You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dengue haemorhagic fever (DHF) merupakan penyakit daerah tropis yang sering
menyebabkan kematian pada anak, remaja, dan dewasa. DHF pertama kali ditemukan
pada tahun 1968 dan sekarang telah menyebar hampir keseluruh wilayah Indonesia dan
dari tahun ketahun penderitanya cenderung meningkat.
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan memiliki tanggung jawab untuk ikut
serta dalam upaya penanganan DHF. Upaya yang dapat dilakukan perawat pada penderita
DHF adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan professional.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/
nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Asuhan keperawatan anak
dengan penyakit DHF.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Pengertian Dengue
Haemorragic Fever (DHF)
2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Penyebab/ etiologi
DHF
3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Gejala Klinis
4. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Komplikasi
5. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Pemeriksaan
Diagnostik
6. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Pelaksanaan DHF

1
7. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang Asuhan Keperawatan
Anak dengan DHF

BAB II
LANDASAN TEORI

A.KONSEP DASAR PENYAKIT


1.Pengertian DHF
 Dengue Haemorragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.(Yuliani pesuriadi, 2001).
 Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri
demam manifestasi perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian(Arif mansjoer,2000).

2.1. Penyebab/ Etiologi


DHF disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus
keluarga Flavividae Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.Infeksi
dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus aedes
(terutama 4 aegypti dan 4 Alboppiktus).peningkatan kasus setiap tahunya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina
yaitu bejana yang berisi air jernih(Bak mandi,kaleng bekas, dan tempat penampungan air
lainnya)
Beberapa vektor yang di ketahui berkaitan transmisi virus dengue yaitu:
1) Vektor :perkembangan vektor,kebiasan mengigit, kepadatan vektor
dilingkungan,transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain
2) Pejamu:Terdapat penderita dilingkungan/keluarga,mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk.
3) Lingkungan :curah hujan,dan suhu

2
2.2. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegpty
kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-
antibody,dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen.akibat aktivasi c3
dan c5 akan di lepas c3a dan c5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia,menurunya fungsi trombosit dan menurunya faktor
koagulasi(promtrombin,faktor V,VII,IX,X dan fibrinogen)merupakan faktor
penyebab terjadinya perdaran hebat ,terutama perdarahan saluran gastrointestinal
pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah,menurunya volume plasma,terjadinya hipotensi tronbositopenia
dan diatesis hemoragik,renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrik meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma klien
mengalami hypovolemik,apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan,asidosis
metabolik dan kematian.

3
Pathway

Infeksi virus
dengue

Trombositopenia

Komplek AgAb
Demam anoreksia Hepatomegali Komplemen
muntah

Manifestasi Permeabilitas
Perdarahan Vaskular Naik

Dehidrasi Kebocoran Plasma :


- Hemokonsentrasi
- Hipoporoteinema
- Efusi Pleura
- Asites

Hipovelemia

DIC Syok
Kompleme

Perdarahan Anoksia Asidosis


Saluran cerna Komplemen

Meninggal

4
2.3. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa
inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara
mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah
dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital
dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar
mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata
terasa pegal.

Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 –
12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang
berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.

Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar
yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia.
Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar keseluruh tubuh.

Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-
bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau
lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari
dalam masa penyembuhan. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat
demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda: anak menjadi makin
lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat,
kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

Pada penderita DHF sering juga dijumpai pembesaran hati, limpa, dan kalenjar
getah bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan. Pada penderita yang
mengalami renjatan akan mengalami sianosis perifer (terutama tamapak pada ujung-

5
ujung jari dan bibir), kulit teraba lembab dan dingin, tekanan darah menurun (hipotensi),
nadi cepat dan lemah.

Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti:

• Demam chikungunya: yang menonjol dari penyakit ini adalah timbulnya nyeri sendi
dan otot. Suhu sering di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva.
• Demam Tipoid: Biasanya ditandai tanda klinis khas seperti pola lemam, bradikardi
relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
• Anemia Aplatik: penderita tampak anemik, demam karena infeksi sekunder,
pemeriksaan darah tepi menunjukan pansitopenia.

Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan


penyakit DBD. Perubahan patofisiologi tersebut adalah kelainan hemostasis dan
perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya
trombositopenia dam peningkatan hematokrit. Oleh karena itu trombositopenia (sedang
sampai berat) dan hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalu dijumpai. Demam
berdarah dengue dapat menyerang semua golongan umur, walaupun sampai saat ini DBD
lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat
kecenrungan kenaikan proporsi kelompok dewasa DBD.

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis meenurut WHO (1997)


terdiri dari kriteria dan laboratoris. Penggunaan ktiteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan.

Kriteria klinis:

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus


selama 2-7 haari
2. Terdapat manifestasi perdarahaan ditandai dengan:
a. Uji tourniquet positif
b. Petekkie, ekimosis, purpura

6
c. Perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi.
d. Hematemesis dan melena
3. Pembesaran hati
4. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria laboratoris:

a. Trombositopenia (≤100.000/µl atau kurang)


b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat daaari peningkatan hematokrit ≥20%. Dua
kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
pleura atau hipoalbumenia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien
anemi aatau terjadi perdarahan. Pada kasus syok. Peningkatan hematokrit dan
adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.

Derajat penyakit (WHO, 1997) diklasifikasikan dalam 4 derajat yaitu:

1. Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-


satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet.
2. Derajat II: seperti gejala I disertai perdarahan spontan
dikulit dan perdarahan lain
3. Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi
cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lemban, anak tampak
gelisaah.
4. Derajat IV: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan
tekanan darah tidak terukur.

Terdapat 4 gejala/tanda utama DBD yaitu: demam tinggi, perdarahan,


hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DBD diaawali dengan demam
mendadak disertai dengan muka kemerahan dan gejala klinis lain yang tidak khas,
menyerupai gejala demam denguee, seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala, dan nyeri

7
pada otot dan sendi. Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada
pemeriksaann ditemukan faring hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di
daerah epigastrium, nyeri dibawah lengkungan iga kanan, kadang-kadang nyeri perut
dapat dirasakan di seluruh perut.

Gejala DBD(KOMPLIKASI) adalah sebagai berikut:

1. Demam

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, tersu-menerus.


Berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan dapat terjadi kejang demam.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD pada saat fase demam mulai
cenderung menurun dan pasien nampak seakan sembuh. Hati-hati karena fase
tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam.
Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati dan pada hari ke 6 dapat
terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah
(< 20.000/µl)

2. Tanda-tanda Perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopenia


dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh.
Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji
rumple leede/uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekia merupakan tanda perdarahan yang tersering ditemukan.
Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai
pada hari ke 3,4,5 demam. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan
nyamuk, untuk membedahkannya lakukan penekanan pada bintik merah yang
dicurigai dengan kaca objek atau penggaris plastik transparan atau dengan
merengangkan kulit. Jika bintik merah menghilang berarti bukan petekie.
Perdarahan lain yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena, hematemesis. Pada anak
yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda

8
penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau
hematuria.

Tanda perdarahan seperti tersebut tidak semua terjadi pada seorang pasien
DBD. Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif berarti fragilitas
kapiler meningkat. Perlu diingat bahwa hal ini juga dapat dijumpai pada penyakit
virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (tifus
abdominal) dan lain-lainnya. Uji tourniquet positif akan banyak kegunaannya
apabila secara klinis diduga DBD, oleh karena pada awal perjalanan penyakit
70,2% kasus DBD mempunyai uji tourniquet positif.

Cara melakukan uji tourniquet ialah:

a. Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan dengan umur
anak yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
b. Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik.
c. Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan
diatolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama 5 menit.
d. Lipat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau daerah lipatan
siku (Foss cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah, tanda perdarahan
(petekie)
e. Hasil uji tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada
seluas 1 inci persegi (2,5 X 2,5 cm) dilengan bawah bagian depan (volar)
dekat lipat suku (fossa cubiti)

3. Hepatomegali

Pembesaran hati umumnya dapat ditemukkan pada permulaan penyakit,


bervariasi dari hanya sekedar diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkungan iga
kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak diraba menjadi diraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar
dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan

9
dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari
pada anak kecil. Pada sebagian kasus ditemukan ikterus.

