You are on page 1of 17

Laporan Tugas Akhir

BAB II
DASAR TEORI

II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak

Industri pengolahan kilang minyak merupakan industri


yang banyak menggunakan peralatan dari baja dan paduannya.
Peralatan-peralatan tersebut di gunakan pada proses pengolahan
minyak mentah hingga menjadi minyak jadi (BBM) dan hasil –
hasil sampingannya (NBM). Berbagai macam zat kimia yang
korosif akan bersentuhan langsung dengan peralatan.
Permasalahan kegagalan material akibat korosi maupun beban
mekanik yang lain banyak sekali di jumpai di dalam industri
mengolahan minyak
Dapur pemanas adalah suatu tempat untuk pengolahan
dimana didalamnya terdapat penyekat untuk pemisah antar sel.
Ada beberapa bagian yang terdapat di dalam dapur pemanas,
diantaranya adalah : batu tahan api (refractory), nyala api
(flare/burner) dan pipa berjajar dari atas (inlet) hingga ke bawah
(outlet) Gambar 2.1.
Posisi pipa didalam dapur pemanas terletak pada dinding
(wall) dimana posisinya adalah horisontal yang disangga oleh
penyangga (hanger) Gambar 2.3

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 5


Laporan Tugas Akhir

Gambar 2.1. Bentuk dapur pemanas secara umum

6 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS


Laporan Tugas Akhir

Pass “1” “2” “7“ “8”

“1” “2” “7“ “8”


“3” “4” “5” “6”

Radian section Radian section

025F101

Cell “B” Cell “A”


(Barat) (Timur)

“3” “4” “5” “6”

burner burner

Gambar 2.2. Tata letak dapur pemanas pemanas 025F101

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 7


Laporan Tugas Akhir

Gambar 2.3 Penyangga (hanger) pada pipa furnace

II.2 Teori Dasar Korosi

Definisi dari korosi adalah perusakan atau penurunan mutu


dari material akibat bereaksi dengan lingkungan (MARS G.
FONTANA,1987), dalam hal ini adalah interaksi secara kimiawi.
Sedangkan penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara
fisik bukan disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan
keausan. Contoh korosi antara lain: karat besi dan paduannya
pada temperatur kamar, kerak baja pada temperatur tinggi, noda
pada perak, dan lain sebagainya.
Menurut jenis reaksinya korosi dibagi menjadi dua yaitu
korosi kimia atau biasa disebut korosi kering (Dry Corrosion) dan
korosi elektrokimia biasa disebut koros basah (Aqueous
Corrosion).

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 9


Laporan Tugas Akhir

Korosi kimia atau korosi kering atau korosi temperature


tinggi atau adalah proses korosi yang terjadi melalui reaksi kimia
secara murni yang terjadi tanpa adanya elektrolit atau bisa
dikatakan tidak melibatkan air dengan segala bentuknya. Korosi
kimia biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau dalam
keadaan kering yang melibatkan logam (M) dengan oksigen,
nitrogen, sulfida. Proses oksidasinya adalah sebagai berikut :

M  M ² + 2e¯
½O 2 + 2e¯  O2
M +½O 2  MO

Pertumbuhan Oksida :
1. Awal proses oksida adalah pembentukan oksida dimana terjadi
penarikan oksigen ke permukaan logam.
2. Reaksi antara oksigen dengan logam.
3. Oksidasi terbentuk di permukaan logam
4. Proses berikutnya adalah pertumbuhan oksida yang telah
terbentuk.

M+
O2-
Vm

Vo O2

Oxide Oxygen
Metal

Gambar 2.4. Mekanisme pertumbuhan oksida

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 11


Laporan Tugas Akhir

Penyebab korosi temperatur tinggi adalah :


