You are on page 1of 60

Bab II.

Bank Indonesia :
Bank Sentral Republik Indonesia
Oleh : F.X. Sugiyono dan Ascarya

Sejarah Bank Sentral


Pada awal mulanya, negara-negara yang sudah mengenal sistem
perbankan belum merasakan perlunya bank sentral. Hal ini mengingat
aktivitas pengerahan dana dan penyaluran kredit masih sangat
terbatas. Namun pada saat alat produksi semakin berkembang di
beberapa negara khususnya di daratan Eropa sehingga mendorong
banyaknya aktivitas perdagangan dan perniagaan, saat itu pula sistem
perbankan mengalami perkembangan sebagaimana ditunjukkan pada
akhir abad 17 di Eropa.

Semakin berkembangnya perekonomian, penawaran akan uang


menjadi elemen yang sangat penting dan dapat memberikan dampak
multiplier melalui operasi simpan pinjam dalam suatu sistem
perbankan. Sampai akhirnya tiba pada suatu saat dimana
perkembangan tersebut telah memunculkan suatu keadaan
ketidakseimbangan antara penawaran akan uang dengan tingkat
produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Pada saat produksi barang
dan jasa lebih rendah daripada penawaran uang, hampir selalu dapat
dipastikan akan terjadi kenaikan harga, yang apabila terjadi secara
terus menerus akan menimbulkan inflasi. Demikian pula sebaliknya,
maka akan terjadi deflasi. Kondisi tersebut, mengindikasikan bahwa
bila terjadi kenaikan pendapatan sehingga menambah jumlah uang
yang dimiliki oleh seseorang, maka orang tersebut akan cenderung
membelanjakan uangnya lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan
akan barang dan jasa. Kondisi tersebut pada gilirannya akan
mengganggu stabilitas ekonomi, sehingga dirasakan perlunya
pengaturan terhadap besarnya penawaran akan uang atau jumlah uang
beredar. Keadaan tersebut sekaligus telah mendorong didirikannya
suatu lembaga pengatur jumlah uang beredar, yaitu yang sampai saat
ini dikenal dengan Bank Sentral.

Bank sentral pada mulanya berkembang dari suatu bank yang


seecara gradual menduduki posisi sentral diantara lembaga keuangan
yang ada, karena diberi tugas khusus dan utama dalam menerbitkan
uang kertas bank dan bertindak sebagai agen dan bankir pemerintah.
1
Pada awalnya bank sentral disebut sebagai bank sirkulasi (bank of
issue) karena tugasnya yang harus mempertahankan konversi uang
kertas yang dikeluarkannya terhadap emas atau perak atau keduanya.
Dalam perkembangan selanjutnya bank sirkulasi ini menjalankan
fungsi-fungsi lain, seperti untuk mengawasi dan mengatur perbankan,
untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dengan mengatur jumlah
uang beredar, atau untuk bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran.

Bank Sentral telah muncul pertama kali semenjak Swedish


Riksbank, yaitu bank sentral Swedia, didirikan pada tahun 1668,
apabila dilihat dari tahun berdirinya, atau semenjak berdirinya The
Bank of England pada tahun 1694, apabila dilihat dari konsep bank
sentral yang memuat dasar-dasar kebanksentralan. Pada tahun 1913
baru terdapat 21 Bank Sentral. Jumlah Bank Sentral meningkat pesat
setelah perang dunia II terutama karena akibat dekolonisasi. Jumlah
ini meningkat lagi pada awal 1990an dengan runtuhnya Uni Soviet
dan munculnya negara-negara baru di bekas wilayah Uni Soviet.
Sampai dengan saat ini terdapat 173 Bank Sentral. Dan yang terakhir
didirikan adalah European Central Bank (ECB) pada tahun 1998,
yang berkedudukan di Frankfurt (Pollard, 2003).

ECB merupakan bank sentral supranatural yang didirikan oleh


anggotanya yang merupakan bagian dari the European System of
Central Banks (ESCB) yang terdiri dari ECB dan semua 15 bank
sentral anggota Uni Eropa (European Union/EU). ECB dan 12 bank
sentral anggota yang telah menerapkan matauang bersama euro
(berpartisipasi dalam euro area) biasa disebut the Eurosystem. ECB
mempunyai tanggung jawab untuk melakukan kebijakan moneter di
euro area yang tujuan utamanya adalah untuk memelihara kestabilan
harga. Dengan demikian, bank sentral anggota the Eurosystem telah
menyerahkan kedaulatan kebijakan moneternya kepada ECB dan
tidak lagi memiliki diskresi dalam kebijakan moneternya.

Berdasarkan fungsi dan tujuannya, bank sentral tidak identik


dengan bank komersial, bank tabungan atau lembaga keuangan
lainnya. Masyarakat tidak dapat menyimpan uangnya atau meminta
kredit atau mentransfer uang di bank sentral. Dengan kata lain bank
sentral bukanlah sebuah bank seperti bank pada umumnya. Pada
dasarnya Bank Sentral tidak menekankan pada motif mencari
keuntungan seperti bank-bank komersial, akan tetapi bank sentral
2
dibentuk untuk mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang
menyangkut kepentingan nasional atau kesejahteraan umum, seperti
stabilitas harga dan perkembangan ekonomi. Di sisi lain, dalam suatu
sistem perbankan, ketiadaan koordinator dan regulator yang tidak
berpihak, akan mengakibatkan bank-bank tidak dapat melaksanakan
operasinya secara efisien. Contohnya, secara ekonomi, keberhasilan
bank-bank kecil tidak akan bertahan lama karena adanya praktek
bisnis yang tidak fair yang dilakukan oleh bank-bank yang lebih
besar. Selain itu, kepentingan para deposan akan kurang mendapat
perhatian, demikian juga akan dapat pula muncul praktek-praktek
yang merugikan kepentingan nasabah suatu bank.

Berkaitan dengan keadaan tersebut, jelas diperlukan pengaturan


dalam bentuk undang-undang, kebijakan dan peraturan untuk
mengarahkan aktivitas industri perbankan menuju tercapainya tujuan
nasional seperti stabilitas moneter dan perkembangan ekonomi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Walter Bagehot1 bahwa Money will
not manage itself, maka diperlukan suatu pengendalian terhadap
jumlah uang beredar. Pengendalian jumlah uang beredar, merupakan
faktor yang sangat penting dalam seluruh kegiatan ekonomi suatu
negara. Hal ini terkait dengan diperlukannya uang dalam seluruh
kegiatan ekonomi seperti untuk investasi, antara lain untuk
mendirikan pabrik, proyek-proyek atau suatu usaha bisnis. Dengan
berkembangnya investasi akan berarti lapangan kerja semakin
terbuka, demikian juga produksi dan pendapatan akan meningkat dan
pada gilirannya akan menambah kesejahteraan masyarakat.
Sebaliknya bila jumlah uang beredar tidak dikendalikan secara benar
maka akan terjadi inflasi yang akan berpengaruh terhadap ekonomi
secara keseluruhan. Contohnya, harga yang naik akan berpengaruh
menurunkan permintaan barang dan jasa dan akhirnya akan
berdampak buruk pula bagi produsen karena menurunnya penjualan
barang sehingga bisnis mereka akan menurun. Jadi tujuan untuk
mencapai full employment dan pertumbuhan ekonomi melalui
stabilitas harga tidak tercapai. Untuk itulah diperlukan suatu lembaga
bank sentral untuk menjabarkan kebijakan moneter, serta untuk
mengatur dan mengawasi aktivitas yang terkait dengan uang, kredit
dan perbankan.

1
Sebagaimana yang dikatakan oleh Feliciano R Fajardo dan Manuel M Manansala,
di buku Central Banking, Navotas Press, Navotas, Metro Manila, 1994, hal.19.

3
Secara umum dapat disimpulkan bahwa bank sentral merupakan
suatu lembaga yang bertugas untuk mengawasi (mengontrol) sistem
keuangan dan perbankan. Dalam perkembangannya peranan dan
fungsi bank sentral telah mengalami evolusi dari yang semula hanya
sebagai bank sirkulasi menuju ke bank sentral yang mempunyai
fungsi sebagai pengatur dan pengawas kebijakan moneter, perkreditan
dan perbankan. Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank
sentral selain sebagai bankers’ bank yaitu sebagai sumber dana bagi
bank-bank dan lender of last resort yaitu sumber dana pinjaman
terakhir bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, juga
berperan sebagai penjaga stabilitas moneter melalui membuat dan
melaksanakan kebijakan-kebijakan moneter, termasuk mengatur,
mengawasi serta mengendalikan sistem moneter. Untuk dapat
melaksanakan perannya, bank sentral mempunyai bererapa
kewenangan antara lain (1) mengedarkan uang sekaligus mengatur
jumlah uang beredar, (2) membina dan mengawasi kegiatan
perbankan, (3) mengembangkan sistem perkreditan.

Peran bank sentral tersebut telah banyak diterapkan oleh negara-


negara berkembang dewasa ini. Sementara itu, di negara-negara
sedang berkembang peran bank sentral jauh lebih luas, yaitu termasuk
juga sebagai agen pembangunan. Peran sebagai agen pembangunan
dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Suatu negara yang baru
muncul, sebagai langkah awal menuju pembentukan bank sentral
penuh, dapat menerapkan (misalnya) dolarisasi, dengan menggunakan
mata uang asing sebagai mata uang resminya (apabila belum memiliki
mata uang sendiri). Setelah memiliki mata uang sendiri, negara
tersebut dapat membentuk currency boards yang memberikan
mekanisme kredibilitas untuk menjaga nilai tukar yang tetap. Setelah
pasar keuangannya berkembang sejalan dengan berkembangnya
perekonomian, negara tersebut dapat mendirikan bank sentral penuh
yang dapat memiliki fungsi-fungsi lain, sesuai dengan keperluannya,
seperti mengatur perbankan, mengembangkan sistem pembayaran dan
agen pembangunan.

Boks 1:
Bank Sentral dan Fungsinya
4
Bank sentral mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi
makroekonomi dan fungsi mikroekonomi (Capie, 1994). Fungsi
makroekonominya adalah untuk menjaga kestabilan harga, yang
berarti pengendalian inflasi dan pengendalian nilai tukar (fungsi
sebagai otoritas moneter). Fungsi mikroekonominya adalah untuk
menjaga kestabilan sistem perbankan, yang berarti mengatur dan
mengawasi bank. Chandavarkar (1996) menambahkan lagi satu
fungsi bank sentral untuk mencapai tujuan strategis jangka panjang
dengan mengembangkan sitem pembayaran dan infrastruktur
keuangan.

Dalam prakteknya, ada bank sentral yang mengemban


sepenuhnya ketiga fungsi tersebut seperti di New Zealand, Australia
dan Indonesia. Ada yang hanya sebagai otoritas moneter seperti di
Hongkong dan Brunei. Tabel 1 memberikan sedikit gambaran
mengenai hal ini.
Tabel 1:
Bank Sentral dan Fungsinya

Negara Otoritas Moneter Pengatur Bank Sistem Pembayaran


Hong Kong Ya Tidak Tidak
Brunei Ya Tidak Tidak
Jepang Ya Tidak Ya
Belanda Ya Sebagian Ya
Amerika Ya Sebagian Sebagian
Perancis Ya Sebagian Sebagian
Itali Ya Sebagian Ya
Jerman Ya Sebagian Ya
Singapura Ya Ya Sebagian
Afrika Selatan Ya Ya Tidak
Inggris Ya Tidak Tidak
India Ya Ya Sebagian
Brasil Ya Ya Sebagian
Malaysia Ya Ya Ya
Australia Ya Ya Ya
New Zealand Ya Ya Ya
Indonesia Ya Ya Ya

5
Bentuk dari bank sentral ini, selain yang umum dijumpai, ada
yang dinamakan currency boards. Bank sentral pada umumnya
memiliki fungsi sebagai otoritas moneter ditambah dengan sebagian
atau seluruh fungsi lainnya. Sementara itu, currency boards pada
umumnya merupakan otoritas moneter yang tidak mempunyai
diskresi dalam kebijakan moneternya, seperti di Hong Kong dan
Brunei. Negara kecil atau negara yang baru berdiri pada umumnya
mendirikan currency boards dulu sebelum berkembang sepenuhnya
menjadi bank sentral.

Mengingat terdapatnya perbedaan dari struktur bank sentral,


maka selain bank sentral juga terdapat bank sentral yang disebut
reserve bank. Perbedaan utama dari keduanya yaitu pada struktur
dewan direksi/gubernurnya (board of director/governor). Bank sentral
memiliki board di kantor pusat, sedangkan reserve bank memiliki
juga local board di tingkat regional. Sementara itu, currency boards
umumnya disebut monetary authority. Satu perkecualian adalah
Singapore Monetary Authority yang pada awalnya merupakan
currency boards yang telah berkembang menjadi bank sentral penuh,
namun masih menggunakan nama aslinya.

