Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Ni Made Hita Husmarika 1902611002
Ni Putu Diah Rakasiwi 1902611003
Oleh
Ni Made Hita Husmarika 1902611002
Ni Putu Diah Rakasiwi 1902611003
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, Journal Reading “Gambaran Radiografi yang Tidak Khas pada
Pneumocystis Pneumonia pada Pasien dengan AIDS” dapat diselesaikan. Laporan
ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di SMF/Bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dilaksanakan tanggal 3
Juni 2019-30Juni 2019.
Penulis
ii
GAMBARAN RADIOGRAFI YANG TIDAK KHAS PADA
PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA PADA PASIEN DENGAN AIDS
ABSTRAK
Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP) biasanya ditunjukkan sebagai
proses interstisial dan alveolar dengan opasitas ground glass pada Computed
Tomography (CT) thorax. Tidak ditemukannya opasitas ground glass pada CT
thorax dianggap memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi untuk PCP pada orang
dengan AIDS. Pada jurnal ini melaporkan kasus PCP pada laki-laki dengan AIDS
yang datang ke rumah sakit dengan sesak subakut dan batuk tidak produktif. Pada
CT thorax tidak menunjukkan opasitas ground glass melainkan gambaran diffuse
micronodules, bronkoskopi dengan Bronchoalveolar lavage (BAL) dan biopsi
transbronkial mengonfirmasi diagnosis PCP dan tidak mengidentifikasi patogen
lain. Diagnosis PCP pada kasus ini tidak bisa didasari pada gambaran CT thorax,
melainkan harus disesuaikan dengan presentasi klinis dan laboratorium. Di era
terapi kombinasi antiretroviral, profilaksis rutin untuk PCP dan peningkatan
penggunaan CT, memungkinkan presentasi PCP dengan gambaran rongten thorax
yang tidak khas. Seorang dokter harus menyadari hal ini ketika memutuskan
strategi diagnostik dan tatalaksana.
PENDAHULUAN
Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP) adalah infeksi yang berpotensi
mengancam nyawa yang paling sering terjadi pada pasien imunocompromised.
PCP adalah komplikasi HIV/AIDS yang paling sering terjadi meskipun
insidennya telah menurun secara substansial pada era terapi antiretroviral. PCP
1
tetap menjadi salah satu infeksi oportunistik terkait HIV/AIDS yang paling
umum.
Secara umum, diagnosis PCP adalah berdasarkan pada gejala penyakit
subakut seperti demam, batuk tidak produktif, malaise, dan sesak progresif.1
Dispnea dan hipoksemia bisa sangat berat. Auskultasi paru dan rontgen thorax
keduanya bisa normal, tetapi CT thorax biasanya menunjukkan opasitas ground
glass.2,3 Hal ini kemungkinan disebabkan oleh akumulasi debris seluler, fibrin, dan
organisme dalam ruang alveolar serta inflamasi interstisial. 2 Pola radiografi PCP
meliputi predileksi pada lobus atas (terutama pada pasien yang menggunakan
pentamidine aerosol untuk profilaksis), cenderung di zona sentral daripada perifer
dan cenderung membentuk kista.1,4,5 Beberapa pemeriksaan serum dapat
digunakan untuk membantu menentukan kemungkinan PCP, tetapi visualisasi
mikroskopis sputum atau spesimen cairan bilasan bronkoalveolar tetap menjadi
gold standard untuk diagnosis.6
Publikasi sebelumnya dari lembaga kami menunjukkan bahwa adanya
ground glass pada High-Resolution CT Scan (HRCT) adalah 100% sensitif untuk
PCP pada pasien dengan AIDS.7 Dengan kata lain, tidak adanya opasitas ground
glass pada HRCT dapat menyingkirkan diagnosis PCP pada pasien tersebut.
Berdasarkan data ini, praktik klinis standar pada rumah sakit merekomendasikan
untuk tidak melakukan pemeriksaan diagnostik tambahan dan terapi PCP empiris
untuk pasien yang terinfeksi HIV/AIDS ketika HRCT thorax tidak menunjukkan
opasitas ground glass, bahkan pada kondisi sindrom klinis yang mengesankan
PCP.8
2
Gambar 1.Hasil rontgen thorax pada rumah sakit rujukan. Rontgen thorax AP
dilakukan 4 hari sebelumnya di luar rumah sakit. Tampak diffuse micronodules yang lebih besar
pada paru kanan.
Pada kasus PCP yang ditemukan, terdapat gambaran radiografi yang tidak
khas, yang terdiri dari opasitas nodular tanpa ground glass pada CT thorax.