1. Oksidasi
Reaksi yang paling penting pada korosi temperatur tinggi,
membentuk lapisan oksida yang dapat menahan serangan dari
peristiwa korosi yang lain bila jumlah oksigen
dilingkungannya cukup (jumlah oksigen dalam lingkungan
disebut oksigen potensial). Tetapi harus terkontrol dan
oksidasinya terbentuk dari senyawa dengan unsur – unsur
yang menguntungkan.
2. Karburasi dan metal dusting
Terjadi dalam lingkungan yang mengandung CO, CH4 dan
gas hidrokarbon lainnya. Penguraian C kepermukaan logam
mengakibatkan penggetasan dan degradasi sifat mekanik
lainnya.
3. Nitridasi
Terjadi pada lingkungan yang mengandung ammonia,
terutama pada potensial oksigen yang rendah. Penyerapan
nitrogen yang berlebihan akan membentuk presipitat nitrida
di batas butir dan menyebabkan penggetasan.
4. Korosi oleh Halogen
Senyawa halida akibat penyerapan halogen oleh logam, dapat
bersifat mudah menguap atau mencair pada temperatur
rendah. Kenyataan ini mengakibatkan perusakan yang sangat
parah.
5. Sulfidasi
Terjadi dalam lingkungan yang mengandung bahan bakar
atau hasil pembakaran yang mengandung sulfur. Dengan
oksigen membentuk SO2 dan SO3 yang bersifat

12 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS


Laporan Tugas Akhir

pengoksidasi yang kurang agresif dibandingkan H2S yang


bersifat pereduksi, tetapi dapat terjadi efek penguatan dengan
adanya Na dan K yang akan membentuk uap yang kemudian
akan mengendap kepermukaan logam pada temperatur yang
lebih rendah dan merudak permukaan
6. Korosi deposit abu dan garam
Deposit dapat mengakibatkan turunnya aktifitas oksigen dan
menaikkan aktifitas sulfur, sehingga merusak lapisan pasif
dan mempersulit pembentukannya kembali. Deposit biasanya
mengandung S, Cl, Zn, Pb dan K
7. Korosi karena logam cair
Terjadi pada proses yang mempergunakan logam cair,
misalnya heat treatment dan refining process. Korosi terjadi
dalam bentuk pelarutan logam dan oksidanya akan semakin
hebat dengan adanya uap air dan oksigen
Sedangkan korosi elektrokimia atau korosi basah terjadi
bila reaksinya berlangsung dalam suatu elektrolit dan terjadi
perpindahan elektron antara bahan-bahan yang bersangkutan.
Reaksi inilah yang banyak terjadi pada proses korosi.
II.2.1 Bentuk-bentuk korosi
Berdasarkan penyebabnya, korosi dapat dibedakan
menjadi :
a) Korosi Merata (uniform corrosion), yaitu korosi yang
terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang
bersentuhan dengan elektrolit pada intensitas sama.
b) Korosi Galvanic (galvanic corrosion), yaitu korosi yang
terjadi bila dua logam yang berbeda berada dalam satu
elektrolit, dalam keadaan ini logam yang kurang mulia
(anodic) akan terkorosi, bahkan lebih hebat bila paduan
tersebut tidak bersenyawa dengan logam lain.

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 13


Laporan Tugas Akhir

Gambar 2.5 Skema korosi galvanik dari dua logam yang


berbeda

c) Korosi Celah (crevice corrosion), yaitu korosi lokal yang


biasanya terjadi pada sela-sela sambungan logam yang
sejenis atau pada retakan di permukaan logam. Hal ini
disebabkan perbedaan konsentrasi ion logam atau
konsentrasi oksigen antara celah dan lingkungannya.
Untuk menerangkan prinsip dasar korosi celah
diumpamakan dua buah logam yang direndam dalan air
laut, pada mulanya reaksi terjadi diseluruh permukaan
meliputi permukaan dalam celah dan permukaan luar celah.
Dengan reaksi sebagai berikut :

Oksidasi : M  M+ + e
Reduksi : O 2 + 2H 2 O + 4e  4OH-

Karena oksigen didalam larutan hanya terdapat dalam


jumlah sedikit maka akibatnya oksigen ini akan habis.
Sementara itu reduksi oksigen terus terjadi, Sebagai akibat
kondisi ini maka didalam celah logam akan terdapat ion
logam M+ yang diseimbangkan muatannya dengan adanya
migrasi ion Cl- MCl ini akan mengalami hidrolisis :

M+ + Cl- + H 2 O = MOH + H+Cl-

Ion H+ dan Cl- ini mempercepat laju korosi pada hampir


semua jenis logam.