Meskipun sama-sama sebagai otoritas moneter, bank sentral dan


currency boards memiliki perbedaan yang prinsip. Bank sentral
memiliki diskresi dalam menjalankan kebijakan moneternya dengan
menggunakan instrumen-instrumen moneter yang dapat dikontrol
oleh bank sentral untuk mempengaruhi sasaran-sasaran operasional
yang telah ditetapkan. Sementara itu, currency boards tidak memiliki
diskresi dalam menjalankan kebijakan moneternya. Ciri khusus
currency boards adalah bahwa besarnya uang beredar
tergantung/berdasar pada cadangan devisa yang dimiliki pemerintah,
dengan nilai tukar tetap dan didukung oleh cadangan devisa seratus
persen atau lebih. Dalam operasi moneternya currency boards
beroperasi berdasarkan aturan (rule) bahwa perubahan dalam uang
primer (monetary base) akan sama dengan posisi (surplus atau defisit)
neraca pembayarannya, yang memberikan mekanisme kredibilitas
untuk menjaga nilai tukar yang tetap, tetapi dengan mengorbankan
kedaulatan moneternya karena tidak memiliki diskresi kebijakan
moneter. Oleh karena itu, currency boards paling cocok untuk negara-
negara kecil terbuka, negara baru atau negara dalam transisi menuju

6
pembentukan bank sentral penuh dalam perekonomian yang
berorientasi pasar.

Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia


Sebagaimana negara sedang berkembang lainnya, peran dan tugas
Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia hingga saat ini telah
mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi
hingga sebagai agen pembangunan dan terakhir sejak tahun 1999
telah menjadi independen dan mempunyai tugas mencapai sasaran
tunggal yaitu stabilitas nilai rupiah.

Sebelum Indonesia merdeka, lembaga keuangan yang ada di


Indonesia terdiri dari 5 kelompok bank dan 1 sejenis lembaga
perkreditan atau pegadaian. Perbankan pada masa tersebut dapat
dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok bank-bank milik Belanda
yang sangat dominan yaitu Nederlandsche Handelmaaschappij
(1824), De JavascheBank N.V. (1927), De escomptobank N.V.
(1987). Khusus untuk de Javasche Bank, pada masa tersebut, juga
diberi hak oktrooi, yaitu hak mencetak dan mengedarkan uang
Gulden Belanda, oleh pemerintah Belanda. Kelompok selanjutnya
adalah bank asing yaitu the Chartered Bank, the Hongkong Shanghai
bank, The Bank of China, The Great Eastern Banking Corporation,
The Overseas Chinese Banking Corporation, The Yokohama
Speciebank, Mitsui Bank dan Bank of Taiwan. Kelompok lainnya
adalah bank milik Cina Indonesia yaitu N.V. Bankvereeniging Oei
Tiong Ham Concern (Semarang). Sementara itu terdapat pula
kelompok bank milik pribumi antara lain Bank Nasional Indonesia
(1928) yang dipimpin oleh tokoh-tokoh nasional, Bank Nasional
Bukittinggi (1930), Bank Abuan Saudagar di Bukittinggi (1932) dan
Bank Bumi di Jakarta. Kelompok terakhir adalah bank-bank milik
Hindia Belanda yaitu Algemene Volkscredietbank (1934) dan
Postspaarbank (1898). Sementara itu, lembaga pegadaian yang ada
diera tersebut adalah Pandhuisdienst.

Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, mengacu


pada pasal 23 Undang-undang dasar 1945 dimana pada penjelasan
bab VII disebutkan bahwa akan segera dibentuk sebuah bank yang
disebut Bank Indonesia. Fungsinya adalah mengeluarkan dan
7
mengatur peredaran uang kertas, dengan suatu undang-undang, maka
pada tanggal 19 September 1945 dalam sidang Dewan Menteri
Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan satu
Bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Berkaitan dengan hal
tersebut. langkah pertama dibentuk yayasan dengan nama “Pusat
Bank Indonesia.” Yayasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya
Bank Negara Indonesia (BNI) yang pada tanggal 5 Juli 1946 dilebur
menjadi BNI.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia tersebut, terdapat 2


kelompok bank berdasarkan wilayah kedudukannya yaitu kelompok
bank nasional swasta yang tercatat di daerah Republik Indonesia dan
kelompok bank di wilayah pendudukan Belanda. Yang termasuk
dalam kelompok pertama yaitu Bank Dagang Nasional Indonesia,
Bank Surakarta, Indonesian Banking Corporation, Bank Nasional
Indonesia, Bank Indonesia (di Palembang). Sementara yang termasuk
dalam kelompok kedua adalah N.V. Bank Sulawesi (Menado), N.V.
Bank Perniagaan Indonesia (Jakarta), Bank Timur N.V. (Semarang),
Kalimantan Banking and Trading Corporation N.V. (Samarinda)2.

Pada tahun 1949 berlangsung konperensi Meja Bundar (KMB) di


Den Haag. Salah satu keputusan pentingnya adalah adanya
penyerahan kedaulatan Indonesia kepada Pemerintah Republik
Indonesia Serikat Berkaitan dengan masalah perbankan, pada saat
tersebut utusan pemerintah mengalami kesulitan untuk mengusahakan
agar Bank Negara Indonesia yang telah didirikan sejak tahun 1946
ditetapkan sebagai bank sentral Republik Indonesia Serikat dan
terpaksa menerima De Javasche Bank sebagai Bank Sentral.

Dalam perkembangannya pada tanggal 6 Desember 1951


dikeluarkan undang-undang nasionalisasi De Javasche Bank dan
pada tahun 1953 dikeluarkan Undang-undang Pokok Bank Indonesia
sebagai pengganti Javasche Bank wet tahun 1922. Sejak saat itu
lahirlah satu bank sentral di Indonesia yang diberi nama Bank
Indonesia.

2
Prawiroardjo, Priasmoro. “Perbankan Indonesia 40 Tahun,” dalam Esmara,
Hendra (ed). Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan, PT Gramedia,
Jakarta, 1987.

8
Sejak keberadaan Bank Indonesia sebagai bank sentral sesuai UU
No.11 tahun 1953, yaitu setelah dilakukannya nasionalisasi de
Javasche Bank, hingga tahun 1968, peranan pokok Bank Indonesia
selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang dan
mengembangkan sistem perbankan juga masih merangkap sebagai
bank komersial. Namun demikian, tanggungjawab kebijakan moneter
berada di tangan Pemerintah melalui pembentukkan Dewan Moneter
yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus
dilaksanakan oleh Bank Indonesia, memberikan petunjuk kepada
direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai mata uang,
memajukan perkembangan perkreditan dan perbankan. Kesemuanya
ini merupakan konsekuensi dari kedudukan Bank Indonesia pada
periode tersebut yaitu sebagai bagian dari Pemerintah.

Pada tahun 1968 dengan dikeluarkannya UU No.13 tahun 1968


Bank Indonesia tidak lagi berfungsi ganda karena fungsi sebagai bank
komersial dihapuskan. Namun demikian misi Bank Indonesia sebagai
agen pembangunan dan tugas-tugas sebagai kasir Pemerintah dan
bankers’ bank masih melekat. Selain itu, Dewan Moneter sebagai
lembaga pembuat kebijakan yang berperan sebagai perumus
kebijakan moneter masih tetap dipertahankan. Tugas Bank Indonesia
sebagai agen pembangunan, tercermin dari tugas pokoknya yaitu
pertama mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai Rupiah
dan kedua mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

Tugas-tugas pokok yang diemban Bank Indonesia sebagai Bank


Sentral sekaligus sebagai otoritas moneter pada periode tersebut
khususnya untuk memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini bersifat
conflicting dengan tugas bank Indonesia lainnya, yaitu untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, misalnya, sering pula diikuti oleh
laju inflasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh menguatnya
permintaan di dalam negeri sehubungan dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat sebagai dampak pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Apabila inflasi yang tinggi berkelanjutan dan tidak terkendali,
pada gilirannya akan mengganggu kesinambungan pertumbuhan
ekonomi itu sendiri.

Sementara itu, karena Undang-undang Nomor 13 tahun 1968


disusun berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1967, maka
9
telah mengakibatkan munculnya kerancuan dilingkungan masyarakat
terhadap status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
yang seolah-olah merupakan bagian dari sistem keuangan/perbankan
di Indonesia dan merupakan bagian dari lembaga financial
intermediary. Akibat dari kerancuan tersebut sebagian masyarakat
beranggapan bahwa status dan fungsi Bank Indonesia tidak berbeda
dengan bank milik negara lainnya. Anggapan tersebut lebih diperkuat
dengan ditetapkannya Komisaris Pemerintah sebagai pengawas Bank
Indonesia, demikian juga dengan adanya kewajiban penyusunan
neraca dan laporan laba-rugi setiap akhir tahun, yang kesemuanya
sama dengan kewajiban dari Bank BUMN (Badan Usaha Milik
Negara). Di samping itu, dengan tetap ditunjuknya Dewan Moneter
sebagai lembaga yang mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan
moneter, sementara Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan,
selain mengakibatkan Bank Indonesia tidak otonom, juga
memperkuat anggapan bahwa Bank Indonesia sama dengan Bank
BUMN lainnya.

Selanjutnya, sejak tahun 1999, dengan diberlakukannya Undang-


undang No.23 tahun 1999, kedudukan Bank Indonesia selaku Bank
Sentral Republik Indonesia telah dipertegas kembali. Dalam kaitan
ini, Bank Indonesia telah memperoleh kedudukan yang independen
sebagaimana dimiliki oleh bank-bank sentral di beberapa negara,
khususnya negara-negara maju seperti Jerman, Swiss, Inggris,
Amerika Serikat, Chile, Jepang, Korea Selatan dan Philipina. Sebagai
suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia memiliki
kewenangan penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap
tugas serta kewenangannya. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam kaitan ini Bank Indonesia
wajib menolak dan mengabaikan setiap bentuk campurtangan atau
intervensi dari pihak manapun termasuk Pemerintah. Dengan
independensi tersebut, Bank Indonesia selaku otoritas moneter
diharapkan dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara efektif
dan efisien.

Sementara itu, sesuai dengan Undang-undang No.23/1999, Bank


Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum, yang berarti Bank
Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengelola kekayaannya
terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, Bank Indonesia juga berwenang membuat peraturan yang
mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan kewenangannya
10
dan dapat bertindak atas namanya sendiri di dalam dan di luar
pengadilan. Dilihat dari struktur ketatanegaraan Republik Indonesia,
Bank Indonesia selaku lembaga negara yang independen tidak sejajar
dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Makamah Agung (MA)
dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Di samping itu, kedudukan
Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena
kedudukan Bank Indonesia berada di luar pemerintahan. Sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang, meskipun kedudukan Bank
Indonesia sebagai lembaga negara yang independen, namun dalam
melaksanakan tugasnya Bank Indonesia tentu mempunyai hubungan
kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan
pihak lainnya (lihat Gambar 1).

11
Gambar 1

STRUKTUR BANK INDONESIA


dalamSistemKetatanegaraanRepublikIndonesia

MPR
(1) (2) (3)

Presiden DPR BPK MA DPA


Kepala
Bank Kepala Pemerin
Indonesia Negaratahan

)
Sumber: DidikJ. Rachbini, hal 166 (diolah

Informasi tertulis
(1) Laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang
(2) BI menyampaikan laporan keuangan dan BPK memeriksa BI

12
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, sebelum Undang-
undang No.23/1999 tentang Bank Indonesia diberlakukan, nuansa
Bank Indonesia sebagai bank sentral yang membantu (sebagai bagian
dari) Pemerintah sangat kental. Hal ini tercermin pada kebijakan yang
dilaksanakan Bank Indonesia merupakan hasil perumusan Dewan
Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan. Sementara itu
Gubernur Bank Indonesia merupakan anggota kabinet yang diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden. Keterbatasan wewenang Bank
Indonesia dalam menetapkan kebijakan dan kekurangtegasan dalam
pembagian tugas dan tanggung jawab antara Bank Indonesia dan
Pemerintah ini telah mengakibatkan kurang efektifnya langkah-
langkah yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Ketidakjelasan tugas
yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia ini tercermin pada
penetapan tugas-tugas pokok Bank Indonesia sesuai yang ditetapkan
undang-undang yaitu (1) mengatur dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, (2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan kesejahteraan
rakyat.

Baik secara teoritis maupun dalam pelaksanaannya, untuk


mencapai keberhasilan seluruh tugas tersebut, sering timbul conflict
antara keharusan pencapaian satu kebijakan dengan kebijakan lain
yang juga merupakan tugas yang harus dicapai. Implikasi dari tidak
fokusnya tugas tersebut telah mengakibatkan pencapaian tujuan akhir
dari kebijakan Bank Indonesia kurang efektif. Hal ini terjadi
mengingat, (1) peran Bank Indonesia sebagi otoritas moneter menjadi
kabur karena kekurangjelasan wewenang dan tanggung jawab sebagai
akibat tidak fokusnya tujuan dan tugas yang harus dilaksanakan, (2)
fungsi sebagai otoritas moneter kurang focus karena memungkinkan
timbulnya conflict diantara tugas-tugas yang harus dilaksanakan dan
(3) tugas pokok membantu Pemerintah mengakibatkan tidak
independennya Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan
kebijakan untuk mencapai tujuan yang harus ditetapkan.

