You are on page 1of 44

SHOLAT BERJAMAAH

Tugas terstuktur ini guna memenuhi tugas mata kuliah Praktek Pendidikan Agama

Dosen pengampu : Djoko Priyatno, SP, M.Sc

Oleh :

1. AdityaFajarMaula P1337434115003
2. Aisah Rahmawati P1337434115026
3. Della Yunita Sari P1337434115009
4. Fiska Triaji Nurhak P1137434115013
5. Rizka Sri Widya Nurkasanah P1337434115012
6. VikaJayanti P1337434115006

Program Studi Analis Kesehatan PoltekkesKemenkes Semarang

2015
Pendahuluan

Dalam hal beribadah memang menjadi hal penting dalam kehidupan di dunia
sehari-hari untuk mempersiapkan kehidupan yang ke dua yaitu kehidupan diakhirat.
Tentunya kita wajib mengetahui tata cara sholat berjamaah yang baik dan benar agar
mendapatkan keutamaan pahala dari Allah SWT. Terkadang kita menjumpai orang
melaksanakan sholat sendiri. Tetapi terkadang orang itu sebagian lebih memilih sendiri
entah itu karena tidak ada teman untuk dijadikan makmum atau imam, ataupun belum
mengetahui keutamaan dan kelebihannya sholat berjamaah itu sendiri.
Sebagai umat islam yang baik, hendaknya kita harus mengetahui dan
mempraktekan apa yang diajaran oleh agama kita terutama dalam pokok bahasan
sholat berjamaah dengan baik dan benar. Materi dalam Pendidikan Agama, yang
memiliki peran cukup besar dalam mengatur ibadah dan mendekatkan diri kepada
sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. Dalam prakteknya diharapkan aturan dan tata
cara tersebut dapat digunakan dalam menjalankan ibadah shola berjamaah dapat
digunakan secara baik dan benar.
Pengertian Sholat Berjamaah

Sholat berjamaah merupakan sholat yang dikerjakan bersama-sama yang


minimal dilakukan oleh dua orang, yang salah seorangnya menjadi imam dan yang
lainnya menjadi makmum.
Sholat berjamaah meskipun hukumnya sunah tetapi sangat ditekankan. Adapun cara
mengerjakannya adalah imam berdiri di depan dan makmum harus mengikuti
perbuatan imam dan tidak boleh mendahuluinya dalam setiap gerakan.
Sholat yang disunahkan berjamaah ialah :
1. Sholat fardhu lima waktu
2. Sholat dua hari raya
3. Sholat tarawih dan witir dalam bulan Ramadhan
4. Sholat minta hujan
5. Sholat gerhana matahari dan bulan
6. Sholat jenazah

Dan terdapat juga keutamaan dalam melaksanakan sholat berjamaah yaitu sebagai
berikut :
 Salat berjama'ah lebih utama dari pada salat sendirian, dengan pahala 27
derajat
 Setiap langkahnya diangkat kedudukannya 1 derajat dan dihapuskan baginya
satu dosa
 Dido'akan oleh para malaikat
 Terbebas dari pengaruh (penguasaan) setan
 Memancarkan cahaya yang sempurna di hari kiamat
 Mendapatkan balasan yang berlipat ganda
 Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu
sama lain
 Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih
dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya
tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam dan menjaga
kesempurnaan shaf-shaf salat
 Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan

Shalat berjamaah diwajibkan dalam semua waktu berdasarkan firman Allah SWT :

َ ‫طائِفَة مِ ْن ُه ْم َمعَكَ َو ْليَأ ْ ُُخُذُوا َأ َ ْْس ِل ََحت َ ُه ْم فَِإِذَا‬


‫ْس ََجُدُوا فَ ْليَ ُُكوُنُوا مِ ْْن َو ََرائِ ُُك ْم‬ َ ‫صالة َ فَ ْلتَقُ ْم‬
َّ ‫َوإِذَا ُك ْنتَ فِي ِه ْم فَأَقَ ْمتَ لَ ُه ُم ال‬
(‫ْسوَرة النساء‬: 102)
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka
pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh)." (QS. An-Nisa: 102)

Syarat-syarat Sholat Berjamaah :


1. Menyengaja (niat) mengikuti imam.
2. Mengetahui segala yang dikerjakan imam.
3. Jangan ada dinding yang menghalangi antara imam dan makmum, kecuali bagi
perempuan di masjid, hendaklah didindingi dengan kain, asal ada sebagian
atau salah seorang mengetahui gerak-gerik imam atau makmum yang dapat
diikuti.
4. Jangan mendahului imam dalam takbir, dan jangan mendahului atau
melambatkan dii du rukun fi’li.
5. Jangan terdepan dari tempatnya imam.
6. Jarak antara imam dan makmum atau antara makmum dan baris makmum
yang terakhir tidak lebih dari 300 hasta.
7. Sholat makmum harus bersesuaian dengan sholat imam, misalnya sama-sama
dzuhur, qashar, jama’ dan sebagainya

Yang Boleh Menjadi Imam :


1. Laki-laki makmum kepada laki-laki
2. Perempuan makmum kepada laki-laki
3. Perempuan makmum kepda perempuan
4. Banci makmum kepada laki-laki
5. Perempuan makmum kepada banci

Imam mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, jika melaksanakan


tugasnya dengan baik, ia mendapat pahala yang sangat besar, dan ia mendapat
pahala seperti orang yang shalat bersamanya.
Hukum mengikuti imam: Makmum wajib mengikuti imam dalam seluruh
shalatnya, berdasarkan sabda rasulullah saw: ((Imam dijadikan tidak lain untuk diikuti,
apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan apabila ruku' maka ruku'lah, dan jika
mengatakan: sami'allahu liman hamidah, maka katakan: allahumma rabbana lakal
hamdu, apabila imam shalat berdiri maka shalatlah berdiri, dan jika shalat duduk, maka
shalatlah kalian semua duduk)) muttafaq alaih.
Yang paling berhak menjadi imam: Yang paling berhak menjadi imam adalah
yang paling banyak hafal al-Qur'an dan mengerti hukum-hukum shalat, kemudian yang
paling mengerti hadits, kemudian yang paling dulu hijrah, kemudian yang paling dahulu
masuk islam, kemudian yang paling tua, kemudian diundi, ini apabila tiba waktu shalat
dan hendak memilih salah satu imam, namun jika di masjid ada imam tetap, maka ia
lebih berhak.

Dari Abu Mas'ud al-Anshari ra berkata: rasulullah bersabda: Yang menjadi


imam adalah orang yang paling banyak mengahafal al-Qur'an, apabila dalam hafala al-
Qur'an sama, maka yang paling mengerti hadits, jika dalam masalah hadits sama,
maka yang lebih dahulu hijrah, dan jika berhijrahnya sama, maka yang lebih dulu
masuk islam. (HR. Muslim).
Wajib mendahulukan yang lebih utama untuk menjadi imam, jika tidak ada kecuali
orang fasik, seperti yang mencukur jenggotnya, atau merokok dsb, sah menjadi imam,
adapun orang fasik adalah: orang yang melakukan dosa besar yang tidak sampai ke
batas kafir, atau terus-menerus melakukan dosa kecil, dan tidak sah bermakmum
kepada orang yang rusak shalatnya karena berhadats dan lainnya kecuali kalau tidak
tahu, maka shalat makmum sah, dan imam wajib mengulangi.

Haram mendahului imam dalam shalat, dan barangsiapa yang dengan sengaja maka
shalatnya batal, adapun tertinggal dari imam, jika tertinggal karena ada halangan
seperti lupa atau tidak mendengar suara imam sehingga ketinggalan, maka langsung
melakukan yang ketinggalan dan langsung mengikuti imam.

Antara imam dan makmum ada tiga hal:


1. Mendahului: yakni, makmum mendahului imam dalam bertakbir, atau ruku, atau
sujud, atau salam, dan lainnya. Perbuatan ini tidak boleh, dan barangsiapa
yang melakukannya maka hendaklah kembali melakukannya setelah imam, jika
tidak, maka shalatnya batal.
2. Bersamaan : yaitu gerakan imam dan makmum bersamaan, baik dalam
berpindah dari rukun ke rukun lainnya seperti takbir, atau ruku, dan sebagainya,
dan ini salah mengurangi nilai shalat.
3. Mengikuti: yaitu perbuatan makmum terjadi setelah perbuatan imam, dan inilah
yang seharusnya dilakukan makmum, dan dengan demikian terlaksana
bermakmum yang sesuai dengan syari'at.Ketinggalan: yaitu makmum
ketinggalan imam hingga masuk ke rukun lain, dan ini tidak boleh; karena
menyalahi berjamaah.

Siapa yang masuk masjid dan ia telah ketinggalan shalat bersama imam tetap,
maka ia wajib shalat berjamaah bersama orang yang ketinggalan lainnya, akan tetapi
keutamaannya tidak seperti keutamaan jamaah yang pertama.

Barangsiapa yang mendapat satu rakaat bersama imam maka ia telah


mendapat shalat berjamaah, dan barangsiapa yang mendapat ruku' bersama imam,
maka ia telah mendapat rakaat, maka melakukan takbiratul ihram sambil berdiri,
kemudian bertakbir untuk ruku' jika bisa, dan jika tidak bisa, maka berniat untuk
keduanya dengan satu kali takbir.

Siapa yang masuk masjid dan ia mendapatkan imam sedang berdiri, atau ruku',
atau sujud, atau duduk, maka ikut bersamanya, dan ia mendapat pahala apa yang ia
ikuti, akan tetapi tidak dihitung satu rakaat kecuali sempat ruku' bersama imam, dan
mendapat takbiratul ihram bersama imam selama belum mulai membaca fatihah.

Disunnahkan imam mempersingkat shalat dengan menyempurnakan shalatnya,


karena kemungkinan di antara makmum ada yang lemah, sakit, orang tua, dan orang
yang punya keperluan, dan jika shalat sendirian, boleh memanjangkan shalat
sekehendaknya.
Mempersingkat shalat yang disunnahkan adalah melakukannya dengan
sempurna, dengan menunaikan semua rukun dan wajib-wajibnya, serta sunnah-
sunnahnya sebagaimana yang dilaksakan oleh nabi saw, dan diperintahkan, bukan
mengikuti kehendak makmum, dan tidak ada shalat bagi yang tidak mengakkan tulang
punggungnya di waktu ruku' dan sujud.

Sunnah makmum berdiri di belakang imam, apabila sendirian berdiri di sebelah


kanan imam, dan jika imamnya wanita maka berdiri di tengah shaf.

Makmum boleh berdiri di samping kanan imam, atau di kedua sisinya, dan tidak
sah berdiri di depannya, begitu pula di sebelah kirinya saja kecuali darurat.

Yang Tidak Boleh Dijadikan Imam

1. Laki-laki makmum kepada banci


2. Laki-laki makmum kepada perempuan
3. Banci makmum kepada perempuan
4. Banci makmum kepada banci
5. Orang yang fashih (dapat membaca Al-Qur’an dengan baik) makmum kepada
orang yang tidak tahu membaca (yang banyak salah bacaannya)

Makmum Yang Terlambat Datang


Orang yang datang terlambat itu (disebut masbuq), berusaha bergabung
dengan shalat jamaah yang sedang berlangsung dan tidak mendirikan shalat sendiri.
Terlebih lagi kalau dia hanya sendirian. Untuk keadaan seperti ini sunnah Nabi
menuntunkan sebagai berikut : Dia takbiratul ihram lebih dulu, lalu takbir untuk
mengikuti gerakan yang paling mungkin dia ikuti. Kalau dia menemukan imam sudah
sujud, maka dia langsung mengikuti imam —pendeknya dia mengikuti imam dalam
keadaan imam sedang melakukan gerakan shalat apapun.
Kalau saja saat dia bergabung imam sudah dalam keadaan tahiyat akhir —
sehingga tinggal menunaikan salam— maka dia langsung duduk bersimpuh tahiyat
akhir. Namun ketika imam mengucap salam, dia tidak mengikuti salam, melainkan
bangkit berdiri dan menggenapkan kekurangan jumlah rakaatnya. Jika dia bergabung
tadi masih sempat mengikuti ruku’, maka dia dihitung sudah mengikuti 1 (satu) rakaat.
Tapi kalau dia bergabung tepat saat imam mengucap “samiallahu liman hamidah”,
maka itu belum dihitung satu rakaat. Jadi dia menggenapkan kekurangannya.

Landasan Hukum Sholat Berjamaah


1. Fardhu `ain
Ada hadits yang mengatakan bahwa jika seorang mendengar azan,
kemudian tidak salat berjamaah maka orang itu tidak menginginkan kebaikan
maka kebaikan itu sendiri tidak menginginkannya pula. Dengan demikian bila
seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun
salatnya tetap syah. Kemudian ada hadits yang menjelaskan jika ada orang
yang tidak salat berjamaah, maka nabi akan membakar rumah-rumah orang
yang tidak menghadiri salat berjamaah.

2. Fardhu kifayah
Yang mengatakan fardhu kifayah adalah Al Imam Asy Syafi`i dan Abu
Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al Ifshah jilid 1
halaman 142. Demikian juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang
lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk
juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al Hanafiyah dan Al
Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang
menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya.
Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka
berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu
adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatut Thalibin karya Imam An Nawawi disebutkan bahwa:
"Shalat jamaah itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk
shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya
adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan
yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain."
Mereka berpegangan dengan memakai dalil yang mengatakan bahwa, jika ada
orang yang tidak melaksanakan salat berjamaah maka setan telah menguasai
mereka, dalam hadits tersebut, Muhammad menganalogikan orang yang
meninggalkan salat jamaah dengan seekor domba yang terpisah dari
kelompoknya makanakan diterkam oleh serigala.
Hadits dari Malik bin Huwairits menjelaskan ia mendengar ada hadits yang
menjelaskan pentingnya mengajarkan salat kepada keluarga bila waktu salat
telah tiba, maka lantunkanlah azan dan yang tertua maka menjadi imam salat.
Kemudian ada penjelasan bahwa salat berjamaah lebih utama sebanyak 27
derajat dibandingkan salat sendirian.

3. Sunnah muakkadah
Sunnah muakkadah adalah sunnah yang sangat ditekankan untuk
dilaksanakan, dan sangat dianjurkan agar tidak ditinggalkan. Pendapat ini
didukung oleh mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah sebagaimana disebutkan
oleh Imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Ia
berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum salat
berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan
bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu
tidak bisa diterima.
Al Karkhi dari ulama Al Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu
hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali
karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al Hanafiyah tentang
sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah
muakkadah itu sama dengan wajib.
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al Malikiyah dalam kitabnya Al
Mukhtashar mengatakan bahwa salat fardhu berjamaah selain shalat Jumat
hukumnya sunnah muakkadah.
Ibnul Juzzi berkata bahwa salat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu
hukumnya fardhu sunnah muakkadah.
Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil
bahwa salat berjamaah memiliki keutamaan derajat lebih banyak jumlah 27
derajat, Kemudian pendapat lain menjelaskan lagi bahwa salat jamaah
berjamaah tidak wajib.
Selain itu mereka juga menggunakan hadits yang mengatakan bahwa orang
yang salat berjamaah hanya mendapatkan ganjaran (pahala) terbesar adalah
orang yang menunggu salat berjamaah bersama imam, daripada salat
sendirian.

Posisi Sholat Berjamaah

Posisi bahu, sikut, dan kaki yang saling merapat, dan diusahakan tidak ada
celah.
Dalam salat jamaah Muslim diharuskan mengikuti apa yang telah Nabi
Muhammad ajarkan, yaitu dengan merapatkan barisan, antara bahu, lutut dan tumit
saling bertemu, dilarang saling renggang (berjauhan) antara yang lain.
Berikut adalah keterangan bagaimana salat berjamaah, sesuai beberapa dalil
hadits-hadits yang shahih, beserta infografik yang terdapat pada sebelah kanan:
1. Dua orang pria, posisi imam sejajar dengan makmum
2. Tiga orang pria atau lebih, imam paling depan dan makmum berjajar
dibelakang imam
3. Satu orang pria dan satu wanita, imam paling depan, makmum wanita persis
dibelakangnya
4. Dua orang pria dan satu wanita atau lebih, imam sejajar dengan makmum pria,
sedangkan makmum wanita dibelakang tengah antara imam dan makmum pria.
Dua orang wanita, posisi imam wanita sejajar dengan makmum
5. Tiga orang wanita atau lebih, imam wanita ditengah shaf sejajar dengan
makmum wanita
6. Beberapa pria dan wanita, imam paling depan, shaf kedua makmum pria dan
shaf ketiga makmum wanita
7. Bila ada anak-anak, maka mereka ditempatkan ditengah antara shaf makmum
pria dan shaf makmum wanita.

