You are on page 1of 20

DIABETES MELLITUS

1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung
dan pembuluh darah.

2. Klasifikasi
Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2003)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut) :
a. Proses imunologik
b. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan sekresi
insulin bersama resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta:
- Kromosom 12, HNF-1 alfa ( dahulu MODY 3 )
-     Kromosom 7, glukokinase ( dahulu MODY 2 )
- Kromosom 20, HNF 4 alfa ( dahulu MODY 1 )
-    DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
-  Pankreatitis
-     Trauma/pankreatektomi
- Neoplasma

1
- Cystik fibrosis
-     Hemochromatosis
-    Pankreatopati fibro kalkulus
d. Endokrinopati
- Akromegali
-     Sindrom Cushing
-    Feokromositoma
-   Hipertiroidisme
e. Karena obat/zat kimia
-   Vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid
tiazid, dilantin, interferon alfa
f. Infeksi
-   Rubella kongenital, Cyto-MegaloViru (CMV)
g. Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
-   Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Huntington,
Chorea, Sindrom Prader Willi
4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan)

3. Etiologi
Etiologi dari DM dapat tejadi karena berbagai aspek seperti disebabkan oleh
munculnya fenomena autoimunitas, yang disebabkan oleh adanya mutasi akibat
insersi virus variola, coxsackie B4, rubela ataupun paparan zat kimia yang bersifat
sitotoksik nitrofenilurea atau sianida dari singkong basi, hal ini yang terjadi pada DM
type I. Pada DM type II terjadi kelainan genetik pada kromosom 7, 12 & 20 yang
menyebabkan insufisiensi enzim glukokinase dan penurunan ekspresi gen hepatocyt
nuclear factor 1 alpha dan 4 alpha yang dapat menghambat sintesa proinsulin.

4. Patofisiologi
1. Diabetes Mellitus tipe I ( IDDM )

2
DM tipe I ( IDDM ) atau DM bergantung insulin, biasanya disebabkan
oleh munculnya fenomena autoimunitas, dimana telah terjadi molecular
mimicry dari sel-sel beta pankreas (langerhans) yang disebabkan oleh adanya
mutasi akibat insersi virus variola, coxsackie B4, rubella ataupun paparan zat
kimiawi yang bersifat sitotoksik nitrofenilurea, atau sianida dari singkong
basi. Mutasi yang tejadi pada genom sel beta langerhans di pankreas akan
menyebabkan terjadinya kelainan ekspresi protein yang disandi oleh gen-gen
yang terletak di kromosom 6 baik lengan panjang maupun di sentromer. Pada
lengan p atau panjang terdapat gen-gen yang menyandi HLA A, B8 dan B18
serta Cw3 sedangkan pada sentromer disandi HLA DR3 dan DR4. Pada
IDDM terjadi defisiensi insulin yang berat, sehingga penderita memerlukan
terapi insulin untuk menghindari terjadinya ketoasidosis.
4. Diabetes Mellitus tipe II ( NIDDM )
Pada DM tipe II ( NIDDM ) atau DM tidak bergantung insulin, paling
sedikit ada dua kondisi patologis. Pertama, adanya penurunan kemampuan
insulin untuk berfungsi pada jaringan perifer untuk menstimulasi metabolisme
glukosa dan menghambat pengeluaran glukosa dari hati,  suatu keadaan yang
dinamakan resistensi insulin. Obesitas menyebabkan resistensi insulin dan
obesitas merupakan faktor resiko utama terjadinya NIDDM.  Kedua, ketidak
mampuan kelenjar endokrin dipankreas untuk mengkompensasi secara penuh
penanganan resistensi insulin ini (defisiensi insulin relatif  ).
Pada DM tipe II didapat kelainan  kromosomal 7, 12, 20, dimana kelainan
kromosomal 7 mengakibatkan terjadinya insufisiensi enzim glukokinase 
sehingga terjadi  hambatan pada proses stimulasi  sel beta langerhans di
pankreas. Kelainan kromosom 12 dan 20 berdampak pada terjadinya
penurunan ekspresi gen hepatocyt nuclear factor 1a dan 4a akan
mengakibatkan terjadinya hambatan fosforilasi dan kaskade kinase di sel β
langerhans yang akhirnya akan menghambat sintesa proinsulin.
Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2
Tabel 1. Perbandingan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2