4. Syok

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung) ekstremitas terasa dingin, diserta
dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi
sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara.
Pasien biasanya akan sembuh spontan setelah pemberian cairan dan elektrolit.
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah
beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari
ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi; kulit teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut, pasien menjadi
gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Pada saat akan terjadi syok.
Beberapa pasien tampak sangat lemah dan sangat gelisah. Sesaat sebelum syok
seringkali pasien mengeluh nyeri perut.

Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(menjadi 20 mmHg atau kurang). Jadi untuk menilai tekanan nadi perhatikan
tekanan sistolik dan diastolik, misalnya 100/90 mmHg (berarti tekanan nadi 10
mmHg) atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang),
kulit dingin dan lembab. Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat
perhatian yang serius, oleh karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dapat
menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk kedalam fase kritis
yaitu syok berat (profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak
dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, pasien
dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendapat
penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera diatasi maka
akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna hebat.
Pasien dengan perdarahan intraserebral dapat disertai kejang dan koma.

10
Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan gangguan metabolik dan
elektrolik.

Penyembuhan DBD dengan atau tanpa syok akan terjadi cepat, akan tetapi
kadang-kadang sulit diramalkan. Walaupun dari sebagian besar pasien dengan
syok berat, bila pengobatan adekuat maka pasien akan sembuh kembali dalam
waktu 2-3 hari. Timbulnya nafsu makan merupakan tanda prognosis yang baik.
Pada saat penyembuhan seringkali disertai denyut nadi tidak teratur dan adanya
ruam petekie yang menyeluruh dengan bagian kulit sehat berupa bercak putih
diantaranya terdapat pada daerah distal (kaki, tangan, kadang-kadang di muka).

5. Jumlah Leukosit

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel


neutrofil, selanjutya pada fase akhir demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil
bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.
Peningkatan jujmlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4%
didaerah tepi dapat dijumpai pada hari ke 3 sampai ke 7.

6. Jumlah Trombosit

Penurunan jumlah trombosit menjadi ≤ 100.000/lil atau kurang dari 1-2


trombosit/lapangan pandangan besar dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan
pada 10 lpb. Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan
hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/µl
biasanya ditemukan anatar hari sakit ke tiga sampai ketujuh.

7. Kadar hematokrit

Peningkatan hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai


pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadi perembesan plasma,
sehingga perlu dikakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya
penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit atau lebih (misalnya

11
35% menjadi 42%). Mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
perembesan plasma.

2.6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam


dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melijat adanya limfositos relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase chain reaction) namun karena teknik yang lebih rumit. Saat ini
tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi total, IgM maupun IgG

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

o Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositos relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
bitu (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
o Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
o Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada
hari ke-3 demam
o Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT,APTT, fibrinogen, D-Dimer atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
o SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
o Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
o Elektrolit sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
o Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
o Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue.

12
Pemeriksaan Radiologis: pada foto dada didapatkan efusi pleuran, terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan).
Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

2.7. Penatalaksanaan

Prinsip utama adalah terapi supotrif. Dengan terapi supotrif yang adekuat, angka
kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan
pasien harus tetapi dijaga terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak
mampu di pertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Pencegahan penderita DHF adalah sebagai berikut:

a. Tirah baring atau istirahat baring.


b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

13
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

Penderita yang mengalami renjatan (DSS) dan penurunan kesadaran biasanya


dirawat di unit perawatan intensif. Pada penderita DSS, cairan yang diberikan dengan
diguyurkan bila tak nampak perbaikan, penderita perlu mendapatkan plasma atau
ekspander plasma atau dextran antara 15-20 ml/kg BB. Disamping itu penderita mungkin
perlu mendapatkan Na bikarbonat untuk mengatasi asidosis metabolik.

