You are on page 1of 16

BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 1

BAB IV
SEMIKONDUKTIVITAS

4.1. BAHAN SEMIKONDUKTOR


Bahan-bahan yang mempunyai sifat semikonduktif umumnya memiliki konduktivitas listrik antara

10 −6 − 10 4 Ω −1 m −1 , dan celah energinya lebih kecil dari 6 eV. Bahan Semikonduktor dapat berupa bahan
murni atau bahan paduan. Beberapa jenis bahan Semikonduktor dan nilai celah energinya diberikan pada tabel
4.1.

Tabel 4.1. Bahan Semikonduktor dan Nilai Celah Energinya.


Bahan Celah Energi (eV) Bahan Celah Energi (eV)
Golongan IV Golongan III-V
Si 1,11 Ga As 1,40
Ge 0,67 Ga P 2,24
Sn 0,08 Ga Sb 0,77
In As 0,33
In P 1,29
In Sb 1,16
Golongan II-VI Golongan IV-VI
CdS 2,40 Pb S 0,40
Zn Te 2,26
Zn S -
Cd Te -
Cd Se -

Selain bahan semikonduktor komersial yang ditunjukkan di atas, masih terdapat bahan semikonduktor
lain yang oleh karena masalah teknis sintesisnya dan juga masih dalam taraf penelitian dan pengembangan,
bahan tersebut belum dipakai secara luas. Bahan-bahan yang bersangkutan adalah bahan semikonduktor oksida
dan bahan polimer. Contoh bahan oksida antara lain : CuO, ZnO, Ag2O, PbO, Fe2O3, SnO dan seterusnya,
sedangkan contoh bahan polimer misalnya : poliasetilen, polipirol, politiofen, polianilin dan polimer konduktif
sejenisnya.
Ditinjau dari jenis pembawa muatan yang menghantarkan listrik di dalamnya, bahan semikonduktor
dapat dibedakan menjadi bahan semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik. Bahan semikonduktor intrinsik
merupakan bahan semikonduktor yang tidak mengandung atom-atom takmurnian (impuritas), sehingga hantaran
listrik yang terjadi pada bahan tersebut adalah elektron dan lubang (hole). Sedangkan pada bahan semikonduktor
ekstrinsik, karena mengandung atom-atom pengotor, pembawa muatan didominasi oleh elektron saja atau lubang
saja.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 2

4.2. SEMIKONDUKTOR INTRINSIK


Dalam pembahasan ini akan diambil contoh bahan semikonduktor silikon (14Si), meskipun demikian
uraian serupa juga akan berlaku bagi bahan semikonduktor lainnya. Silikon memiliki konfigurasi elektron : 1s2 –
2s2 – 2p6 – 3s2 – 3p2. Ini berarti orbital valensi bagi silikon adalah 3s2 – 3p2 atau disingkat s2p2. Dalam
pembentukan kristal silikon, atom-atom silikon mengalami Hibridisasi orbitan valensi dari s2p2 menjadi sp3; yaitu
sebuah elektron pada orbital S dipromosikan ke orbital P, sehingga sering disebut hibridisasi sp3. Dengan orbital
hibrida sp3, atom-atom silikon berikatan kovalen satu sama lain dengan bilangan koordinasi empat, artinya setiap
atom silikon dikelilingi oleh empat buah atom silikon tetangga terdekat. Keadaan ini menghasilkan kristal yang
berstruktur intan (bangun tetrahedral); lihat kembali Bab I tentang struktur intan.
Pada gambar 4.1. disajikan gambar kristal silikon dalam dua-dimensi. Pada suhu OoK, semua elektron
menempati orbital-orbital ikatan dalam keadaan terikat. Susunan ini memberikan keadaan struktur pita energi
sebagai berikut : Pita Valensi terisi penuh elektron dan Pita Konduksi kosong, sehingga pada bahan
semikonduktor tidak terjadi aliran arus listrik meskipun dikenakan medan listrik padanya.