Bersandar pada pengalaman sebelumnya, maka langkah awal agar


Bank Indonesia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan
efektif, diperlukan ketegasan dalam tujuan dan pembagian tugas harus
jelas dan tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang

13
seharusnya dilakukan oleh Pemerintah. Langkah awal tersebut harus
berupa pemberian independensi kepada Bank Indonesia sehingga
Bank Indonesia dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan untuk
mencapai tujuan yang harus dicapai sebagai lembaga Bank Sentral.

Tujuan

Undang-undang tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 secara


tegas telah memberikan landasan bagi independensi Bank Indonesia
dalam menetapkan target-target yang akan dicapai dan dalam
menggunakan berbagai instrumen kebijakan yang ditujukan untuk
mencapai target yang ditetapkan yaitu memelihara kestabilan nilai
rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksudkan dalam undang-
undang tersebut adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan
jasa yang diukur atau tercermin pada perkembangan laju inflasi, serta
terhadap mata uang negara lain yang diukur atau tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara
lain.

Sebagaimana di negara-negara lain, penetapan inflasi sebagai


sasaran akhir kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan beberapa pertimbangan. Pertama, bukti-bukti empiris
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya
dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan tidak dapat mempengaruhi
variable riil seperti pertumbuhan ekonomi atau tingkat pengangguran.
Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi variable-veriabel riil
dalam jangka pendek. Kedua, pencapaian inflasi yang rendah
merupakan prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, karena perekonomian tidak dipacu untuk tumbuh
melebihi kapasitasnya. Ketiga, dengan ditetapkannya inflasi sebagai
sasaran tunggal, sasaran tersebut akan menjadi dasar acuan (nominal
anchor) dalam perumusan kebijakan moneter.

14
Implikasi dari terfokusnya dan spesifiknya tujuan Bank
Indonesia, secara makro Bank Indonesia harus mengarahkan
kebijakan untuk menyeimbangkan kondisi ekonomi internal,
khususnya keseimbangan antara permintaan dan penawaran agregat,
dengan kondisi eksternal yaitu neraca pembayaran. Perwujudan
keseimbangan internal adalah menjaga agar inflasi berada pada
tingkat yang rendah, sementara dari sisi eksternal harus dijaga agar
fluktuasi nilai rupiah tidak terlampau tajam sehingga nilai rupiah
cukup kuat dan stabil. Selain itu, dengan ditetapkannya tujuan tunggal
ini, sasaran dan batas tanggung jawab Bank Indonesia akan semakin
jelas. Demikian juga tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia
akan lebih transparan dan mudah diukur.

Tugas

Dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka tugas-


Bank Indonesia sesuai Undang-undang meliputi 3 tugas
utama, yang merupakan tiga pilar untuk mencapai tujuan
(lihat Gambar 1), yaitu :
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Mengatur dan mengawasi bank

Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara


efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus saling
mendukung. Hal ini mengingat bahwa untuk mencapai kebijakan
moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan dengan
mengendalikan jumlah uang yang beredar, diperlukan suatu sistem
pembayaran yang efisien, cepat dan aman serta handal. Keberhasilan
tugas-tugas tersebut tentunya tidak terlepas dari kondisi sistem
perbankannya yaitu perbankan yang sehat. Dalam kondisi
sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan kebijakan Bank
Indonesia akan berhasil dengan baik.

1. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebjakan Moneter

Sesuai Undang-undang No.23/1999, Bank Indonesia diberikan


kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui
penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi
serta melakukan pengendalian jumlah uang beredar dengan
menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Instrumen-
15
instrumen yang saat ini masih digunakan oleh Bank Indonesia adalah
instrumen tidak langsung yang dalam pelaksanaannya dapat
dilakukan bersama-sama atau tersendiri yaitu antara lain operasi pasar
terbuka, fasilitas diskonto, penetapan giro wajib minimum dan
himbauan. Sementara instrumen tidak langsung yang pernah
digunakan seperti penetapan pagu kredit dan penetapan suku bunga
tidak dilakukan lagi mengingat instrumen tersebut kurang efektif dan
tidak berorientasi pasar.

16
Gambar 2
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

17
Dalam pelasanaannya kebijakan moneter tidak dapat dilepaskan
dari perkembangan nilai tukar, sistem devisa dan pengaturan
lalulintas devisa. Oleh karena itu, sesuai undang-undang Bank
Indonesia telah diberi kewenangan dalam melaksanakan kebijakan
nilai tukar berdasarkan nilai tukar yang telah ditetapkan sesuai dengan
sistem nilai tukar yang dianut. Dalam pelaksanaannya, Bank
Indonesia antara lain dapat melakukan :
- Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing pada saat
sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai tukar tetap
- Intervensi pasar pada sistem nilai tukar yang dianut adalah
nilai tukar megambang
- Penetapan nilai tukar harian dan lebar pita intervensi pada
saat sistem nilai tukar yang dianut adalah mengambang
terkendali

Dalam hal sistem dan pengaturan devisa, Bank Indonesia selaku


otoritas moneter bertugas untuk mengelola cadangan devisa negara
yang ada di Bank Indonesia. Dalam praktek, pengelolaan cadangan
devisa dilakukan oleh Bank Indonesia dengan memperhatikan 3 asas
pokok yang harus dipegang yaitu asas likuiditas (liquidity), asas
keamanan (security) dan asas keuntungan (profitability).

Tujuan penerapan asas likuiditas adalah agar cadangan devisa


dapat setiap saat digunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
internasional, seperti untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah
yang telah jatuh waktu termasuk pembayaran bunganya dan untuk
keperluan pengendalian moneter dalam rangka memelihara nilai tukar
mata uang rupiah. Sementara itu, asas keamanan terkait dengan
penempatan cadangan devisa pada lembaga-lembaga keuangan yang
terjamin keamanannya dan mengupayakan agar cadangan yang
disimpan terlindung dari gejolak eksternal yang mempengaruhi nilai
tukar. Asas keuntungan dimaksudkan agar dalam pengelolaannya
cadangan devisa dapat menghasilkan keuntungan.

Dalam praktek ketiga asas tersebut sulit untuk dicapai pada saat
yang bersamaan, bahkan antara ketiga asas tersebut saling
bertentangan. Sebagai contoh, untuk mencapai azas likuiditas, maka
asas keuntungan, sedikit atau banyak harus dikorbankan. Oleh karena
itu perlu dicari suatu kombinasi yang optimum dari penerapan ketiga
18
asas tersebut, sehingga tujuan dari pengelolaan cadangan devisa dapat
dicapai.

2. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank


Indonesia memiliki kewenangan menetapkan penggunaan alat
pembayaran dan kewenangan dalam mengatur penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran.

2.1 Kewenangan Menetapkan Penggunaan Alat Pembayaran

Kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran


tersebut meliputi alat pembayaran tunai dan non tunai. Yang
dimaksudkan dengan kewenangan penggunaan alat pembayaran tunai
meliputi mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah termasuk
kewenangan untuk mengatur, menarik dan memusnahkan uang
rupiah. Serta menetapkan macam, harga, ciri uang, bahan yang
digunakan serta tanggal berlakunya. Sebagai konsekuensi dari
kewenangan-kewenangan tersebut, Bank Indonesia harus menjamin
ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan
kualitas yang memadai. Selain itu, Bank Indonesia juga harus
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan
penukaran uang dari pecahan yang sama dan atau kepecahan yang
lain, penukaran uang yang cacat dan atau tidak layak edar, serta
menukar uang yang rusak dengan nilai yang sama atau lebih kecil
tergantung dari tingkat kerusakannya.

Sementara itu, kewenangan dalam penggunaan alat pembayaran


non tunai baik yang paper based seperti bilyet giro, cek dan wesel,
maupun yang card based seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM,
meliputi pengaturan dan penggunaan alat pembayaran non tunai.
Tujuan dari pengaturan dan penggunaan alat pembayaran non tunai
dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan bahwa seluruh alat
pembayaran yang dipergunakan termasuk pengoperasiannya telah
memperhitungkan risiko-risikonya dan dikelola serta dimonitor secara
baik.

2.2 Kewenangan Mengatur dan Menyelenggarakan Sistem


Pembayaran

19
Dalam kaitan ini Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk
memberikan ijin persetujuan dan penyelenggaraan sistem pembayaran
serta kewenangan untuk mewajibkan penyelenggara sistem
pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya. Dari aspek
kelembagaan, Bank Indonesia mempunyai kewenangan mengatur
sistem kliring dan menyelenggarakan kliring antarbank, serta
menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran
antarbank baik dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing. Dalam
hal penyelenggaraan kegiatan kliring selain dapat dilakukan oleh
Bank Indonesia, dapat juga dilakukan oleh pihak lain atas persetujuan
Bank Indonesia.

3. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank

Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah satu tugas


yang penting khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan
yang sehat yang pada akhirnya akan dapat mendorong
terselenggaranya kebijakan moneter yang efektif. Hal ini mengingat
bahwa lembaga perbankan selain menjalankan fungsi intermediasi,
juga berfungsi sebagai transmisi kebijakan moneter, di samping
perputaran dana yang dilakukan melalui sistem perbankan. Dengan
demikian cukup beralasan apabila pengendalian moneter dan
pengawasan bank dilakukan oleh lembaga yang sama, yaitu bank
sentral.

Beberapa negara yang fungsi pengendalian moneter dan


pengawasan perbankannya dilakukan oleh bank sentral adalah
Belanda, Brasil, India, Malaysia, New Zealand, Philipina dan
Singapura. Secara umum, alasan penyatuan kedua fungsi tersebut
antara lain :
- Antara fungsi pengawasan bank dan pengendalian moneter
memiliki sifat yang interdependent, sehingga kedua fungsi
tersebut harus sejalan.
- Memudahkan bank sentral memantau dan menindaklanjuti
dampak kebijakan moneter terhadap perbankan.
- Data dan informasi hasil pengawasan bank sangat diperlukan
dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kebijakan
moneter, dan demikian pula sebaliknya.

20
Sementara itu, terdapat pula beberapa negara yang pengawasan
banknya dilakukan oleh bank sentral bersama dengan lembaga
lainnya. Beberapa negara yang menggunakan kebijakan tersebut
antara lain Amerika Serikat, Finlandia dan Jerman. Di Amerika
Serikat pemeriksaan bank dilakukan oleh Bank Sentral Amerika
Serikat yaitu Federal Reserve System bekerja sama dengan Office of
the Controller of the Currency, State Government dan Federal
Deposit Insurance Corporation (FDIC), dengan pembagian tugas
pengawasan yang berbeda. Di Finlandia pengawasan bank selain
dilakukan oleh bank sentral Finlandia yaitu Bank of Finland bekerja
sama dengan The Bank Inspectorate. Hal yang sama dilakukan oleh
bank sentral Jerman yaitu Bundesbank, melakukan pengawasan bank
bersama Bundesaufsichtsamt fur das Kreditwesen.

Dalam pada itu, negara-negara lain seperti Australia, Belgia,


Inggris, Jepang, Korea Selatan, Swiss dan Perancis, fungsi
pengawasan bank dipisahkan dari bank sentral. Alasan pemisahan
tersebut antara lain adanya kekawatiran akan terjadinya pertentangan
kepentingan (conflict of interest) antara tugas menjaga kestabilan
moneter dan tugas pengawasan bank.

Dalam kaitannya dengan tugas pengawasan bank ini, berdasarkan


undang-undang, Bank Indonesia diberi wewenang mengatur dan
mengawasi Bank dan meliputi kewenangan sebagai berikut :
1. Memberikan dan mencabut ijin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari bank
2. Menetapkan peraturan di bidang perbankan
3. Melakukan pengawasan bank baik secara langsung
maupun tidak langsung
4. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai ketentuan
perundangan

Secara umum, dalam melaksanakan tugas-tugas dimaksud, Bank


Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan
berdasarkan prinsip kehati-hatian sesuai standar yang berlaku secara
internasional melalui penetapan rambu-rambu bagi penyelenggaraan
kegiatan usaha perbankan yang pada gilirannya dapat mewujudkan
suatu sistem perbankan yang sehat. Sementara itu, agar pelaksanaan

21
pengawasan dan pengaturan perbankan tersebut dapat berjalan efetif
maka tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
- Melaksanakan ketentuan prinsip kehati-hatian (prudential)
secara efektif dan sekaligus melaksanakan prinsip keterbukaan
(disclosure) yang lebih luas bagi masyarakat tentang kondisi
masing-masing bank.
- Menyehatkan kegiatan operasional di bidang finansial
perbankan melalui program-program penyehatan/restrukturisasi
perbankan dan peningkatan fungsi intermediasi.
- Memantapkan sistem pengawasan bank, baik pengawasan
langsung maupun tidak langsung.
- Meningkatkan mutu pengelolaan perbankan, untuk
memantapkan ketahanan sistem perbankan.