14 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS


Laporan Tugas Akhir

Gambar 2.6 Mekanisme korosi celah

Pada Gambar 2.6 dapat menjelaskan fenomena korosi celah


dimana (a) kondisi awal: Korosi terjadi diseluruh
permukaan logam (b). Kondisi akhir pelarutan logam hanya
terjadi disebelah dalam celah karena keasaman meningkat,
konsentrasi ion klorida meningkat, dan reaksi selanjutnya
mampu berjalan sendiri
d) Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat
adanya sistem anoda pada logam, dimana daerah tersebut
terdapat konsentrasi ion Cl- yang tinggi. Korosi jenis ini
sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya
lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi
proses korosi membentuk “sumur” yang tidak tampak.
Mekanisme korosi ini dapat dijelaskan dari Gambar 2.3
dibawah ini. Karena suatu pengaruh fisik maupun
metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi)
maka pada permukaan logam terdapat daerah yang
terkorosi lebih cepat dibandingkan lainnya. Kondisi ini
menimbulkan pit yang kecil, pelarutan logam yang cepat
terjadi dalam pit, saat reduksi oksigen terjadi pada
permukaan yang rata. Pelarutan logam yang cepat akan
mengakibatkan pindahnya ion Cl-. Kemudian didalam pit
terjadi proses hidrolisis (seperti pada Crevice Corrosion)
yang menghasilkan ion H+ dan Cl-. Kedua jenis ion ini

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 15


Laporan Tugas Akhir

secara bersama – sama mempercepat terjadinya pelarutan


logam sehingga mempercepat terjadinya korosi.

Gambar 2.7 Mekanisme korosi sumuran

Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu:


 Pada mulut Pit
Terjadi oksidasi FeOH+ dan Fe2+ oleh oksigen terlarut
2FeOH+ + 1/2 O 2 + 2H+  2FeOH2+ + H 2 O
2Fe2+ + 1/2O + 2H+  2Fe3+ + H 2 O
Diikuti dengan hidrolisis dari produk reaksi diatas
FeOH2+ + H 2 O  Fe (OH)+ + H+
Fe3+ + H 2 O  FeOH2+ + H+
Lalu terjadi presipitasi magnetite (Fe3O4) dan karat
2FeOH2+ + Fe2+ + 2H 2 O  Fe 3 O 4 + 6H+
Fe(OH)2+ + OH-  FeOOH + H 2 O
 Diluar Pit; terjadi reduksi dari oksigen terlarut
O 2 + 2H 2 O + 4e  4OH-
Dan reduksi karat menjadi magnetit
3FeOOH + e-  Fe 3 O 4 + H 2 O + OH-

Dengan adanya reaksi diatas pada daerah sekitar sumuran


cenderung untuk menekan laju korosi karena daerah
tersebut terpasifasi dengan naiknya pH akibat timbulnya

16 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS


Laporan Tugas Akhir

ion OH-. Dengan kata lain sumuran secara katodik


melindungi bagian lain dari permukaan baja.
Terkadang pada dasar sumuran, terdapat larutan terlarut
dari garamnya seperti kristal FeCl 2 .4H 2 O. Oleh karena
korosi sumuran memiliki kecenderungan untuk terjadi
dibawah permukaan sehingga mengakibatkan kerusakan
yang lebih hebat dibandingkan dengan dipermukaan,
sehingga dapat dikatakan korosi sumuran sebagai perioda
perantara terjadinya korosi merata.
 Macam-macam bentuk pitting
Berikut ini adalah macam-macam bentuk dari korosi
sumuran:

Gambar 2.8 Macam-macam bentuk korosi sumuran

e) Korosi Batas Butir (intergranular corrosion), yaitu korosi


yang terjadi pada batas butir, dimana batas butir sering kali
merupakan tempat mengumpulnya impurity atau suatu
presipitat dan lebih tegang.
Adanya batas butir (grain boundary) banyak memberikan efek
didalam aplikasi atau penggunaan suatu material. Jika suatu
logam terkorosi secara merata maka batas butir akan terlihat
jelas lebih reaktif dibandingkan pada butir material tersebut.
Pada beberapa kondisi, pertemuan butir sangat reaktif dan
menyebabkan terjadinya korosi pada

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 17


Laporan Tugas Akhir

batas butir lebih cepat dibandingkan dengan korosi pada


butir. Intergranular corrosion akan mengurangi atau
menghilangkan kekuatan dari material.
f) Selective Leacing, yaitu larutnya salah satu komponen dari
suatu paduan, dan ini mengakibatkan paduan yang tersisa
akan menjadi berpori sehingga ketahanan korosinya akan
berkurang.
g) Korosi Erosi (erosion corrosion), yaitu korosi yang
diakibatkan gerakan air atau fluida.
h) Korosi Tegangan (stress corrosion), yaitu korosi yang terladi
sebagai akibat bekerjanya tegangan pada suatu benda yang
berada pada media korosif.