Adab Shalat Berjamaah di Masjid

Shalat berjamaah di masjid merupakan salah satu amal yang mulia. Agar ibadah ini
semakin sempurna, ada beberapa adab dan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
yang tidak boleh diabaikan. Berikut di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan
seorang muslim ketika hendak melakukan shalat berjamaah di masjid :
1. Memilih Pakaian yang Bagus
Hendaknya kita memilih pakaian yang bagus saat pergi ke masjid. Allah tidak
hanya memerintahkan kita untuk sekedar memakai pakaian yang menutup aurat,
akan tetapi memerintahkan pula untuk memperbagus pakaian, lebih-lebih lagi
ketika akan pergi ke masjid. Allah Ta’ala berfirman :
‫يَا بَنِي آدَ َم ُُخُذُواْ ِزينَت َ ُُك ْم عِنُدَ ُك ِل َمس َِْجُد‬
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al
A’raf: 31).
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan untuk berhias ketika
shalat, lebih-lebih ketika hari jumat dan hari raya. Termasuk dalam hal ini memakai
parfum bagi laki-laki.
Namun sekarang banyak kita jumpai kaum muslimin yang ketika pergi ke masjid
hanya mengenakan pakaian seadanya padahal ia memiliki pakaian yang bagus.
Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian yang penuh gambar atau berisi
tulisan-tulisan kejahilan. Akibatnya, mau tidak mau orang yang ada dibelakangnya
akan melihat dan membacanya sehingga mengganggu konsentrasi dan
kekhusyukan shalat.

Berwudhu dari Rumah


Sebelum pergi ke masjid, hendaknya berwudhu sejak dari rumah, sebagaimana
diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ً‫ط ُخَطِ يئَة‬ ْ ‫ِض هللاِ كَاُنَتْ ُخ‬
ُّ ‫َط َوت َاهُ ِإحْ ُدَا ُه َما ت َ َُح‬ ِ ‫ضةً مِ ْْن فَ َرائ‬
َ ‫ي فَ ِري‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ط َّه َر فِي َب ْيتِ ِه ث ُ َّم َمشَى ِإلَى َبيْت مِ ْْن بُيُو‬
ِ ‫ت هللاِ ِل َي ْق‬ َ َ ‫َم ْْن ت‬
ً‫َو ْاْل ُ ُْخ َرى ت َْرفَ ُع دَ ََر َجة‬
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah
dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-
kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan
menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR.
Muslim 1553)

Membaca Doa Menuju Masjid


Saat keluar dari rumah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita
untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

َّ ِ‫َّللاِ ََل َح ْو َل َو ََل قُ َّوة َ إِ ََّل ب‬


‫اَّللِ قَا َل يُقَا ُل حِ ينَئُِذ ُهُدِيتَ َو ُكفِيتَ َو ُوقِيتَ فَتَتَنََحَّى‬ َّ ‫علَى‬ َ ُ‫َّللاِ ت ََو َّك ْلت‬
َّ ‫الر ُج ُل مِ ْْن بَ ْيتِ ِه فَقَا َل بِس ِْم‬ َّ ‫إِذَا ُخ ََر َج‬
‫ِي‬
َ ‫ق‬ ‫و‬ُ ‫و‬
َ ‫ِي‬
َ ‫ف‬‫ك‬ُ ‫و‬
َ ‫ِي‬
َ ‫ُد‬ُ
‫ه‬ ْ
‫ُد‬َ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ج‬
ُ ‫ر‬
َ ‫ب‬
ِ َ‫ك‬ َ ‫ل‬ ‫ْف‬
َ ‫ي‬ َ
‫ك‬ ‫َر‬
ُ ‫ُخ‬ ‫آ‬ ٌ
‫ان‬ َ
‫ط‬ ‫ي‬ْ ‫ش‬
َ ُ ‫ه‬َ ‫ل‬ ُ
‫ل‬ ‫و‬ ُ ‫ق‬‫ي‬
َ َ ‫ف‬ َّ ‫لَهُ ال‬
ُ‫شيَاطِ يْن‬

“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan: “Bismillahi


tawakkaltu ‘alallaahi, laa haula wa laa quuwata illa billah” (Dengan nama Allah aku
bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). ‘
Beliau bersabda, “Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah
mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan’, hingga
setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata kepadanya (setan
yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana (engkau akan mengoda) seorang
laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan.” (HR. Abu
Daud no. 595, At-Tirmizi no. 3487)
Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan membaca :

ً ُ‫وَرا َوفَ ْوقِي ُن‬


‫وَرا َوتََحْ تِي‬ ً ُ‫اَري ُن‬
ِ ‫س‬َ َ‫ع ْْن ي‬ ً ُ‫ع ْْن يَمِ ينِي ُن‬
َ ‫وَرا َو‬ ً ُ‫ْس ْمعِي ُن‬
َ ‫وَرا َو‬ ً ُ‫ص ِري ُن‬
َ ‫وَرا َوفِي‬ ً ُ‫اللَّ ُه َّم اجْ عَ ْل فِي قَ ْلبِي ُن‬
َ َ‫وَرا َوفِي ب‬
ً ُ‫وَرا َوُخ َْلفِي ُن‬
ً ُ‫وَرا َوا ْجعَ ْل لِي ُن‬
‫وَرا‬ ً ُ‫وَرا َوَأ َ َمامِ ي ُن‬
ً ُ‫ُن‬

“Allahummaj’al fii qolbi nuura wa fii bashari nuura wa fii sam’i nuura wa ‘an
yamiinihi nuura wa ‘an yasaarii nuura wa fauqi nuura wa tahti nuura wa amaami
nuura wa khalfi nuura waj’al lii nuura (Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku,
cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku,
cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya” (H.R
Muslim 763)

Berdoa Ketika Masuk Masjid


Setelah sampai di masjid, hendaknya masuk masjid dengan mendahulukan kaki
kanan sambil membaca doa masuk masjid. Bacaan doa masuk masjid
sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu:

ْ َ‫ َو ِإذَا ُخ ََر َج فَ ْليَقُ ِل اللَّ ُه َّم ِإُنِى َأ َ ْْسأَلُكَ مِ ْْن ف‬. َ‫اب ََرحْ َمتِك‬
َ‫ضلِك‬ َ ‫ِإذَا دَ َُخ َل َأ َ َحُدُ ُك ُم ْال َمس َِْجُدَ فَ ْليَقُ ِل اللَّ ُه َّم ا ْفتَحْ لِى َأَب َْو‬

“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah,


‘Allahummaftahlii abwaaba rahmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu).
Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya
Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim 713)

Tidak Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat


Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di
depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang
yang shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‫ َُخي ًْرا لَهُ مِ ْْن َأ َ ْن يَ ُم َّر بَيْْنَ يَُدَ ْي ِه‬، َ‫ِف َأ َ َْربَ ِعيْْن‬
َ ‫ لَ َُكانَ َأ َ ْن يَق‬،ِ‫علَ ْيه‬ َ ‫اَر بَيْْنَ يَُدَي ْال ُم‬
َ ‫ص ِلي َماذَا‬ ُّ ‫لَ ْو يَ ْعلَ ُم ْال َم‬
“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui (dosa)
yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 ( tahun), itu lebih
baik baginya daripada lewat di depan orang yangsedang shalat.” (HR. Bukhari 510
dan Muslim 1132)
Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan
imam. Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari
oleh perbuatan Ibnu Abbas ketika beliau menginjak usia baligh. Beliau pernah
lewat di sela-sela shaf jamaa’ah yang diimami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan menunggangi keledai betina, lalu turun melepaskan keledainya
baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan tidak ada seorangpun yang
mengingkari perbuatan tersebut (Lihat dalam riwayat Bukhari 76 dan Muslim 504).
Namun demikian, sebaiknya memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf
makmum.

2. Melaksanakan Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk


Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua
rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul
masjid. Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫ِإذَا دَ َُخ َل َأ َ َحُدُ ُك ْم ْال َمس َِْجُدَ فَ ْليَ ْرك َْع ََر ْك َعت َ ْي ِْن قَ ْب َل َأ َ ْن يََجْ ِل‬
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua
rakaat sebelum dia duduk.” (H.R. Bukhari 537 dan Muslim 714)
Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya saja para ulama
mengecualikan darinya khatib jumat, dimana tidak ada satupun dalil yang
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam shalat tahiyatul masjid
sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat
ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Yang dimaksud
dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam masjid.
Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk.
Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib,
semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan
suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada
hakikatnya tidak ada dalam hadits ada shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’,
akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat dua rakaat sebelum duduk.
Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat qabliah atau
sunnah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya. Tahiyatul masjid disyariatkan
pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya.
Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian
pendapat kalangan ulama.

3. Menghadap Sutrah Ketika Shalat


Yang dimaksud denagan sutrah adalah pembatas dalam shalat, bisa berupa
tembok, tiang, orang yang sedang duduk/sholat, tongkat, tas, dll. Sutrah
disyariatkan bagi imam dan bagi orang yang shalat sendirian. Dalil yang
menunjukkan disyariatkannya shalat menghadap sutrah terdapat dalam sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
‫ْستْ َرة َو ْليَُدْنُ مِ ْن َها‬ َ ُ‫صلَّى َأ َ َحُدُ ُك ْم فَ ْلي‬
ُ ‫ص ِل إِلَى‬ َ ‫إِذَا‬
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya ia shalat dengan
menghadap sutrah dan mendekatlah padanya” (HR. Abu Daud 698. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shahihul Jaami’
651)
Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum memasang sutrah adalah wajib
karena adanya perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.. Dalam shalat
berjamaah yang menghadap sutrah adalah imam, dan sutrah bagi imam juga
merupakan sutrah bagi makmum yang dibelakangnya.
Hendaklah orang yang shalat menolak/mencegah apa pun yang lewat di depannya,
baik orang dewasa maupun anak-anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ فَِإُِنما ه َُو‬،ُ‫ فَِإ ِ ْن َأَبَى فَ ْليُقَات ِْله‬،ِ‫ فَ ْليَ ُْدفَ ْع فِي ُنََحْ ِره‬،ِ‫ فَأ َ ََرادَ َأ َ َحُدٌ َأ َ ْن يََجْ ت َازَ بَيْْنَ يَُدَ ْيه‬،‫اس‬ َ ‫صلَّى َأ َ َحُدُ ُك ْم إِلَى‬
ِ َّ‫ش ْيء يَ ْست ُ ُرهُ مِْنَ الن‬ َ ‫إِذَا‬
‫طان‬ َ ‫ش ْي‬
َ
“Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang menutupinya
dari manusia (menghadap sutrah), lalu ada seseorang ingin melintas di
hadapannya, hendaklah ia menghalanginya pada lehernya. Kalau orang itu enggan
untuk minggir (tetap memaksa lewat) perangilah (tahanlah dengan kuat) karena ia
hanyalah setan.” (HR. Bukhari 509 dan Muslim 1129)

4. Menjawab Panggilan Adzan


Ketika mendengar adzan, dianjurkan untuk menjawab adzan. Rasulullah
shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
ُ‫ْسمِ ْعت ُ ُم النُِدَا َء فَقُ ْولُ ْوا مِ ثْ َل َما يَقُ ْو ُل ْال ُم َؤ ِذن‬
َ ‫إِذَا‬
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang
diucapkan muadzin.” (HR. Bukhari 611 dan Muslim 846)
Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani yaitu kalimat{ ِ‫ص َالة‬ َّ ‫ع َلى ال‬
َ ‫ي‬
َّ ‫ َح‬,
‫ح‬
ِ َ
‫َال‬ ‫ف‬ ْ
‫ال‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ي‬
َ َّ َ‫ح‬ } disenangi baginya untuk menjawab dengan hauqalah yaitu kalimat { َ‫َل‬
َّ ُ َ
ِ‫ } َح ْو َل َوَل ق َّوة َ إَِل بِاهلل‬sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫ ِإذَا قَا َل ْال ُم َؤ ِذن‬: ‫ فَقَا َل َأ َ َحُدُ ُك ُم‬،‫هللاُ َأ َ ْك َب ُر هللاُ َأ َ ْك َب ُر‬: ‫هللاُ َأ َ ْك َب ُر هللاُ َأ َ ْك َب ُر؛ ث ُ َّم قَا َل‬: ‫ فَقا َ َل‬،ُ‫َأ َ ْش َهُدُ َأ َ ْن َلَ ِإلَهَ ِإَلَّ هللا‬: َّ‫َأ َ ْش َهُدُ َأ َ ْن َلَ ِإ َلهَ ِإَل‬
‫هللاُ؛ ث ُ َّم قَا َل‬: ‫ فَقَا َل‬،ِ‫ْسو ُل هللا‬ ُ ‫َأ َ ْش َهُدُ َأ َ َّن ُم ََح َّمُدًا ََر‬: ‫ْسو ُل هللاِ؛ ث ُ َّم قَا َل‬ ُ ‫َأ َ ْش َهُدُ َأ َ َّن ُم ََح َّمُدًا ََر‬: ‫ قَا َل‬،‫ص َال ِة‬ َّ ‫علَى ال‬ َ ‫ي‬ َّ ‫ َح‬: َ ‫َلَ َح ْو َل َو ََل قُ َّوة‬
َ ُ َّ َ
‫إَِل بِاهللِ؛ ث َّم قا َل‬: ‫ قا َل‬،ِ‫على الفَالح‬ َ ْ َ َ ‫ي‬ َّ ‫ َح‬: ‫َل َح ْو َل َوَل ق َّوة َ إَِل بِاهللِ؛ ث َّم قا َل‬: ‫ قا َل‬،‫هللاُ َأكبَ ُر هللاُ َأكبَ ُر‬: ‫هللاُ َأ َ ْكبَ ُر هللاُ َأ َ ْكبَ ُر؛ ث ُ َّم قا َل‬:
َ ُ َّ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ
‫ قَا َل‬،ُ‫َلَ إِلَهَ إَِلَّ هللا‬: َ‫َلَ إِلَهَ إَِلَّ هللاُ؛ مِ ْْن قَ ْلبِ ِه دَ َُخ َل ْال ََجنَّة‬

“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah


kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian
muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu
An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna
Muhammadan Rasulullah”, maka maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan
Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka maka
dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya
‘Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian
muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu
Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha illallah”
Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya
ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)
Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa yang diajarkan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut :
‫َضيلَةَ َوا ْبعَثْهُ َمقَا ًما َمَحْ ُمودًا‬
ِ ‫ت ُم ََح َّمُدًا ْال َوْسِيلَةَ َو ْالف‬
ِ ‫ص َالةِ ْالقَائِ َم ِة آ‬
َّ ‫َم ْْن قَا َل حِ يْنَ يَ ْس َم ُع النُِدَا َء اللَّ ُه َّم ََربَّ َه ُِذ ِه الُدَّع َْوةِ التَّا َّم ِة َوال‬
‫عتِي يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬َ ‫شفَا‬َ ُ‫ع ُْدتَهُ َحلَّتْ لَه‬ َ ‫الَُّذِي َو‬
“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma Robba
hadzihid da’wattit taammah was shalatil qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal
fadhiilah wab’atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa ‘adtahu “(Ya Allah pemilik
panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah
dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau
janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.”
(HR. Bukhari 94)

5. Tidak Keluar dari Masjid Tanpa Udzur


Jika kita berada di dalam masjid dan adzan sudah dikumandangkan, maka
tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika
ada udzur. Hal ini sebagaiamana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as
Sya’tsaa radhiyallahu’anhu, beliau berkata :
َ ‫ام ََر ُج ٌل مِ ْْن ْال َمس َِْج ُِد يَ ْمشِي فَأَتْ َب َعهُ َأَبُو ه َُري َْرة َ َب‬
‫ص َرهُ َحتَّى ُخ ََر َج مِ ْْن‬ َ َ‫ُكنَّا قُعُودًا فِي ْال َمس َِْج ُِد َم َع َأ َ ِبي ه َُري َْرة َ فَأَذَّنَ ْال ُم َؤ ِذنُ فَق‬
َّ‫ْسل َم‬ َ
َ ‫عل ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ َ ‫صى َأَبَا ْالقَاْس ِِم‬ َ ‫ع‬ َ ‫ْال َمس َِْج ُِد فَقَا َل َأَبُو ه َُري َْرة َ َأ َ َّما َهُذَا فَقَ ُْد‬
“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kamudian
muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri
kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau
berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim
(Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (H.R Muslim 655)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa berdasarkan hadits di atas dibenci keluar dari
masjid setelah ditunaikannya adzan sampai sholat wajib selesai ditunaikan, kecuali
jika ada udzur.
Tidak boleh keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan kecuali ada udzur
seperti mau ke kamar kecil, berwudhu, , mandi, atau keperluan mendesak lainnya.