Selain itu, dalam rangka lebih memfokuskan pelaksanaan tugas,


beberapa tugas Bank Indonesia, melalui Undang-undang No.23/1999,
telah dilakukan penyesuaian sebagai berikut :
- Larangan pemberian kredit kepada Pemerintah. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ekspansi moneter
atau penambahan uang beredar yang pada gilirannya dapat
mengakibatkan terjadinya inflasi sehingga mengurangi
efektifitas pengendalian moneter untuk memelihara kestabilan
nilai rupiah
- Tugas pemberian kredit likuiditas dalam rangka kredit
program dialihtugaskan pengelolaannya kepada (1) Bank
Rakyat Indonesia (BRI) untuk Kredit Usaha Tani, Kredit
Koperasi dan Kredit Koperasi untuk Anggotanya (KKPA), (2)
Bank Tabungan Negara (BTN) untuk Kredit Perumahan Rakyat
Sederhana (KPRS) dan KPR-Sangat Sederhana (KPRSS) (3)
PT Permodalan Nasional Mandiri untuk KKPA, Kredit
Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM), Kredit Kecil, Mikro dan
Menengah (KMKM)-Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan
Kredit untuk Usaha Angkutan.
- Pemberian kredit dalam kerangka tugas Bank Indonesia
sebagai lenders of the last resort dibatasi hanya untuk
keperluan jangka pendek dengan maksimum 90 hari kerja
termasuk perpanjangannya serta harus dijamin dengan surat
berharga yang berkualitas tinggi dan jaminan minimum 100%.

22
- Penyertaan Bank Indonesia pada perusahaan lain dibatasi
hanya pada perusahaan yang menunjang pelaksanaan tugas.

23
Hubungan Dengan Pemerintah
Menilik pada tujuan dan tugas Bank Indonesia, terdapat banyak
keterkaitan dengan kepentingan Pemerintah. Disatu sisi bank
Indonesia sebagai otoritas moneter dan bertugas mengatur kebijakan
sektor moneter, sementara Pemerintah mengatur kebijakan sektor
fiskal. Baik secara teori maupun dalam pelaksanaan kedua sektor
tersebut saling terdapat keterkaitan dalam mencapai sasaran secara
nasional berupa pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh dalam
penentuan laju inflasi kedua instansi akan saling tergantung agar
target atau sasaran yang ditentukan dapat tercapai.

Dengan demikian, meskipun Bank Indonesia tidak lagi berada di


Pemerintahan dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat, akan tetapi
cakupan tugas dan wewenangnya sedikit-banyak terkait dengan
kepentingan Pemerintah. Secara makro, tugas Bank Indonesia juga
ditentukan oleh kinerja institusi-institusi yang berhubungan erat
dengan tugas pokok Bank Indonesia yakni memelihara dan mencapai
kestabilan nilai rupiah. Dalam kondisi yang demikian, sinkronisasi
dan koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah tetap diperlukan
mengingat keduanya memiliki tanggung jawab yang semuanya untuk
kepentingan bangsa Indonesia.

Secara umum, dari sisi hubungan Bank Indonesia dengan


Pemerintah telah diatur dengan jelas yaitu bahwa Bank Indonesia,
sebagaimana ketentuan dalam undang-undang sebelumnya, tetap
ditunjuk sebagai pemegang kas Pemerintah. Selain itu, Bank
Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman
luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan
kewajiban keuangan Pemerintah terhadap luar negeri. Salah satu
perubahan yang penting dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya
adalah saat ini Bank Indonesia tidak diperkenankan lagi memberikan
kredit kepada Pemerintah yang selama ini dipergunakan untuk
menutup defisit anggaran Pemerintah.

Dalam pada itu, sesuai undang-undang Pemerintah wajib


meminta pendapat dan atau mengundang Bank Indonesia dalam
sidang kabinet yang membahas mengenai masalah yang berkaitan
dengan tugas Bank Indonesia yaitu tentang masalah ekonomi,
perbankan dan keuangan. Demikian juga dalam penyusunan

24
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan
atau kebijakan Pemerintah lainnya yang terkait dengan tugas dan
wewenang Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat memberikan
pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah.

Hal lain yang menggambarkan hubungan antar Bank Indonesia


dengan Pemerintah adalah diaturnya koordisasi yang bersifat
konsultatif dengan Pemerintah dengan dapat hadirnya Pemerintah
yang diwakili seorang menteri atau lebih dalam Rapat Dewan
Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara. Selain itu, dalam hal
Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah
wajib lebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Hal ini
dimaksudkan agar penerbitan surat utang tersebut tidak berakibat
negatif terhadap kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia
dapat membantu dalam penerbitan surat utang negara, namun dilarang
membelinya secara langsung dan harus melalui pasar sekunder.
Dalam hal Bank Indonesia membeli di pasar sekunder hanya
diperkenankan untuk keperluan kebijakan moneter.

Selain itu, hubungan dengan Pemerintah nampak pula pada


pembagian hasil kegiatan Bank Indonesia. Sisa surplus kegiatan Bank
Indonesia, setelah diperhitungkan untuk cadangan tujuan dan ca
dangan umum serta kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia,
harus diserahkan kepada Pemerintah.

Hubungan Internasional
Sekilas Tentang Hubungan Internasional yang Dilakukan oleh
Bank Sentral

Hubungan atau kerja sama internasional yang dijalin oleh bank sentral
pada umumnya ada dua jenis, yaitu:
1. Kerjasama yang dilakukan atas nama bank sentral
sendiri dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya, seperti
keanggotaan bank sentral di South East Asia Central Bank
(SEACEN) dan
2. Kerjasama yang dilakukan untuk dan atas nama
negaranya masing-masing, seperti keanggotaan suatu negara di

25
lembaga keuangan internasional seperti International Monetary
Fund (IMF).

Pada umumnya semua bank sentral mempunyai kedua jenis


kerjasama internasional diatas dalam rangka kelancaran dan
keefektifan pelaksanaan tugas-tugasnya maupun demi mewakili
negaranya terutama dalam bidang ekonomi.

Hubungan Internasional yang Dilakukan oleh Bank Indonesia

Kerjasama internasional yang dijalin oleh Bank Indonesia juga


meliputi dua jenis seperti yang telah disebutkan diatas. Bentuk-bentuk
kerjasama tersebut antara lain meliputi bidang-bidang (Penjelasan UU
No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 57):
1. Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta
asing,
2. Penyelesaian transaksi lintas negara,
3. Hubungan koresponden,
4. Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang
terkait dengan tugas-tugas Bank Sentral, dan
5. Pelatihan/penelitian seperti masalah moneter dan
sistem pembayaran.

Bank Indonesia menjadi anggota di beberapa lembaga dan forum


international atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain pada (lihat
Lampiran 1):
1. The South East Asia Central Banks Research and
Training Centre (SEACEN Centre).
2. The South East Asia New Zealand and Australia
Forum of Banking Supervisors (SEANZA).
3. The Executives’ Meeting of East Asian and Pacific
Central Banks (EMEAP)
Selain itu Bank Indonesia juga secara periodik melakukan
pertemuan bilateral dengan 4 (empat) bank sentral di Asia (yaitu
Bank Negara Malaysia, Monetary Authority of Singapore, Bank of
Thailand dan Hong Kong Monetary Authorities).

Sementara itu, Bank Indonesia menjadi anggota di beberapa


lembaga dan forum internasional mewakili negara Republik Indonesia
antara lain pada (lihat Lampiran 1):
26
1. Association of South East Asia Nations (ASEAN)
2.ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
3.Asian Development Bank (ADB)
4.Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
5.Manila Framework Group (MFG)
6.Islamic Development Bank (IDB)
7.Consultative Group on Indonesia (CGI)
8.International Monetary Fund (IMF)
9. World Bank, termasuk keanggotaan di International
Bank for Reconstruction and Development (IBRD),
International Development Association (IDA) dan International
Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment
Guarantee Agency (MIGA)
10. G20 (Intergovernmental Group of 20)3
11. G15 (Intergovernmental Group of 15, sebagai
observer)
12. G24 (Intergovernmental Group of 24, sebagai
observer)

Dewan Gubernur
Pada umumnya bank sentral dipimpin oleh seorang gubernur,
presiden, chairmain atau sebutan lainnya, dilengkapi dengan satu atau
lebih wakil dan sejumlah anggota Dewan Gubernur atau Executive
Board, Policy Board atau sebutan lainnya. Sebagai contoh, Bank of
Japan memiliki seorang Gubernur, 2 (dua) Deputi Gubernur dan 6
(enam) anggota Policy Board. The Bundesbank memiliki seorang
presiden, seorang wakil dan 6 (enam) anggota Executive Board. The
Federal Reserve Sistem (FedRes) memiliki seorang Chairman,
seorang wakil dan 5 (lima) anggota Dewan Gubernur. Sementara itu
European Central Bank (ECB) memiliki seorang Presiden, seorang
wakil dan 4 (empat) anggota Executive Board.

Masa jabatan dan kemungkinan pengangkatan kembali Dewan


Gubernur akan turut menentukan tingkat independensi dan
akuntabilitas dari bank sentral yang bersangkutan. Menurut Meyer

3
Anggota group bisa negara bisa juga lembaga multilateral. Meskipun anggota
bertambah, namanya tetap G20. Demikian pula untuk G15 dan G24.

27
(2000) masa jabatan Dewan Gubernur yang pendek dengan
kemungkinan diangkat kembali akan membuat bank sentral lebih
akuntable tetapi menurunkan independensinya. Sementara itu masa
jabatan Dewan Gubernur yang panjang tetapi tidak bisa diangkat
kembali akan menurunkan akuntabilitas bank sentral namun akan
meningkatkan independensinya. Sebagai contoh, Dewan Gubernur
FedRes mempunyai masa jabatan 14 (empat belas) tahun dan tidak
dapat diangkat kembali. Dua dari anggota Dewan Gubernur dipilih
sebagai Chairman dan wakil untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan
dapat diangkat kembali selama masih dalam masa jabatan 14 (empat
belas) tahun sebagai anggota Dewan Gubernur. Semua anggota
Executive Board (termasuk Presiden dan wakilnya) dari ECB
mempunyai masa jabatan 8 (delapan) tahun dan tidak dapat diangkat
kembali.

Pengusulan, pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan


Gubernur juga akan ikut menentukan tingkat independensi bank
sentral yang bersangkutan. Semakin banyak campur tangan pihak lain
(terutama dalam hal pemberhentian) akan menurunkan tingkat
independensi bank sentral. Sebagai contoh, pengusulan anggota
Dewan Gubernur FedRes diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat
untuk mendapat persetujuan dari Senat. Sedangkan Chairman dan
wakilnya ditunjuk dari anggota Dewan Gubernur oleh Presiden
Amerika Serikat dan dikonfirmasi oleh Senat. Sementara itu, semua
Pemerintah harus setuju apabila ditunjuk sebagai anggota Executive
Board. Prosesnya dimulai dari rekomendasi oleh Council of
Economics and Finance Ministers (ECOFIN) yang beranggotakan
semua Menteri Keuangan negara anggota, sehingga hal ini
mencerminkan konsensus dari semua negara anggota. Setelah
direkomendasi oleh ECOFIN kemudian dikonsultasikan dengan
Parlemen Eropa (European Parliament) dan the Governing Council of
ECB.4 Setelah konsultasi ini, pengangkatan dikonfirmasi oleh kepala
negara anggota euro area.

Selain itu, kedudukan Gubernur dalam struktur ketatanegaraan


juga berpengaruh besar terhadap tingkat independensi bank sentral
yang bersangkutan. Apabila kedudukan Gubernur berada dibawah
Pemerintah, maka Pemerintah akan dapat mempengaruhi kebijakan

4
The Governing Council terdiri dari anggota Executive Board dan pimpinan bank
sentral dari ke 12 anggota ECB.
28
yang diambil. Hal ini akan menurunkan independensi bank sentral
yang bersangkutan. Sedangkan apabila kedudukan Gubernur berada
diluar Pemerintah, maka Pemerintah tidak dapat mempengaruhi
kebijakan yang diambil. Hal ini akan meningkatkan independensi
bank sentral yang bersangkutan.

Dewan Gubernur Bank Indonesia

Dewan Gubernur adalah pimpinan tertinggi Bank Indonesia dalam


menjalankan tugas dan wewenangnya. Bab VII UU tentang Bank
Indonesia No.23 tahun 1999 menjelaskan panjang lebar mengenai
Dewan Gubernur Bank Indonesia mengenai susunannya, masa
jabatannya, pengangkatan dan pemberhentiannya, tugas dan
wewenangnya, bagaimana mereka menjalankan tugasnya,
persyaratannya dan hal-hal lain mengenai Dewan Gubernur.

Susunan dari Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur


sebagai pimpinan, seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil
pimpinan dan 4 (empat) sampai 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur
sebagai anggotanya. Saat ini Bank Indonesia memiliki seorang
Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan 6 (enam) Deputi
Gubernur.

Masa jabatan Dewan Gubernur maksimum 5 (lima) tahun, dan


mereka hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya. Namun demikian, penggantian Dewan Gubernur
diatur secara berkala dimana setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang
yang diganti.

