Professional Documents
Culture Documents
BAB IV
SEMIKONDUKTIVITAS
10 −6 − 10 4 Ω −1 m −1 , dan celah energinya lebih kecil dari 6 eV. Bahan Semikonduktor dapat berupa bahan
murni atau bahan paduan. Beberapa jenis bahan Semikonduktor dan nilai celah energinya diberikan pada tabel
4.1.
Selain bahan semikonduktor komersial yang ditunjukkan di atas, masih terdapat bahan semikonduktor
lain yang oleh karena masalah teknis sintesisnya dan juga masih dalam taraf penelitian dan pengembangan,
bahan tersebut belum dipakai secara luas. Bahan-bahan yang bersangkutan adalah bahan semikonduktor oksida
dan bahan polimer. Contoh bahan oksida antara lain : CuO, ZnO, Ag2O, PbO, Fe2O3, SnO dan seterusnya,
sedangkan contoh bahan polimer misalnya : poliasetilen, polipirol, politiofen, polianilin dan polimer konduktif
sejenisnya.
Ditinjau dari jenis pembawa muatan yang menghantarkan listrik di dalamnya, bahan semikonduktor
dapat dibedakan menjadi bahan semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik. Bahan semikonduktor intrinsik
merupakan bahan semikonduktor yang tidak mengandung atom-atom takmurnian (impuritas), sehingga hantaran
listrik yang terjadi pada bahan tersebut adalah elektron dan lubang (hole). Sedangkan pada bahan semikonduktor
ekstrinsik, karena mengandung atom-atom pengotor, pembawa muatan didominasi oleh elektron saja atau lubang
saja.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 2
Pita Konduksi
Ec
Celah
EF Pita
elektron
Ev
Pita Valensi
a. b.
Teras atom silikon
Gambar 4.1. Kristal silikon dua-dimensi (a), dan struktur pita energinya (b).
Pada suhu yang lebih tinggi, misalnya pada suhu ruang (300oK), sebagian elektron di pita valensi
memiliki energi yang cukup untuk bertransisi ke pita konduksi. Hasilnya, terdapat elektron pada pita konduksi
dan tercipta lubang pada pita valensi. Terciptanya lubang ini oleh karena terbentuk kekosongan (muatan) sebagai
akibat transisi elektron antar pita, dari valensi ke konduksi. Baik elektron pada pita konduksi maupun lubang
pada pita valensi dapat bergerak bila pada semikonduktor tersebut diberikan medan listrik. Dengan kata lain,
dalam keadaan intrinsik ini (tanpa pengotor) aliran listrik dalam semikonduktor dihantarkan oleh elektron dan
lubang.
Sebelum hantaran listrik pada bahan semikonduktor ini dibahas lebih rinci, berikut ini akan diuraikan
besaran listrik yang umumnya dipakai dalam pengkajian semikonduktor, yaitu mobilitas listrik. Mobilitas listrik
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 3
(µ) menggambarkan mudah tidaknya (kelincahan) gerak pembawa muatan (elektron, lubang) karena adanya
medan listrik. Jika pembawa muatan mengalami medan listrik dengan kuat medan E, maka pembawa muatan
bergerak dengan kecepatan alir Vd menurut hubungan :
V d = µE (4.1)
µ adalah mobilitas listrik dengan satuan (SI) m2 volt-1 det-1. Jika dihubungkan dengan rapat arus listrik :
J = ne v d
= ne µE
= ( ne µ ) E (4.2)
J = σE
σ = ne µ (4.3)
Selanjutnya, karena
ne 2 τ
σ=
m∗
maka :
eτ
µ= (4.4)
m∗
diperoleh ungkapan eksplisit mobilitas dalam kaitannya dengan besaran mikroskopik lainnya (m* dan τ ). Di
sini jelas bahwa mobilitas berbanding terbalik dengan massa efektif pembawa muatan, artinya bila pembawa
muatan besar nilai mobilitas kecil, yang menunjukkan pembawa muatan “tidak lincah”, begitu sebaliknya. Untuk
selanjutnya, mobilitas listrik ini digunakan untuk merumuskan hantaran listrik dalam semikonduktor intrinsik.