II.2.2 Pengendalian korosi


Secara teoritis proses korosi tidak mungkin dicegah
sepenuhnya, karena proses tersebut lebih bersifat alamiah.
Namun, bagaimanapun juga usaha untuk menekan atau mencegah
proses korosi semaksimal mungkin perlu dilakukan.
Pengendalian korosi didasarkan pada beberapa metode,
diantaranya metode yang prinsipal adalah pengendalian korosi
melalui:
 Desain dan pemilihan bahan
 Penggunaan inhibitor(chemistry treatment)
 Pelapisan(coating)
 Proteksi Anodik
 Proteksi Katodik

II.3 Korosi pitting pada pipa migas

Korosi piting banyak ditemukan pada pipa bertekanan


tinggi. Korosi segera terjadi ketika pipa migas beroperasi. Korosi
jenis ini banyak teramati pada pipa dengan kadar air yang rendah
(0.1%). Korosi piting jarang teramati pada aliran fluida yang

18 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS


Laporan Tugas Akhir

mengandung air diatas 5%,. Laju korosi meningkat dengan


peningkatan konsentrasi CO 2 , kadar CO 2 0.5 samapai 1.2 %
volume akan membuat laju korosi sangat cepat. Selain itu
konsentrasi asam organik akan menimbulkan efek yang sama
dengan CO 2 yaitu mempercepat laju korosi.
Sifat korosif H 2 S terjadi di dalam fluida asam. Perpaduan
H 2 S dan CO 2 akan memberikan efek yang besar tehadap laju
korosi. Sebagai catatan penambahan sedikit H 2 S pada larutan
asam karbonat akan menurunklan laju korosi merata. Hal ini
terjadi karena terbentuknya sulfida besi sebagai produk korosi.
Sulfida pada permukaan ini merupakan perpaduan FeS dan FeS 2 ,
pada P SO2 yang rendah terbentuk sulfida besi pada permukaan,
sulfida besi ini keras dan sulit untuk hilang, tetapi sulfida besi ini
akan tersapu jika P H2S tinggi.
Dari aspek metalurgis Ringworm Corrosion dapat terjadi
pada pipa yang banyak terdapat CO 2 . Bahaya dari korosi tipe ini
adalah terbentuknya butiran karbida di dekat ujung bagian yang
rusak. Pada area ini terjadi korosi lokal dan mengurangi umur
pipa dengan sangat cepat. Korosi jenis ini dapat di kurangi
dengan menggunakan pipa over normalized pada seluruh bagian
pipa. Beberapa pipa yang telah tua tidak dilakukan normalized
karena anggapan fluida yang kurang korosif sehingga akibatnya
sering di jumpai Ringworm Corrosion. Kasus ini sering dijumpai
pada fluida yang menjadi korosif karena adanya injeksi gas CO 2 .

II.4 Pipa Baja Karbon Rendah


Secara umum pipa yang digunakan dalam suhu tinggi
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bejana tekan
(pressel vessel), reaktor nuklir dan dapur pemanas.
Penelitian ini dikhususkan pada pipa baja karbon rendah
yang digunakan pada dapur pemanas dengan spesimen A106B
(kadar karbon 0,3%C).

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 19


Laporan Tugas Akhir

Pada suhu kamar struktur mikro baja karbon rendah


terdiri dari ferit dan pearlit seperti yang ditunjukkan dalam grafik
Fe-Fe 3 C berikut ini :