Pengangkatan Dewan Gubernur dibagi dua. Gubernur dan Deputi


Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPR. Sementara itu,
Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden
setelah mendapat persetujuan dari DPR melalui fit and proper test (uji
kompetensi dan integritas). Meskipun anggota Dewan Gubernur
diangkat oleh Presiden, mereka tidak dapat diberhentikan oleh
Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau
melakukan tindak pidana kejahatan. Dewan Gubernur (dan atau
Pejabat Bank Indonesia) juga tidak dapat dihukum karena telah
mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan
wewenangnya sepanjang dilakukan dengan itikad baik.
29
Dewan Gubernur adalah pelaksana tugas dan wewenang Bank
Indonesia yang telah dijelaskan sebelumnya dalam sub-bab Tugas
dari Bank Indonesia, untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selain itu, Dewan
Gubernur juga mempunyai tugas dan wewenang internal dalam hal
organisasi, kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan, pensiun
dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai Bank
Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnya Dewan Gubernur


menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai suatu
forum pengambilan keputusan tertinggi. RDG diselenggarakan
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan
kebijakan umum di bidang moneter, dan sekurang-kurangnya sekali
dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan
kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat
prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dalam RDG dilakukan
atas dasar prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila
mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang calon Dewan


Gubernur yang akan diusulkan oleh Presiden (untuk calon Gubernur
dan Deputi Gubernur Senior) atau Gubernur (untuk calon Deputi
Gubernur) meliputi:
a. warga negara Indonesia, sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku;
b.memiliki akhlak dan moral yang tinggi, yang dapat dipercaya
baik dalam ucapan maupun tindakannya; dan
c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi,
keuangan, perbankan, atau hukum, khususnya yang berkaitan
dengan tugas bank sentral.

30
Gambar 3
Susunan Dewan Gubernur Bank Indonesia

Gubernur

Deputi
Gubernur
Senior

Deputi Deputi Deputi Deputi Deputi Deputi Deputi


Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur

31
Independensi
Masalah mengenai independensi bank sentral telah ada semenjak
bank sentral pertama berdiri. David Ricardo telah menyuarakan
otonomi bank sentral dari Pemerintah dan pelarangan bank sentral
untuk membiayai defisit anggaran belanja Pemerintah pada tahun
1824 (Fraser5, 1994). Isu mengenai independensi bank sentral sangat
penting karena stabilitas harga, yang berarti laju inflasi yang rendah
dan stabil, secara umum dianggap sebagai suatu hal yang baik, dan
bank sentral yang independen dapat membantu untuk mencapainya.

Dalam kamus independensi didefinisikan sebagai kebebasan dari


pengaruh, instruksi/pengarahan, atau kontrol dari pihak/pihak-pihak
lain. Jika diterapkan dalam independensi bank sentral, Meyer6 (2000)
mengartikannya sebagai kebebasan dari pengaruh,
instruksi/pengarahan, atau kontrol dari Pemerintah, baik dari badan
eksekutif maupun dari badan legislatif. Sementara itu Fraser (1994)
mendefinisikan independensi bank sentral sebagai kebebasan bank
sentral untuk dapat melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas
dari (tidak didikte oleh) pertimbangan-pertimbangan politik. Tidak
termasuk dalam arti independen disini adalah komentar mengenai
kebijakan moneter yang disampaikan oleh Departemen-departemen,
dan konsultasi/koordinasi dengan Pemerintah dalam hal kebijakan
moneter atau kebijakan lainnya.

Independensi bank sentral dikategorikan berbeda-beda oleh para ahli.


Fraser (1994) dan Meyer (2000) membagi independensi bank sentral
kedalam “goal independence” dan “instrument independence.”
1. Goal independence artinya bank sentral menetapkan
sendiri tujuan-tujuan yang akan dicapai.
2. Instrument independence artinya bank sentral
memiliki ruang lingkup/wewenang yang cukup dalam mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Fraser, bank
sentral sebaiknya tidak memiliki goal independence, tetapi
memiliki instrument independence.

5
B.W. Fraser adalah mantan Gubernur Bank Sentral Australia (Reserve Bank of
Australia).
6
Laurence H. Meyer adalah mantan anggota Dewan Gubernur Bank Sentral AS (The
Federal Reserve Sistem/FED).
32
Sementara itu Grilli et.al. (1991) dan Elgie (1995) membagi
independensi bank sentral kedalam “political independence” dan
“economic independence.”
1. Political independence artinya kemampuan bank
sentral untuk menetapkan tujuan-tujuan/keputusan
kebijakannya yang bebas dari pengaruh Pemerintah.
2. Economic independence artinya kemampuan bank
sentral untuk menggunakan semua instrumen kebijakan
moneter yang tersedia secara bebas, tanpa batasan-batasan dari
Pemerintah, untuk mencapai tujuan-tujuannya. Termasuk dalam
political independence adalah pengusulan, pengangkatan,
pemberhentian, kualifikasi, masa jabatan, pengangkatan
kembali dan jabatan lain dari Gubernur, wakil dan anggota
Dewan Gubernur, serta proses pengambilan keputusan yang
meliputi pembuatan keputusan, ada/tidaknya instruksi dari
Pemerintah, ada/tidaknya hak veto dari wakil Pemerintah,
penetapan penghasilan Dewan Gubernur dan kepemilikan
modal bank setral.

Baka (1994-95) membagi independensi bank sentral kedalam tiga


aspek, yaitu “institutional independence”, “functional independence”
dan “financial independence.”
1. Institutional independence, berarti posisi bank sentral
dalam Pemerintah dan prosedur dalam mengangkat dan
memberhentikan pimpinan bank sentral,
2. Functional independence, berarti kekuasaan dan
kapasitas bank sentral dalam rangka menetapkan dan
menerapkan kebijakan moneter dan otonomi dalam fungsi-
fungsi lainnya, dan
3. Financial independence, berarti bank sentral
memiliki kontrol penuh dalam mengakumulasi dan
mendistribusi sumber daya finansialnya tanpa adanya pengaruh
luar.

Mboweni7 (2000) membagi independensi bank sentral kedalam


empat aspek, yaitu “functional independence”, “personnel
independence”, “instrumental independence” dan “financial
independence.”

7
T.T. Mboweni adalah Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan.
33
1. Functional independence, berarti hak untuk
memutuskan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan
moneter dan kestabilan harga,
2. Personnel independence, meliputi pemilihan dan
pengangkatan anggota Dewan Gubernur dengan kompetensi
profesional tinggi dan tanpa kewajiban untuk condong pada
tekanan-tekanan politik atau lainnya,
3. Instrumental independence, berarti bank sentral
memiliki kontrol terhadap instrumen-instrumen yang
mempengaruhi proses inflasi, termasuk larangan pembiayaan
langsung defisit Pemerintah, dan
4. Financial independence, yang menuntut bank sentral
untuk memiliki akses sendiri terhadap sumber finansial yang
cukup dan memiliki kontrol penuh terhadap anggarannya
(budget) sendiri.

Selain keempat pembagian independensi bank sentral di atas,


masih banyak lagi klasifikasi yang lain, yang secara umum kurang
lebih meliputi aspek-aspek yang hampir sama.

Kelebihan dan Kekurangan Independensi Bank Sentral

Sudah cukup banyak studi, riset dan artikel mengenai independensi


bank sentral yang mendukung dan yang tidak mendukung terhadap
independensi bank sentral. Beberapa argumentasi dari kedua belah
pihak antara lain:

1. Kelebihan
a. Kekuasaan untuk membelanjakan uang seharusnya dipisahkan
dari kekuasaan untuk mencetak uang.
b.Sejumlah studi telah membuktikan adanya korelasi negatif antara
independensi bank sentral dan inflasi jangka panjang maupun
variasinya.
c. Sejumlah studi telah membuktikan adanya korelasi negatif antara
independensi bank sentral dan defisit anggaran belanja jangka
panjang.
d. Riset membuktikan bahwa dalam jangka panjang inflasi yang
rendah tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.

2. Kekurangan
34
a. Korelasi negatif antara independensi bank sentral dan inflasi tidak
membuktikan hubungan kausalitas dari independensi bank
sentral ke laju inflasi yang rendah.
b.Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi
secara keseluruhan, sehingga tidak ada artinya untuk
memisahkan kebijakan fiskal, moneter, ketenagakerjaan,
perdagangan atau kebijakan lainnya.
c. Argumen politis menyatakan bahwa menyerahkan keputusan
mengenai suku bunga, nilai tukar, efisiensi dari sistem finansial
dan hal-hal moneter lainnya kepada pejabat yang diangkat tidak
melalui pemilihan (unelected officials), merupakan tindakan
yang tidak demokratis, sehingga konsep tentang otonomi bank
sentral tidak dapat diterima.

Meskipun ada argumentasi yang tidak mendukung independensi


bank sentral, kenyataan membuktikan bahwa keuntungan bank sentral
yang independen cukup kuat, walaupun tidak cukup kuat untuk
meyakinkan yang tidak mendukung terutama karena alasan politis.
Hal ini ditunjukkan oleh semakin banyaknya bank sentral yang
independen baik di negara-negara maju, di negara-negara
berkembang, maupun di negara-negara dalam transisi, yang terbukti
dapat menurunkan tingkat inflasi tanpa mengorbankan pertumbuhan
ekonomi.

Independensi Bank Indonesia

Konsep independensi bank sentral telah dibicarakan semenjak tahun


1950-an. Mr. Sjafruddin Prawiranegara, presiden de Javasche Bank
waktu itu, sudah mensinyalir ancaman terhadap independensi karena
adanya rencana pembentukan dewan moneter. Beliau menyatakan
bahwa ”Justru karena oleh sifat pekerjaan bank sirkulasi,
pimpinannya tak boleh ikut diombang-ambingkan oleh pengaruh dan
kepentingan politik dari sesuatu saat, maka tidaklah benar apabila
Pemerintah diberi kekuasaan yang mutlak terhadap bank sirkulasi.
Bahaya dari keadaan yang demikian itu ialah bahwa bank sirkulasi
mungkin dipergunakan buat kepentingan partai-partai politik, yang
pada suatu saat kebetulan memegang kekuasaan Negara...”

Dengan undang-undang yang baru tentang Bank Indonesia (UU


No.23 Tahun 1999, yang berlaku sejak 17 Mei 1999), Bank Indonesia

35
adalah bank sentral Republik Indonesia yang mempunyai status dan
kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen, seperti
yang diinginkan oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara lima puluh tahun
yang lalu, meskipun tidak mutlak karena sesungguhnya tidak ada
bank sentral di dunia yang independen mutlak.

Dikaitkan dengan teori, independensi Bank Indonesia mencakup


keempat aspek independensi bank sentral yang dikemukakan oleh
Mboweni (2000). Secara rinci keempat aspek tersebut adalah:
1. Functional independence.
Bank Indonesia memiliki hak untuk memutuskan segala hal yang
berkaitan dengan kebijakan moneter dan kestabilan harga
sebagaimana disebutkan dalam Bab IV UU tentang Bank
Indonesia No.23 tahun 1999.
2. Personnel independence.
Dalam Pasal 9 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999
disebutkan bahwa pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia (Dewan Gubernur), dan Bank
Indonesia (Dewan Gubernur) juga berkewajiban untuk menolak
atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak
manapun juga. Selain itu, anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila
mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak
pidana kejahatan. Dewan Gubernur (dan atau Pejabat Bank
Indonesia) juga tidak dapat dihukum karena telah mengambil
keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan
wewenangnya sepanjang dilakukan dengan itikad baik.
3. Instrumental independence.
Bank Indonesia memiliki kontrol terhadap instrumen-instrumen
yang mempengaruhi proses inflasi seperti yang disebutkan dalam
Pasal 10 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999. Juga,
Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah
(Pasal 56 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999).
4. Financial independence.
Bank Indonesia memiliki akses sendiri terhadap sumber finansial
yang cukup terutama dari hasil pengelolaan cadangan devisa dan
seigniorage. Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki kontrol
penuh terhadap anggarannya (budget) sendiri (Pasal 60 UU
tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999).

36
Dengan mengikuti klasifikasi Fraser (1994) atau Meyer (2000),
Bank Indonesia memiliki instrument independent karena Bank
Indonesia memiliki ruang lingkup/wewenang yang cukup dalam
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Sementara itu, Bank Indonesia tidak memiliki goal independent
karena Bank Indonesia tidak menetapkan sendiri tujuan yang akan
dicapai, melainkan tujuan tersebut telah dituangkan dalam Pasal 7 UU
tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 yaitu untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini sejalan dengan
kecenderungan independensi bank sentral di seluruh dunia, meskipun
dengan derajat independensi yang berbeda-beda.