Konduktivitas listrik bahan semikonduktor intrinsik dapat dituliskan sebagai berikut :
σ =σ e +σ h (4.5)
dengan σ e dan σ h masing-masing menunjukkan konduktivitas oleh elektron dan lubang (hole), yang memiliki
bentuk :
σ e = en e µ h
(4.6)
σ h = en h µ h
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 4
e muatan/lubang, ne dan nh menyatakan konsentrasi elektron dan lubang, serta µe dan µh menunjukkan
n= ∫ f ( E ) g ( E ) dE
−∞
(4.7)
f(E) adalah fungsi distribusi Fermi - Dirac dan g(E) adalah rapat keadaan elektron/lubang. Dengan menggunakan
persamaan (3.22) dan (3.38) serta menerapkan struktur pita seperti pada gambar 4.1.b., akan didapatkan
konsentrasi elektron (ne) dan lubang (nn) sebagai berikut :
3
2π me *k B T − ( E c − E F ) / k B T
2
ne = 2 e
h2
3 (4.8)
2π mh *k B T − ( E F − E v ) / k B T
2
nh = 2 e
h2
dengan me* dan mh* adalah massa efektif elektron dan lubang, dan Ec, Ev serta EF berturut-turut menyatakan
tingkat energi dasar pita konduktif, tingkat energi puncak pita valensi, dan tingkat energi Fermi dalam struktur
pita.
Selanjutnya, dapat didefinisikan konsentrasi pembawa muatan intrinsik, atau sering disebut konsentrasi
intrinsik (ni) menurut pengungkapan :
3
me* mh* − ( Ec − Ev ) / k B T
2
ni = n e n h = 32π k B T 4 e
2 3 3 3
(4.9)
h
atau dapat ditulis :
ni = CT 2 e − ( Ec − Ev ) / 2 k B T
3
(4.10)
dengan :
3
me* mh*
4
C = ( 32πk B )
3
2
4 (4.11)
h
Besarnya celah energi :
Eg = Ec - Ev (4.12)
sehingga :
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 5
ni = CT 2 e − Eg / 2 k B T
3
(4.13)
Kembali pada perumusan konduktivitas listrik semikonduktif intrinsik di atas, dan dengan menggunakan
persamaan-persamaan tersebut dapat diungkapkan :
σ =σ e +σ h (4.14)
= en e µ e + en h µ h
untuk semikonduktor intrinsik :
n e = nh (4.15)
dan sebagai akibatnya :
E F ≅ 12 (E c − E v )
(4.16)
≈ 12 Eg
Dengan ini persamaan (4.14.) menjadi :
σ = ene ( µ e + µ h )
(4.17)
= Ce ( µ e + µ h ) T e − Eg / 2 k
3
2 BT
dalam selang suhu yang tidak besar di sekitar suhu ruang persamaan (4.17) dapat didekati dengan :
σ ≈ σ o e − Eg / 2 k BT
(4.18)
σo suatu tetapan yang berubah “relatif lambat” terhadap suhu dibandingkan faktor exp (-Eg / kBT). Dari
persamaan terakhir jelas bahwa konduktivitas listrik akan meningkat dengan meningkatnya suhu, dan inilah salah
satu ciri bahan semikonduktor.
yang merupakan elektron kelima dari setiap atom donor (pemberi elektron). Bila atom donor terionisasi (P+ atau
As+), elektron bertransisi dari tingkat donor ke pita konduksi. Di pihak lain, transisi dari pita valensi tetap terjadi
meskipun dalam intensitas yang kecil.
Pita Konduksi
elektron Ec
EF ED
donor
Ev
Pita Valensi
atom donor a. b.