3
  DM tipe 1 DM tipe 2
Nama Lama DM Juvenil DM dewasa
Umur (th) Biasa < 40 (tapi tak Biasa > 40 (tapi tak selalu)
selalu)
Keadaan Klinik Berat Ringan
saat diagnosis    
Kadar Insulin Tak ada Insulin Insulin cukup atau tinggi
Berat Badan Biasanya kurus Biasanya gemuk/normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet,olahraga,tablet,Insulin

 
5. Gejala Klinis
Gejala khas
-          Poliuri
-          Polidipsi
-          Polifagi
-          Berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas
Gejala tidak khas
-          Kesemutan
-          Gatal di daerah genital
-          Keputihan
-          Infeksi sulit sembuh
-          Bisul yang hilang timbul
-          Penglihatan kabur
-          Cepat lelah
-          Mudah mengantuk , dll

6. Diagnosis
I. Pemeriksaan Penyaring

4
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menyaring pasien DM, TGT (toleransi
glukosa terganggu), dan GDPT (glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola
kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan
pencegahan sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring perlu
dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
 kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)
 kegemukan {BB (kg)> 110% BB idaman atau IMT > 23 (kg/m2)}
 tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
 riwayat keluarga DM
 riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
 riwayat DM pada kehamilan
 dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl).
 pernah TGT atau GDPT

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa


darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar (lihat skema langkah-langkah diagnostik
DM) (Supartondo, 1998; Soegondo, S ,dkk, 2004).
  Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang
berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap
3 tahun.
   Pasien dengan Toleransi Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah Puasa
Terganggu merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian
1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal.

5
   Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT
ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada kelompok normal. TGT
sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
  Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah < 110 110 - 199 ≥200


sewaktu(mg/dl)
Plasma vena < 90 90 – 199 ≥200
darah kapiler
Kadar glukosa darah < 110 110 - 125 ≥126
puasa(mg/dl)
Plasma vena < 90 90 – 109 ≥110
darah kapiler

II.  Langkah-langkah untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak
dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.  
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae
pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar

6
glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru
satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.
Cara Pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :
a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup).
Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
b. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air
putih diperbolehkan
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1, 75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
f. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus* dan gangguan toeransi glukosa :


1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl  atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl
Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir atau
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada  TTGO**
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria

7
diagnostik kadar glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga
dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.
 

7. Tata Laksana
Ada empat cara pengelolaan DM :
1. Edukasi
2. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak               60 – 70 %
2) Protein sebanyak                       10 – 15 %
3) Lemak sebanyak                       20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan
jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%,
sehingga didapatkan:
1)    Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2)    Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3)    Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)    Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori
untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas
dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak            20%

8
2) Makanan siang sebanyak          30%
3) Makanan sore sebanyak            25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30
menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat
jogging.

4. Intervensi farmakologis
a.   Obat Hipoglikemik
1)   Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
-   Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
-   Menurunkan ambang sekresi insulin.
-   Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal
dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan,
demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien
dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2)   Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat
tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang

9
berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan
sulfonylurea
b. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a)   Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis.
b)   DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.

8. Pencegahan
a.   Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini
harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan
upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran
terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam
program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani

10
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan .

b.   Pencegahan Sekunder


Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan
sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring,
namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan
penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul
penyulit lanjut DM.
Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.
Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
c.   Pencegahan Tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka
pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk
diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit
makro-angiopati.
9. Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.
A.    Komplikasi akut :
- ketoasidosis diabetik
- hiperosmolar non ketotik
- hipoglikemia
B.     Komplikasi menahun
1.      Makroangiopati atau makrovaskular
- Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)

11
- Pembuluh darah tepi ( gangren perifer )
- Pembuluh darah otak (stroke)
2.      Mikroangiopati atau mikrovaskular
-        Retinopati diabetik
-        Nefropati diabetik
3.      Neuropati Diabetik
4.      Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan
infeksi saluran kemih
5.      Gangren diabetik atau kaki diabetik (gabungan 1 sampai dengan 4)

 
10. Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian
DM yang baik. DM terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja
yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan
darah, kadar lipid dan HbA1C seperti tercantum pada tabel 3.
Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi
dari pada biasa (puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula
kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian
sedang.
Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga
untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat.
Tabel 3. Kriteria Pengendalian DM
  Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa 80 – 109 110 – 139 >140
(mg/dl)
Glukosa darah 2 jam 110 – 159 160 – 199 >200
(mg/dl)
Hb A1c (%) 4 - 5,9 6–8 >8
Kolesterol total (mg/dl) < 200 200 – 239 >240
Kolesterol LDL (mg/dl) < 130 130 – 159 >160