Untuk lebih menjamin independensi tersebut, UU tentang Bank


Indonesia No.23 tahun 1999 ini telah memberikan kedudukan khusus
kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik
Indonesia. Sebagai lembaga negara yang independen kedudukan
Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi
Negara.Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama
dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar
Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan
agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

Sementara itu, independensi juga terkait erat dengan


akuntabilitas. Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai
hubungan independensi dan akuntabilitas. Fraser (1994) berpendapat
bahwa akuntabilitas dapat membantu melestarikan independensi bank
sentral. Sementara itu, Meyer (2000) berpendapat bahwa terdapat
trade-off antara independensi dan akuntabilitas. Artinya, suatu hal
yang menyebabkan peningkatan independensi akan menyebabkan
penurunan akuntabilitas, dan demikian pula sebaliknya.

Boks2:
Perbandingan Tingkat Independensi Bank Indonesia
1968 - 1999
Seperti yang telah disebutkan dalam sub-bab Tugas, UU tentang Bank
Indonesia No.23 tahun 1999 secara tegas telah memberikan landasan
bagi independensi Bank Indonesia dalam menetapkan target-target
37
yang akan dicapai dan dalam menggunakan berbagai instrumen
kebijakan yang ditujukan untuk mencapai target yang ditetapkan yaitu
memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk dapat mengetahui seberapa
independen Bank Indonesia saat ini dibandingkan sebelumnya, secara
teoritis dapat dilakukan penghitungan sesuai dengan pendekatan yang
dilakukan oleh Robert Elgie (1995). Pendekatan Elgie selengkapnya
dapat dilihat di Lampiran 1.

UU No.13 tahun 1968 mempengaruhi kedua indikator political


dan economic independence. Dalam hal political independence,
keempat aspeknya tercakup. Sebagai contoh, Pasal 15 menyebutkan
bahwa Gubernur dan Direktur diangkat oleh Presiden atas usul
Dewan Moneter untuk masa lima tahun dan dapat diangkat kembali.
Pasal 16 menyebutkan bahwa Direksi bertanggung jawab kepada
Pemerintah. Pasal 17 menyebutkan bahwa Presiden dapat
memberhentikan Gubernur dan Direktur-Direktur meskipun masa
jabatannya belum berakhir. Sebagai tambahan, anggota Direksi tidak
boleh merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena
kedudukannya (Pasal 18). Sementara itu, Pasal 22 menyebutkan
bahwa komisaris Pemerintah mengawasi pengurusan Bank Indonesia
sebagai perusahaan dan boleh hadir dalam Rapat Direksi.
Pengambilan keputusan dilakukan atas dasar musyawarah untuk
mencapai mufakat (kolektif). Semua hal-hal diatas berhubungan
dengan Bank Sentral yang memiliki keterbatasan political
independence. Dalam hal ini UU No.13 tahun 1968 membatasi
political independence Bank Indonesia.

Dalam hal economic independence, Pasal 7 menyebutkan bahwa


Bank Indonesia mempunyai multi tujuan, yaitu: a) mengatur, menjaga
dan memelihara kestabilan nilai Rupiah (price stability); dan b)
mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas
kesempatan kerja; guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan
Pasal 8 menyebutkan bahwa Bank Indonesia menjalankan tugas tugas
pokok tersebut berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah, termasuk kebijakan moneternya (Pasal 16). Bank
Indonesia dapat memberikan kredit kepada Pemerintah (Pasal 35).
Akhirnya, Pemerintah menyetujui anggaran tahunan Bank Indonesia
(Pasal 44). Semua hal-hal diatas berhubungan dengan Bank Sentral
yang memiliki economic independence tinggi. Dalam hal ini UU

38
No.13 tahun 1968 membatasi economic independence Bank
Indonesia.

UU No.23 tahun 1999 membawa perubahan yang sangat


signifikan pada tingkat independensi Bank Indonesia dari Pemerintah.
Dalam hal political independence, Pasal 41 menyebutkan bahwa
anggota Dewan Gubernur ( Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan
para Deputi Gubernur) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali satu kali pada jabatan yang sama. Pada
Pasal 57 disebutkan bahwa masa jabatan mereka cukup aman, karena
anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya kecuali karena mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau
melakukan tindak kejahatan. Selain itu, mereka juga tidak dapat
dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan sesuai
dengan tugas dan kewenangannya (Pasal 45). Sebagai tambahan,
anggota Dewan Gubernur tidak boleh merangkap jabatan pada
lembaga lain kecuali karena kedudukannya (Pasal 47). Sementara itu,
Pasal 43 menyebutkan bahwa wakil Pemerintah boleh hadir dalam
Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara atau veto.
Pengambilan keputusan dilakukan atas dasar musyawarah untuk
mencapai mufakat (kolektif). Apabila mufakat tidak tercapai,
Gubernur menetapkan keputusan akhir. Semua hal-hal diatas
berhubungan dengan Bank Sentral yang memiliki political
independence tinggi. Dalam hal ini UU No.23 tahun 1999 telah
meningkatkan secara drastis political independence Bank Indonesia.

Dalam hal economic independence, Pasal 7 menyebutkan bahwa


tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah (price stability), sedangkan Pasal 8 menyebutkan bahwa
Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan
moneter dan mengatur dan mengawasi bank. Sedangkan Pasal 10
menjabarkan bahwa pelaksanaan kebijaksanaan moneter termasuk
penetapan suku bunga kunci. Pasal 12 menyebutkan bahwa Bank
Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar. Bank Indonesia
dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah (Pasal 56). Akhirnya,
Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia
(Pasal 60). Semua hal-hal diatas berhubungan dengan Bank Sentral
yang memiliki economic independence tinggi. Dalam hal ini UU
No.23 tahun 1999 telah meningkatkan secara drastis economic
independence Bank Indonesia.

39
Lampiran 2 menjabarkan secara rinci perhitungan independensi
Bank Indonesia tahun 1968 dan 1999. Dari hasil perhitungan tingkat
independensi Bank Indonesia dengan UU No.13 tahun 1968 adalah
0.45, sedangkan tingkat independensi dengan UU No.23 tahun 1999
adalah 0.87. Sehingga UU baru mencerminkan peningkatan signifikan
independensi Bank Indonesia dari Pemerintah. Tentunya, angka-
angka diatas tidak mempunyai arti seperti yang tertera. Secara teoritis
dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia relatif lebih independen
berdasarkan UU baru dibanding berdasarkan UU lama.

Akuntabilitas dan Transparansi


Akuntabilitas dan transparansi sangat terkait erat. Bank sentral
harus bertanggung jawab (accountable) terhadap pelaksanaan tugas
yang dikerjakannya kepada stakeholdernya. Kelembagaan yang lebih
transparan akan meningkatkan akuntabilitas bank sentral, yang pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja bank sentral yang lebih baik
melalui peningkatan efisiensi pasar dan peningkatan kejelasan
pembuatan keputusan itu sendiri (Poole8, 2001). Selanjutnya, kinerja
yang lebih baik akan meningkatkan akuntabilitas lembaga/bank
sentral yang bersangkutan. Namun demikian, transparansi merupakan
“necessary condition” untuk akuntabilitas tetapi bukan merupakan
“sufficient condition,” karena akuntabilitas juga ditentukan oleh
tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan moneter.

Menurut Geraats (2002), terdapat tiga bentuk transparansi yang


menunjang akuntabilitas, yaitu:
1. Political transparency dalam bentuk tujuan-tujuan
formal, target-target kuantitatif dan kejelasan tentang struktur
institusi. Political transparency merupakan hal yang terpenting
karena dapat memberikan kriteria dan identifikasi siapa yang
bertanggung jawab,
2. Economic, procedural and policy transparency
diperlukan untuk mengetahui latar belakang kebijakan-
kebijakan yang dilakukan, dan

8
William Poole adalah Presiden Federal Reserve Bank of St. Louis (Distrik ke-8
Federal Reserve).
40
3. Operational transparency diperlukan untuk
mengetahui kendala-kendala proses dalam pencapaian suatu
kebijakan.

Sementara itu akuntabilitas bank sentral dapat dilihat dari dua hal
utama (Meyer,2000), yaitu:
1. Tujuan.
Tujuan tunggal (kestabilan harga) akan membuat bank sentral
lebih akuntabel dibandingkan dengan yang mempunyai tujuan
ganda karena selalu ada konflik yang pada gilirannya akan
diperlukan trade-offs, sehingga tidak jelas pengukurannya.
2. Proses pengangkatan kembali Dewan Gubernur.
Masa jabatan Dewan Gubernur yang pendek dengan
kemungkinan diangkat kembali akan membuat bank sentral lebih
akuntable. Sementara itu masa jabatan Dewan Gubernur yang
panjang tetapi tidak bisa diangkat kembali akan menurunkan
akuntabilitas bank sentral.

Akuntabilitas dan Transparansi Bank Indonesia

Bab X UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 menuntut


adanya akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia dalam setiap
pelaksanaan tugas, wewenang dan anggarannya. Tuntutan akan
akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia tersebut dimaksudkan
agar supaya semua pihak yang berkepentingan dapat ikut melakukan
pengawasan terhadap setiap langkah kebijakan yang ditempuh oleh
Bank Indonesia.

Sesuai dengan Pasal 58 UU tentang Bank Indonesia No.23 tahun


1999, prinsip akuntabilitas dan transparansi dari pelaksanaan tugas
dan wewenang Bank Indonesia diterapkan dengan cara
menyampaikan infoormasi kepada masyarakat luas secara terbuka
melalui media massa, pada setiap awal tahun, mengenai evaluasi
pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya, serta rencana
kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk
tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara
tertulis kepada Presiden dan DPR. Dalam pasal yang sama juga
disebutkan bahwa Bank Indonesia diwajibkan untuk menyampaikan
laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada

41
DPR setiap triwulan atau sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Hal
ini sejalan dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh DPR.

Di bidang anggaran, sesuai dengan Pasal 60 dan 61 UU tentang


Bank Indonesia No.23 tahun 1999, demi tercapainya transparansi,
sebelum dimulainya tahun anggaran, Bank Indonesia menyampaikan
anggaran tahunannya kepada DPR dan Pemerintah bersamaan dengan
evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan. Selain itu, Laporan
Keuangan Tahunan Bank Indonesia juga disampaikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diperiksa dan diumumkan kepada
masyarakat luas melalui media massa. Kewajiban lain Bank Indonesia
adalah menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan transparansi, Bank Indonesia secara


berkala menerbitkan berbagai publikasi seperti Laporan Mingguan,
Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bulanan, Tinjauan Kebijakan
Moneter Bulanan, Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulanan,
Laporan Triwulanan Perkembangan Kebijakan Moneter dan Laporan
Tahunan. Selain itu, sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi, Bank Indonesia juga mempunyai homepage sendiri yang
berisikan informasi terkini tentang Bank Indonesia.

42
Lampiran 1

Hubungan Internasional Yang dilakukan Bank


Indonesia

Organisasi Keterangan
(tahun berdiri, (sekilas mengenai organisasi)
keanggotaan)

Atas nama sendiri


Sebagai Anggota

SEACEN SEACEN Centre merupakan pusat penelitian dan pelatihan


- 1982 bagi pegawai bank sentral yang menjadi anggotanya dari
- 12 bank sentral kawasan Asia Tenggara di bidang keuangan, moneter,
perbankan, kebanksentralan dan ekonomi pembangunan.
Termasuk juga memprakarsai dan memfasilitasi kerjasama
dalam bidang penelitian dan pelatihan yang berhubungan
dengan aspek kebijakan dan operasional bank sentral, survei
ekonomi dan prakiraan (outlook) tahunan dan publikasi
hasil survey, analisa dan telaah ulang.

SEANZA SEANZA merupakan forum yang menyediakan sarana


- 1957 untuk kursus pelatihan yang intensif dan sistematis bagi staf
- 40 bank sentral & bank sentral anggotanya yang potensial, khususnya untuk
badan pengatur pemeriksa bank. Termasuk juga untuk membentuk jejaring
dan kerjasama untuk pertukaran informasi tentang isu-isu
dan masalah-masalah bersama.

EMEAP EMEAP merupakan organisasi kerjasama bank sentral dan


- 1991 otoritas moneter di kawasan Asia dan Pasifik yang
- 11 bank sentral bertujuan untuk mempererat hubungan kerjasama sesama
anggotanya. Kerjasama ini dilakukan dalam bentuk
Governors’ Meeting, Deputies’ Meeting dan Working
Group. Bentuk lainnya antara lain pembentukan jejaring
regional untuk pertukaran informasi.

Atas nama sendiri


Kerjasama Bilateral

43
Atas nama Pemeritah ASEAN merupakan asosiasi negara-negara di kawasan Asia
Sebagai Anggota Tenggara yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi, perkembangan sosial dan pembangunan kultural
ASEAN di kawasan ini. Selain itu juga untuk mendorong stabilitas
- Agustus 1967 ekonomi dan politik dikawasan ini dan memecahkan
- 10 negara berbagai isu yang ada dalam kawasan ini. Kesemuanya itu
untuk mencapai masyarakat yang damai dan sejahtera di
kawasan Asia tenggara.