Meskipun sindrom klinis mengesankan PCP, gambaran radiografi tidak
mengesankan PCP dan menyebabkan interupsi pada terapi PCP.
GAMBARAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 57 tahun dirawat di rumah sakit dengan riwayat
batuk tidak produktif dan dispnea selama empat minggu. Riwayat medis
sebelumnya yaitu diabetes melitus tipe II, penyakit ginjal kronis dengan kreatinin
awal 1.3 mg/dL dan HIV/AIDS yang tidak diobati, yang telah didiagnosis 20
tahun sebelumnya. Infeksi oportunistik sebelumnya meliputi kandidiasis dan
meningitis kriptokokus. Pasien alergi terhadap sulfonamide dan telah diresepkan
dapsone untuk profilaksis PCP, tetapi pasien tidak mengonsumsinya secara
teratur. Jumlah CD4 dan viral load HIV yang terakhir diketahui 11 bulan sebelum
masuk masing-masing sebesar 15 sel/MCL dan 148.582 kopi/mL.
Empat hari sebelum datang ke unit gawat darurat, pasien dirawat di rumah
sakit lain dengan gejala yang sama seperti batuk tidak produktif dan sesak.
Rontgen thoraks pada waktu itu menunjukkan diffuse micronodules, lebih besar
pada paru kanan (Gambar 1). Sebelumnya, pasien dirawat secara empiris untuk
Community-acquired pneumonia (CAP) dan PCP dengan ceftriaxone,
3
azithromycin, clindamycin, primaquine dan steroid. Pasien juga diberikan
fluconazole untuk kandidiasis akan tetapi, pasien pulang paksa setelah 48 jam.
Pasien tidak melakukan terapi lain sebelum datang ke rumah sakit dua hari
kemudian.
Ketika pasien datang ke unit gawat darurat, pasien mengeluh sesak dan
batuk, suhu 35.9 derajat Celcius, denyut jantung 119 kali per menit, tekanan darah
107/71 mmHg, laju pernapasan 18 kali per menit dan saturasi oksigen 96%
dengan udara bebas. Pasien tampak sakit dengan konjungtiva pucat dan
kandidiasis. Pemeriksaan fisiknya masih normal, meliputi auskultasi dada, yang
menunjukkan gerakan udara yang baik tanpa mengi, rales, atau rhonki. Analisis
laboratorium menunjukkan hitung sel darah putih 6.200 sel/uL dengan 63%
neutrofil, 19% limfosit, 13% monosit, dan 3% eosinofil, peningkatan laktat
dehidrogenase 385 u/L dan beta-D-glukan positif 389 pg/mL (Tabel 1). Rontgen
thorax menunjukkan diffuse micronodules dengan area opasitas nodular (Gambar
2). Atas dasar temuan ini, pasien dirawat inap dan diterapi secara empiris untuk
CAP dengan ceftriaxone dan doxycycline, untuk kandidiasis dengan fluconazole,
dan untuk PCP dengan clindamycin dan primaquine.
4
indeterminate
>80 positif
Antigen kriptokokus - Negatif Negatif
Antibodikokkidioides - <1:2, negatif Negatif
(fiksasikomplemen)
Antibodikokkidioides - Negatif Negatif
(imunodifui)
Sel T CD4+ (sel/uL) - 15 420-1250
Load virus HIV - 178.887 0
(kopi/mL)
Gambar 2. Rontgen thorax saat masuk ke rumah sakit. Sekali lagi terlihat diffuse micronodules
dengan confluent areas pada paru kanan atas dan bawah.
Pada hari kedua di rumah sakit, pasien mengalami sesak yang memburuk
dengan hipoksemia yang membutuhkan oksigen tambahan. Pemeriksaan CT
thorax non kontras (Gambar 3) menunjukkan diffuse micronodules dengan kavitas
sentral dan penebalan dinding bronkial, yang mencurigakan untuk infeksi
mikrobakteri atau jamur. Tidak ditemukan adanya opasitas ground glass.
