwa nilai signifikasinya adalah
0.000 (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari hubungan dengan orang lain, perasaan
mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup, demokratis, otoriter dan permisif
terhadap cyberbullying.
Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.179 2.270 .960 .338
Hubungan .051 .100 .052 .508 .612
Perasaandiri -.113 .042 -.111 -2.727 .007
Perasaanhidup .526 .065 .528 8.073 .000
Demokratis .060 .060 .057 .998 .319
Otoriter .164 .055 .165 2.972 .003
Permisif .267 .091 .275 2.940 .004
Jeniskelamin .175 .643 .009 .272 .786
a. Dependent Variable: Cyberbullying
52
Dari table 4.4, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi
yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig. pada kolom yang paling kanan
(kolom keenam dari kiri), jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan
maka hanya koefisien regresi perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap
hidup, otoriter dan permisif yang signifikan sedangkan yang lainnya tidak.
Hal ini berarti bahwa dari delapan hipotesis minor hanya terdapat empat
yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari
sebesar 0.051 (p > 0.05) yang berarti bahwa variabel hubungan dengan
sebesar -0.113 (p < 0.05) yang berarti bahwa variabel perasaan mengenai
yang berarti semakin tinggi perasaan mengenai diri sendiri, maka semakin
0.526 (p < 0.05) yang berarti bahwa variabel perasaan terhadap hidup
5. Variabel otoriter, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.164 (p < 0.05)
tersebut.
7. Variabel jenis kelamin, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.175 (p >
tabel 4.5, kolom pertama adalah IV yang dianalisis satu per satu, kolom kedua
tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang
dimasukkan secara satu persatu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV
pula, yang terdiri dari numerator atau dumerator, kolom F tabel adalah kolom
mengenai nilai f dengan df yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah
akan dibandingkan dengan kolom nilai f hitung. Apabila nilai f hitung lebih besar
daripada f tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan
Model Summary
Change Statistics
R Adjusted R Std. Error of the R Square Sig. F
Model R Square Square Estimate Change F Change df1 df2 Change
1 .723a .523 .520 6.45728 .523 217.917 1 199 .000
2 .733b .538 .533 6.37206 .015 6.359 1 198 .012
3 .868c .753 .750 4.66545 .216 172.350 1 197 .000
4 .870d .756 .751 4.64919 .003 2.380 1 196 .125
5 .874e .764 .758 4.58214 .008 6.778 1 195 .010
6 .880f .775 .768 4.49452 .010 8.677 1 194 .004
7 .880g .775 .766 4.50529 .000 .074 1 193 .786
a. Predictors: (Constant), Hubungan
b. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri
c. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup
d. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis
e. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis, Otoriter
f. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis, Otoriter, Permisif
g. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis, Otoriter, Permisif, Jeniskelamin
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan hasil yang
diperoleh adalah: “ada pengaruh yang signifikan dari self esteem dan pola asuh
independent variable (self esteem, pola asuh orang tua dan jenis kelamin) adalah
penelitian.
5.2. Diskusi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang memiliki
adalah hubungan dengan orang lain, perasaan mengenai diri sendiri, perasaan
arah yang negatif terhadap perilaku cyberbullying. Dari arah yang negatif tersebut
dapat diartikan bahwa semakin rendah perasaan mengenai diri sendiri maka
Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Hinduja (2010) yang
56
57
dan signifikan yang berarti semakin tinggi perasaan terhadap hidup seseorang
maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada orang tersebut. Kemudian pada
variabel hubungan dengan orang lain tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
orang lain, selalu menyakini bahwa dirinya memiliki hak yang sama sebagaimana
seseorang maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada orang tersebut. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Liau (2005) yang menyatakan
Dimensi permisif, yang secara positif memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap perilaku cyberbullying. Hal ini berarti semakin tinggi permisif
Kemudian pada variabel demokratis yang dimana termasuk dimensi dari pola asuh
terhadap perilaku cyberbullying. namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
58
5.3. Saran
Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis
dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
menguraikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
satu sekolah yaitu MAN 1 Tangerang. Oleh karena itu pada penelitian
sekolah dan tidak terbatas melihat sampel pelaku saja, tetapi juga pada
penelitian ini.