Pita Konduksi
Ec
Celah
EF Pita
elektron
Ev

Pita Valensi

a. b.
Teras atom silikon

Gambar 4.1. Kristal silikon dua-dimensi (a), dan struktur pita energinya (b).

Pada suhu yang lebih tinggi, misalnya pada suhu ruang (300oK), sebagian elektron di pita valensi
memiliki energi yang cukup untuk bertransisi ke pita konduksi. Hasilnya, terdapat elektron pada pita konduksi
dan tercipta lubang pada pita valensi. Terciptanya lubang ini oleh karena terbentuk kekosongan (muatan) sebagai
akibat transisi elektron antar pita, dari valensi ke konduksi. Baik elektron pada pita konduksi maupun lubang
pada pita valensi dapat bergerak bila pada semikonduktor tersebut diberikan medan listrik. Dengan kata lain,
dalam keadaan intrinsik ini (tanpa pengotor) aliran listrik dalam semikonduktor dihantarkan oleh elektron dan
lubang.
Sebelum hantaran listrik pada bahan semikonduktor ini dibahas lebih rinci, berikut ini akan diuraikan
besaran listrik yang umumnya dipakai dalam pengkajian semikonduktor, yaitu mobilitas listrik. Mobilitas listrik
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 3

(µ) menggambarkan mudah tidaknya (kelincahan) gerak pembawa muatan (elektron, lubang) karena adanya

medan listrik. Jika pembawa muatan mengalami medan listrik dengan kuat medan E, maka pembawa muatan
bergerak dengan kecepatan alir Vd menurut hubungan :
V d = µE (4.1)

µ adalah mobilitas listrik dengan satuan (SI) m2 volt-1 det-1. Jika dihubungkan dengan rapat arus listrik :

J = ne v d
= ne µE
= ( ne µ ) E (4.2)

dan ungkapan terakhir ini dibandingkan dengan hukum Ohm :

J = σE

maka diperoleh rumusan konduktivitas listrik dalam hubungannya dengan mobilitas :

σ = ne µ (4.3)

Selanjutnya, karena

ne 2 τ
σ=
m∗
maka :

µ= (4.4)
m∗

diperoleh ungkapan eksplisit mobilitas dalam kaitannya dengan besaran mikroskopik lainnya (m* dan τ ). Di
sini jelas bahwa mobilitas berbanding terbalik dengan massa efektif pembawa muatan, artinya bila pembawa
muatan besar nilai mobilitas kecil, yang menunjukkan pembawa muatan “tidak lincah”, begitu sebaliknya. Untuk
selanjutnya, mobilitas listrik ini digunakan untuk merumuskan hantaran listrik dalam semikonduktor intrinsik.
Konduktivitas listrik bahan semikonduktor intrinsik dapat dituliskan sebagai berikut :

σ =σ e +σ h (4.5)

dengan σ e dan σ h masing-masing menunjukkan konduktivitas oleh elektron dan lubang (hole), yang memiliki

bentuk :
σ e = en e µ h
(4.6)
σ h = en h µ h
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 4

e muatan/lubang, ne dan nh menyatakan konsentrasi elektron dan lubang, serta µe dan µh menunjukkan

mobilitas elektron dan lubang.


Konsentrasi elektron dan lubang dapat ditentukan berdasarkan perumusan dasar umum yang merupakan
penerapan teori elektron bebas kuantum :

n= ∫ f ( E ) g ( E ) dE
−∞
(4.7)

f(E) adalah fungsi distribusi Fermi - Dirac dan g(E) adalah rapat keadaan elektron/lubang. Dengan menggunakan
persamaan (3.22) dan (3.38) serta menerapkan struktur pita seperti pada gambar 4.1.b., akan didapatkan
konsentrasi elektron (ne) dan lubang (nn) sebagai berikut :
3
 2π me *k B T  − ( E c − E F ) / k B T
2

ne = 2  e
 h2 
3 (4.8)
 2π mh *k B T  − ( E F − E v ) / k B T
2

nh = 2  e
 h2 

dengan me* dan mh* adalah massa efektif elektron dan lubang, dan Ec, Ev serta EF berturut-turut menyatakan
tingkat energi dasar pita konduktif, tingkat energi puncak pita valensi, dan tingkat energi Fermi dalam struktur
pita.
Selanjutnya, dapat didefinisikan konsentrasi pembawa muatan intrinsik, atau sering disebut konsentrasi
intrinsik (ni) menurut pengungkapan :