Berdasarkan CT ini dan tidak adanya opasitas ground glass, diputuskan untuk
menghentikan terapi PCP, memulai terapi TB dan berkonsultasi dengan ahli paru
untuk bantuan dan pertimbangan bronkoskopi. Pasien menjalani bronkoskopi
dengan Bronchoalveolar lavage (BAL) dan biopsi transbronkial pada hari
5
berikutnya. Analisis patologis spesimen biopsi transbronkial menunjukkan
eksudat berbusa pada potongan pewarnaan hematoksilin dan eosin dan pewarnaan
perak menunjukkan organisme jamur tipe Pneumocystis jirovecii yang
mengonfirmasi diagnosis menjadi PCP (Gambar 4).9 Tidak ada infeksi penyerta
yang ditemukan pada kultur atau sampel patologis (Tabel 2). Pasien dirawat
dengan clindamycin, primaquine dan prednisone selama tiga minggu. Pasien
dipulangkan kerumah pada hari ke-10 perawatan tanpa memerlukan oksigen
tambahan dengan resolusi abnormalitas radiografi pada pencitraan yang dilakukan
empat bulan kemudian (Gambar 5).
Gambar 3. Gambar terpilih dari CT thorax saat masuk ke rumah sakit. Pada lung window
membuktikan diffuse micronodules dengan cavitas sentral dengan berbagai ukuran.
DISKUSI
Meski kejadian Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP) sudah menurun
sejak tahun 2008 berkat munculnya terapi antiretroviral kombinasi pada 1990-an,
tetapi tetap harus diwaspadai infeksi oportunistik paru pada pasien dengan AIDS.
Biasanya pasien dengan PCP datang dengan keluhan dispnea, batuk tidak
produktif dan demam. Pada pasien PCP wajib dilakukan pemeriksaan
sputum/bronchoalveolar lavage fluid yang merupakan salah satu gold standar
dalam menegakkan diagnosis Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP).
6
Gambar 4. Hasil patologi biopsy transbronkial. (a) Pengecatan dengan
hematoxylinandeosin (H&E) terdapat intra-alveolar eosinophilic dengan foamy
exudates. (b) Pengecatan gomori methenamine silver (GMS) tidak ditemukan
kista nonbudding dengan kista berdinding tipis dan intracystic capsular dots,
cocok dengan Pneumocystis jirovecii-tipe fungal.
7
Coccidioides antibody 1 <1:2,Negatif
(fiksasi komplemen)
Coccidioides antibody 1 Negatif
(imunodifusi)
Biopsi transbronkial untuk 4 Negatif pada hari ke-28
kultur basil tahan asam
Biopsi transbronkial untuk 4 Negatif pada hari ke-28
kultur bakteri
∗∗Pasien mempunyai jamur dan menjadi kontaminan pada saluran nafas atas
8
Gambar 5. Rontgen thorax 4 bulan setelah dirawat di rumah sakit, PA (a), lateral (b) setelah
terapi 4 bulan yang lalu
9
karena hasil rontgen thorax yang masuk ke rumah sakit sama dengan institusi lain
dan mengalami perburukan setelah mendapat terapi PCP secara langsung.
Perburukan ini sering terlihat pada PCP dan menyarankan untuk menilai kekuatan
respon alveolar dan interstitial inflammatory, yang kita harapkan tampak
gambaran opasitas ground glass lebih banyak, bukan lebih sedikit pada CT thorax.
Maka dari itu, kami menggambarkan kasus PCP pada pasien dengan AIDS dengan
gejala klasik tetapi pola radiografi yang tidak khas pada CT thorax menampilkan
gambaran nodular dan tidak ada gambaran opasitas ground glass. Kurangnya
gambaran opasitas ground glass mengakibatkan gangguan pengobatan pada PCP
karena CT thorax saja tidak boleh digunakan untuk menghentikan pengobatan
PCP, terutama pada pasien dengan sindrom klinis yang dinyatakan konsisten
dengan PCP.
KESIMPULAN
Interpretasi radiografi merupakan skill yang penting untuk banyak dokter. Pada
kasus ini ditemukan :
1. Kasus PCP dengan AIDS terdapat gejala klasik dengan radiografi yang
tidak khas pada CT scan thorax ditemukan opasitas nodular tanpa opasitas
ground glass.
2. Gambaran opasitas ground glass tidak bisa dijadikan patokan untuk
memberikan terapi pada pasien yang sindrom klinisnya kompatibel untuk
PCP.
3. Diagnosis PCP tetap melihat dari klinis terlebih dahulu dan gold standar
assessment. Radiografi merupakan pemeriksaan penunjang bukan
menggantikan pemeriksaan klinis atau dijadikan sebagai diagnosis
definitif.
DAFTAR PUSTAKA
10
Journal of Medicine, vol. 350, no. 24, pp. 2487–2498, 2004. Doolin W. Abraham
Colles and his contemporaries, J Ir Med Assoc. 1955; 36 (211): 1-6.
11
91, no. 3, pp. 323–327, 1987.
12