4. Pada penelitian ini menggunakan tiga buah instrumen yang terdiri atas satu
skala yang sudah diadaptasi (skala cyberbullying), satu skala yang sudah
diadaptasi (skala pola asuh orang tua) dan satu skala baku (skala self-
untuk menggunakan skala baku Rosenberg. Hal ini dikarenakan skala baku
skala baku Rosenberg hanya mengukur satu dimensi yaitu self-esteem itu
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh pola asuh orang tua
cybebrullying.
peraturan. Selain itu, disarankan kepada orang tua untuk lebih menguasai
diawasi oleh orang tua. peneliti menyarankan bagi orang tua agar
Barry, C. T., Frick, Paul. J., & Grafeman, S. J. (2008). Child Versus Parent
Reports of Parenting Practices. Assessment, 15, 294-303.
Baumrind, D. (1965). Parental control and parental love. Children. 12, 230-234.
Calvete, E., Guadi, M.G, & George, F.. (2014). Psychometric Properties of the
Cyberbullying Questionnaire (CBQ) Among Mexican Adolescents :
Violence and Victims. 29, 232-242.
Frick, J. P., (1999). Age trends in the association between parenting practices and
conduct probles. Journals of behavioral modifications. 23, 106-128.
Guarini, A., Passini, S., Melloti, G., & Brighi, A. (2012). Risk and protective
factors on perpetration of bullying and cyberbullying. Study education. 23,
33-55.
Heirman, W. & Walver, M. (2008). Assesing Concerns and Issues about the
Mediation of Technology in Cyberbullying. Cyberpsychology: Journal of
Psychosocial Research on Cyberspace. 2,
http://cyberpsychology.eu/view.php?cisloclanku=2008111401&article=1
Hesse, B., Nelson., Kreps., Croyle, G., Arora, N., & Rimer, B. (2005). The impact
of the internet and its implications for health care providers: Finding from
the first health information national trends survey. Journal of
communication. 25(165), 261-262.
1
Hinduja, S and Patchin, J.W. (2010). Cyberbullying and Suicide: Cyberbullying
Research Summary,
http://www.cyberbullying.us/cyberbullying_and_suicide_research_fact_sh
eet.pdf, 2010, retrieved August 20, 2011.
Kowalski, R.M., Limber, S.P., & Agatston, P.W. (2008). Cyberbullying bullying a
the digital age, Victoria: Blackwell Publishing
Liau K., Khoo, A., & Ang, P. H. (2005). Factors Influencing Adolescents
Engagement in Risky Internet Behavior : Cyber Psychology & Behavior,
8, 513-612.
Li, Q. (2005). New bottle but old wine, A research of cyberbullying in schools
Computer in human behavior, 5, 10-17.
Lindenberg, S. Veenstra., R. Verhulst, F., & Winter, A.D. (2005). Bullying and
victimization in elementary school: a comparison of bullies, victims,
bully/victims and uninvolved preadolescent, Development Psychology, 41,
672-682.
Minchinton, J. (1993). Maximum self-esteem. Golden Book Center; Kuala
Lumpur.
Pyle, L. (2008) “Teens and Internet Communication: What's Normal and What's
A Problem?”, Alternative Journal of Nursing. July 2008, Issue 17.
Rivers, I., Noret, N., Poteat, V. P., & Ashurst, N. (2009). Observing Bullying at
School: Mental Health Implications of Witness Status : American
Psychological Association, 24, 211-223.
2
Santrock, J. W. (2008). Adolescence : Twelfth edition. McGraw-Hill Higher
Education.
Samroni, I., Fauzi, L., & Yusdani, (2011). Facebook sehat tolak kkerasan
Yogyakarta; Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia. Diunduh
tanggal 23 November 2014 dari
http://us.wap.vivanews.com/news/read/330067
Simon, A.E., Wardle. J., Jarvis, M. J., Steggles. N., & Cartwright. M. (2003).
Examining the relationship between pubertal stage, adolescent health
behaviours and steers : Psychological medicine, 33, 1369-1379.
Wasch, S., Wolf., & Pan, C. (2012). Cybergrooming: Risk factor, coping
strategies and associations with cyberbullying. Journal of psychotema. 24,
626-633. ISSN: 0214-9915.
Wolak, J., Mitchell, K.J., and Finkelhor, D. “Unwanted and Wanted Exposure to
Pornography in A National Sample of Youth Internet Users”, Pediatrics.
119(2), 247-257.