6. Memanfaatkan Waktu Antara Adzan dan Iqomah


Hendakanya kita memanfaatkan waktu antara adzan dan iqomah dengan
amalan yang bermanfaat seperti shalat sunnah qabliyah, membaca al quran,
berdizikir, atau berdoa. Waktu ini merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa,
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
‫الُدعاء َل يرد بيْن اْلذان واإلقامة‬
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata:
“Hasan Shahih”)
Boleh juga diisi dengan membaca quran atau mengulang-ulang hafalan al quran
asalkan tidak dengan suara keras agar tidak mengganggu orang yang berdzikir
atau sedang shalat sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
‫َل إن كلُكم مناج َربه فال يؤذيْن بعضُكم بعضا وَل يرفع بعضُكم على بعض في القراءة َأو قال في الصالة‬
“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling
mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam
membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud.1332,
Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).
Tidak selayaknya seseorang justru mengisi waktu-waktu ini dengan obrolan-
obrolan yang tidak bermanfaat.

7. Jika Iqamah Telah Dikumandangkan


ُ ‫ص ََلة َ ِإ ََّّل ْال َم ْكتُوبَة‬ َّ ‫سلَّ َم أَنَّه ُ قَا َل ِإذَا أُقِي َمتْ ال‬
َ ‫ص ََلة ُ فَ ََل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ َ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة‬
َ ِ ‫ع ْن النَّبِي‬ َ
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jika shalat
wajib telah dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R
Muslim 710)
Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang sedang shalat sunnah kemudian
iqamah telah dikumandangkan, maka tidak perlu melanjutkan shalat sunnah
tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama imam.

8. Raihlah Shaf yang Utama


Di antara kesempurnaan shalat berjamaah adalah sebisa mungkin
menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling depan, adapun bagi wanita
yang paling belakang. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ساءِ آخِ ُر َها َوش َُّرهَا أ َ َّولُ َها‬ ُ ‫صفُوفِ الِر َجا ِل أ َ ِولُ َها َوش َُّرهَا آخِ ُرهَا َو َخي ُْر‬
َ ِ‫صفُوفِ الن‬ ُ ‫َخي ُْر‬
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang
terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya
adalah yang pertama.” (H.R.Muslim 440)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
‫لَ ْو َي ْعلَ ُم ْونَ َما فِي الصَّفِ ْال ُمقَد َِّم َّلَ ْست َ َه ُم ْوا‬
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf
yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (HR.
Bukhari 721 dan Muslim 437)

9. Merapikan Barisan Shalat


Perkara yang harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan
adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf (barisan dalam shalat). Masih
banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan shaf yang tidak rapat dan lurus.
Dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu’man bin Basyir, beliau
berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫ْسفُ ْوفَ ُُك ْم َأ َ ْو لَيُخَا ِلف ََّْن هللاُ َبيْْنَ ُو ُج ْو ِه ُُك ْم‬ َ ُ ‫لَت‬
ُ ‫س ُّو َّن‬
“Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah
sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian” (HR.
Bukhari 717 dan Muslim 436)

10. Jangan Mendahului Gerakan Imam


Imam shalat dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
َ ‫َّللاُ ِل َم ْْن َحمِ ُدَهُ فَقُولُوا ََربَّنَا لَكَ ْال ََح ْمُد ُ َوإِذَا‬
َ‫ْس ََجُد‬ ْ َ‫علَ ْي ِه فَِإِذَا ََر َك َع ف‬
َ ‫اَر َكعُوا َوإِذَا قَا َل‬
َّ ‫ْس ِم َع‬ ِ ْ ‫إُِنَّ َما ُج ِع َل‬
َ ‫اإل َما ُم ِليُؤْ ت َ َّم بِ ِه فَ َال ت َْخت َ ِلفُوا‬
َ
َ‫ْسا َأجْ َمعُون‬ ُ
ً ‫صلوا ُجلو‬ ُّ َ َ‫سا ف‬ ً ‫صلى َجا ِل‬ َّ َ
َ ‫فَا ْْس َُجُد ُوا َوإِذا‬
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila
ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka
katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia
shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya“. (H.R.
Bukhari 734)
Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam,
seperti disebutkan dalam hadits berikut:
َ ْ‫ْسهُ ََرَأ‬
‫س حِ َماَر‬ َ ْ‫َّللاُ ََرَأ‬
َّ ‫اإل َم ِام َأ َ ْن يُ ََح ِو َل‬ َ ْ‫ََ َأ َ َما َي ْخشَى الَُّذِي َي ْرفَ ُع ََرَأ‬
ِ ْ ‫ْسهُ قَ ْب َل‬
“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut jika Allah akan
mengubah kepalanya menjadi kepala keledai? “(H.R Bukhari 691)

11. Berdoa Ketika Keluar Masjid


Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ْ َ‫اب ََرحْ َمتِكَ َو ِإذَا ُخ ََر َج فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ِإُنِي َأ َ ْْسأَلُكَ مِ ْْن ف‬
َ‫ض ِلك‬ َ ‫ِإذَا دَ َُخ َل َأ َ َحُدُ ُك ْم ْال َمس َِْجُدَ فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ا ْفتَحْ لِي َأَب َْو‬
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca,
“Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu).
Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min
fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)
Ketika kelauar masjid dmulai dengan kaki kiri terlebih dahulu.

12. Jika Wanita Hendak Pergi ke Masjid


Tempat shalat yang paling baik bagi seorang wanita adalah di dalam
rumhanya. Allah Ta’ala berfirman :
‫َوقَ ْرنَ فِي بُيُو ِت ُُك َّْن َو ََل ت َ َب َّرجْ ْنَ تَبَ ُّر َج ْال ََجا ِه ِليَّ ِة ْاْلُولَى‬
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (Al Ahzab :33)
Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫اجُدَ َوبُيُوت ُ ُه َّْن َُخي ٌْر لَ ُه َّْن‬
ِ ‫س‬َ ‫سا َء ُك ُم ْال َم‬
َ ِ‫َلَ ت َ ْمنَعُوا ُن‬
“Jangan kalian larang istri-istri kalian untuk pergi ke masjid, tetapi rumah-rumah
mereka lebih baik bagi mereka”. (HR. Abu Daud dan dihasankan di dalam kitab
Irwa Al Ghalil 515)
Namun demikian, tidak terlarang bagi seorang wanitaa untuk pergi ke
masjid. Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus
yang perlu diperhatikan :

1. Meminta izin kepada suami atau mahramnya


2. Tidak menimbulkan fitnah
3. Menutup aurat secara lengkap
4. Tidak berhias dan memakai parfum

Abu Musa radhiyallahu‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ط َرتْ فَ َم َّرتْ بِ ْال َمَجْ ل ِِس فَ ِه‬
« ً‫ى َكُذَا َو َكُذَا يَ ْعنِى زَ اُنِيَة‬ َ ‫عيْْن زَ اُنِيَةٌ َو ْال َم ْرَأَة ُ إِذَا ا ْْست َ ْع‬
َ ‫» ُك ُّل‬.
“Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di
sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu
seorang wanita pezina”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At
Targhib wa At Tarhib 2019)

Hukumnya

Shalat berjamaah wajib atas setiap muslim yang mukallaf, laki-laki yang
mampu, untuk shalat lima waktu, baik dalam perjalanan maupun mukim, dalam
keadaan aman, maupun takut.

Keutamaan shalat berjamaah di masjid

Dari Ibnu Umar ra bahwasanya rasulullah bersabda: shalat berjamah lebih


utama daripada shalat sendirian dengan tujuh puluh derajat. Dalam riwayat lain:
dengan dua puluh lima derajat. Muttafaq alaih.
Dari Abu Hurairah ra berkata: rasulullah saw bersabda: ((barangsiapa yang
bersuci di rumahnya, kemudian pergi ke salah satu rumah Allah, untuk melaksanakan
salah satu kewajiban terhadap Allah, maka kedua langkahnya yang satu
menghapuskan kesalahan, dan yang lain meninggikan derajat)).
Dari Abu Hurairah bahwasanya nabi saw bersabda: (barangsiapa yang pergi ke
masjid di waktu pagi atau di waktu sore, maka Allah menyiapkan baginya makanan
setiap kali pergi pagi atau sore) muttafaq alaih.
Yang lebih utama bagi seorang muslim, shalat di masjid yang dekat dengan tempat ia
tinggal, kecuali masjidil haram, masjid nabawi, dan masjidil aqsha, karena shalat pada
masjid-masjid tersebut lebih utama secara mutlak.
Boleh shalat berjamaah di masjid yang telah didirikan shalat berjamaah pada waktu itu.
Orang-orang yang berjaga di pos pertahanan disunnahkan shalat di satu masjid,
apabila mereka takut serangan musuh jika berkumpul, maka masing-masing shalat di
tempatnya.
Hukum wanita pergi ke masjid: Boleh wanita ikut shalat berjamaah di masjid terpisah
dari jamaah laki-laki dan ada penghalang antara mereka, dan disunnahkan mereka
shalat berjamaah sendiri terpisah dari jamaah laki-laki, baik yang menjadi imam dari
mereka sendiri maupun orang laki-laki.

Dari Ibnu Umra ra dari nabi saw bersabda: ((apabila isteri-isteri kalian minta izin
untuk pergi ke masjid di malam hari, maka izinkanlah)) muttafaq alaih.
Siapa yang masuk masjid ketika jamaah sedang ruku' maka ia boleh langsung ruku'
ketika masuk kemudian berjalan sambil ruku' hingga masuk ke shaf, dan boleh berjalan
kemudian ruku' apabila sudah sampai ke shaf.
Jamaah paling sedikit dua orang, dan semakin banyak jamaahnya, semakin baik
shalatnya, dan lebih dicintai oleh Allah azza wajalla.
Siapa yang sudah shalat fardhu di kendaraannya kemudia masuk masjid dan
mendapatkan orang-orang sedang shalat, maka sunnah ikut shalat bersama mereka,
dan itu baginya menjadi shalat sunnah, demikian pula apabila telah shalat berjamaah
di suatu masjid kemudian masuk masjid lain dan mendapatkan mereka sedang shalat.
Apabila sudah dikumandangkan iqomah untuk shalat fardhu, maka tidak boleh shalat
kecuali shalat fardhu, dan apabila dikumandangkan iqomah ketika ia sedang shalat
sunnah, maka diselesaikan dengan cepat, lalu masuk ke jamaah agar mendapatkan
takbiratul ihram bersama imam.
Siapa yang tidak shalat berjamaah di masjid, jika karena ada halangan sakit atau takut,
atau lainnya, maka ditulis baginya pahala orang yang shalat berjamaah, dan apabila
meninggalkan shalat berjamaah tanpa ada halangan dan shalat sendirian maka
shalatnya sah, namun ia rugi besar tidak mendapatkan pahala jamaah, dan berdosa
besar.
Keutamaan shalat berjamaah dan takbiratul ihram: Dari Anas bin Malik ra
berkata: rasulullah saw bersabda: ((barangsiapa yang shalat berjamaah untuk Allah
selama empat puluh hari, dimana ia mendapatkan takbiratul ihram bersama imam,
maka ditulis baginya dua kebebasan: bebas dari neraka, dan terbebas dari sifat
munafik)) (HR. Tirmidzi).

Hukum Menjadi Imam

Menjadi Imam mempunyai keutamaan yang sangat agung, oleh karena


pentingnya maka nabi melakukannya sendiri, demikian pula para khulafaurrasyidin
sesudah beliau.
Imam mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, jika melaksanakan tugasnya
dengan baik, ia mendapat pahala yang sangat besar, dan ia mendapat pahala seperti
orang yang shalat bersamanya.
Hukum mengikuti imam: Makmum wajib mengikuti imam dalam seluruh
shalatnya, berdasarkan sabda rasulullah saw: ((Imam dijadikan tidak lain untuk diikuti,
apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan apabila ruku' maka ruku'lah, dan jika
mengatakan: sami'allahu liman hamidah, maka katakan: allahumma rabbana lakal
hamdu, apabila imam shalat berdiri maka shalatlah berdiri, dan jika shalat duduk, maka
shalatlah kalian semua duduk)) muttafaq alaih.
Yang paling berhak menjadi imam: Yang paling berhak menjadi imam adalah
yang paling banyak hafal al-Qur'an dan mengerti hukum-hukum shalat, kemudian yang
paling mengerti hadits, kemudian yang paling dulu hijrah, kemudian yang paling dahulu
masuk islam, kemudian yang paling tua, kemudian diundi, ini apabila tiba waktu shalat
dan hendak memilih salah satu imam, namun jika di masjid ada imam tetap, maka ia
lebih berhak.

Dari Abu Mas'ud al-Anshari ra berkata: rasulullah bersabda: Yang menjadi imam
adalah orang yang paling banyak mengahafal al-Qur'an, apabila dalam hafalam al-
Qur'an sama, maka yang paling mengeri hadits, jika dalam masalah hadits sama,
maka yang lebih dahulu hijrah, dan jika berhijrahnya sama, m aka yang lebih dulu
masuk islam. (HR. Muslim).
Penghuni rumah dan imam masjid lebih berhak menjadi imam, kecuali penguasa.
Wajib mendahulukan yang lebih utama untuk menjadi imam, jika tidak ada kecuali
orang fasik, seperti yang mencukur jenggotnya, atau merokok dsb, sah menjadi imam,
adapun orang fasik adalah: orang yang melakukan dosa besar yang tidak sampai ke
batas kafir, atau terus-menerus melakukan dosa kecil, dan tidak sah bermakmum
kepada orang yang rusak shalatnya karena berhadats dan lainnya kecuali kalau tidak
tahu, maka shalat makmum sah, dan imam wajib mengulangi.

Haram mendahului imam dalam shalat, dan barangsiapa yang dengan sengaja maka
shalatnya batal, adapun tertinggal dari imam, jika tertinggal karena ada halangan
seperti lupa atau tidak mendengar suara imam sehingga ketinggalan, maka langsung
melakukan yang ketinggalan dan langsung mengikuti imam.

Cara shafnya orang laki-laki dan wanita di belakang imam

Orang-orang laki-laki tua dan muda berdiri dibelakang imam, sedangkan wanita
semuanya berdiri di belakang shaf laki-laki, dan disyari'atkan bagi shaf wanita apa
yang disyari'atkan bagi shaf laki-laki, dipenuhi dulu shaf pertama, wajib mengisi
kekosongan shaf, dan harus diluruskan.
Apabila suatu jamaah wanita semua, maka shaf yang paling baik adalah shaf
pertama, dan yang paling buruk adalah shaf terakhir seperti laki-laki, wanita tidak boleh
shaf di depan laki-laki, atau laki-laki di belakang wanita kecuali darurat seperti terlalu
penuh, jika wanita bershaf di barisan laki-laki karena sangat penuh dan lainnya, maka
shalatnya tidak batal, demikian pula shalat orang dibelakangnya.
Dari Abu Hurairah ra berkata: rasulullah saw bersabda: sebaik-baik shaf orang laki-laki
adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang paling belakang, dan
sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling buruk adalah
yang paling depan. (HR. Muslim)

Cara meluruskan shaf

1. Imam disunnahkan menghadap kepada makmum dengan wajahnya sambil


berkata: luruskan shaf kalian, dan rapatkan. (HR. Bukhari).
2. Atau mengatakan: luruskan shaf kalian, karena meluruskan shaf merupakan
mendirikan shalat. (muttafaq alaih).
3. Atau mengatakan: luruskan shaf, sejajarkan antara pundak, isilah shaf yang
kosong, jangan memberikan tempat bagi setan, barangsiapa yang
menyambung shaf, maka Allah akan menyambungnya, dan siapa yang
memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskannya. (HR. Abu Daud dan
Nasa'i).
4. Atau mengatakan: «luruskan, luruskan, luruskan.» (HR. Nasa'i)
Wajib meluruskan shaf dalam shalat dengan pudak, mata kaki, mengisi shaf yang
kosong, menyempurnakan yang paling depan lalu yang berikutnya, dan «barangsiapa
yang mengisi kekosongan Allah membangunkan baginya rumah di surga, dan Allah
mengangkat baginya satu derajat.» (HR. Thabrani)
Anak kecil yang tamyiz sah adzan dan menjadi imam baik shalat fardhu maupun
sunnah, dan jika ada yang lebih baik darinya maka wajib didahulukan.
Setiap yang sah shalatnya, sah menjadi imam walaupun tidak mampu berdiri atau ruku'
dan sebagainya, kecuali wanita ia tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki, dan boleh
menjadi imam bagi sesama wanita.
Orang yang shalat fardhu boleh bermakmum pada orang yang shalat sunnah,
orang yang shalat dhuhur boleh bermakmum kepada orang yang shalat asar, orang
yang shalat isya' atau maghrib boleh bermakmum kepada orang yang shalat tarawih,
kalau imam salam ia menyempurnakan shalatnya.
Boleh berbeda niat dalam shalat antara imam dan makmum, namun tidak boleh
berbeda dalam perbuatan, maka boleh shalat isya' bermakmum kepada yang shalat
maghrib, apabila imam salam, maka makmum menambah satu rakaat, kemudian
membaca tahiyat dan salam, dan apabila orang yang shalat magrib bermakmum
kepada orang yang shalat isya', maka apabila imam berdiri untuk rakaat keempat, jika
mau ia bertahiyat dan salam, atau duduk dan menunggu salam bersama imam.