(takmurnian)
Gambar 4.2. Kristal Silikon dengan takmurnian posfor atau arsen (a),
dan pita energinya (b).
Meskipun jumlahnya lebih sedikit transisi ini menghasilkan lubang pada pita valensi. Sementara itu, pada pita
konduksi terdapat elektron yang jumlahnya jauh lebih banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam
semikonduktor tipe-n, elektron sebagai pembawa muatan mayoritas sedangkan lubang merupakan pembawa
muatan minoritas.
Dalam keadaan atom-atom donor telah terionisasi seluruhnya, konsentrasi pembawa muatan :
ne ≈ N D (4.19)
σ ≈ eN D µ e (4.20)
Pita Konduksi
Ec
EF
EA
Ev
Pita Valensi
a. b.
Gambar 4.3. Kristal silikon dengan takmurnian boron dan atau galium (a),
dan struktur pitanya (b).
Energi Fermi bergeser mendekati ke pita valensi karena munculnya tingkat energi akseptor (EA).
Tingkat ini muncul oleh karena adanya kekurangan elektron pada atom impuritas. Bila atom impuritas
terionisasi, atom ini akan mendapatkan elektron dari elektron-elektron terikat pada pita valensi. Oleh karena itu
atom impuritas disebut atom akseptor (penerima elektron). Elektron yang bertransisi ketingkat akseptor
meninggalkan lubang pada pita valensi. Seperti halnya pada semikonduktor tipe-n, elektron juga mungkin
bertransisi ke pita konduksi meskipun dengan probabilitas yang lebih kecil. Dengan mekanisme ini dihasilkan
elektron bebas pada pita konduksi dalam jumlah yang jauh lebih kecil dari pada jumlah lubang pada pita valensi.
Jadi, dalam semikonduktor tipe-p, pembawa muatan mayoritas adalah lubang dan pembawa muatan minoritas
adalah elektron.
Bila atom-atom akseptor terionisasi, tingkat akseptor terisi elektron. Dan bila ionisasi maksimum,
artinya seluruh atom terionisasi maka konsentrasi lubang :
nh ≈ N A (4.21)
σ ≈ eΝ Α µ h (4.22)
Pada suhu yang bertambah terus, semikonduktor ekstrinsik baik tipe-n maupun tipe-p akan berubah
menjadi semikonduktor intrinsik. Hal ini dimungkinkan karena bila suhu meningkat akan terjadi transisi elektron
dari pita valensi ke pita konduksi yang terus-menerus. Akibatnya, konsentrasi intrinsik (ni) akan melebihi
konsentrasi ekstrinsik.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 8
ne
ekstrinsik
ND intrinsik
T
nh
NA
p n
NA
ND
Struktur pita energi bahan sambungan adalah gabungan antara pita energi bahan tipe-n (gambar 4.2) dan
gambar bahan tipa-p (gambar 4.3). Penyambungan ini terjadi dengan prinsip bahwa tingkat Fermi (EF) haruslah
terletak setingkat (lihat gambar 4.6). Sebagai akibat penerapan prinsip tersebut, timbulah potensial sambungan
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 9
(φ ) atau energi potensial sambungan ( eφ ) . Pemberian bias tegangan pada ujung-ujung bahan sambungan akan
meningkatkan atau menurunkan energi potensial sambungan, bergantung arah tegangan bias yang diberikan.
Ecp
eφ
Ecn
EF
Evp
daerah p daerah n
daerah sambungan
Lihat gambar 4.7., tegangan maju akan menurunkan energi potensial sambungan, sehingga arus listrik
(pembawa muatan) dapat menyeberang sambungan. Sebaliknya, untuk tengangan mundur, energi potensial
sambungan bertambah. Akibatnya, pembawa muatan tidak dapat menyeberang sambungan, arus listrik sulit
mengalir. Berdasarkan sifat inilah sambungan p-n berfungsi sebagai penyearah arus (dioda).