3
 me* mh*  − ( Ec − Ev ) / k B T
2

ni = n e n h = 32π k B T  4  e
2 3 3 3
(4.9)
 h 
atau dapat ditulis :

ni = CT 2 e − ( Ec − Ev ) / 2 k B T
3
(4.10)

dengan :
3
 me* mh* 
4

C = ( 32πk B )
3
2
 4  (4.11)
 h 
Besarnya celah energi :

Eg = Ec - Ev (4.12)
sehingga :
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 5

ni = CT 2 e − Eg / 2 k B T
3
(4.13)

Kembali pada perumusan konduktivitas listrik semikonduktif intrinsik di atas, dan dengan menggunakan
persamaan-persamaan tersebut dapat diungkapkan :

σ =σ e +σ h (4.14)
= en e µ e + en h µ h
untuk semikonduktor intrinsik :
n e = nh (4.15)
dan sebagai akibatnya :

E F ≅ 12 (E c − E v )
(4.16)
≈ 12 Eg
Dengan ini persamaan (4.14.) menjadi :

σ = ene ( µ e + µ h )
(4.17)
= Ce ( µ e + µ h ) T e − Eg / 2 k
3
2 BT

dalam selang suhu yang tidak besar di sekitar suhu ruang persamaan (4.17) dapat didekati dengan :

σ ≈ σ o e − Eg / 2 k BT
(4.18)

σo suatu tetapan yang berubah “relatif lambat” terhadap suhu dibandingkan faktor exp (-Eg / kBT). Dari

persamaan terakhir jelas bahwa konduktivitas listrik akan meningkat dengan meningkatnya suhu, dan inilah salah
satu ciri bahan semikonduktor.

4.3. SEMIKONDUKTOR EKSTRINSIK


Berbeda dengan semikonduktor intrinsik, pada semikonduktor ekstrinsik jenis pembawa muatan hanya
salah satu saja yang dominan, elektron atau lubang. Semikonduktor ekstrinsik dengan pembawa muatan
mayoritas elektron disebut semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya disebut semikonduktor tipe-p.

4.3.1. Semikonduktor Tipe-n


Pada semikonduktor tipe ini, bahwa intrinsik seperti silikon memerlukan takmurnian atom yang
mempunyai elektron vatensi lebih dari empat. Ini dimaksudkan ada elektron sisa dalam membentuk ikatan dan
dengan demikian elektron tersebut dapat berkonduksi (menjadi elektron bebas). Atom-atom pengatur dalam hal
ini sering dipakai posfor (ρ) atau arsen (As) yang bervalensi lima dalam konsentrasi berorde ppm (= part per
million / bagian dalam sejuta). Pada gambar 4.2. ditunjukkan kristal silikon dengan takmurnian serta pita
energinya.
Dalam gambar tersebut tampak bahwa energi Fermi bergeser mendekati pita konduksi oleh karena
kehadiran tingkat energi donor (ED). Sebelum atom-atom donor terionisasi, tingkat energi donor terisi elektron
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 6

yang merupakan elektron kelima dari setiap atom donor (pemberi elektron). Bila atom donor terionisasi (P+ atau
As+), elektron bertransisi dari tingkat donor ke pita konduksi. Di pihak lain, transisi dari pita valensi tetap terjadi
meskipun dalam intensitas yang kecil.

Pita Konduksi

elektron Ec
EF ED
donor

Ev
Pita Valensi

atom donor a. b.
(takmurnian)

Gambar 4.2. Kristal Silikon dengan takmurnian posfor atau arsen (a),
dan pita energinya (b).