12
tanpa PJK
    Dengan PJK < 100 100 – 129 >130
Kolesterol HDL (mg/dl) > 45 35 – 45 < 35
Trigliserida (mg/dl) tanpa < 200 200 – 249 >250
PJK
    Dengan PJK < 150 150 – 199 >200
BMI = IMT 18,5 - 22,9 23 – 25 > 25 atau
wanita < 18,5
    Pria 20 - 24,9 25 – 27 > 27 atau < 20
Tekanan darah (mmHg) < 140/90 140 – 160 > 160/95
/ 90 – 95

UNIVERSITAS ANDALAS

13
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur/MR: Tn.A/ Laki-Laki/ 62tahun/ U.1821
b. Pekerjaan/pendidikan : Tidak Bekerja/Tamat SMP
c. Alamat : Koto Panjang , Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 5 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : biaya hidup dikirim oleh anak ±Rp.
1.000.000/bulan
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah semi permanen, perkarangan cukup luas
- Listrik ada
- Sumber air : air sumur
- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah
- Sampah di buang ke tempat pembuangan sampah dan dibakar.
- Kesan : higine dan sanitasi baik

f. Kondisi Lingkungan Keluarga


- Pasien tinggal bersama istri dan 1 orang anaknya ayng paling kecil.
- Tinggal di daerah pinggiran kota.

3. Aspek Psikologis di keluarga


- Hubungan dengan keluarga baik
- Factor stress di keluarga (-)
4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga

14
- Pasien telah dikenal menderita DM sejak ±4tahun yang lalu, control
teratur ke Puskesmas, terakhir 1minggu yang lalu mendapat obat
glibenklamid dan metformin masing masing 1 kali sehari.
- Riwayat anggota keluarga yang menderita DM, kolesterol tinggi,
hipertensi tidak diketahui.
5. Keluhan Utama
- Kontrol DM 
6. Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat BAK sering (+), jumlah urin banyak, frekuensi lebih dari 4
kali dalam 1 malam, sejak ± 4tahun yang lalu.
- Riwayat sering merasa lapar (+) sejak ± 4tahun yang lalu.
- Riwayat sering merasa haus (+) sejak ± 4tahun yang lalu.
- Riwayat gatal-gatal pada daerah lipat paha (+)± 1tahun yang lalu.
Gatal terutama saat berkeringat. Pasien ganti pakaian dan pakaian
dalam 2 kali sehari, mandi 2 kali sehari menggunakan sabun. Keluhan
tersebut telah pernah di obati dengan salap dari Puskesmas tapi pasien
tidak tau apa nama obat nya.
- Riwayat mata terasa kabur ada sejak 1 tahun terakhir (+)
- Riwayat nyeri dada (-)
- Riwayat penurunan berat badan ada tapi pasien tidak tau berapa.
- Riwayat kesemutan (-), luka yang sulit sembuh (-)
- Pasien telah dikenal menderita DM sejak ±4tahun yang lalu, control
teratur ke Puskesmas, terakhir 1minggu yang lalu mendapat obat
glibenklamid dan metformin masing masing 1 kali sehari.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum          : Baik
Kesadaran                   : Compos Mentis Kooperatif
Tekanan darah            : 130/80 mmHg

15
Nadi                           : 80 x
Nafas                          : 36,7 0 C
BB/TB                        : 55kg / 165 cm
Edema                       : (-)
Anemis                        : (-)
Sianosis                       : (-)
BB Ideal                     : 58,5 kg
BMI                            : 20,2
 
Kulit                            : Sianosis (-), turgor baik
Kelenjar Getah Bening           : Tidak ada pembesaran KGB
Kepala                                     : Normochepal
Rambut                                   : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata                                        : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga                                   : Tidak ditemukan kelainan
Hidung                                    : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan                           : Tidak ditemukan kelainan
Leher                                      : JVP 5-2 cmH2O
Dada   : Paru : Inspeksi    : Simetris kiri dan kanan
Palpasi      : Fremitus kiri sama dengan fremitus kanan
Perkusi      : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-), wheezing (-)
Jantung :Inspeksi     : Iktus tidak terlihat
Palpasi    : Iktus teraba 1 jari medial linea midsternalis sinistra
RIC V
Perkusi  : Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan linea
sternalis    kiri, batas jantung kiri 1 jari medial linea
midclavikularis sinistra RIC V
Auskultasi : Irama murni teratur, Bising (-)
Perut                :Inspeksi     : Tidak tampak membuncit

16
                           Palpasi       : Hepar dan lien tidak teraba
                           Perkusi     : Timpani
                           AuskultasI : Bising usus (+) normal
Punggung                   : Nyeri ketok dan nyeri tekan CVA (-)
Alat kelamin           : Tidak ada kelainan
Anus                           : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas                             : Refleks fisiologis (+/+), Reflek Patologis (-/-), Edema
(-/-).