Apabila imam menjadi makmum bagi dua anak kecil atau lebih yang sudah
berumur tujuh tahun, meletakkan mereka di belakangnya, jika hanya satu orang,
diletakkan di samping kanannya.
Apabila makmum tidak mendengar suara imam dalam shalat jahriyah, maka ia
membaca fatihah dan lainnya, dan tidak diam.
Apabila imam berhadats ketika sedang shalat, maka ia harus berhenti shalat,
dan memilih salah satu makmum untuk menggantikannya, jika salah satu makmum
maju, atau mereka menyuruh maju dan menyelesaikan shalat dengan mereka, atau
mereka menyelesaikan shalatnya sendiri-sendiri, maka shalatnya sah.

Cara makmum mengqadha rakaat yang ketinggalan

1. Barangsiapa yang mendapat satu rakaat dhuhur, asar, atau isya' maka setelah
imam salam wajib menambah tiga rakaat, ia menambah satu rakaat dengan
membaca fatihan dan surat kemudian duduk untuk tahiyat awal, kemudian
menambah dua rakaat dengan hanya membaca fatihah, kecuali dhuhur, maka
membaca fatihah dengan surat, terkadang hanya membaca fatihah, kemudian
duduk untuk tahiyat akhir, kemudian salam, semua yang ia dapatkan bersama
imam, maka itu menjadi awal shalatnya.
2. Barangsiapa yang mendapatkan shalat satu rakaat bersama imam pada shalat
maghrib, setelah imam salam ia berdiri membaca fatihah dan surat, kemudian
duduk untuk tahiyat awal, kemudian bangun untuk melakukan satu rakaat lagi
dan membaca fatihah, kemudian duduk untuk tahiyat akhir dan salam seperti
disebutkan di atas.
3. Barangsiapa mendapat satu rakaat bersama imam pada shalat subuh atau
shalat jum'at, maka setelah imam salam ia berdiri menambah satu rakaat,
membaca fatihah dan surat, kemudian duduk untuk tahiyat, lalu salam.
4. Apabila salah seorang masuk masjid sedangkan imam sedang tahiyat akhir,
maka sunnah ikut shalat bersama imam, dan menyempurnakan shalatnya
setelah imam salam.

Tidak sah shalat sendirian di belakang shaf kecuali ada udzur seperti tidak
mendapat tempat di dalam shaf, maka ia shalat di belakang shaf, dan tidak boleh
menarik seseorang dalam shaf, adapun shalatnya wanita sendirian di belakang shaf
sah jika shalat bersama jamaah laki-laki, namun bila shalat bersama jemaah wanita,
maka hukumnya sama seperti orang laki-laki.
Boleh sekali-sekali shalat sunnah berjamaah di waktu malam atau siang, di rumah atau
di tempat lain.
Disunnahkan bagi yang melihat orang shalat sendirian, ikut shalat bersamanya.
Dari Abu Said al-Khudri ra bahwasanya rasulullah melihat seseorang yang shalat
sendirian, maka beliau berkata: «adakah orang yang mau bersedekah pada orang ini
dengan shalat bersamanya.» (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) ([12]).
Disunnahkan bagi makmum tidak bangun dari tempatnya sebelum imamnya
menghadap kepada makmum.
Sah mengikuti imam di dalam masjid walaupun makmum tidak melihat imam, atau
tidak melihat orang di belakangnya apabila mendengar takbir, demikian pula di luar
masjid apabila mendengar takbir dan shafnya bersambung.
Disunnahkan imam mengahadap ke makmum setelah salam, jika ada wanita
yang ikut shalat maka diam sebentar agar mereka pergi, dan makruh langsung shalat
sunnah di tempat melakukan shalat fardhu
Apabila tempatnya sempit, boleh imam shalat dan di sampingnya, atau di belakangnya,
atau di atasnya, atau di bawahnya ada orang shalat.
Berjabat tangan setelah shalat wajib bid'ah, imam dan makmum berdoa bersama-sama
dengan keras hukumnya bid'ah, yang disyari'atkan adalah dzikir-dzikir yang diajarkan
oleh nabi, baik cara dan jumlahnya, seperti disebutkan di atas.
Apabila imam memanjangkan shalatnya melebihi batas wajar, maka makmum boleh
memisahkan diri, atau imam terlalu capat shalatnya, atau makmum berhalangan
seperti ingin kencing atau menahan angina, atau lainnya, maka ia boleh memotong
shalatnya, dan mengulangi shalat sendirian.
Imam mengeraskan suaranya dalam bertakbir, mengucapkan sami'allahu
liman hamidah, salam, mengucapkan amin dalam shalat.
Orang yang berdoa kepada selain Allah, atau minta pertolongan kepada selain Allah,
atau menyembelih untuk selain Allah di kuburan atau di tempat lain, atau berdoa
kepada orang di dalam kubur, maka tidak boleh menjadi imam, karena ia kafir, dan
shalatnya batal.

Alasan-alasan boleh meninggalkan shalat jum'at dan berjamaah

Dibolehkan meninggalkan shalat jum'at dan shalat berjamaah: Orang sakit yang
tidak mampu shalat berjamaah, orang yang menahan buang air, orang yang hawatir
tertinggal rombongan, orang yang hawatir mendapa bahaya bagi dirinya, atau
hartanya, atau temannya, atau terganggu dengan hujan, atau Lumpur, atau angina
kencang, atau orang yang mengahadapi hidangan makanan dimana ia sangat perlu
dan bisa memakannya, namun tidak boleh dijadikan kebiasaan, demikian pula dokter,
penjaga, aparat keamanan, pemadam kebakaran, dan lain sebagainya yang bertugas
menjaga kemaslahatan umat islam yang penting, apabila tiba waktu shalat dan mereka
sedang menjalankan tugas, maka ia shalat di tempatnya, dan jika perlu boleh shalat
dhuhur sebagai ganti shalat jum'at.
Semua yang melalaikan dari shalat, atau membuang-buang waktu, atau
berbahaya bagi badan, atau akal, maka haram hukumnya, seperti bermain kartu,
merokok, cerutu, minuman keras, narkotika, dan lain sebagainya, atau duduk di depan
telivisi atau lainnya yang menayangkan kekafiran, atau adengan porno atau adegan
maksiat lainnya.
Apabila imam shalat dan tidak tahu kalau ia menanggung najis, dan shalatnya telah
selesai, maka shalat mereka semua sah.
Apabila tahu ada najis sewaktu sedang shalat, jika mungkin disingkirkan maka
harus segera membuangnya dan melanjutkan shalatnya, dan jika tidak bisa dibuang,
maka berhenti shalat, dan mencari ganti salah satu makmum untuk melanjutkan
shalatnya.
Siapa yang berziarah kepada suatu kaum maka ia tidak boleh mengimami mereka,
akan tetapi yang jadi imam salah satu dari mereka.
Shaf pertama lebih afdhal dari shaf kedua, shaf sebelah kanan lebih afdhal dari shaf
sebelah kiri, karena Allah dan malaikatnya bershalawat kepada shaf pertama, dan shaf
sebelah kanan. Nabi saw mendoakan shaf pertama tiga kali, dan untuk shaf kedua
satu kali.
Yang ada di shaf pertama: Yang paling berhak berada di shaf pertama dan
dekat dengan imam adalah orang-orang pandai dan punya ilmu serta takwa, mereka
sebagai teladan, maka hendaklah segera ke shaf pertama.
Dari Abu Mas'ud ra berkata: rasulullah mengusap pundak kami dalam shalat, dan
berkata: luruskan, dan janganlah berselisih, sehingga hatik kalian berselisih, hendaklah
yang ada di belakangku orang-orang pandai, kemudian berikutnya, kemudian
berikutnya. (HR. Muslim) ([13]).
Cara memanjangkan shalat dan memendekkan: Sunnah bagi imam apabila
memanjangkan shalat, memanjangkan rukun-rukun yang lain, dan jika memendekkan,
memendekkan rukun-rukun yang lain.
Dari al-Bara' bin Azib ra berkata: aku memperhatikan shalat rasulullah saw, maka aku
dapatkan berdirinya, ruku'nya, I'tidalnya setelah bangun dari ruku', sujudnya, duduknya
antara dua sujud, sujudnya yang kedua, dan duduknya antara salam dan bangkit
hampir sama. (Muttafaq alaih)

KEUTAMAAN SHOLAT BERJAMAAH SELAMA 40 HARI BERTURUT-TURUT


TANPA TERLEWATKAN TAKBIROTUL IHROM BERSAMA IMAM

‫ـ َرضي هللا عنه ـ قال َأُنس بْن مالك عْن‬: ‫قال َرْسول هللا صلى هللا عليه وْسلم‬: ُ‫عة يُُد َِْرك‬ َ ‫صلَّى ِ ََّّللِ َأ َ َْربَعِيْنَ يَ ْو ًما فِي َج َما‬ َ ‫َم ْْن‬
‫اَر َوبَ َرا َءة ٌ مِ ْْن‬
ِ َّ‫َان بَ َرا َءة ٌ مِ ْْن الن‬
ِ َ ‫ت‬‫ء‬ ‫ا‬ ‫ر‬
َ ‫ب‬
َ ُ ‫ه‬ َ ‫ل‬ ْ‫ت‬ ‫ب‬
َ ‫ت‬
ِ ُ
‫ك‬ ‫ى‬َ ‫ل‬‫و‬ُ ْ
‫اْل‬ َ ‫ة‬ ‫ير‬
َ ‫ب‬
ِ ‫ُك‬ ْ َّ ‫ت‬‫ال‬ ِ ‫النِفَا‬
‫ق‬
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: “Barangsiapa yang shalat karena Allah selama 40 hari secara
berjama’ah dengan mendapatkan Takbir pertama (takbiratul ihramnya imam), maka
ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari
sifat kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani di kitab Shahih Al
Jami’ II/1089, Al-Silsilah al-Shahihah: IV/629 dan VI/314).

BEBERAPA PELAJARAN PENTING DAN FAEDAH ILMIYAH YANG TERKANDUNG


DI DALAM HADITS INI:

1. Hadits ini menerangkan tentang dua keutamaan besar bagi orang yang
melaksanakan sholat berjama’ah selama 40 (empat puluh) hari tanpa terlambat
dari takbirotul ihrom bersama imam. Dua keutamaan besar tersebut ialah:
Selamat dari siksa Api Neraka di akhirat, dan selamat dari kemunafikan di dunia.

2. Yang dimaksud dengan selamat dari kemunafikan ialah sebagaiman dijelaskan


oleh Al-‘Allamah al-Thiibi rahimahullah, ia berkata: ”Ia dilindungi (oleh Allah) di
dunia ini dari melakukan perbuatan kemunafikan dan diberi taufiq untuk
melakukan amalan orang-orang yang ikhlas. Sedangkan di akhirat, ia dilindungi
dari adzab yang ditimpakan kepada orang munafik dan diberi kesaksian bahwa ia
bukan seorang munafik. Yakni jika kaum munafik melakukan sholat, maka
mereka sholat dengan bermalas-malasan. Dan keadaannya ini berbeda dengan
keadaan mereka.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi I/201).

3. Beberapa keutamaan besar dari sholat berjamaah tersebut akan didapatkan oleh
setiap muslim dan muslimah yang memenuhi beberapa syarat berikut ini:
 Melaksanakan sholat dengan niat ikhlash karena mengharap ridho Allah
semata.
 Melaksanakan sholat sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam.
 Melaksanakan sholat dengan berjama’ah, baik di masjid maupun musholla.
 Menjaga sholat berjama’ah selama 40 hari (siang dan malamnya).
 Mendapatkan takbiratul ihromnya imam secara berturut-turut, tanpa
tertinggal atau terlambat (masbuq) sama sekali.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi
dalam Syu’abul Iman, dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu: ‫علَى‬ َ ‫ب‬ َ ‫ظ‬ َ ‫َم ْْن َوا‬
َ‫اَر َو َب َرا َءة ٌ مِ ْن‬
ِ َّ ‫ن‬‫ال‬ َ‫ْن‬ ِ‫م‬ ٌ ‫ة‬ ‫ء‬ ‫ا‬‫ر‬ ‫ب‬ ،‫ْْن‬
‫ي‬ َ
َ ََ ِ َ ََ َِ‫ت‬‫ء‬ ‫ا‬‫ر‬ ‫ب‬ ‫ا‬‫ه‬‫ب‬ ُ ‫ه‬َ ‫ل‬ ُ ‫هللا‬ ‫َب‬
َ ‫ت‬‫ك‬َ ٌ ‫ة‬ ‫ع‬‫ك‬ْ
َ َ ‫َر‬ ُ ‫ه‬ُ ‫ت‬‫و‬ْ ُ ‫ف‬َ ‫ت‬ ‫َل‬ ً ‫ة‬ َ ‫ل‬‫ي‬ْ َ ‫ل‬ ‫ي‬
َ‫ْْن‬ ‫ع‬
ِ ‫ب‬
َ ‫َر‬
ْ َ ‫َأ‬ ‫ة‬
ِ ‫ب‬ ‫و‬ُ
َ ْ َ‫ت‬ ْ
‫ُك‬ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫ت‬
ِ ‫صلَ َوا‬
َّ ‫ال‬
‫ق‬
ِ ِ ‫َا‬ ‫ف‬‫”الن‬Siapa yang menekuni (menjaga dengan teratur) shalat-shalat wajib
selama 40 malam, tidak pernah tertinggal satu raka’atpun maka Allah akan
mencatat untuknya dua kebebasan; yaitu terbebas dari neraka dan
terbebas dari kenifakan.” (HR. Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’abul Iman, no.
2746).

4. Seorang muslim yang pernah terlambat dari takbirotul ihrom bersama imam
karena adanya udzur (halangan) syar’i, dan bukan merupakan kebiasaannya
terlambat dari sholat berjamaah, maka ia bukanlah termasuk orang munafik.