Meskipun jumlahnya lebih sedikit transisi ini menghasilkan lubang pada pita valensi. Sementara itu, pada pita
konduksi terdapat elektron yang jumlahnya jauh lebih banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam
semikonduktor tipe-n, elektron sebagai pembawa muatan mayoritas sedangkan lubang merupakan pembawa
muatan minoritas.
Dalam keadaan atom-atom donor telah terionisasi seluruhnya, konsentrasi pembawa muatan :
ne ≈ N D (4.19)

dengan ND adalah konsentrasi atom donor, dan konduktivitas listriknya :

σ ≈ eN D µ e (4.20)

4.3.2. Semikonduktor Tipe-p


Kebalikan dari semikonduktor tipe-n, pada semikonduktor tipe-p atom-atom yang ditambahkan sebagai
takmurnian adalah atom dengan valensi yang lebih kecil dari empat. Pada gambar 4.3. ditunjukkan kristal silikon
yang mengandung atom takmurnian bervalensi tiga (boron, galium), dan struktur pita yang dihasilkannya.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 7

Pita Konduksi
Ec

EF
EA
Ev
Pita Valensi

Lubang Atom Akseptor


(impuritas)

a. b.

Gambar 4.3. Kristal silikon dengan takmurnian boron dan atau galium (a),
dan struktur pitanya (b).

Energi Fermi bergeser mendekati ke pita valensi karena munculnya tingkat energi akseptor (EA).
Tingkat ini muncul oleh karena adanya kekurangan elektron pada atom impuritas. Bila atom impuritas
terionisasi, atom ini akan mendapatkan elektron dari elektron-elektron terikat pada pita valensi. Oleh karena itu
atom impuritas disebut atom akseptor (penerima elektron). Elektron yang bertransisi ketingkat akseptor
meninggalkan lubang pada pita valensi. Seperti halnya pada semikonduktor tipe-n, elektron juga mungkin
bertransisi ke pita konduksi meskipun dengan probabilitas yang lebih kecil. Dengan mekanisme ini dihasilkan
elektron bebas pada pita konduksi dalam jumlah yang jauh lebih kecil dari pada jumlah lubang pada pita valensi.
Jadi, dalam semikonduktor tipe-p, pembawa muatan mayoritas adalah lubang dan pembawa muatan minoritas
adalah elektron.
Bila atom-atom akseptor terionisasi, tingkat akseptor terisi elektron. Dan bila ionisasi maksimum,
artinya seluruh atom terionisasi maka konsentrasi lubang :

nh ≈ N A (4.21)

NA adalah konsentarsi atom akseptor, dan konduktivitas yang dihasilkannya :

σ ≈ eΝ Α µ h (4.22)

Pada suhu yang bertambah terus, semikonduktor ekstrinsik baik tipe-n maupun tipe-p akan berubah
menjadi semikonduktor intrinsik. Hal ini dimungkinkan karena bila suhu meningkat akan terjadi transisi elektron
dari pita valensi ke pita konduksi yang terus-menerus. Akibatnya, konsentrasi intrinsik (ni) akan melebihi
konsentrasi ekstrinsik.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 8

ne

ekstrinsik
ND intrinsik

T
nh

NA

Gambar 4.4. Konsentrasi pembawa muatan sebagai fungsi suhu.

4.4. PIRANTI SEMIKONDUKTOR


4.4.1. Dioda : Sambungan p-n
Sambungan antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n dapat dibuat dengan berbagai teknik. Pada
dasarnya, keping silikon didifusi dengan atom-atom pengatur dalam fasa gas dari kedua sisi masing-masing
untuk setiap tipe semikonduktor. Distribusi atom pengatur sebagai fungsi jarak dalam bahan semikonduktor
ditunjukkan pada gambar 4.5.

p n

NA
ND

Gambar 4.5. Distribusi konsentrasi atom-atom takmurnian


dalam bahan sambungan tipe p dan n.