Sambungan p-n sebagai dioda memiliki karakteristik hubungan arus (I) dan tegangan (V) seperti pada
gambar 4.8., menurut persamaan :
( )
Ι(V ) = Ι o e eV / k B T − 1 (4.23)
Io adalah kebocoran yang menerobos potensial sambungan pada saat tegangan mundur (V<0), e muatan elektron,
dan T suhu dioda. Dari persamaan dioda ini dapat dirumuskan hambatan-dalam dioda (rd) menurut ungkapan :
1 dΙ(V )
=
rd dv
(4.24)
Ι o e eV / k B T
= e
kBΤ
Tampak bahwa hambatan-dalam dioda ini tidak bernilai tetap, melainkan berubah menurut tegangan yang
diberikan.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-10
V V
p pp n pp n
A A
e(φ-V) e(φ+V)
a. b.
V
Io
a. b.
Berikut akan ditinjau daerah sambungan. Dalam masing-masing bahan, tipe-p dan tipe-n, distribusi
muatan yang dikandungnya terdiri dari muatan positif bebas dan ion negatif statik dalam tipe-p, dan muatan
negatif bebas serta ion positif statik dalam bahan tipe-n. Tepat pada daerah sambungan dan sekitarnya, terjadi
difusi muatan bebas : elektron nenuju tipe-p dan lubang menuju tipe-n. Peristiwa difusi tersebut disertai
terjadinya rekombinasi, yaitu penggabungan elektron dan lubang lalu lenyap. Dengan rekombinasi ini, di sekitar
daerah sambungan tidak ada lagi muatan-muatan bebas, dan yang tertinggal hanyalah ion-ion statik; yaitu ion-ion
dari atom-atom donor dan akseptor. Daerah sambungan dengan ciri yang demikian disebut daerah/lapisan
deplesi. Karena daerah deplesi mengandung muatan positif statik pada salah satu sisi dan muatan negatif pada
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-11
sisi yang lain, maka timbul medan listrik pada daerah deplesi tersebut dan ini dapat dipandang sebagai sebuah
keping sejajar. Dengan demikian daerah deplesi memiliki nilai kapasitansi. Ilustrasi lapisan deplesi ditunjukkan
pada gambar 4.9.
Perhatikan kembali karakteristik arus-tegangan (I-V) dioda terutama dalam keadaan tegangan mundur
(gambar 4.8a). Pada V<0, berapapun nilai V besarnya arus yang mengalir tetap I0. Apakah arus ini akan tetap I0
meskipun nilai V terus diperbesar ke arah negatif ? Apabila beda tegangan mundur telah mencapai nilai tertentu;
elektron-elektron bebas pada tipe-n mempunyai energi kinetik cukup besar yang mampu menumbuk ke luar
elektron-elektron valensi menjadi elektron bebas..
Tipe-p Tipe-n
a. Atom-atom Atom-atom
Akseptor Donor
a.
b.
Lubang elektron
c.
E
d. Í
Lapisan deplesi
Gambar 4.9. Karakteristik daerah sambungan p-n :
a. Skema sambungan p-n
b. Kandungan muatan bebas dan ion-ion dalam setiap tipe bahan
c. Muatan bebas berdifusi dan berekombinasi di daerah muatan dari ion-ion statik atom-
atom donor dan akseptor
d. Lapisan deplesi yang terbentuk dan arah medan listrik (E) yang dihasilkannya.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-12
Terpental
(elektron sekunder)
orbital teras (kulit-penuh)
(a)
inti
elektron bebas
valensi
Pita konduksi
Elektron sekunder
(b)
I
Lubang sekunder
Pita valensi
Vbr
(c)
V
o
Gambar 4.10. a. Elektron bebas yang dipercepat menumbuk elektron valensi atom- atom di daerah
sambungan, menghasilkan elektron sekunder
b. Struktur pita energi yang dihasilkan
c. Karakteristik I-V pada tegangan mundur, arus membesar pada Vbr.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-13
Elektron ini disebut elektron sekunder, untuk membedakan dengan elektron bebas yang memang sudah ada
sebelumnya (gambar 4.10a). Elektron sekunder yang menuju pita konduksi (menjadi elektron bebas)
meninggalkan lubang sekunder pada pita valensi dalam struktur pita energinya (gambar 4.10b). Dengan
terciptanya pembawa muatan sekunder ini akan meningkatkan arus listrik dalam dioda pada keadaan tegangan
mundur. Keadaan ini memberikan karakteristik I-V seperti pada gambar 4.10c. Tegangan yang menyebabkan
keadaan ini terjadi disebut tegangan “break-down” (Vbr). Atau disebut juga tegangan “peak-inverse-voltage”
(Vpiv). Dioda yang dibuat dengan nilai Vbr tertentu disebut dioda zener.