ASEAN+3 merupakan forum kerjasama di bidang ekonomi


dari negara-negara ASEAN ditambag Cina, Jepang dan
Korea Selatan. Kerjasama ini di masa yang akan datang
ASEAN+3 terus ditingkatkan sehingga meliputi juga bidang politik dan
- 1997 keamanan untuk mendorong perdamaian, kestabilan dan
- 13 negara kesejahteraan di kawasan ini. Forum yang digelar antara
lain berbentuk Pertemuan Puncak dan Pertemuan tingkat
Menteri.

ADB adalah lembaga pembangunan keuangan yang


ditujukan untuk memberantas kemiskinan melalui strategi
pengurangan kemiskinan di kawasan Asia dan Pasifik.
ADB Untuk itu ADB terus mendorong pertumbuhan ekonomi,
- 1966 pembangunan sumber daya manusia, peningkatan status
- 61 negara wanita dan pelestarian lingkungan. Selain itu, kerjasama
regional, pembangunan sektor swasta dan pembangunan
sosial juga menjadi perhatian dalam rangka mencapai
tujuan utama.

APEC adalah forum utama untuk memfasilitasi


pertumbuhan ekonomi, kerjasama perdagangan dan
investasi di kawasan sekitar Asia dan Pasifik. Anggotanya
APEC meliputi 47% perdagangan dunia. Tiga aspek prioritasnya
- 1989 adalah liberalisasi perdagangan dan investasi, memfasilitasi
- 21 negara kegiatan usaha dan kerjasama ekonomi dan teknis.

Manila Framework dibentuk setelah terjadinya krisis di


beberapa negara Asia pertengahan 1997 lalu. Tujuannya
adalah untuk menyediakan forum untuk mendiskusikan isu-
Manila Framework isu yang mempengaruhi stabilitas keuangan di kawasan ini.
- Nopember 1997 Grup ini bertemu dua kali setahun, yang dihadiri oleh
- 14 negara (bank pejabat Departemen Keuangan dan bank sentral negara
sentral & DepKeu) anggotanya, ditambah wakil dari IMF, WB, BIS dan ADB.

44
Merupakan agen pembangunan yang bertujuan untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi dan perkembangan
sosial dari negara anggotanya dan komunitas muslim, baik
IDB secara individu maupun kelompok, sesuai dengan prinsip-
- Juli 1975 prinsip syariah islam. Dalam rangka mencapai tujuan, IDB
- 54 negara anggota berpartisipasi dalam modal ekuitas (equity capital) dan
OIC pemberian pinjaman untuk proyek-proyek produktif dan
untuk perusahaan-perusahaan, selain juga menyediakan
bantuan keuangan kepada negara-negara anggotanya dalam
bentuk lain untuk pembangunan ekonomi dan sosial.

CGI merupakan kelompok donor yang memberi bantuan


dana kepada Indonesia untuk kepentingan dana taktis
pembangunan . Sektor utama pendanaan adalah
CGI penanggulangan masalah kemiskinan, pembangunan
- 1991 infrastruktur, penanganan masalah-masalah pemerintahan
- 30 negara & yang bersih (good governance), restrukturisasi perbankan
organisasi multilateral dan penanganan masalah-masalah kesejahteraan
masyarakat. CGI terbentuk menggantikan IGGI
(Intergovernmental Group on Indonesia). CGI melakukan
pertemuan dialog setiap tahun antara negara/organisasi
multilateral donor dan pemerintah Indonesia untuk
mengevaluasi kegiatan sebelumnya, rencana selanjutnya,
dan biasanya diakhiri dengan komitmen/persetujuan untuk
memberikan bantuan.

IMF merupakan organisasi internasional yang dibentuk


sesuai dengan kesepakatan konferensi Bretton Woods tahun
IMF 1944 yang ditujukan untuk mendorong kerjasama moneter
- Desember 1945 internasional untuk menghindari terjadinya kembali
- 184 negara ‘economic disaster’ seperti great depression tahun 1930an.
Indonesia bergabung Pebruari 1967 (setelah pernah
bergabung sebelumnya dan keluar). Dalam rangka
mencapai tujuan, IMF memfasilitasi perluasan dan
pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan
internasional; mendorong stabilitas nilai tukar; membantu
pembentukan sistem pembayaran multilateral; dan
membantu pendanaan bagi negara-negara yang mengalami
kesulitas neraca pembayaran. Secara lebih umum IMF
bertanggung jawab untuk memastikan stabilitas sistem
keuangan internasional.

World Bank atau Bank Dunia merupakan organisasi

45
internasional yang juga dibentuk sesuai kesepakatan Bretton
World Bank/IBRD Woods tahun 1944 yang merupakan sumber terbesar
- Juli 1944 didunia untuk bantuan pembangunan. Indonesia bergabung
- 184 negara April 1967. Bank Dunia bukanlah sebuah bank seperti pada
umumnya melainkan sebuah agen pembangunan khusus
dari PBB yang terdiri dari lima organisasi yaitu IBRD
(International Bank for Reconstruction and Development),
IDA (International Development Association), IFC
(International Finance Corporation), MIGA (Multilateral
Investment Guarantee Agency) dan ICSID (International
Centre for Settlement of Investment Disputes). Pada
perkembangannya, Bank Dunia menjadi nama yang
digunakan untuk IBRD dan IDA.

IDA merupakan bagian dari World Bank yang membantu


negara-negara termiskin didunia untuk mengurangi
IDA kemiskinan dengan memberikan kredit dengan bunga 0
- 1960 (nol) persen, dengan grace period 10 tahun dan jangka
- 164 negara anggota waktu 35 sampai 40 tahun. IDA membantu membangun
IBRD ‘human capital’, kebijakan-kebijakan, institusi-institusi dan
infrastruktur fisik yang dibutuhkan negara-negara ini untuk
mempercepat pertumbuhan yang ‘environmentally
sustainable.’ Tujuan IDA adalah untuk mengurangi
kesenjangan antar negara dan dalam negara. Terutama
dalam hal akses terhadap pendidikan dasar, kesehatan
pokok dan air bersih dan sanitasi dan untuk mendorong
meningkatkan produktivitas masyarakat. Indonesia
bergabung tahun 1968.

IFC merupakan bagian dari World Bank yang bertujuan


untuk mendorong investasi/petumbuhan sektor swasta yang
IFC ‘sustainable’ di negara-negara berkembang sebagai salah
- 1956 satu cara untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
- 175 negara anggota kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari the World
IBRD. Bank Group, IFC juga mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di negara-negara
berkembang anggotanya. Indonesia bergabung tahun 1968.
Aktivitas IFC termasuk pembiayaan proyek-proyek sektor
swasta di negara-negara berkembang, membantu
perusahaan swasta untuk mencari dana di pasar keuangan
internasional dan memberikan saran dan bantuan teknis
untuk dunia usaha dan pemerintah.

MIGA merupakan bagian dari World Bank yang bertujuan

46
untuk mendorong investasi asing langsung (foreign direct
MIGA investment) di negara-negara berkembang untuk
- 1988 meningkatkan tingkat kehidupan masyarakat dan
- 157 negara anggota mengurangi kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut
IBRD. MIGA menawarkan political risk insurance/guarantees
kepada para investor dan pemberi pinjaman, dan juga
membantu negara-negara berkembang untuk menarik dan
menjaga investasi swasta.

G20 merupakan forum internasional Menteri Keuangan dan


Gubernur bank sentral dari negara-negara industri dan
G20 berkembang untuk mendorong stabilitas keuangan dan
- September 1999 ekonomi setelah terjadinya krisis keuangan dan perbankan
- 19 negara, EU, IMF di Asia pada pertengahan 1997. G20 dibentuk atas prakarsa
dan IBRD G7. Agenda group kemudian meluas sampai kepada
masalah-masalah dan tantangan-tantangan globalisasi dan
cara-cara untuk memerangi kejahatan terorisme keuangan.
G20 tidak memiliki sekretariat permanen, namun dirancang
untuk mendorong pertukaran pandangan secara informal
dan pembentukan konsensus mengenai isu-isu internasional.

Atas nama Pmth G15 merupakan kelompok dari 17 (tujuhbelas) negara-


Sebagai Pengamat negara berkembang dari Asia, Afrika dan Amerika Latin
yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan
G15 memberikan input untuk kelompok internasional lain seperti
- Pebruari 1999 WTO (the World Trade Organization) dan G7 (kelompok
- 17 negara berkembang tujuh negara industri kaya).
dari Asia, Afrika dan
Amerika Selatan G24 merupakan kelompok dari 24 negara berkembang dari
Afrika, Amerika Selatan, Karibia, Asia dan Eropa, yang
G24 tujuan utamanya adalah untuk menggalang persatuan posisi
- 1971 dari negara-negara berkembang dalam isu-isu moneter dan
- 24 negara pembangunan keuangan. Negara anggota G77 boleh hadir
sebagai pengamat. G24 beroperasi melalui dua level yaitu
level politis di tingkat Menteri Keungan/Gubernur bank
sentral dan level official di tingkat Deputi.

47
Lampiran 2

Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral


Terdapat berbagai metodologi yang berbeda untuk mengukur tingkat
independensi suatu bank sentral dibandingkan dengan bank sentral
lainnya. Demikian juga tingkat independensi suatu bank sentral pada
periode tertentu dibandingkan periode lainnya. Para ahli telah
mengembangkan dan mengidentifikasi indikator-indikator
independensi yang kemudian digunakan dalam pengukuran tingkat
independensi bank sentral. Sebagai contoh, Parkin (1978 dan 1987)
mengembangkan pendekatan yang memungkinkan untuk
membedakan jenis-jenis independensi bank sentral. Burdekin et al
(1992) dan Masciandro & Spinelli (1994) mengembangkan
pendekatan yang memungkinkan untuk merangking independensi.
Sementara itu, Cukierman et al (1992) telah mengembangkan
pengukuran independensi bank sentral yang dapat menghasilkan hasil
pengukuran yang presisi. Cukirman menggunakan 16 (enam belas)
indikator yang dikategorikan kedalam 8 (delapan) set indikator.
Kedelapan set indikator ini kemudian diberi bobot yang berkisar
antara 0.20 untuk empat set indikator mengenai Gubernur dan 0.05
untuk set indikator yang berisi satu indikator mengenai pinjaman
yang diberikan oleh Bank Sentral.

Cara pengukuran tingkat independensi yang akan dijelaskan lebih


lanjut adalah cara yang dilakukan oleh Robert Elgie (1995) yang
menggunakan cara Cukierman et al yang disempurnakan. Elgie
menggunakan 29 (dua puluh sembilan) indikator “political
independence” sementara yang digunakan Cukierman et al. hanya 5
indikator. Selain itu, Elgie menggunakan 7 (tujuh) indikator untuk
gubernur, sedangkan Cukierman et al mengunakan hanya 4 (empat)
indikator. Kemudian, Elgie menggunakan 5 (lima) indikator untuk
proses pengambilan keputusan intern, 8 (delapan) indikator untuk
deputi gubernur dan 9 (sembilan) indikator untuk dewan gubernur
(board of governors).

Untuk “economic independence” Elgie hanya menggunakan 7


(tujuh) indikator, sedangkan Cukierman et al menggunakan 11
(sebelas) indikator. Namun demikian, 8 (delapan) dari kesebelas

48
indikator tersebut berkaitan dengan pembatasan bank sentral untuk
memberi pinjaman kepada Pemerintah. Sementara itu Elgie
merangkum kedelapan indikator tersebut kedalam satu indikator.
Sehingga secara keseluruhan Elgie memiliki sekumpulan indikator
“economic independence” yang akan dapat memberikan gambaran
yang lebih lengkap. Secara keseluruhan, metodologi yang
disempurnakan ini mencakup indikator-indikator political dan
economic independence yang jauh lebih komprehensif.