Struktur pita energi bahan sambungan adalah gabungan antara pita energi bahan tipe-n (gambar 4.2) dan
gambar bahan tipa-p (gambar 4.3). Penyambungan ini terjadi dengan prinsip bahwa tingkat Fermi (EF) haruslah
terletak setingkat (lihat gambar 4.6). Sebagai akibat penerapan prinsip tersebut, timbulah potensial sambungan
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV- 9

(φ ) atau energi potensial sambungan ( eφ ) . Pemberian bias tegangan pada ujung-ujung bahan sambungan akan

meningkatkan atau menurunkan energi potensial sambungan, bergantung arah tegangan bias yang diberikan.

Ecp

Ecn
EF
Evp

daerah p daerah n

daerah sambungan

Gambar 4.6. Struktur pita energi daerah sambungan p-n

Lihat gambar 4.7., tegangan maju akan menurunkan energi potensial sambungan, sehingga arus listrik
(pembawa muatan) dapat menyeberang sambungan. Sebaliknya, untuk tengangan mundur, energi potensial
sambungan bertambah. Akibatnya, pembawa muatan tidak dapat menyeberang sambungan, arus listrik sulit
mengalir. Berdasarkan sifat inilah sambungan p-n berfungsi sebagai penyearah arus (dioda).
Sambungan p-n sebagai dioda memiliki karakteristik hubungan arus (I) dan tegangan (V) seperti pada
gambar 4.8., menurut persamaan :

( )
Ι(V ) = Ι o e eV / k B T − 1 (4.23)

Io adalah kebocoran yang menerobos potensial sambungan pada saat tegangan mundur (V<0), e muatan elektron,
dan T suhu dioda. Dari persamaan dioda ini dapat dirumuskan hambatan-dalam dioda (rd) menurut ungkapan :
1 dΙ(V )
=
rd dv
(4.24)
Ι o e eV / k B T
= e
kBΤ

Tampak bahwa hambatan-dalam dioda ini tidak bernilai tetap, melainkan berubah menurut tegangan yang
diberikan.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-10

V V

p pp n pp n

A A

e(φ-V) e(φ+V)

a. b.

Gambar 4.7. Pemberian bias tegangan dan pita energi untuk :


a. tegangan maju
b. tegangan mundur.

V
Io

a. b.

Gambar 4.8. a. Karakteristik arus (I) - tegangan (V) dioda


b. simbol dioda dalam rangkaian.

Berikut akan ditinjau daerah sambungan. Dalam masing-masing bahan, tipe-p dan tipe-n, distribusi
muatan yang dikandungnya terdiri dari muatan positif bebas dan ion negatif statik dalam tipe-p, dan muatan
negatif bebas serta ion positif statik dalam bahan tipe-n. Tepat pada daerah sambungan dan sekitarnya, terjadi
difusi muatan bebas : elektron nenuju tipe-p dan lubang menuju tipe-n. Peristiwa difusi tersebut disertai
terjadinya rekombinasi, yaitu penggabungan elektron dan lubang lalu lenyap. Dengan rekombinasi ini, di sekitar
daerah sambungan tidak ada lagi muatan-muatan bebas, dan yang tertinggal hanyalah ion-ion statik; yaitu ion-ion
dari atom-atom donor dan akseptor. Daerah sambungan dengan ciri yang demikian disebut daerah/lapisan
deplesi. Karena daerah deplesi mengandung muatan positif statik pada salah satu sisi dan muatan negatif pada
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-11

sisi yang lain, maka timbul medan listrik pada daerah deplesi tersebut dan ini dapat dipandang sebagai sebuah
keping sejajar. Dengan demikian daerah deplesi memiliki nilai kapasitansi. Ilustrasi lapisan deplesi ditunjukkan
pada gambar 4.9.
Perhatikan kembali karakteristik arus-tegangan (I-V) dioda terutama dalam keadaan tegangan mundur
(gambar 4.8a). Pada V<0, berapapun nilai V besarnya arus yang mengalir tetap I0. Apakah arus ini akan tetap I0
meskipun nilai V terus diperbesar ke arah negatif ? Apabila beda tegangan mundur telah mencapai nilai tertentu;
elektron-elektron bebas pada tipe-n mempunyai energi kinetik cukup besar yang mampu menumbuk ke luar
elektron-elektron valensi menjadi elektron bebas..