elektron E eφ
k T N N (4.25)
φ = B ln A D
e n2
i
1
(4.26)
2εε o 1
2
1
d = + φ
e NA ND
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-14
dengan NA, ND dan ni adalah konsentrasi atom akseptor, konsentrasi atom donor dan konsentrasi pembawa
muatan intrinsik. Sedangkan ε dan εo adalah permitivitas listrik bahan semikonduktor dan ruang hampa. Sebagai
contoh, untuk bahan germanium (Ge) dengan NA = ND = 1019 cm-3 dan ni = 1012 cm-3, pada suhu ruang (300oK)
memberikan φ = 0,805 volt dan d = 120 angstrom.
Dioda terowongan mempunyai karakteristik arus-tegangan (I-V) seperti pada gambar 4.12. Efek
terowongan terjadi pada daerah tegangan 0<V<V2 dan V<0. Sedangkan pada V>V2 terjadi peristiwa difusi.
Mekanisme terobosan dan difusi sehingga menghasilkan kurva I-V seperti pada gambar 4.12 ditunjukkan pada
gambar 4.13.
I1
I2
o
V
V1 V2
Ec
EF Í
V=0 V1<V<V2
Terobosan
EV
V > V2
Í Difusi
0<V<V1
Terobosan
Í
V = V1
V<0
Terobosan
Terobosan
Gambar 4.13. Mekanisme efek terobosan bergantung pada besarnya tegangan bias.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-15
f = (φ + V ) (4.27)
4πeN o L
dengan No = /NA-ND/. Jadi, ferkuensi gelombang listrik dalam rangkaian dikendalikan oleh tegangan dioda (V).
Dioda varaktor banyak digunakan sebagai modulator frekuensi, penstabil osilator dan konverter frekuensi.
I amb
NDC
V
V ambang
10
GaAs 3
n
1
L
0,3 L (x10-2 cm)
1 3 10 30
Gambar 4.15. Frekuensi gelombang mikro dioda Gunn sebagai fungsi panjangnya.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-16
hν
hν
daerah-p daerah-n
Daerah
aktif
Transisi elektron akan terjadi bila dipicu oleh sinyal listrik (elektron) dan diikuti oleh transisi elektron-elektron
lain yang ada di pita konduksi sehingga terjadi mekanisme penguatan. Dengan kata lain, transisi antar pita ini
menimbulkan radiasi gelombang elektromagnet yang diperkuat (laser).
Untuk menjaga agar transisi yang menghasilkan laser terus berlangsung maka harus diberikan elektron
dari arah kanan (pita konduksi tipe-n) dan lubang dari arah kiri (pita valensi tipe-p). Aliran elektron dan lubang
ke daerah sambungan ini dilakukan oleh rangkaian luar yang dipasang. Laser terpancar dari daerah aktif
(sambungan) seperti pada gambar 4.17. Sedangkan daerah panjang gelombang laser yang dihasilkan bergantung
pada bahan semikonduktor yang dipakai, lihat tabel 4.2.
Tabel 4.2. Beberapa bahan semikonduktor laser dan panjang gelombang laser yang dihasilkan.