You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PPOK

DI RUANGAN PAMENANG A
RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Disusun Oleh :
NINDIA AYU PERMADANI
10216024

PRODI S1-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN 2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paruparu yang berlangsung lama (Grace &
Borlay, 2011). Yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (Padila, 2012).
Adapun pendapat lain mengenai PPOK adalah kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru
(Smeltzer & Bare,2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward.2012).
1.2 Klasifikasi
Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson,(2014) :
a. Asma
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakn sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.

b. Bronkitis kronic
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus
abdominalis. Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri.
Bronkitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus
trakeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan
ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara
berturut-turut.

c. Emfisema
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema
merupakan pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif
dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan
jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis
kronis.
1.3 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi
paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut,seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang
dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau
pun tidak merokok.
1.4 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks

1.5 Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia
yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
(Jackson, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif
setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley, 2011).

1.6 Komplikasi
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
2. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.
3. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
1.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu diperhatikan pada diagnosis PPOK antara lain :
1. Radiologi (foto toraks)
2. Spirometri
3. Laboratorium darah rutin (timbulnya polistemia menunjukan telah terjadi
hipoksia kronik )
4. Analisis gas darah
5. Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi.
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK
Ringan tetapi pemeriksaan radioloigis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan
diagnosis penyakit paru lainya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan
pasien. Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan :
1. Paru hiperinflasi atau hiperlusen
2. Diafragma mendatar
3. Corakan bronkovaskuler meningkat
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat
perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak
terjadi hipoksia.pendekatan terapi mencakup :
1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.
2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.
1.9 Asuhan Keperawatan PPOK
a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah
dispnea (bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi
(pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
 Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit
saluran napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
 Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
3. Pengkajian diagnostic COPD
 Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda
vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular (
bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat
obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap
tekanan kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis,
sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan (
bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering kali menurun pada
asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma).
 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi,
kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran
kelenjar mucus( brokitis).
 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat)
dan eosinophil (asma).
 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
 Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi (
asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III,
dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS
vertical (emfisema).
 Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
 Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua
fase respirasi semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.
 Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
 Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit PPOK adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Ketidakseimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
4. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbagan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
5. Risiko tinggi penyebaran infeksi yang b.d penyakit kronis .
c. Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing Interventien
Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).

Diagnosis Keperawatan Perencanaan


No. (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manajemen jalan Adanya
perubahan
tidak efektif kepatenan jalan napas.
fungsi respirasi
dan penggunaan
berhubungan dengan nafas dengan skala b. Penurunan otot tambahan
menandakan
 Bronkospasme. (1-5) setelah kecemasan
kondisi penyakit
 Peningkatan diberikan c. Aspiration yang masih
harus
produksi secret perawatan precautions.
mendapatkan
(secret yang selama…hari, d. Fisioterapi dada. penanganan
penuh.
bertahan, kental) dengan kriteria: e. Latih batuk
 Menurunya  Tidak ada efektif Ketidakmampua
n mengeluarkan
energi/fatigue demam f. Terapi oksigen.
mukus
 Tidak ada g. Pemberian posisi. menjadikan
timbulnya
Ditandai dengan: cemas h. Monitoring
kongesti
 Klien mengeluh  RR normal respirasi. berlebih pada
saluran
sulit bernafas.  Irama nafas i. Monitoring tanda
pernapasan .
 Perubahan normal vital.
Posisi semi/
kedalaman/jumla  Pergerakan high fowler
h napas, sputum keluar memberikan
kesempatan
penggunaan otot dari jalan nafas paru-paru
bantu pernafasan.  Bebas dari berkembang
secara maksimal
 Suara nafas suara nafas akibat diafragma
abnormal seperti tambahan. turun ke bawah.
Batuk efektif
wheezing, ronchi, mempermudah
dan cracles. ekspektorasi
mukus.
 Batuk
Klien dalam
(presisten)dengan
kondisi sesak
/tanpa produksi cenderung untuk
bernapas
sputum.
melalui mulut
yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam Kelemahan,
iritable, bingung
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh
dan somnolen
dengan: dengan skala….(1- b. Manajemen jalan dapat
merefleksikan
 Kurangnya suplai 5) setelah diberikan napas adanya
hipoksemia/pen
oksigen (obstruksi perawatan c. Latihan batuk
urunan
jalan napas oleh selama… hari efektif oksigenasi
serebral.
secret, dengan kriteria : d. Tingkatkan
bronkospasme, air  Status aktivitas
Mencegah
trapping); mental e. Terapi oksigen
kelelahan dan
 Destruksi alveoli dalam batas f. Monitoring mengurangi
konsumsi
Ditandai dengan normal respirasi
oksigen untuk
 Dyspnea  Bernapas g. Monitoring tanda memfasilitasi
resolusi infeksi.
 Confusion,lemah; dengan vital

 Tidak mampu mudah Pemberian


terapi oksigen
mengeluarkan  Tidak ada untuk
secret; sinosis memelihara
PaO2 di atas 60
 Nilai ABGs  Pao paco mmHg, oksigen
abnormal (hipoksia dalam batas yang diberikan
sesuai dengan
dan hiperkapnea) normal toleransi dari
 klien.
 Perubahan tanda Saturnasi O
vital dalam Untuk
mengikuti
 Menurunya rentang
kemajuan proses
toleransi terhadap normal penyakit dan
memfasilitasi
aktivitas
perubahan
dalam terapi
oksigen.