Pulsasi Kiri Kanan            


A.       Dorsalis Pedis + +  
A.       Tibialis Posterior + +
A.       Poplitea + +
 
                       
 
                          
Sensibilitas Kiri Kanan
Halus + +
Kasar + +

 
Status Dermatologikus
Lokasi : Lipat paha kiri dan kanan
Distribusi : terlokalisir
Bentuk : tidak khas
Susunan : tidak khas
Batas : tegas
Ukuran : plakat
Efloresensi : plak hiperpigmentasi, papul eritem, skuama, pinggir aktif
7. Laboratorium
GDR               : 138 gr%
8. Diagnosa Kerja
- Diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol

17
- Suspek Tinea kruris
9. Manajemen
a. Promotif
 Edukasi kepada pasien mengenai penyakit DM, penyebabnya, pengertian
bahwa penyakit DM tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikontrol dengan
perubahan gaya hidup dan obat-obatan
 Edukasi kepada pasien megenai jenis bahan makanan yang boleh dimakan
dan yang perlu dihindari
 Edukasi kepada keluarga karena anggota keluarga juga memiliki resiko
tinggi untuk terkena DM
 Tidak menggunakan handuk bersama
b. Preventif
 Menjaga kadar gula darah untuk menghindari kerusakan mikrovaskuler
seperti pada mata, ginjal dan jantung
 Pemeriksaan berkala terhadap organ target
 Olah raga 3-4 kali seminggu selama ½ jam
 Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2x sehari pakai sabun
c. Kuratif
 Non Farmakologis
- Diet Diabetes
U : 62 th
BBa : 55 kg
TB : 165 cm
BBi : 58,5 kg

Perhitungan
BMR = 30 kkal x 58,5 kg = 1.755 kkal
Koreksi Umur = 10% x 1.755 kkal = 175,5 kkal -
1.579,5 kkal

18
Aktifitas = 20% x 1.579,5 kkal = 315,9 kkal +
1.895,4 kkal
SDA = 10% x 1.895,4 kkal = 189,54kkal +
2.084,94 kkal
Protein = 15% x 2.084,94 kkal
= 312,741 kkal = 78,18gr
4 kkal/gr

Lemak = 20% x 2.084,94 kkal


= 416,988 kkal = 46,332 gr
9 kkal/gr

KH = 2.084,94 – (312,741+416,988)
= 2.084,94-729,729
= 1.355,211 kkal = 338,803 gr
4 kkal/gr

Makan pagi (07.00) = 25% Energi total = 25% x 2.084,94 = 521,235 kkal
a. Sepiring lontong sayur
Snack pagi (10.00) = 10% Energi total = 10%x 2.084,94 = 208,494 kkal
b. Satu porsi puding pepaya
Makan siang (13.00)= 30%Energi total = 30%x 2.084,94 = 625,482 kkal
c. Satu porsi makanan lengkap
Snack sore (16.00) = 10% Energi total = 10%x2.084,94 = 208,494 kkal
d. Satu mangkuk sop buah
Makan malam (19.00)= 25%Energi total = 25% x 2.084,94= 521,235 kkal
e. Satu porsi makanan lengkap

 Terapi farmakologis
- Glibenclamid 1x1 tab p.o

19
- Metformin 1x1 tab p.o
- CTM tab 3x1 p.o
- Salap antifungi

d. Rehabilitatif
 Kontrol teratur ke Puskesmas
 Mengobati komplikasi yang telah terjadi

Dinas Kesehatan Kodya Padang


Puskesmas Air Dingin
Dokter : Intan Indah
Tanggal : 10 Januari 2011

R/ Glibenklamid tab No. X


S 1ddtab 1
R/ Metformin tab No. X
S 1 dd tab I
R/ CTM tab 4mg No. X
S 3 dd tab I
R/ salap AAV tube No. I
S ue (oleskan pada sela paha setelah mandi)

Pro : tn A
Umur : 62 tahun
Alamat : Koto Panjang, Padang.

20

You might also like