5. Bagi siapa saja yang ingin meraih 2 keutamaan besar tersebut namun ia pernah
terlambat dari takbirotul ihrom bersama imam, maka hendaknya ia memulai lagi
dengan hitungan baru, dengan memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan di
atas. Akan tetapi, orang-orang yang pernah terlambat dari takbirotul ihrom
bersama imam karena adanya udzur (halangan) syar’i seperti sakit, berada di
negeri kafir atau di daerah yang penduduknya tidak ada yang sholat, maka
diharapkan baginya meraih 2 keutamaan besar tersebut, karena Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
ِ ‫إِنَّ َما األ َ ْع َما ُل بِالنِيَّا‬
‫ َوإِنَّ َما ِلك ُِل ا ْم ِر ٍئ َما نَ َوى‬، ‫ت‬
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya
setiap orang itu tergantung terhadap apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhori 1,
Muslim 1907)

Pertanyaan dan Jawaban

Yogi
1. Hukum pahala makmum masbuk
Untuk mendapatkan fadhilah shalat berjama’ah, ini bisa diperoleh
dengan cara ma’mum ikut bersama imam dalam shalatnya, walaupun ia hanya
mendapatkan duduk yang terakhir sebelum salam. Berdasarkan hadits :

ِ َ‫س ُِك ْينَ ِة َو اْ َلوق‬


،‫اَر َو َلَ تُس ِْرع ُْوا‬ َّ ‫علَ ْي ُُك ْم ِبال‬
َ ‫صالَةِ َو‬
َّ ‫ِلى ال‬ ُ ‫ْسمِ ْعت ُ ُم اْ َِلقَا َمةَ فَا ْم‬
َ ‫ش ْوا ا‬ َ ‫ اِذَا‬:َ‫ع ِْن ال َّن ِبي ص قَال‬
َ َ ‫ع ْْن ا َ ِبى ه َُري َْرة‬ َ
156 :1 ‫ البخاَرى‬.‫صلُّ ْوا َو َما فَات َ ُُك ْم فَا َ ِت ُّم ْوا‬ َ َ‫فَ َما اَد ََْر ْكت ُ ْم ف‬

Dari Abu Hurairah, dari nabi SAW, beliau bersabda, “Apabila kalian mendengar
iqamah, berjalanlah (menuju masjid) untuk shalat, dan hendaklah kalian datang
dengan tenang dan tunduk, dan janganlah tergesa-gesa. Apa yang kalian
dapatkan shalat (bersama imam) maka shalatlah (bersama imam), dan apa
yang kalian ketinggalan maka sempurnakanlah”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 156]

‫صالَتِ ِه قَا َل َم ْْن هُذَا الَُّذِي‬ َ ‫اجُدٌ َف َل َّما َف َر‬


َ ‫غ مِ ْْن‬ ِ ‫ْس‬
َ ‫ي َو ه َُو‬َّ ‫ْسمِ َع َُخفِقَ ُنَ ْع َل‬
َ ُ‫ع ِْن النَّ ِبي ص ا َ َُّنه‬ َ ‫ع ْْن ََر ُجل مِ ْْن ا َ ْه ِل اْل َم ُِد ْينَ ِة‬
َ
ُ‫س ََجُدْت‬ َ
َ ‫اجُدًا ف‬ ُ َ
َ َ‫ َو َج ُْدتك‬:َ‫صنَعْتَ ؟ قال‬
ِ ‫ْس‬ َ َ
َ ‫ ف َما‬:َ‫ قال‬.ِ‫ْس ْو َل هللا‬ َ َ ْ
ُ ‫ اُنَا يَا ََر‬:َ‫ْسمِ ْعتُ َُخفقَ ُنَ ْع ِلهِ؟ قال‬ َ . َ‫صنَعُ ْوا َو َل‬ ْ ‫ ه َُكُذَا فَا‬:َ‫فَقَال‬
:‫ َرقم‬،227 :1 ‫ ابْن ابى شيبة‬.‫علَ ْي َها‬ َ ‫علَى َحالِي الَّتِي اَُنَا‬ َ ‫اجُدًا فَ ْليَ ُُك ْْن َمعِي‬ َ ‫ َم ْْن َو َجُدَُنِي ََرا ِكعًا ا َ ْو قَائِ ًما ا َ ْو‬،‫ت َ ْعتَُد ُّْوا بِ َها‬
ِ ‫ْس‬
2601

Diriwayatkan dari seorang penduduk Madinah, dari Nabi SAW bahwa beliau
mendengar suara sandal pada saat sedang sujud. Setelah selesai shalat,
beliau bertanya, “Siapakah orang yang tadi aku dengar suara sandalnya ?”. Ia
menjawab, “Saya, ya Rasulullah”. Beliau bertanya, “Apakah yang kamu lakukan
?”. Ia menjawab, “Saya mendapati engkau sujud, maka akupun sujud”.
Mendengar hal itu beliau bersabda, “Seperti itulah yang seharusnya kalian
lakukan, namun jangan kalian hitung satu rekaat. Barangsiapa yang mendapati
aku ruku’, berdiri atau sujud maka hendaklah ia mengikuti keadaanku pada saat
itu”. [HR. Ibnu Abi Syaibah, juz 1, hal. 227, no. 2601]

Dengan dasar hadits-hadits tersebut dapat dipahami bahwa ma’mum


masbuq tetap mendapatkan pahala shalat berjama’ah, tetapi pahalanya
tidaklah seperti pahala orang yang mengikuti jama’ah sejak awwal. Orang
masbuk dengan orang yang mengikuti shalat bersama imam sejak awal dan
tidak masbuk tentu berbeda pahalanya. Jangankan antara yang masbuk dan
yang tidak, yang shaf awal denghan yang akhir saja tidak sama. Yang datang
lebih awal dan yang lebih akhir juga tidak sama. Walloohu a’lam.

2. Tentang hal memanjangkan atau memendekkan surat-surat yang di baca


dan keadaan membacanya:
a. Rasulullah SAW terkadang membaca surat yang panjang, terkadang
yang sederhana dan adakalanya yang pendek, Apabila di kehendaki
oleh keadaan.
b. Rasulullah SAW senantiasa membaca surat dari awalnya, tidak pernah
beliau memulai pembacaan di pertengahan surat atau di akhirnya.
Hanya terkadang-kadang beliau menghabiskan pembacaan surat itu di
suatu raka’at saja, dan ada kalanya beliau berhenti di pertengahan surat
dan kemudian beliau menamatkannya di raka’at ke dua.
Tidak ada di riwayatkan, bahwasanya Nabi SAW membaca satu
atau dua tiga ayat dari suatu surat, atau membaca akhir-akhir surat,
melainkan di shalat sunnat Fajar.
Dalam pada itu para sahabat ada yang berbuat demikian. Baca Fiqlus
Sunnah 2:278, 774

3. dalil shalat yang shaf nya harus rapat

a. Artinya: Dari Abu Mas’ud al Badri, ia berkata: Dahulu Rasulullah


shallallahu’alaihi wa sallam biasa mengusap bahu-bahu kami (shaf harus
bersentuhan) ketika akan memulai shalat, seraya beliau
bersabda: “Luruskan shafmu dan janganlah kamu berantakan dalam shaf;
sehingga hal itu membuat hati kamu juga akan saling
berselisih”. (Shahih: Muslim no. 432).
b. Artinya: Dan dari Nu’man bin Basyir, ia berkata: Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaklah kamu benar-
benar meluruskan shafmu, atau (kalau tidak; maka) Allah akan jadikan
perselisihan di antaramu. (Muttafaq ‘Alaihi: Bukhari no. 717 dan Muslim no.
436).

4. Bagaimana posisi shaf kedua apabila shaf pertama sudah penuh ?

Apabila shaf pertama sudah penuh, maka dibuatlah pula shaf yang
kedua mengiringi yang pertama, dengan cara seperti membuat shaf awal, yaitu
jika seorang maka berdiri di belakang shaf awal agak ke kanan Imam, dan jika
datang orang kedua agak ke kiri imam, jika datang orang ketiga maka di
sebelah kanan makmum yang kanan, jika datang lagi orang keempat di sebelah
kiri makmum yang kiri, demikianlah seterusnya mengimbangi agar imam
berada di tengah shaf. Untuk shaf yang ketiga pun demikian jika shaf kedua
sudah penuh .
Tersebut dalam kitab Hasyiah Abiddliyaa’ Nuriddin Ali bin Ali Asysibromallisi
atas Nihayatul Muhtaj, juz ke II, halaman 188, sebagai berikut :
‫ف خلف وقف واحد حضر فاذا االمام خلف الوقوف هيئة على وقوفهم يكون ان ينبغى الثّانى فى عوا شر واذا‬
ّ ‫ص‬
ّ ‫ال‬
‫االول‬
ّ ‫االمام يلى من خلف يكونان بحيث يساره فىجهة وقف خر حضرا فاذا االمام لنمين محاذيا يكون بحيث‬

Artinya :
Dan apabila mereka masuk pada shaf yang kedua, seyogianya bahwa adalah
berdirinya mereka menurut kelakuan berdiri di belakang Imam. Maka apabila
hadir seorang berdirilah ia di belakang shaf awal dengan sekira-kira adalah ia
berjurusan dengan kanan Imam, maka apabila hadir yang lain berdiri pada arah
kirinya, dengan sekira-kiranya adalah keduanya di belakang orang yang
mengiringi imam.

Berikut ini adalah contoh susunan shaf yang benar:

Sedangkan berikut ini adalah contoh susunan shaf yang salah (menyalahi
sunnah):

5. Jika makmum batal apa yang harus dilakukan imam ?

Menurut kelompok kami imam bisa tetap melanjutkan shalat nya. Tapi
kami akan mencoba memberi penjelasan apabila situasinya makmum yang
batal.
Orang yang “buang angin” ketika shalat jemaah harus meninggalkan shaf dan
tidak boleh diam di tempat, karena orang yang tidak shalat, sementara dia
berada di tengah-tengah shaf, akan memutus shaf. Padahal, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengamcam orang yang memutus shaf. Beliau bersabda,
a. Apabila makmum tidak tahu kalau imamnya batal wudhunya, maka
shalatnya makmum sah.
b. Apabila makmum tahu bahwa imam batal wudhunya.
Inipun masih perlu diperinci lagi sebagai berikut :
a) Pertama, batal dengan sebab yang samar [bathin atau hukmiyyah) atau
imamnya berhadats , seperti ia tidak mempunyai wudhu atau ia junub.
Maka shalat makmum tidaklah menjadi batal karena batalnya sholat
sang imam. Akan tetapi menurut imam Nawawi tidak wajib di ulang
shalatnya, baik berupa najis zhohir/ayniyah (najis) atau najis
khofiy/hukmiyah (hadast)
b) Kedua, batal dengan sebab yang tampak kelihatan [dzohir], seperti tidak
sempurna dalam menutupi aurat. Maka hal ini dapat membatalkan
shalatnya makmum.
c) Ketiga jika imam tidak tau akan batalnya. namun, ma'mumnya
mengetahuinya seperti najis yang menepel pada baju si imam, najis
maka makmum wajib mufarroqoh atau melanjutkan shalat secara
sendirian.

Yang benar bahwa yang disyariatkan bagi imam adalah digantikan oleh
orang lain untuk menyempurnakan shalat tersebut sebagaimana dilakukan oleh
Umar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau ditikam dalam keadaan shalat, beliau
menyuruh ‘Abdurrahman bin ‘Auf menggantikannya untuk menyempurnakan
shalat fajar bersama kaum muslimin. Apabila imam mundur ke belakang maka
salah satu makmum yang berada di belakangnya maju menggantikannya untuk
kemudian menyempurnakan shalat. Apabila mereka mengulangi shalat dari
awal, maka tidak mengapa, sebab dalam masalah ini terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ahlul ilmi. Akan tetapi yang rajih (mendekati kebenaran)
adalah perdapat yang menyatakan imam mengangkat pengganti untuk
menyempurnakan shalat berdasarkan penjelasan yang telah kami sebutkan,
yaitu perbuatan Umar radhiyallahu ‘anhu. Namun apabila mereka mengulangi
dari awal maka tidaklah mengapa.

Umi Imkatun
1. Melakukan gerakan lain selain gerakan shalat
Gerakan yang diharamkan adalah gerakan yang memenuhi tiga syarat:
1) gerakannya banyak,
2) berturut-turut, dan
3) dilakukan bukan dalam keadaan darurat.
Gerakan semacam ini adalah gerakan yang membatalkan shalat karena tidak
boleh dilakukan saat itu. Perbuatan semacam ini termasuk mempermainkan
ayat-ayat Allah. (sumber ulama syafiiyah)

Ananta Insan
1. Boleh tidak imam duduk tapi makmum nya berdiri?

Dari Aisyah, bahwasanya ia menuturkan :

‫فأشاَر إليهم َأن‬


َ ‫سا وصلِى وَراءهُ قَ ْو ٌم قِيَا ًما‬
ً ‫َّللا عليه وآله وْسلم في بيت ِه وهو شَاك فصلِى َجا ِل‬ َّ ‫َّللا صلى‬
َّ ‫ى َرْسول‬ َّ ‫صل‬
‫سا فصلوا‬ ً ‫فاَرفَعُ ْوا وإذا صلى جال‬ ْ ‫ إُنَّ َما ُج ِع َل اإلما ُم ِليُؤْ ت َ َّم ب ِه فِإذا َركع َركعوا وإذا َرفع‬:‫ف قال‬ َ ‫اجلسوا فل َّما ا ُْن‬
َ ‫ص َر‬
ً ‫ُجلُ ْو‬
‫ْسا‬

“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat di rumahnya, beliau merasa


kesulitan, lalu beliau shalat sambil duduk, sementara di belakang beliau orang-
orang shalat sambil berdiri, lalu beliau member isyarat kepada mereka agar
duduk. Setelah selesai, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya dijadikannya imam
untuk diikuti. Maka apabila ia ruku’ ruku’lah kalian, apabila ia bangkit maka
bangkitlah kalian, dan bila ia shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian sambil
duduk. (Muttafaq‘Alaih).

Tidak Sah Bermakmum Kepada Imam yang Duduk


‫َل يؤمْن َأحُدكم بعُدي قاعُدا ً قوما ً قيام‬
"janganlah salah satu dari kalian menjadi Imam dalam keadaan duduk untuk
kaum yang mampu berdiri" (HR. al-daro Quthniy)

2. Jika imam sudah rukuk apa yang harus makmum lakukan ketika menjadi
masbuq

Dia takbiratul ihram lebih dulu, lalu takbir untuk mengikuti gerakan yang
paling mungkin dia ikuti. Kalau dia menemukan imam sudah sujud, maka dia
langsung mengikuti imam —pendeknya dia mengikuti imam dalam keadaan
imam sedang melakukan gerakan shalat apapun.
Jika dia bergabung tadi masih sempat mengikuti ruku’, maka dia dihitung sudah
mengikuti 1 (satu) rakaat. Tapi kalau dia bergabung tepat saat imam mengucap
“samiallahu liman hamidah”, maka itu belum dihitung satu rakaat. Jadi dia
menggenapkan kekurangannya.

‫عن‬َ ‫قَا َل عنه هللا رضي ه َري َرة َ أ َ ِبي‬، ‫ سلم و عليه هللا صلّى هللاِ َرسول قَا َل‬: ” ‫صالَةِ ِإلَى ِجئتم ِإذَا‬ َّ ‫ودُسج نَحن َو ال‬
‫الرك َعةَ أَد َركَ َمن َو شَيئا ت َعدُّوها َ الَ َو فَاسجدوا‬
َّ ‫د‬َ ‫ق‬َ ‫ف‬ ‫ر‬
َ‫َ ك‬ ‫د‬َ ‫أ‬ َ ‫ة‬َ ‫ال‬‫ص‬َّ ‫ال‬ “ { ‫رواه‬ ‫أبو‬ ‫داود‬ 1 : 207،‫عون‬ ‫ المعبود‬3
: 145}

Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : “


Apabila kamu datang untuk shalat, padahal kami sedang sujud, maka
bersujudlah, dan jangan kamu hitung sesuatu (satu raka’at) dan siapa yang
mendapatkan ruku’, bererti ia mendapat satu rak’at dalam sholat (nya)”. ( H.R
Abu Dawud 1 : 207, Aunul Ma’bud – Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 145 )

Bahtiar Cesar
1. Dalil orang yang lewat di depan orang yang sedang sholat

Sabdabeliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam:

ٌ ‫ط‬
‫ان‬ َ ‫ فَِإ ِ ْن َأَبَى فَ ْليُقَات ِْلهُ فَِإُِنَّ َما ه َُو‬،ُ‫ فَأ َ ََرادَ َأ َ َحُدٌ َأ َ ْن يََجْ ت َازَ بَيْْنَ يَُدَ ْي ِه فَ ْليَ ُْدفَ ْعه‬،‫اس‬
َ ‫ش ْي‬ َ ‫صلَّى َأ َ َحُدُ ُك ْم إِلَى‬
ِ َّ‫ش ْيء يَ ْست ُ ُرهُ مِْنَ الن‬ َ ‫إِذَا‬

“Apabila seorang di Antara kamu shalat dengan memasang sutrah [1] yang
membatasinya dari orang-orang, lalu ada seseorang yang ingin lewat di
hadapannya, hendaknya ia mencegahnya. Bila ia tidak mau, perangilah dia
sebab sesungguhnya dia adalah setan.“ [HR. Al-Bukhaariydan Muslim].
Hadits tersebut menjelaskan agar orang yang tengah shalat mencegah
orang yang lewat di hadapannya menurut kemampuannya. Diantara yang
dilakukan adalah dengan menjulurkan tangan sebagai pertanda ada orang
yang sedang shalat, jangan dilewati.
Hal itu perlu dilakukan karena ada larangan Rasulullahh untuk melewati orang
yang sedang shalat. Seperti disebutkan dalam sabda Nabi saw, ”Jika saja
seorang lewat di hadapan seorang yang shalat mengetahui dosa yang
dilakukannya, maka sungguh jika dia berdiri selama empat puluh (hari atau
bulan atau tahun) lebih baik baginya daripada lewat di hadapan orang yang
shalat tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Bikin jamaah baru ketika masih ada jamaah shalat


Agnes ( melaksanakan shalat dengan imam baru ketika imam lain belum
selesai)

Berdasarkan hasil diskusi kami dan sumber yang kami rangkum. Hukum
mendirikan dua jamaah atau lebih dalam satu masjid diperinci sebagai berikut:
1) Jika masjidnya termasuk kategori "mathruq" (masjid yang berada ditepi
jalan yang biasa disinggahi musafir untuk mengerjakan sholat), atau
bukan termasuk masjid mathruq yang tidak memiliki imam ratib (imam
sholat yang diangkat oleh waqif atau pemerintah setempat atau
penduduk setempat), maka hukumnya tidak apa-apa.
2) Jika masjidnya bukan mathruq dan ada imam rathibnya, maka
mendirikan jamaah lain dimasjid tersebut hukumnya makruh, apabila
dikerjakan tanpa adanya izin dari imam ratib tersebut, bahkan jika
mendirikan sholat jama'ah sendiri tersebut menimbulkan fitnah, maka
hal tersebut tidak boleh dilakukan.
Tidak seharusnya terdapat dua jama’ah shalat didalam satu masjid pada waktu
yang sama dikarenakan hal demikian dapat memecah belah kaum muslimin,
menimbulkan kekacauan sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Jika
hal itu terjadi tanpa diinginkan, seperti : masjid itu mempunyai dua tempat
shalat, jamaah kedua tidak mengetahui adanya jamaah pertama maka
hendaklah anda bemakmum kepada jama’ah yang imamnya lebih afdhol,
seperti : imam yang satu fasih dalam bacaannya sementara imam yang
satunya lagi ummi (tidak ibenar bacaannya) atau ketidakpantasannya menjadi
imam, seperti : pelaku bid’ah atau fasiq.