3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; a. Manajemen


Meningkatkan
nutrisi : intake cairan dan cairan
kenyamanan
Kurang dari kebutuhan makanan gas b. Monitoring flora normal
mulut, sehingga
tubuh yang berhubungan dengan skala......(1- cairan
akan
dengan : 5) setelah diberikan c. Status diet meningkatkan
perasaan nafsu
 Dispea, perawatan d. Manajemen
makan.
fatique selama…. Hari gangguan
Meningkatkan
 Efek dengan kriteria; makan
intake makanan
samping  Asupan e. Manajemen dan nutrisi klien
pengobatan makanan nutrisi terutama kadar
protein tinggi
 Produksi adekuat f. Kolaborasi
akan
sputum dengan skala.. dengan ahli meningkatkan
mekanisme
 Anoreksia, (1-5) gizi untuk
tubuh dalam
nausea/vomit  Intake cairan memberikan proses
penyembuhan.
ing. per oral terapi nutrisi
Ditandai dengan adekuat, g. Konseling Menentukan
kebutuhan
 Penurunan dengan skala nutrisi
nutrisi yang
berat badan …(1-5) h. Kontroling tepat bagi klien.
Mengontrol
 Kehilangan  Intake cairan nutrisi
keefektifan
masa otot, adekuat dilakukan tindakan
terutama dengan
tonus otot dengan untuk
kadar protein
jelek skala… (1-5) memenuhi darah.

 Dilaporkan diet pasien.


Meningkatkan
adanya Status nutrisi intake i. Terapi komposisi tubuh
akan kebutuhan
perubahan nutrien gas dengan menelan
vitamin dan
sensasi rasa skala … (1-5) j. Monitoring nafsu makan
klien.
 Tidak setelah diberikan tanda vital

bernafsu untuk perawatan k. Bantuan

makan, tidak selama… untuk

tertarik makan  Intake kalori peningkatan


adekuat,denga BB
n skala.. (1-5) l. Manajemen

 Intake protein, berat badan

karbohidrat,
dan lemak
adekuat,
dengan skala
…(1-5)

Control berat badan


dengan skala … (1-
5) setelah diberikan
perawatan selama
… hari dengan
kriteria:
 Mampu
memelihara
intake kalori
secara optimal
(1-5)
(menunjukkan)
 Mampu
memelihara
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)

 Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)

No. Diagnosa Perencanaan


keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
(NANDA)
4. Intoleransi  Berpartisipasi  Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d dalam aktivitas dengan tenaga stimulasi yang
ketidakseimbagan fisik tanpa rehabilitasi berlebihan,
antara suplai dan disertai medik dalam meningkatkan istirahat
kebutuhan peningkatan merencanaakan
oksigen. darah, nadi dan program terapi Klien mungkin merasa
RR. yang tepat nyaman dalam kepala
 Mampu  Bantu klien dalam keadaan evalasi,
melakukan untuk tidur di kursi atau
aktivitas sehari- mengidentifikas istiirahat pada meja
hari (ADLs) i aktivitas yang dengan bantuan bantal
secara mandiri. mampu
 Tanda-tanda dilakukan. Meminimalkan kelelahn
vital normal.  Bantu utuk dan menolong
 Energi memilih menyeimbangkan suplai
psikomotor. aktivitas yang oksigen dan kebutuhan.

 Level sesuai dengan


kelemahan. kemampuan
 Mampu fisik, sosial dan
berpindah: psikologi.
dengan atau  Bantu utuk
menggunakan mengidetifikasi
alat. dan
 Status mendapatkan
kardiopulmoari sumber yang
adekuat. diperlukan

 Sirkulasi status untuk aktivitas

baik. yang diinginkan

 Status respirasi:  Bantu klien

pertukara gas da untuk

vetilasi adekuat. mendapatkan


alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikas
i aktivitas yang
disukai
 Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikas
i kekurangan
dalam
beraktivitas
 Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien
untuk
mengembangka
n motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.
5. Risiko tinggi  Tidak muncul  Monitor vital  Selama peride ini,
penyebaran tanda tanda sign, terutama potensial
infeksi yang b.d infeksi pada proses berkembang
penyakit kronis . sekunder. terapi. menjadi
 Klien dapat  Demonstrasikan komplikasi yang
mendemonstrasi teknik mencuci lebih fatal(
kan kegiatan yang benar. hipotensi / shock
untuk  Ubah posisi dan ).
menghindarkan berikan  Sangat efektif
infeksi. pulmonari toilet untuk
yang baik. mengurangi
 Batasi penyebaran
pengunjung atas infeksi .
indikasi.  Meningkatkan
 Lakukan isolasi ekspektorasi,
sesuai dengan membersihkan
kebutuhan dari infeksi.
individual.  Mengurangi
 Anjurkan untuk paparan dengan
istirahat secara organisme
adekuat patogen lain.
sebanding  Isolasi mungkin
dengan aktifitas, dapat mencegah
tingkatkan penyebaran atau
intake nutrisi memproteksi
secara adekuat. klien dari proses
infeksi lainya.
 Memvasilitasi
proses
pengembuhan
dan
meningkatkan
pertahanan tubuh
alami.
DAFTAR PUSTAKA

Grace A. Pierce, Borley R. Nier.(2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3. Pt Gelora Aksara
Pratama
Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta, Rapha Pubising.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :EGC Buku Kedokteran.
Ovedoff, D. 2006. Kapita selekta kedokteran 2/editor ed. Revisi 2. Jakarta, Binarupa Aksara.
Padila. 2012. Buku ajar :keperawatan medical bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Edward Ringel. 2012. “buku saku hitam kedokteran paru” Jakarta : Permata Puri Media
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G.2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester,Yasmin Asih, Jakarta :
EGC.

You might also like