Tipe-p Tipe-n
a. Atom-atom Atom-atom
Akseptor Donor
a.

b.

Lubang elektron

c.

E
d. Í

Lapisan deplesi
Gambar 4.9. Karakteristik daerah sambungan p-n :
a. Skema sambungan p-n
b. Kandungan muatan bebas dan ion-ion dalam setiap tipe bahan
c. Muatan bebas berdifusi dan berekombinasi di daerah muatan dari ion-ion statik atom-
atom donor dan akseptor
d. Lapisan deplesi yang terbentuk dan arah medan listrik (E) yang dihasilkannya.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-12

Terpental
(elektron sekunder)
orbital teras (kulit-penuh)
(a)

inti
elektron bebas

valensi

Pita konduksi
Elektron sekunder

(b)

I
Lubang sekunder
Pita valensi

Vbr

(c)

V
o

Gambar 4.10. a. Elektron bebas yang dipercepat menumbuk elektron valensi atom- atom di daerah
sambungan, menghasilkan elektron sekunder
b. Struktur pita energi yang dihasilkan
c. Karakteristik I-V pada tegangan mundur, arus membesar pada Vbr.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-13

Elektron ini disebut elektron sekunder, untuk membedakan dengan elektron bebas yang memang sudah ada
sebelumnya (gambar 4.10a). Elektron sekunder yang menuju pita konduksi (menjadi elektron bebas)
meninggalkan lubang sekunder pada pita valensi dalam struktur pita energinya (gambar 4.10b). Dengan
terciptanya pembawa muatan sekunder ini akan meningkatkan arus listrik dalam dioda pada keadaan tegangan
mundur. Keadaan ini memberikan karakteristik I-V seperti pada gambar 4.10c. Tegangan yang menyebabkan
keadaan ini terjadi disebut tegangan “break-down” (Vbr). Atau disebut juga tegangan “peak-inverse-voltage”
(Vpiv). Dioda yang dibuat dengan nilai Vbr tertentu disebut dioda zener.

4.4.2. Dioda Terowongan

Dioda terowongan (tunneling dioda) dibuat berdasarkan mekanisme terowongan/terobosan elektron


melalui potensial penghalangan (kontak sambungan) pada daerah sambungan. Elektron dengan energi kinetik
tertentu memiliki kemungkinan menerobos potensial penghalang yang “tingginya” φ dan “lebarnya” d meskipun
energinya E<eφ, seperti pada gambar 4.11.

elektron E eφ

Gambar 4.11. Elektron dengan energi E memiliki kemungkinan


menerobos penghalang eφ, meskipun E<eφ.

Ukuran potensial penghalang dapat dirumuskan sebagai berikut :

k T N N  (4.25)
φ = B ln A D 
e  n2 
 i 
1
(4.26)
 2εε o  1  
2
1
d =  + φ 
 e  NA ND  
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-14

dengan NA, ND dan ni adalah konsentrasi atom akseptor, konsentrasi atom donor dan konsentrasi pembawa
muatan intrinsik. Sedangkan ε dan εo adalah permitivitas listrik bahan semikonduktor dan ruang hampa. Sebagai
contoh, untuk bahan germanium (Ge) dengan NA = ND = 1019 cm-3 dan ni = 1012 cm-3, pada suhu ruang (300oK)
memberikan φ = 0,805 volt dan d = 120 angstrom.
Dioda terowongan mempunyai karakteristik arus-tegangan (I-V) seperti pada gambar 4.12. Efek
terowongan terjadi pada daerah tegangan 0<V<V2 dan V<0. Sedangkan pada V>V2 terjadi peristiwa difusi.
Mekanisme terobosan dan difusi sehingga menghasilkan kurva I-V seperti pada gambar 4.12 ditunjukkan pada
gambar 4.13.