3. Imam belum sadar bila salah


Apabila anda tahu betul bahwa imam meninggalkan satu rakaat dengan
sengaja maka seharusnya anda (atau makmum lain yang tahu)
mengingatkannya sehingga bisa menambah satu rakaat lagi secara berjamaah.
Apabila imam tidak mau menyempurnakan karena dia merasa sudah sempurna
empat rakaat maka makmum yang tahu imam kurang dalam rakaatnya berdiri
sendiri untuk menyempurnakan rakaat ke empat.

Fatwa ini ditandatangani oleh :


Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz selaku ketua
Syaikh Abdurrazzaq Afifi selaku wakil ketua
Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh selaku anggota
Syaikh Bakr Abu Zaid selaku anggota
Syaikh Sholeh al-Fauzan selaku anggota
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 6/43 fatwa no.16203

Tenia Saesarah
1. Hukum Shalat Jamaah bagi yang bukan mahramnya
Abu Ishaq as-Syaerozi – ulama syafiiyah – (w. 476 H.) menyatakan,

‫ َل يخلون َرجل بامرَأة فِإن ثالثهما الشيطان‬: ‫ويُكره َأن يصلي الرجل بامرَأة َأجنبية ; لما َروي َأن النبي قال‬

Makruh (tahrim) seorang laki-laki shalat mengimami seorang wanita


yang bukan mahram. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, ”Jangan sampai seorang
lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk
ketiganya adalah setan.” (al-Muhadzab, 1/183).
Penjelasan an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab,

‫ قال َأصَحابنا إذا َأم الرجل بامرَأته َأو مَحرم له وُخال بها جاز بال‬:‫المراد بالُكراهة كراهة تَحريم هُذا إذا ُخال بها‬
‫كراهة ْلُنه يباح له الخلوة بها في غير الصالة وإن َأم بأجنبية وُخال بها حرم ذلك عليه وعليها لألحاديث الصَحيَحة‬

Yang dimaksud makruh dari keterangan beliau adalah makruh tahrim


(artinya: haram). Ini jika lelaki itu berduaan dengan seorang perempuan. Para
ulama madzhab Syafii mengatakan, apabila seorang lelaki mengimami istrinya
atau mahramnya, dan berduaan dengannya, hukumnya boleh dan tidak
makruh. Karena boleh berduaan dengan istri atau mahram di luar shalat.
Namun jika dia mengimami wanita yang bukan mahram dan berduaan
dengannya, hukumnya haram bagi lelaki itu dan haram pula bagi si wanita. (al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/277).
Bahkan an-Nawawi juga menyebutkan keterangan dari Imam as-Syafii, bahwa
beliau mengharamkan seorang laki-laki sendirian, mengimami jamaah wanita,
sementara di antara jamaah itu, tidak ada seorangpun lelaki. Kata an-Nawawi,

‫ َأن الشافعي ُنص على َأُنه يَحرم َأن يصلي الرجل بنساء منفردات إَل َأن يُكون‬..‫وُنقل إمام الَحرميْن وصاحب العُدة‬
‫فيهْن مَحرم له َأو زوجة وقطع باُنه يَحرم ُخلوة َرجل بنسوة إَل َأن يُكون له فيهْن مَحرم‬

Imamul Haramain dan penulis kitab al-Uddah, bahwa Imam as-Syafii


menegaskan, haramnya seorang laki-laki mengimami jamaah beberapa wanita
tanpa lelaki yang lain. Kecuali jika ada diantara jamaah wanita itu yang menjadi
mahram si imam atau istrinya. Beliau juga menegaskan, bahwa terlarang
seorang lelaki berada sendirian di tengah para wanita, kecuali jika di antara
mereka ada wanita mahram lelaki itu. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/278).
Mengapa Diharamkan?
Sekalipun dalam kondisi ibadah, kita diperintahkan untuk menghindari segala
bentuk fitnah. Tak terkecuali fitnah syahwat.

Herlina
1. Di Mekkah shalat anatar waniat dan pria itu di gabung. Bagaimana
hukumnya ?
Pada dasarnya di Mekkah untuk jamaah perempuan disediakan tempat
khusus, yang kanan kirinya dipisahkan oleh jalan, sedang depan dan
belakangnya dipisahkan dengan rak-rak Al-qur’an. Jadi tempat-tempat jamaah
perempuan tersebut seperti pulau di tengah jamaah laki-laki (tidak digabung).
Tetapi jumlah tempat ini tidak memadai, sehingga banyak jamaah perempuan
yang tidak kebagian tempat di sana. Mereka tidak mempunyai pilihan selain
dari masuk ke tempat yang disediakan bagi laki-laki, atau berada di luar masjid,
bahkan di luar halaman, sekiranya tetap meyakini bahwa mereka harus shalat
di belakang shaf laki-laki.

Anida Nurul
1. Dalil posisi sholat bagi jamaah pria dan wanita

Beliau telah memberi petunjuk tentang bagaimana susunan barisan


dalam shalat jama’ah. Intinya, posisi jama’ah shalat wanita itu di bagian
belakang laki-laki. Tidak sejajar apalagi di depannya. Dan sebaik-baik shaf
wanita adalah yang paling belakang. Sedangkan sebaik-baik shaf laki-laki
adalah bagian terdepannya. Di tengah-tengah antara shaf laki-laki dan wanita
adalah barisan anak-anak. Namun bila anak itu hanya satu saja, maka dia
masuk ke dalam shaf laki-laki.

# Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan bahwa shaf laki-laki di


depan shaf anak-anak. Dan shaf anak-anak di belakang shaf laki-laki.
Sedangkan shaf wanita di belakang shaf anak-anak. (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)

# Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan dan seburuk-buruknya
adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling
belakang dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan.” (HR. Muslim Abu
Dawud, Tirmizy, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad)

2. Bacaan makmum harus mengikuti imam atau tidak (tata caranya)


Makmum yang paling belakang tidak mendengar bacaan dari imam. Apa
yang harus dilakukan ? (Shinta)

1) Hadits Rasulullah SAW yang maknanya:


Tidak ada shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah.
2) Hadits Malik dari Abi Hurairah ra.:
Dari Malik dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW selesai dari
shalat yang beliau mengerakan bacaannya. Lalu beliau bertanya,
Adakah di antara kami yang ikut membaca juga tadi? Seorang
menjawab, Ya, saya ya Rasulullah SAW. Beliau menjawab, Aku berkata
mengapa aku harus melawan Al-Quran? Maka orang-orang berhenti
dari membaca bacaan shalat bila Rasulullah SAW mengeraskan bacaan
shalatnya.
3) Hadits ‘Ubadah bin Shamit ra.:
Dari ‘Ubadah bin Shamit ra. bahwa Rasulullah SAW shalat mengimami
kami siang hari, maka bacaannya terasa berat baginya. Ketika selesai
beliau berkata, Aku melihat kalian membaca di belakang imam. Kami
menjawab, Ya. Beliau berkata, Jangan baca apa-apa kecuali Al-Fatihah
saja.
4) Hadits Jabir bin Abdullah ra.:
Dari Jabir dari Rasulullah SAW berkata, Siapa shalat di belakang imam,
maka bacaannya adalah bacaan imam.
5) Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah
Menurut Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah bahwa makmum harus
membaca bacaan shalat di belakang imam pada shalat sirriyah yaitu
shalat zhuhur dan Ashar. Sedangkan pada shalat jahriyah , makmum
tidak membaca bacaan shalat.
Namun bila pada shalat jahriyah itu makmum tidak dapat mendengar
suara bacaan imam, maka makmum wajib membaca bacaan shalat.
6) Mazhab Al-Hanafiyah
Sedangkan Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa seorang makmum tidak
perlu membaca apa-apa bila shalat di belakang imam, baik pada shalat
jahriyah maupun shalat sirriyah.
7) Mazhab As-Syafi’iyyah
Dan As-Syafi`iyah mengatakan bahwa pada shalat sirriyah, makmum
membaca semua bacaan shalatnya, sedangkan pada shalat jahriyah
makmum membaca Al-Fatihah saja.

M. Sodli
1. Apabila saya sedang shalat tahiyatul masjid atau shalat sunnah, lalu
seseorang masuk dan menyangka saya sedang shalat fardhu lantas
langsung bermakmum kepada saya, bagaimana hukumnya? Apa yang
harus saya lakukan?
Makmum yang ingin bergabung degan imam padahal imam tersebut
sedang shoat sunah. (ressa)

Menurut pendapat ulama, seorang yang shalat fardhu boleh


bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah atau bermakmum
kepada orang yang shalat sendirian. Seseorang tidak boleh menolak orang
yang hendak bermakmum kepadanya. Telah sahih dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam saat beliau sedang shalat malam sendirian, lantas ia berdiri
ikut shalat di samping kiri beliauShallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau Shallallahu
‘alaihi wasallam lalu memindahnya ke sebelah kanan beliau dan shalat
bersamanya.
Telah sahih pula bahwa dahulu Mu’adz radhiyallahu ‘anhu shalat isya
berjamaah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian pulang
dan mengimami kaumnya shalat isya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
mengingkarinya.Demikian pula, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
mengimami shalat khauf dua rakaat bersama sekelompok sahabat kemudian
salam. Setelah itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dua rakaat
mengimami kelompok yang lain kemudian salam. (HR. Abu Dawud)

2. Dalil tentang membaca basmalah yang benar itu keras atau tidak ?

Dalam konteks ini Imam Syafi’i dengan ijtihadnya mengharuskan


mushalli (orang yang shalat) untuk membaca bismillah karena bismillah
merupakan ayat dari al-Fatihah dan mensunnahkan membaca keras pada
shalat jahr karena adanya beberapa hadits yang menjelaskan tentang hal itu, di
antara yang paling shahih menerangkan hal itu adalah yang bersumber dari
Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, ia berkata:

َ ‫فَقَ َرأ‬،َ ‫ كنت َو َرا َءأَبِيه َري َرة‬: ‫ث َّمقَ َرأَبِأ ِ ّمالقرآنِ َحتَّىبَ َل َغ‬،‫ِالرحِ ِيم‬
َّ ‫اللهالرح َمن‬
َّ ِ‫}والالضَّالِّينَ { بِسم‬ َ ‫ قَا َل‬: ‫وق‬، َ َ‫ا َل َُآمِ ين‬:
‫س َج َد‬ َّ
َ ‫ويَقولكل َما‬، َ ‫اللهأَكبَر‬: ‫سلَّ َم‬
َ َ‫النَّاسآمِ ين‬: ‫وإِذَاقَا َممِ نَالجلو ِسقَا َل‬، َ ‫وُلذَا‬ َ ‫اللهأَكبَر‬:
ِ ‫ويَق‬،
‫سلَّم‬
َ ‫صلَّىالله َعلَيهو‬ َ ‫واللله‬ َ ‫والَّذِينَفسِيبِيَ ِد ِهإِنِّيألَشبَهكم‬.
ِ ‫صالَةبِ َرس‬ َ (‫)رواهالنسائي‬

“Aku shalat berada di belakang Abu Hurairah, beliau membaca


bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca ummul qur’an sampai pada ayat
walaadldlaalliin dan membaca amin, kemudian orang-orang juga mengikutinya
membaca amin. Beliau ketika akan sujud membaca; Allahu Akbar dan ketika
bangun dari duduk membaca; Allahu Akbar. Setelah salam beliau berkata:
“Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku
adalah orang yang shalatnya paling menyerupai Rasulullah di antara kalian.”
[H.R. al-Nasa’i]

3. Bagaimana niat imam jiak ada makmum yang menepuk pundaknya untuk
bergabung berjamaah ?

Di dalam kitab Kaasyifatus Sajaa karya Al-Imam Abi Abdil Mu’thi


Muhammad An-Nawawi Al-Jawi pada halaman 81, disebutkan bahwa hanya
ada 4 jenis shalat yang imamnya wajib berniat sebagai imam sejak awal shalat.
Selain yang empat jenis shalat itu, tidak ada kewajiban bagi imam untuk berniat
menjadi imam sejak awal takbiratul ihram. Artinya, dia boleh saja tiba-tiba
secara mendadak menjadi imam di tengah-tengah shalat, bila ada yang
bergabung menjadi makmum. Keempat shalat itu adalah shalat Jum’at, shalat
‘iaadah , shalat nadzar untuk berjamaah dan shalat jama’ yang awal karena
sebab hujan.
Dengan demikian, bila suatu saat Anda sedang shalat wajib atau
sunnah, selain keempat shalat itu, lalu tiba-tiba ada orang yang ikut menjadi
makmum di belakang anda, maka hal itu dibenarkan di dalam aturan shalat.
Shalat imam dan makmum sama-sama syah dan keduanya mendapat pahala
shalat berjamaah.
Yang penting untuk berniat shalat jamaah adalah pihak makmum. Sebab dialah
yang sebenarnya membentuk shalat jamaah itu.

4. Bagaimana hukum makmum yang mengucap bacaan sholat lebih keras


dari imam ?

Yang disyariatkan bagi imam adalah mengeraskan suaranya pada


setiap takbir, sehingga orang-orang yang di belakang imam dapat
mendengarnya.
Adapun makmum yang disyariatkan baginya adalah tidak mengeraskan
suaranya, baik ketika takbiratul ihram maupun takbir lainnya. Makmum cukup
bertakbir dengan suara yang dapat didengarnya sendiri. Bahkan kalau kita nilai,
takbir bagi makmum dengan suara keras seperti ini adalah suatu perkara yang
diada-adakan dalam agama (alias: bidah) dan bidah adalah suatu hal yang
terlarang berdasarkan sabda nabi shallallahu alaihi wa sallam,

َ ‫ث فِى َأ َ ْم ِرُنَا َهُذَا َما لَي‬


‫ْس مِ ْنهُ فَ ُه َو ََرد‬ َ َ‫َم ْْن َأَحْ ُد‬

"Barangsiapa yang mengada-ada suatu perkara dalam agama ini yang tidak
ada landasan dalam agama ini, maka amalannya tertolak" (HR. Bukhari dan
Muslim)
Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik. Shalawat dan salam kepada nabi
kita Muhammad, pengikut, dan sahabatnya.
Yang menandatangani fatwa ini :
Ketua Lajnah Ad Daimah: Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Dalam fatwa Lajnah yang lain (no. 11317) dijelaskan bahwa makmum tidak
perlu menjaherkan (mengeraskan) bacaan takbirnya. Makmum cukup bertakbir
dengan suara yang dapat didengarnya sendiri, dengan menggerakkan bibirnya.
Begitu juga dengan orang yang shalat sendirian (munfarid), dia tidak perlu
menjaherkan takbirnya.

Nanda yuan
1. Bagaimana sikap makmum yng terlanjur sujud padahal imam membaca
doa qunut ?

‫به ليؤتم اُلمام جعل إنما‬

“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti.” (HR.Al-Bukhari dan Muslim).


Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
‫لم يقنت ال كان وإن بعده أو الركوغ قبل قنت سواء معه قنت الوتر أو الفجر في يقنت بمن المأموم اقتدى إذا وكذلك‬
‫ واالئتالف االتفاق ألجل فتركه يستحبونه ال والمأمومون شيء استحباب يرى اُلمام كان ولو معه يقنت‬: ‫قد كان‬
‫أحسن‬

“Dan demikian pula jika makmum di belakang imam yang berqunut shubuh atau
witir maka dia juga berqunut, sama saja apakah qunutnya sebelum ruku’ atau
setelahnya, kalau imam tidak berqunut maka makmum juga tidak berqunut, dan
seandainya imam berpendapat mustahabnya sebuah amalan, dan makmum
tidak berpendapat demikian maka jika imam meninggalkan amalan tersebut
untuk mewujudkan kesepakatan dan kerukunan sungguh dia telah berbuat
baik.” (Majmu Al-Fatawa 22/267-268).
Beliau juga berkata:

‫يقنت لم القنوت ترك وإن معه قنت قنت فاذا االجتهاد فيه يسوغ فيما إمامه يتبع أن للمأموم ينبغى ولهذا‬

“Oleh karena itu seyogyanya bagi seorang makmum mengikuti imam di dalam
perkara yang boleh di dalamnya berijtihad, kalau imam qunut maka dia qunut,
kalau imam meninggalkan qunut maka dia tidak qunut.” (Majmu Al-Fatawa
23/115)
Jadi sebaiknya makmum tersebut berdiri kembali ketika makmum membaca
doa qunut.

Diana
1. Mana yang lebih baik menjadi imam. Yang lebih dewasa atau yang lebih
fasih bacaannya ?

Yang paling berhak menjadi imam shalat adalah orang yang paling
bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya, yang mengetahui hukum-
hukum shalat. Kalau kemampuannya setara, maka dipilih yang paling dalam
ilmu fiqhnya. Kalau ternyata kemampuannya juga setara, maka dipilih yang
paling dulu hijrahnya. Kalau ternyata dalam hijrahnya sama, maka dipilih yang
lebih dulu masuk Islam. Dasarnya adalah hadits berikut,
Abu Mas’ud Al-Anshari Radhiallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu
Alaihi Wasallam telah bersabda,

ِ‫َّللاِ فَِإ ِ ْن كَاُنُوا فِي ْالق َِرا َءة‬ َّ ‫ب‬ ِ ‫ْسلَّ َم يَ ُؤ ُّم ْالقَ ْو َم َأ َ ْق َر ُؤ ُه ْم ِل ُِكت َا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫َّللا‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫ْسو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫اَري ِ قَا َل قَا َل ََر‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ع ْْن َأَبِي َم ْسعُود ْاْل َ ُْن‬ َ
ْ
‫ْس َوا ًء فَأ َ ْقُدَ ُم ُه ْم ْسِل ًما َو ََل يَ ُؤ َّم َّْن‬ ْ
َ ِ‫ْس َوا ًء فَأ َ ْقُدَ ُم ُه ْم هَِجْ َرة ً فَِإ ِ ْن كَاُنُوا فِي ال ِهَجْ َرة‬ َ ‫سنَّ ِة‬ ُّ ‫سنَّ ِة فَِإ ِ ْن كَاُنُوا فِي ال‬ ُّ ‫ْس َوا ًء فَأ َ ْعلَ ُم ُه ْم بِال‬َ
‫علَى ت َ ُْك ِر َمتِ ِه ِإ ََّل ِبِإ ِ ْذُنِ ِه‬ َ ‫ْس ْل‬
َ ‫طاُنِ ِه َو ََل َي ْقعُ ُْد فِي َب ْيتِ ِه‬ ُ ‫الر ُج َل فِي‬ َّ ‫الر ُج ُل‬ َّ

Dari Abu mas’ud Uqbah bin Amru Al Anshari Radhiallahu Anhu bahwasanya
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Yang mengimami sebuah kaum
adalah orang yang paling bisa membaca (aqra’) Al Qur’an. Jika mereka sama
dalam hal bacaan Al Qur’an, maka yang mengimami adalah orang yang lebih
tahu tentang as sunah. Jika mereka sama dalam hal as sunah, maka yang
mengimami adalah orang yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka sama dalam
hal hijrah, maka hendaklah yang mengimami adalah yang lebih dahulu masuk
Islam. Janganlah seorang (tamu) mengimami orang lain (tuan rumah dll) yang
berkuasa (di rumahnya, di masjidnya, di majlisnya dll-edt), dan janganlah
seorang (tamu) duduk di kursi yang dikhususkan untuk tuan rumah kecuali bila
tuan rumah mengizinkannya”.(HR. Muslim, Kitab Al Masaajid, Bab Man Ahaqqu
Bil Imamah)
Dalam lafazh yang lain,

‫ْس َوا ًء فَ ْل َي ُؤ َّم ُه ْم َأ َ ْك َب ُر ُه ْم ِْسنًّا‬ َ ‫فَِإ ِ ْن كَاُنُوا فِي ْال ِه‬


َ ‫َجْر ِة‬

“ …Jika mereka sama dalam hal hijrah, maka hendaklah yang mengimami
adalah yang lebih tua usianya”. (HR. Muslim)

Tri Arianti
1. Bagaimana imam yang telah ditepuk pundaknya tapi dia tetap munfarid ?

Menurut sumber yang kami dapat dan kami rangkum. Menepuk pundak
itu bukan hal yang disepakati oleh semua orang, sehingga salah-salah bisa
melahirkan salah tafsir dari si imam. Tidak tertutup kemungkinan orang itu tidak
tahu isyarat tepuk pundak ini, sehingga dia menganggap tepukan itu justru
gangguan atau peringatan bahaya, lalu dia menyingkir atau malah
membatalkan shalatnya, atau yang paling parah adalah dia balas menepuk
kepada makmum. (Ustad Ahmad Sarwat, Lc.)
Tidak ada ketentuan harus menepuk bahu, tapi setidaknya harus ada isyarat
tertentu yang menunjukkan pada orang itu bahwa dia imam dan kita adalah
makmumnya. Menepuk atau tidak menepuk tidak ketentuan yang penting dia
tahu. Sementara itu untuk shalat jamaah di masjid maka yang paling utama
adalah mengikuti jama’ah utama yaitu jama’ah yang pertama kali terbentuk
dengan imam rawatib ( imam tetap di masjid tsbt).

2. Bagaimana makmum wanita memberi isyarat kepada imam laki-laki bila


ingin bergabung berjamaah ?

Bila makmum yang datang adalah seorang perempuan, tidak mengapa


bila dia ikut mengerjakan shalat di belakang imam laki-laki dengan
menyentuh bahu atau lengan imam tersebut sebagai isyarat. Hal ini
diperbolehkan jika perempuan tersebut adalah mahram bagi si imam.
Bila makmum perempuan bukanlah mahram bagi laki-laki yang sedang
mengerjakan shalat, hendaknya perempuan tersebut mengerjakan shalat
secara sendiri. Inilah pendapat madzhab Syafi’i dan jumhur (mayoritas) ulama.

Kaofan Nahar
1. Bolehkah shalat jama’ qashar dilakukan secara berjamah ?

Boleh dilaksanakan dengan berjaamaah asalkan adanya kesepakatan antara


imam dengan makmum bahwa ingin melaksanakan sholat jama qasar
berjamah.
Jumhur Ulama’ berpendapat tdk dibolehkan apabila seorang makmum
melakukan shalat jama’ sedangkan imamnya tidak berniat jama’, walaupun
secara jumlah rakaatnya sama.

2. Jika ada anak yang belum baligh ikut shalat Jumat. Bagaimana kewajiban
shalat dhuhurnya ?

Sebenarnya jika orang belum baligh itu tidak melaksanakn sholat pun
tidak apa-apa tetapi jika dilaksanakan mendapatkan pahala
Hadits Dari ThariqIbnuSyihab, kitabShalat, babshalatjum’athadits No. 494

‫ع ٍة‬
َ ‫سل ٍِم فِي َج َما‬ ْ ‫علَى ك ُِل ُم‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ ( ا ْل ُج ُمعَةُ حَقٌّ َو‬:َ‫ّللَاِ صلى هللا عليه وسلم قَال‬
ٌ ‫اج‬ َّ َ ‫سو َل‬ُ ‫ب; أَنَّ َر‬ ٍ ‫شهَا‬ِ ‫ق ب ِْن‬ ِ ‫ط ِار‬َ ‫َوع َْن‬
َ
ُ‫ َوأ ْخ َر َجه‬. ِ ‫ق ِمنَ اَلنَّبِي‬
ٌ ‫ط ِار‬ ْ َ‫ لَ ْم ي‬:َ‫ َوقَال‬,َ‫َاود‬
َ ‫س َم ْع‬ َ
ُ ‫ َو َم ِريضٌ ) َر َواهُ أبُو د‬,‫صبِ ٌّي‬ ً
َ ‫ َو‬,ٌ‫ َواِ ْم َرأة‬, ٌ‫ َم ْملُوك‬:‫إِ ََّّل أ َ ْربَعَة‬
َ
َ ‫ُور ع َْن أ َ ِبي ُمو‬
ٍ ‫سى‬ ِ ‫ق ا َ ْل َم ْذك‬ َ ‫ا َ ْلحَا ِك ُم ِم ْن ِر َوايَ ِة‬
ٍ ‫ط ِار‬

Artinya:
“Dari Thariq Ibnu Syihab bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Sholat Jum'at itu hak yang wajib bagi setiap Muslim dengan
berjama'ah kecuali empat orang, yaitu: budak, wanita, anak kecil, dan orang
yang sakit." Riwayat Abu Dawud. Dia berkata: Thoriq tidak mendengarnya dari
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dikeluarkan oleh Hakim dari riwayat Thariq
dari Abu Musa.”

Aessy
1. Bagi wanita lebih baik Shalat di masjid berjamaah atau di rumah tapi
munfarid ?

Jamaah wanita dan khuntsa di rumah lebih baik dari pada jamaah di
masjid. (Mughnil Muhtaj)

‫المسجد حضور الهيئات لذوات ويكره‬

Makruh bagi wanita yang "menarik" hadir di masjid. (Mughnil Muhtaj)

‫ واصحهما‬... ‫تركها لهن يكره فال الرجال حق في كتا ٔكدها حقهن في تتا ٔكد ال‬

Pendapat yang lebih shahih terkait kesunnahan jamaah bagi wanita, tidak
dikuatkan kesunnahan jamaah bagi wanita seperti dikuatkannya bagi lelaki,
maka tidak makruh bagi wanita meninggalkan jamaah . (AlMajmu').
Dengan pertimbangan di atas, maka :
1. Shalat wanita di rumah secara berjamaah lebih baik dari shalat di masjid
meski berjamaah, ini berlaku bagi setiap jenis wanita (tua/muda/dsb)
2. Shalat wanita muda di rumah lebih utama dari di masjid meski di rumah
sendirian dan di masjid jamaah, karena makruh hadirnya wanita muda
di masjid sedang ia tidak makruh meninggalkan jamaah.
3. Shalat wanita tua di masjid berjamaah lebih utama dari shalat sendiri di
rumah karena ia tidak makruh hadir di masjid dan sunnah jamaah.

EndahNurShinta
1. Laki-laki yang menjadi imam dan semua makmumnya perempan,
melakukan sholat berjamaah hukumnya bagaimana?

Diperbolehkan misal gini bila 1 cowo itu mau sholat kemudian sebelum
iya sholat iya melihat ada wanita yang ingin menjadi imam kemudian wanita itu
mengatakan kepada sang cowo bahwa ia mau menjadi makmum itu
diperbolehkan. Tpi jika hanya dua orang jawaban nya sama dengn pertanyaan
saudari Tenia yang mana bukan mahramnya tadi. Tapi jika si wanita masbuk
ingin bergabung jawaban nya sama dengan saudari Tri Arianti.

Dewi Awalul
1. Dalil membaca Subhanallah keika Imam melakukan kesalahan.

Kesalahan dalam gerakan yang dilakukan oleh imam -seperti kelebihan


raka’at- maka cara membetulkannya adalah dengan penyebutan subhanallah
oleh makmum. Sedangkan kesalahan atau lupa membaca potongan ayat Al-
Quran oleh imam, maka cara memberitahukannya adalah dengan
mengucapkan bacaan yang benar. Dan tidak perlu si makmum berkata, wahai
imam, anda salah karena kita sekarang ini sudah raka’at keempat. Mengapa?
Karena ungkapan itu tidak lain adalah ‘percakapan’, yang apabila dilakukan,
maka akan membatalkan shalat. Sedangkan bacaan makmum membetulkan
bacaan imam tidak masuk dalam ‘percakapan’ karena si makmum hanya
membaca ayat Al-Qur’an.

# “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat, lalu beliau


mengalami kekeliruan dalam membaca ayat Al-Qur’an. Tatkala selesai beliau
bersabda kepada Ubay:
“Apakah engkau tadi shalat bersamaku?” Jawabnya: “Ya.” Sabdanya:
(“Mengapa engkau tidak mau [membetulkan kekeliruanku])?” (HR. Abu Dawud,
Ibnu Hibban, Thabarani, Ibnu ‘Asakir dan Adh-Dhiya, hadits shahih)
Jadi pembetulan dan koreksi hanya berlaku pada bacaan ayat Al-Quran,
sedangkan pada gerakan maka cukup dengan membaca subhanallah.

Lutfi
1. Sah atau tidak bila melirik gerakan imam ketika shalat ?

Dalam fatwa Lajnah Daimah juga dinyatakan:


Menoleh hukumnya makruh ketika shalat dan mengurangi pahala shalat. Hanya
saja orang yang menoleh ketika shalat, tidak wajib mengulangi shalatnya.
Karena terdapat hadis shahih lainnya yang menunjukkan bolehnya menoleh
(ketika shalat) jika ada kebutuhan. Dari sini disimpulkan bahwa menoleh tidak
membatalkan shalat. (Majmu’ Fatawa Lajnah, 7:27).
Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau bercerita :

‫ فَ ْالتَفَتَ ِإلَ ْينَا فَ َرآُنَا‬، ُ‫يره‬ َ َّ‫صلَّ ْينَا َو ََرا َءهُ َوه َُو قَا ِعُدٌ َوَأَبُو بَ ُْكر يُسْمِ ُع الن‬
َ ‫اس ت َ ُْك ِب‬ َ َ‫ْسلَّ َم ف‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫ْسو ُل‬ ُ ‫ا ْشتَُكَى ََر‬
‫ص َالتِ ِه قُعُودًا‬ ‫ب‬
َ ِ َ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ي‬
ْ َّ ‫ل‬‫ص‬ َ ‫ف‬ ، ‫َا‬ ‫ُن‬ ْ
‫ُد‬‫ع‬
َ َ ‫ق‬َ ‫ف‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫ي‬ْ َ ‫ل‬ِ َ ‫قِ َيا ًما فَأَش‬
‫إ‬ ‫َاَر‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit dan kami shalat di belakang


beliau. Beliau shalat dengan duduk, sementara Abu Bakar mengeraskan takbir
beliau agar didengar semua jamaah. Tiba-tiba beliau menoleh ke kami, dan
beliau lihat kami shalat dengan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada
kami (untuk duduk) dan kami pun duduk. Akhirnya kami menjadi makmum
beliau sambil duduk. (HR. Muslim no. 431)

2. Bagaimana jika shalat dalam kondisi mengantuk ?

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda,

‫ِس َلَ يَُد َِْرى لَعَلَّهُ يَ ْست َ ْغف ُِر‬


ٌ ‫صلَّى َوه َُو ُنَاع‬
َ ‫ فَِإ ِ َّن َأ َ َحُدَ ُك ْم إِذَا‬، ‫ع ْنهُ النَّ ْو ُم‬ َ ‫صلِى فَ ْليَ ْرقُ ُْد َحتَّى يَ ُْذه‬
َ ‫َب‬ َ ُ‫س َأ َ َحُدُ ُك ْم َوه َُو ي‬ َ َ‫إِذَا ُنَع‬
ُ ‫سه‬ ْ
َ َ‫فَيَسُبَّ ُن‬
‫ف‬

“Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam


shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena
jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan
mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi
ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 212 dan Muslim
no. 786).
Imam Nawawi menjelaskan, “Hadits di atas mengandung beberapa
faedah. Di antaranya, dorongan agar khusyu’ dalam shalat dan hendaknya
tetap terus semangat dalam melakukan ibadah. Hendaklah yang dalam
keadaan kantuk untuk tidur terlebih dahulu supaya menghilangkan kantuk
tersebut. Kalau dilihat ini berlaku umum untuk shalat wajib maupun shalat
sunnah, baik shalat tersebut dilakukan di malam maupun siang hari. Inilah
pendapat madzhab Syafi’i dan jumhur (mayoritas) ulama.
Akan tetapi shalat wajib jangan sampai dikerjakan keluar dari waktunya. Al
Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa Imam Malik dan sekelompok ulama memaksudkan
hadits tersebut adalah untuk shalat malam. Karena shalat malam dipastikan
diserang kantuk, umumnya seperti itu.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 67-68).