Selengkapnya, indikator dan bobotnya adalah sebagai berikut:

Political independence
(bobot keseluruhan 0.50)

(i) Gubernur
(bobot 0.30)

(a) Pengangkatan
1.00 Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75 Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(b) Pengusulan
1.00 Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75 Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(c) Kualifikasi
1.00 Beberapa kualifikasi diperlukan
0.00 Kualifikasi tidak diperlukan

(d) Masa Jabatan


1.00 Lebih dari delapan tahun
0.50 Antara lima dan delapan tahun
0.00 Kurang dari lima tahun

49
(e) Pemberhentian
1.00 Keamanan penuh masa jabatan
0.75 Pemberhentian dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pemberhentian oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pemberhentian oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pemberhentian oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(f) Pengangkatan Kembali


1.00 Tidak bisa diangkat kembali
0.50 Bisa diangkat kembali satu kali
0.00 Bisa diangkat kembali

(g) Posisi Lain


1.00 Tidak diperbolehkan menduduki posisi lain
0.00 Diperbolehkan menduduki posisi lain

(ii) Sub-gubernur
(bobot 0.20)

(a) Pengangkatan
1.00 Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75 Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(b) Pengusulan
1.00 Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75 Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(c) Kualifikasi
1.00 Beberapa kualifikasi diperlukan
0.00 Kualifikasi tidak diperlukan

(d) Masa Jabatan


1.00 Lebih dari delapan tahun
0.50 Antara lima dan delapan tahun
0.00 Kurang dari lima tahun
50
(e) Pemberhentian
1.00 Keamanan penuh masa jabatan
0.75 Pemberhentian dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pemberhentian oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pemberhentian oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pemberhentian oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(f) Pengangkatan Kembali


1.00 Tidak bisa diangkat kembali
0.50 Bisa diangkat kembali satu kali
0.00 Bisa diangkat kembali

(g) Posisi Lain


1.00 Tidak diperbolehkan menduduki posisi lain
0.00 Diperbolehkan menduduki posisi lain

(h) Pengangkatan berkala

1.00 Pengangkatan dilakukan berkala


0.00 Pengangkatan dilakukan bersama-sama

(iii) Anggota Dewan Gubernur


(bobot 0.20)

(a) Pengangkatan
1.00 Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75 Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(b) Pengusulan
1.00 Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75 Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(c) Kualifikasi
1.00 Beberapa kualifikasi diperlukan
51
0.00 Kualifikasi tidak diperlukan

(d) Masa Jabatan


1.00 Lebih dari delapan tahun
0.50 Antara lima dan delapan tahun
0.00 Kurang dari lima tahun

(e) Pemberhentian
1.00 Keamanan penuh masa jabatan
0.75 Pemberhentian dengan campur tangan bank sentral
0.50 Pemberhentian oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25 Pemberhentian oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00 Pemberhentian oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(f) Pengangkatan Kembali


1.00 Tidak bisa diangkat kembali
0.50 Bisa diangkat kembali satu kali
0.00 Bisa diangkat kembali

(g) Posisi Lain


1.00 Tidak diperbolehkan menduduki posisi lain
0.00 Diperbolehkan menduduki posisi lain

(h) Pengangkatan berkala

1.00 Pengangkatan dilakukan berkala


0.00 Pengangkatan dilakukan bersama-sama

(i) Wakil Pemerintah


1.00 Tidak ada wakil Pemerintah di dewan gubernur
0.00 Ada wakil Pemerintah di dewan gubernur

(iv) Proses Pengambilan Keputusan Intern


(bobot 0.30)

(a) Pengambilan Keputusan


1.00 Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.00 Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi

(b) Instruksi
1.00 Bank sentral tidak menerima instruksi dari Pemerintah
52
0.00 Bank sentral menerima instruksi dari Pemerintah

(c) Wakil Pemerintah


1.00 Wakil Pemerintah tidak mempunyai hak veto
0.00 Wakil Pemerintah mempunyai hak veto

(d) Pendapatan
1.00 Bank sentral menetapkan sendiri pendapatannya
0.00 Pemerintah menetapkan pendapatan Dewan Gubernur

(e) Modal
1.00 Modal swasta 100%
0.50 Sebagian modal swasta
0.00 Tidak ada modal swasta

Economic independence
(bobot keseluruhan 0.50)

(i) Misi
1.00 Misi tunggal untuk menjaga kestabilan harga
0.50 Beberapa misi yang saling conflicting
0.00 Tidak ada pernyataan misi sama sekali

(ii) Kebijakan Moneter


1.00 Bank sentral menetapkan kebijakan moneter
0.50 Ada Keterlibatan bank sentral dalam kebijakan moneter
0.00 Pemerintah menetapkan kebijakan moneter

(iii) Suku Bunga


1.00 Bank sentral menentukan pergerakan suku bunga kunci
0.00 Pemerintah menentukan pergerakan suku bunga kunci

(iv) Nilai Tukar


1.00 Bank sentral menetapkan paritas nilai tukar
0.00 Pemerintah menetapkan paritas nilai tukar

(v) Peraturan Perbankan


1.00 Bank sentral mengatur keseluruhan sektor perbankan
0.50 Bank sentral bertanggung jawab untuk mengatur bersama
0.00 Peerintah merupakan pengatur utama

53
(vi) Pinjaman Pemerintah
1.00 Bank sentral dilarang memberikan pinjaman Pemerintah
0.00 Bank sentral diwajibkan memberikan pinjaman Pemerintah

(vii) Anggaran
1.00 Bank sentral berperan penting dalam proses anggaran
0.00 Pemerintah bertanggung jawab penuh mengenai anggaran

Setiap indikator economic independence dibobot sama


dan rata-ratanya diambil

54
Lampiran 3
Penghitungan Independensi Bank Indonesia 1968 -
1999

1968 1999
Political independence

(i) Gubernur

Pengangkatan 0.00 0.50


Pengusulan 0.00 0.00
Kualifikasi 1.00 1.00
Masa Jabatan 0.50 0.50
Pemberhentian 0.00 1.00
Pengangkatan Kembali 0.50 0.50
Posisi Lain 1.00 1.00
Total 3.00 4.50
Rata-rata 0.43 0.64

(ii) Sub-gubernur

Pengangkatan 0.00 0.50


Pengusulan 0.00 0.00
Kualifikasi 1.00 1.00
Masa Jabatan 0.50 0.50
Pemberhentian 0.00 1.00
Pengangkatan Kembali 0.50 0.50
Posisi Lain 1.00 1.00
Pengangkata Bertahap 1.00 1.00
Total 4.00 5.50
Rata-rata 0.50 0.69

(iii) Anggota Dewan Gubernur

Pengangkatan 0.00 0.50


Pengusulan 0.00 1.00
Kualifikasi 1.00 1.00
Masa Jabatan 0.50 0.50
55
Pemberhentian 0.00 1.00
Pengangkatan Kembali 0.50 0.50
Posisi Lain 1.00 1.00
Pengangkatan Bertahap 1.00 0.50
Wakil Pemerintah 1.00 1.00
Total 5.00 7.00
Rata-rata 0.55 0.78

(iv) Proses Pengambilan Keputusan Intern

Pengambilan Keputusan 1.00 1.00


Instruksi 0.00 1.00
Wakil Pemerintah 1.00 1.00
Pendapatan 0.00 1.00
Modal 0.00 0.00
Total 2.00 4.00
Rata-rata 0.40 0.80

Jumlah rata-rata tertimbang 0.46 0.73

Political Independence tertimbang 0.23 0.37

Economic independence
Misi 0.50 1.00
Kebijakan Moneter 0.50 1.00
Suku Bunga 0.50 1.00
Nilai Tukar 0.50 1.00
Peraturan Perbankan 1.00 1.00
Pinjaman Pemerintah 0.00 1.00
Anggaran 0.00 1.00
Total 3.00 7.00
Rata-rata 0.43 1.00

Economic Independence tertimbang 0.22 0.50

Independensi keseluruhan 0.45 0.87

56
Daftar Pustaka

Baka, W. “Please Respect the National Bank,” Central Banking,


vol.5, pp.65-72, 1994-95.

Bank Indonesia,
- Laporan Tahunan tahun 1998, Bank Indonesia,
Jakarta, 1999.
- Laporan Tahunan tahun 1999, Bank Indonesia,
Jakarta, 2000.
- Laporan Tahunan tahun 2000, Bank Indonesia,
Jakarta, 2001.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia,
Jakarta, 1999.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun
1968 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia, Jakarta,
1968.
- Undang- undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun
1953, Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1953,
Lembaran Negara Nomor 40 tahun 1953.
- Bank Indonesia Homepage, di www.bi.go.id

Burdekin R. et al. “A Monetary Constitution Case for an Independent


European Central Bank,” The World Economy, vol.15/2, 1992.

Capie, Forest. “The Evolution of Central Banking,” Paper Seminar ,


World Bank, 1994.

Chandavakar, Anand. Central Banking in Developing Countries,


MacMillan Press Ltd., London, 1996.

Cukierman, Alex et al. “Measuring the Independence of Central


Banks and its Effect on Policy Outcomes,” The World Bank
Economic Review, vol.6/3, 1992.

…………, Central Banking Strategy, Credibility and Independence :


Theory and Evidence, Cambridge, 1992.

57
Doriyanto, Triatmo dan Pranoto, M. Seto. “Central Bank
Independence and Accountability: the Case of Indonesia,”
Makalah, disampaikan pada EMEAP Central Banking Seminar,
Tokyo, 14-19 Februari, 2000.

Elgie, Robert. “Core Executive-Central Bank Relations: Central Bank


Independence: What It Is and How to Compare It,” unpublished
Political Studies Association 1995 Annual Conference Paper,
Political Studies Association, 1995.

Esmara, Hendra ed. Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan


Pembangunan, PT Gramedia, Jakarta, 1987.

Fajardo, Feliciano R dan Manansala, Manuel M, Central Banking,


Navotas Press, Navotas, Metro Manila.

Fraser, B.W. Central Bank Independence: What Does It Means?,”


Pidato pada 20th SEANZA Central Banking Course, Karachi, 23
Nopember 1994.

Fry, Maxwell J. dkk. Central Banking in Developing Countries:


Objectives, Activities and Independence, Routledge, London,
1996.

Geraats, Petra M. “Central Bank Transparency,” Survey Article,


University of Cambridge, Maret, 2002.

Gokbudak, Nuran. “Central Bank Independence, The Bundesbank


Experience and the Central Bank of the Republic of Turkey,”
Discussion Paper, no.9610, Research Department, The Central
Bank of the Republic of Turkey, March, 1996

Hadiwigeno, Soetatwo dan Wijaya, Faried. Lembaga-lembaga


Keuangan dan Bank: Perkembangan, Teori dan Kebijaksanaan,
Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 1980.

Hartono, Noek. Bank Indonesia: Sejarah Lahir dan Pertumbuhannya,


mimeo, 1976.

58
Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha Indonesia.
Pengkajian Mengenai Independensi dan Akuntabilitas Bank
Sentral, 2003.

Masciandro, D. dan Spinelli, F. “Central Banks Independence:


Institutional Determinants, Rankings and Central Bankers’
Views,” Scottish Journal of Political Economy, vol.41/4, 1994.

Mboweni, T.T. “Central Bank Independence,” Pidato pada the


Reuters Forum Lecture, Johannesburg, 11 Oktober 2000.
www.stlouisfed.org/news/speeches/1999/11_04_99.html

Meyer, Laurence H. The Politics of Monetary Policy: Balancing


Independence and Accountability, Ceramah pada the University
of Wisconsin, LaCrosse, Wisconsin, 24 Oktober 2000.
www.federalreserve.gov/boarddocs/speeches/2000/20001024.htm

Parkin, M. “Domestic Monetary Institutions and Deficits,” di J.


Buchanan et al (eds), Deficits, Blackwell, 1987.

Pollard, Patricia S. “A Look Inside Two Central Banks: The


European Central Bank and the Federal Reserve,” Federal
Reserve Bank of St. Louis Review, January/February 2003, pp.12-
30, 2003.

Poole, William. “Central Bank Transparency: Why and How,” Pidato


pada the University of Missouri, Columbia, 4 Nopember 1999.
www.stlouisfed.org/news/speeches/1999/11_04_99.html

Prawiroardjo, Priasmoro, Perbankan Indonesia 40 Tahun, Kumpulan


Esei untuk menghormati Sumitro Djojohadikusumo, P.T.
Gramedia, Jakarta 1987.

Rachbini, Didik J. et al. Bank Indonesia: Menuju Independensi Bank


Sentral, PT. Mardi MulYo, Jakarta, 2000.

Raharjo, Dawam, Sejarah Bank Indonesia, LP3ES, Jakarta,1995.

Ribeiro, Fausto de Andrade. “Central Bank: Independence,


Governance and Accountability,” Minerva Program, Fall 2002,
Institute of Brazilian Issues, 2002.
59
Rissal, Romeo. Independensi dan Tuntutan Transformasi Bank
Indonesia, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari di Hotel
Tiara Medan, 21 Maret, 2000.

Sabirin, Syahril. “Upaya Pemulihan Ekonomi Melalui Strategi


Kebijakan Moneter-Perbankan dan Independensi Bank
Indonesia,” Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional
Strategi Pemulihan Ekonomi Era Pemerintahan Baru, KAGAMA,
Jawa Timur, 5 Februari, 2000.

Sukandar, Ahmad. “Independensi Bank Indonesia, Pembahasan dari


Segi Hukum,” Paper SESPIBI XXIII, Bank Indonesia, 1998.

Suseno. “Independensi Bank Indonesia dan Konflik Kepentingan


antara Efektifitas Kebijakan Moneter dan Pengawasan Bank,”
Paper SESPIBI XXIII, Bank Indonesia, 1998.

Hadiwigeno, Sutatwo ; Wijaya Farid, Lembaga-lembaga Keuangan


dan Bank, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas
Gadjah Mada, 1980.

Tim RUU Bank Indonesia. Naskah Akademis Rancangan Undang-


undang tentang Bank Indonesia, Jakarta, 1998.

Tjahjono, Endy Dwi. “Perjalanan Panjang Independensi Bank Sentral:


Dari Deregulasi Perbankan, Hingga Krisis Ekonomi, Menuju
Bank Sentral yang Independen,” Makalah, no.2/DKM/OP/19,
DKM, Bank Indonesia, 2000.

Urusan Hukum, Bank Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia,
Jakarta, 1999.

60

You might also like