I1

I2
o
V
V1 V2

Gambar 4.12. Karakteristik arus-tegangan dioda terowongan.

Ec

EF Í
V=0 V1<V<V2
Terobosan
EV

V > V2
Í Difusi
0<V<V1
Terobosan

Í
V = V1
V<0
Terobosan
Terobosan

Gambar 4.13. Mekanisme efek terobosan bergantung pada besarnya tegangan bias.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-15

4.4.3. Dioda Varaktor


Varaktor adalah singkatan dari variabel reaktor, maksudnya bahwa dioda ini dapat berfungsi
pembangkit tegangan bolak-balik dengan frekuensi yang dapat diatur (variabel). Dalam rangkaian, dioda
varaktor biasanya dihubungankan dengan induktor (kuparan) dengan induktansi L, dan bila tegangan yang
diberikan V maka frekuensi yang dihasilkan :
1
1  εε o  2

f =   (φ + V ) (4.27)
4πeN o  L 
dengan No = /NA-ND/. Jadi, ferkuensi gelombang listrik dalam rangkaian dikendalikan oleh tegangan dioda (V).
Dioda varaktor banyak digunakan sebagai modulator frekuensi, penstabil osilator dan konverter frekuensi.

4.4.4. Dioda Gunn


Dioda gunn dibuat berdasar efek gunn (J.B. gunn, 1963). Dioda ini beroperasi pada daerah
berkonduktansi negatif (NDDC : negatif difference conductance) dalam kurva I-V seperti pada gambar 4.14.
Penggunaannya antara lain untuk amplifier, osilator dan rangkaian lainnya. Sebagai osilator, dioda gunn dapat
menghasilkan gelombang elektro magnet dalam daerah gelombang mikro (microwave); dengan frekuensi yang
bergantung dimensi dioda (gambar 4.15).

I amb
NDC

V
V ambang

Gambar 4.14. Kurva I-V dioda Gunn.


f (GHz)

10
GaAs 3
n
1
L
0,3 L (x10-2 cm)
1 3 10 30

Gambar 4.15. Frekuensi gelombang mikro dioda Gunn sebagai fungsi panjangnya.
BAB IV SEMIKONDUKTIVITAS IV-16

4.4.5. Dioda Laser


Proses pembangkit laser pada semikonduktor pada dasarnya adalah transisi elektron dari pita konduksi
ke pita valensi dan diserai dengan radiasi gelombang elektro-magnet (laser). Perhatikan gambar 4.16, Suatu
bahan sambungan dengan masing-masing tipe diberi takmurnian yang konsentrasinya besar.

daerah-p daerah-n
Daerah
aktif

Gambar 4.16. Sambungan p-n yang menghasilkan emisi laser

Transisi elektron akan terjadi bila dipicu oleh sinyal listrik (elektron) dan diikuti oleh transisi elektron-elektron
lain yang ada di pita konduksi sehingga terjadi mekanisme penguatan. Dengan kata lain, transisi antar pita ini
menimbulkan radiasi gelombang elektromagnet yang diperkuat (laser).
Untuk menjaga agar transisi yang menghasilkan laser terus berlangsung maka harus diberikan elektron
dari arah kanan (pita konduksi tipe-n) dan lubang dari arah kiri (pita valensi tipe-p). Aliran elektron dan lubang
ke daerah sambungan ini dilakukan oleh rangkaian luar yang dipasang. Laser terpancar dari daerah aktif
(sambungan) seperti pada gambar 4.17. Sedangkan daerah panjang gelombang laser yang dihasilkan bergantung
pada bahan semikonduktor yang dipakai, lihat tabel 4.2.

Tabel 4.2. Beberapa bahan semikonduktor laser dan panjang gelombang laser yang dihasilkan.

BAHAN λ (Angstrom) BAHAN λ (Angstrom)

ZnS 3200 InP 9000


CdS 4900 GaSb 15.000
CdSe 6800 InSb 52.000
CdTe 7800 pbS 42.000
Ga (As1-x Px) 8800 pbTe 65.000
GaAs 8400

You might also like