Gambar 2.9 Diagram Fe – Fe3C pada kadar karbon 0,3%

20 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS


Laporan Tugas Akhir

II.5 Struktur Dan Sifat Material Pada Suhu Tinggi

Kondisi penurunan kekuatan akibat mobilitas atom


bertambah dengan cepat dialami material pada suhu tinggi. Suhu
tinggi juga mengakibatkan mobilitas dislokasi yang lebih besar,
melalui mekanisme panjat (climb) dan konsentrasi tempat kosong
(vakansi) dalam keadaan seimbang juga bertambah besar jika
suhu naik. Dengan naiknya suhu pada material kemungkinan
deformasi pada batas butir dapat terjadi. Karakteristik material
pada suhu tinggi, khususnya mengenai kekuatan merupakan suatu
keharusan untukdiyatakan dalam skala waktu tertentu, sebab pada
suhu tinggi kekuatan material sangat tergantung pada laju
perubahan regangan dan waktu keberadaannya.
Pada suhu ruang, efek anelastik material sangat kecil,
namun cukup besar untuk material polimer. Perlu diketahui
regangan elastis hanya tergantung pada regangan. Ini merupakan
asumsi yang berlaku untuk analisis material berdasarkan teori
elastisitas. Namun dalam keadaan khusus, dijumpai
ketergantungan regangan elastis material pada waktu, hal inilah
yang disebut anelastisitas.
Mekanisme lain yang menimbulkan efek anelastis dalam
struktur butiran material adalah akibat pengaturan atom interstiti
dan substitusi oleh tegangan, sedangkan pergelinciran batas butir,
pergerakan dislokasi dan arus thermal interkristalin dan
transkristalin adalah akibat anisotropi elastik kristal.
Pada suhu tinggi umumnya material yang digunakan
adalah baja paduan yang terdiri dari baja paduan rendah (unsur
paduannya dibawah 8 %) dan baja paduan tinggi (unsur
paduannya diatas 8 %).
Baja seperti halnya material yang lain, terdiri dari
susunan atom. Untuk lebih memudahkan pengertian, maka dapat
dikatakan bahwa atom – atom dalam kristal logam tersusun secara
teratur dan susunan tersebut menentukan struktur kristal logam.

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 21


Laporan Tugas Akhir

Susunan atom merupakan tumpukan terkecil dari atom – atom


yang disebut sel satuan (Cell Unit).
Pengertian kristal sering pula disebut sebagai butiran.
Penggabungan dari satu atau lebih struktur kristal logam lazim
disebut struktur mikro. Pada umumnya logam baja terdiri dari
banyak kristal (kristal majemuk), walaupun demikian ada
diantaranya (untuk keperluan khusus) hanya terdiri dari satu
kristal (kristal tunggal). Tetapi logam dengan kristal majemuk
memungkinkan pengembangan berbagai sifat yang dapat
memperluas ruang lingkup pemakain baja.
Batas pemisah antara dua buah kristal disebut batas butir
(grain boundary). Struktur logam murni biasanya terdiri dari
kristal dengan sel satuan yang sama dan ini yang sering disebut
sebagai logam fasa tunggal, sedangkan untuk logam paduan
disamping memiliki kristal majemuk seringkali terdiri dari kristal
dengan sel satuan yang berbeda. Tergantung dari jumlahnya,
logam tersebut sering disebut sebagai logam fasa majemuk.
Bentuk strukturmikro baja paduan sangan tergantung dari
jumlah paduan dan prosentase paduan yang ada. Pada suhu kamar
umumnya bentuk strukturmikro yang ditemukan adalah bentuk
ferit atau perlit, akan tetapi dengan proses perlakuan panas bentuk
struktur mikro adalah :
 Ferit, mempunyai sel satuan bcc, menunjukkan titik
mulur yang jelas dan menjadi getas pada suhu rendah.
 Perlit, merupakan struktur berlapis – lapis antara Fe 3 C
dan ferit mempunyai sifat yang tangguh, ulet dan kuat, akan
tetapi mudah terserang korosi.
 Austenit, mempunyai sel satuan fcc menunjukkan titik
mulur yang jelas tanpa kegetasan pada keadaan dingin,
sifatnya lunak, cukup kuat dan tidak bersifat magnet.
 Martensit, adalah fasa larutan padat lewat jenuh dari
karbon dalam sel satuan body centered tetragonal (bct).

22 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS


Laporan Tugas Akhir

Makin tinggi derajat kejenuhan karbon, makin besar


perbandingan satuan sumbu sel satuannya dan makin keras
serta makin getas.
 Bainit, mempunyai sifat antara martensit dan ferit.
 Cementit, merupakan senyawa antara logam Fe dan C
membentuk Fe 3 C, sifatnya keras dan rapuh

Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 23

You might also like