Ikhda
1. Bagaimana posisi imam wanita ketika mengimami jamaah wanita berikan
dalilnya.
Posisi imam wanita ketika mengimami jamaah wanita adalah di tengah-
tengah shaf wanita yang pertama, sejajar dengan shaf tersebut, tidak menjorok
ke depan. Hal ini berdasarkan pada atsar sahabat yang datang dari Aisyah dan
Ummu Salamah dimana beliau berdua pernah mengimami wanita dengan
posisi di tengah sejajar dengan shaf pertama. Maka hendaklah wanita
muslimah meniru apa yang mereka lakukan karena sebaik-baik generasi
adalah generasi sahabat. Apalagi tidak diketahui ada sahabat yang lain yang
menyelisihi.

Pertama: Atsar Aisyah radhiyallahu 'anha:

‫مكتوبة صالة في بينهن وقامت أمتهن عائشة أن الحنفية ريطة عن‬

"Dari Raithah Al-Hanafiyyah bahwasanya Aisyah mengimami para wanita dan


beliau berdiri diantara mereka dalam shalat fardhu" . (Diriwayatkan oleh
Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf 3/141, dan Al-Baihaqy di dalam As-Sunan
Al-Kubra 3/131 , sanad hadist ini dishahihkan oleh Imam An-Nawawy di Al-
Majmu 4/199)

Kedua : Atsar Ummu Salamah radhiyallahu 'anha:

‫وسطا فقامت أمتهن أنها عنها هللا رضي سلمة أم عن حجيرة عن‬

"Dari Hujairah bahwasanya Ummu Salamah mengimami para wanita, maka


beliau berdiri di tengah " (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-
Mushannaf 2/514 no: 4986 dan Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 3/140 , dan
Asy-Syafi'I dalam Musnad hal: 53 , dan dishahihkan sanadnya oleh An-nawawy
di Al-Majmu 4/199)

Berkata Ibnu Juraij (wafat tahun 150 H atau setelahnya):


"Seorang wanita mengimami para wanita tanpa berada di depan mereka, akan
tetapi berdiri sejajar dengan mereka baik dalam shalat fardhu atau sunnah"
(Lihat Mushannaf Abdurrazzaq 3/140)

Berkata Ma'mar bin Rasyid (wafat tahun 154 H):


"Seorang wanita mengimami wanita lain di bulan Ramadhan, berdiri bersama
mereka di dalam shaf (Lihat Mushannaf Abdurrazzaq 3/141)

Dan inilah yang menjadi fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz, beliau berkata:

‫األول الصف في وسطهن تقف وإمامتهن‬

"Dan imam wanita mereka (para wanita) berdiri di tengah-tengah mereka pada
shaf yang pertama (Majmu Fatawa Bin Baz 12/77)

Demikian pula Al-Lajnah Ad-Daimah, mereka berkata:


‫األول الصف في وسطهن في إمامتهن وتكون‬

"Dan imam mereka (para wanita) di tengah-tengah mereka di shaf yang


pertama" (Fatawa Al-Lajnah Ad-daimah 8/213).
Sebagian ulama menyebutkan bahwa diantara hikmah imam wanita berada di
tengah-tengah shaf pertama adalah lebih tertutup dan tidak terlihat. (Lihat Jami'
Ahkamin Nisa, Mushtafa Al-Adawy 1/350) Wallahu ta'ala a'lam.

Frizna
1. Perempuan makmum membaca kata amin boleh kencang atau tidak?

Imam asy-Syafi’i dalam al-qaulul jadid (pendapat baru) berkata,


“Sesungguhnya makmum tidak boleh membaca aamiin dengan suara keras.”
Nash ini terdapat dalam al-Umm (halaman 1/65), “Bila imam telah selesai dari
membaca Ummul Kitab, maka dia mengucapan aamiin, dan dengan
meninggikan suaranya, agar diikuti oleh orang-orang yang ada dibelakangnya.
Bila imam telah mengatakannya, para makmum bersamanya mengatakannya
juga dan hendaklah mereka memperdengarkannya untuk dirinya sendiri saja.
Aku tidak suka mereka mengeraskan suara karenanya. Bila mereka tetap
melakukannya, maka tidak ada dosa atas mereka.”
Dengan pendapat ini, kami berpegang insya Allah SWT, berdasarkan dalil-dalil
sebelumnya. Demikian pula tidak ada seorang pun dari perawi-perawi yang
meriwayatkan tentang Rasulullah saw yang mengatakan aamiin dengan suara
keras, yang menukilkan kepada kita bahwa para sahabat mengeraskan suara
dengan mengucapkan aamiin di belakang Rasulullah saw. Seandainya para
sahabat telah melakukan hal itu, maka mereka pasti menukilkan hal itu kepada
kita. Apalagi mengatakan aamiin dengan suara keras adalah bertentangan
dengan hukum asalnya. Allah SWT berfirman yang dalam bahasa Indonesianya
adalah, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang
lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
(Surat al-A’raaf : 55)
Dengan demikian, kita tidak boleh keluar dari hukum asal ini, kecuali dengan
dalil shahih.
Sesungguhnya kami telah men-takhrij hadits Rasulullah saw yang
berkenaan dengan imam mengucapkan aamiin dengan suara, karena hal itu
telah menjadi ketetapan dari Rasulullah saw. Maka hukumnya bagi makmum
tetap berada dalam hukum asal (dengan suara lembut/rendah). Allah SWT
yang Maha Memberikan Taufik.
Dalam fatwa Lajnah Daimah juga dinyatakan:
Menoleh hukumnya makruh ketika shalat dan mengurangi pahala shalat. Hanya
saja orang yang menoleh ketika shalat, tidak wajib mengulangi shalatnya.
Karena terdapat hadis shahih lainnya yang menunjukkan bolehnya menoleh
(ketika shalat) jika ada kebutuhan. Dari sini disimpulkan bahwa menoleh tidak
membatalkan shalat. (Majmu’ Fatawa Lajnah, 7:27).
Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan bolehnya menoleh ketika shalat
ketika ada kebutuhan, diantaranya:
a. Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau bercerita:
‫ فَ ْالتَفَتَ إِلَ ْينَا‬، ُ‫يره‬ َ َّ‫صلَّ ْينَا َو ََرا َءهُ َوه َُو قَا ِعُدٌ َوَأَبُو بَ ُْكر يُسْمِ ُع الن‬
َ ِ‫اس ت َ ُْكب‬ َ َ‫ْسلَّ َم ف‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ا ْشتَُكَى ََر‬
َّ ‫ْسو ُل‬
ُ
‫صالتِ ِه قعُودًا‬ َ َّ
َ ِ‫صل ْينَا ب‬ َ
َ َ‫ ف‬، ‫َاَر إِل ْينَا فَقَعَ ُْدُنَا‬ َ
َ ‫فَ َرآُنَا قِيَا ًما فَأش‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit dan kami shalat di


belakang beliau. Beliau shalat dengan duduk, sementara Abu Bakar
mengeraskan takbir beliau agar didengar semua jamaah. Tiba-tiba
beliau menoleh ke kami, dan beliau lihat kami shalat dengan berdiri.
Lalu beliau memberi isyarat kepada kami (untuk duduk) dan kami pun
duduk. Akhirnya kami menjadi makmum beliau sambil duduk. (HR.
Muslim no. 431)

Pak joko
1. Batasan makmum masbuk itu rukuk atau al fatihah ?

Pendapat Pertama:
Yaitu pendapat Jumhur Ulama yang menyatakan bahwa seorang makmum
disebut masbuq itu apabila ia tertinggal ruku’ bersama imam. Jika seorang
makmum mendapati imam sedang ruku’, kemudian ia ruku bersama imam,
maka ia mendapatkan satu raka’at dan tidak disebut masbuq. Dan gugurlah
kewajiban membaca surat al-Fatihah.
Dalil-dalil Pendapat Pertama:

‫ع أَد َركَ َمن‬ ُّ ‫الرك َعةَ أَد َركَ فَقَد‬


َ ‫الركو‬ َّ { ‫ داود أبو‬، ‫ رشيد سليمان – اُلسالمي الفقه‬116 }

Artinya: “Siapa yang mendapatkan ruku’, maka ia mendapatkan satu raka’at”.


(HR. Abu Dawud, FIqh Islam-Sulaiman Rasyid : 116)

‫عن‬َ ‫قَا َل عنه هللا رضي ه َري َرة َ أَبِي‬، ‫ سلم و عليه هللا صلّى هللاِ َرسول قَا َل‬: ” ‫صالَةِ ِإلَى ِجئتم ِإذَا‬ َّ ‫ودُسج نَحن َو ال‬
‫الرك َعةَ أَد َركَ َمن َو شَيئا ت َعدُّوها َ الَ َو فَاسجدوا‬
َّ ‫د‬َ ‫ق‬َ ‫ف‬ َ‫ك‬‫ر‬َ ‫د‬َ ‫أ‬ َ ‫ة‬َ ‫ال‬‫ص‬َّ ‫ال‬ “ { ‫رواه‬ ‫أبو‬ ‫داود‬ 1 : 207،‫عون‬ ‫ المعبود‬3
: 145}

Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :


“ Apabila kamu datang untuk shalat, padahal kami sedang sujud, maka
bersujudlah, dan jangan kamu hitung sesuatu (satu raka’at) dan siapa yang
mendapatkan ruku’, bererti ia mendapat satu rak’at dalam sholat (nya)”. ( H.R
Abu Dawud 1 : 207, Aunul Ma’bud – Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 145 )

Pendapat Kedua :
Pendapat ini mengatakan bahwa makmum disebut masbuk apabila ia
tertinggal bacaan surat Al-Fatihah. Ini adalah pendapat segolongan dari ulama.
Diantaranya adalah ucapan Abu Hurairah, diriwayatkan olehImam
Bukhori tentang bacaan al-Afatihah di belakang imam dari setiap pendapat
yang mewajibkan bacaan al-Afatihah di belakang imam. Demikian pula
pendapat Ibnu Khuzaimah, Dhob’i dan selain keduanya dariMuhaddits
Syafi’iyyah kemudian diperkuat oleh Syaikh Taqiyyuddin As-Subki dari Ulama
Mutakhkhirin dan ditarjih oleh al-Muqbili, ia berkata: “Aku telah mengkaji
permasalahan ini dan aku menghimpunnya pada pengkajianku secara fiqih dan
hadits maka aku tidak mendapatkan darinya selain yang telah aku sebutkan
yaitu tidak terhitung raka’at dengan mendapatkan ruku’. (‘Aunul Ma’bud 3:146)
Adapun dalil-dalil pendapat kedua ini, bahwa seorang disebut masbuk apabila
tertinggal bacaan al-Fatihah bukan tertinggal ruku’ adalah:

َّ َ‫ إِن أ َد َركتَ القَو َم ركوعا لَم ت َعت َ َّد بِتِلك‬: ‫عن أَبِي ه َري َرة َ رضي هللا عنه أَنَّه قا َ َل‬
‫ عون‬،‫ { رواه البخاري‬.ِ‫الركعَة‬ َ
‫ {المعبود‬3:147,

Dari Abi Hurairah ra, bahwasanya ia berkata : “ Jika engkau mendapatkan


suatu kaum sedang ruku’, maka tidak terhitung raka’at ”. ( H.R Al-Bukhari,
Aunul Ma’bud 3 : 147 )
Imam Syaukani, berkata: “Telah diketahui sebelumnya bahwa kewajiban
membaca Al-Fatihah itu untuk imam dan makmum pada setiap raka’at. Dan
kami telah menjelaskan bahwa dalil-dalil tersebut sah untuk dijadikan hujjah
bahwa membaca Al-Fatihah itu termasuk syarat sahnya sholat. Maka siapa
saja yang mengira bahwa sholat itu sah tanpa membaca al-Fatihah, ia haruslah
menunjukkan keterangan yang mengkhususkan dalil-dalil tersebut.”
Simpulan

Sholat berjamaah merupakan sholat yang dikerjakan bersama-sama yang minimal


dilakukan oleh dua orang, yang salah seorangnya menjadi imam dan yang lainnya
menjadi makmum.
Sholat berjamaah meskipun hukumnya sunah tetapi sangat ditekankan. Adapun cara
mengerjakannya adalah imam berdiri di depan dan makmum harus mengikuti
perbuatan imam dan tidak boleh mendahuluinya dalam setiap gerakan.
Sholat yang disunahkan berjamaah ialah : ,Sholat fardhu lima waktu, Sholat dua
hari raya, Sholat tarawih dan witir dalam bulan Ramadhan, Sholat minta hujan, Sholat
gerhana matahari dan bulan, sertaSholat jenazah
Syarat-syarat Sholat Berjamaah : Menyengaja (niat) mengikuti imam,Mengetahui
segala yang dikerjakan imam,Jangan ada dinding yang menghalangi antara imam dan
makmum, kecuali bagi perempuan di masjid, hendaklah didindingi dengan kain, asal
ada sebagian atau salah seorang mengetahui gerak-gerik imam atau makmum yang
dapat diikuti, Jangan mendahului imam dalam takbir, dan jangan mendahului atau
melambatkan di du rukun fi’li, Jangan terdepan dari tempatnya imam, Jarak antara
imam dan makmum atau antara makmum dan baris makmum yang terakhir tidak lebih
dari 300 hasta,serta Sholat makmum harus bersesuaian dengan sholat imam, misalnya
sama-sama dzuhur, qashar, jama’ dan sebagainya.
Yang Boleh Menjadi Imam : Laki-laki makmum kepada laki-laki, Perempuan makmum
kepada laki-laki, Perempuan makmum kepda perempuan, Banci makmum kepada laki-
laki, Perempuan makmum kepada banci.
Yang Tidak Boleh Dijadikan Imam : Laki-laki makmum kepada banci, Laki-laki
makmum kepada perempuan, Banci makmum kepada perempuan, Banci makmum
kepada banci, sertaOrang yang fashih (dapat membaca Al-Qur’an dengan baik)
makmum kepada orang yang tidak tahu membaca (yang banyak salah bacaannya).
Makmum Yang Terlambat Datangdisebut masbuq,yaitu orangyang berusaha
bergabung dengan shalat jamaah yang sedang berlangsung dan tidak mendirikan
shalat sendiri.
Landasan Hukum Sholat Berjamaah : Fardhu `ain, Fardhu kifayah, Sunnah
muakkadah.
Posisi Sholat Berjamaah : Posisi bahu, sikut, dan kaki yang saling merapat, dan
diusahakan tidak ada celah. Dalam salat jamaah Muslim diharuskan mengikuti apa
yang telah Nabi Muhammad ajarkan, yaitu dengan merapatkan barisan, antara bahu,
lutut dan tumit saling bertemu, dilarang saling renggang (berjauhan) antara yang lain.
Adab Shalat Berjamaah di Masjid : Memilih Pakaian yang Bagus, Tidak Lewat di
depan orang yang sedang shalat, Melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk,
Menghadap sutrah ketika shalat, Menjawab panggilan adzan, Tidak keluar dari masjid
tanpa udzur, Memanfaatkan waktu antara adzan dan iqomah, Jika iqamah telah
dikumandangkanraihlah shaf yang utama, Merapikan barisan shalat, Jangan
mendahului gerakan imam, Berdoa ketika keluar masjid, dll.
HukumShalat berjamaah adalahwajib atas setiap muslim yang mukallaf, laki-laki yang
mampu, untuk shalat lima waktu, baik dalam perjalanan maupun mukim, dalam
keadaan aman, maupun takut.
Dalam melaksanakan sholat berjamaah terdapat banyak keutamaannyaapabilabenar-
benarmelaksanakansholatdenganniat ikhlas karena mengharap ridho Allah semata.
Daftar Pustaka

Drs. Moh. Rifa’i. Penerbit : PT. KARYA TOHA PUTRA Semarang.

Artikelwww.muslim.or.id

http://www.lampuislam.org/2013/10/hukum-dan-keutamaan-shalat-berjamaah.html

http://tuntunanislam.com/keutamaan-tatacara-shalat-berjamaah/

http://islamqa.info/id/65783

https://id.wikipedia.org/wiki/Salat_berjamaah

Penulis: Adika Mianoki Artikel www.muslim.or.id

http://www.lampuislam.org/2013/10/hukum-dan-keutamaan-shalat-berjamaah.html

https://abufawaz.wordpress.com/2014/09/18/keutamaan-sholat-berjamaah-selama-40-
hari-berturut-turut-tanpa-terlewatkan-takbirotul-ihrom-bersama-imam/Oleh: Muhammad
Wasitho Abu Fawaz

You might also like