Pemberian cairan intravena baik berupa plasma mupun elektronik (untuk menjaga
keseimbangan volume intravaskular) dipertahankan 12-48 jam setelah renjatan teratasi.
Transfusi darah diberikan pada penderita yang mengalami pendarahan yang
membahayakan seperti hematemesis serta penderita yang menunjukan penurunan kadar
Hb. Tujuan pemberian transvusi antara lain untuk memepertahankan jumlah sirkulasi
darah, mempertahankan kemampuan pengangkutan oksigen dalam darah.

Pada penatalaksanaan penderita DHF diperlukan tindakan-tindakan perawatan invansif


seperti:

1. Pemasangan infus

Tindakan kewaspadaan yang perlu diperhatikan pada pasien dengan


pemberian infus adalah:

• Lakukan teknik aseptik pada saat pemasangan infus


• Rawat daerah pemasangan infus setiap hari
• Ganti set infus setiap hari
• Obsevasi tanda-tanda plebitis dengan tingkat keparahan

Bila vena mengalami trombosis maka akan menyebabkan aliran infus


tidak lancar atau bahkan tidak terhanti. Tindakan yang dilakukan adalah
melakukan kompres dengan alkohol pada bagian plebitis dengan terlebih
dahulu mengkaji apakah pasien memiliki alergi pada alkohol atau tidak

2. Kompres dingin

14
Tujuannya adalah untuk mengatasi hipertermi (Menurunkan suhu tubuh).
Daerah pemberian kompres yang disarankan adalah pada kedua aksila dan kedua
lipat paha.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kompres dingin


adalah:

• Berikan penjelasan pada keluarga tentang proses penyakit dan demam


yang dialami pasien
• Anjurkan keluarga untuk tidak memberikan selimut tebal pada pasien.
• Ukur suhu tubuh pasien setelah pemberian kompres dingin.

3. Pengambilan darah vena

Hal yang perlu diperhatikan saat pengambilan darah yaitu daerah tusukan
jarum atau tempat pengambilan darah dengan kapas alkohol untuk menghentikan
perdarahan (pasien dengan DHF mempunyai masa perdarahan yang panjang dan
mengalami trombositopenia).

4. Pengambilan darah arteri

Tempat pengambilan darah yang disarankan adalah pada arteri radialis,


arteri brakialis, arteri dorsalis pedis, dan arteri femoralis. Arteri radialis memiliki
aliran darah kolateral yang baik dan merupakan pilihan yang terbaik jika mungkin
sedangkan arteri femoralis seringkali berbahaya karena memiliki kemungkinan
perdarahan lebih besar.

5. Pemasangan NGT

Pemasangan NGT pada pasien DHF ditujukan untuk mengeluarkan cairan


lambung pada perdarahan saluran pencernaan atas.

6. Uji Turniket

Uji turniket dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan di bawah


kulit. Hasilnya dikatakan positif jika tampak adanya patekie atau bintik-bintik

15
merah di bawah kulit. Sebagian orang dewasa mungkin menunjukan hasil positif
tergantung tekstur, ketipisan, suhu kulit mereka, sehingga uji turniket bukan satu-
satunya pemeriksaan untuk menetukan diagnosa DHF akan tetapi penderita DHF
biasanya menunjukkan hasil yang positif pada uji turniket. Pemeriksaan ini bisa
memberikan hasil negatif atau positif lemah selama masa renjatan berat apabila
pemeriksaan diulangi setelah renjatan ditangulangi pada umumnya akan
didapatkan hasil positif.

Uji turniket dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan tekanan darah


selanjutnya tekanan ditetapkan antara sistolik dan diastolik pada alat pencukur
yang dipasang di lengan atas; tekanan ini diusahakan menetap selama pencobaan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan adanya bintik-bintik merah
pada kulit di lengan bawah bagian media pada sepertiga bagian proksimal. Uji
turniket ini dinyatakan positif bila pada 7,84 cm2 di dapat lebih dari 20 bintik-
bintik (WHO, 1975)

Tabel 3.2. Gambaran hasil uji turniket positif dengan skala 1+ sampai 4+.

1+ 2+ 3+ 4+
Sedikit bintik- Banyak bintik- Banyak bintik- Penuh dengan
bintik merah bintik merah bintik pada bintik-bintik pada
pada daerah pada daerah daerah lengan seluruh lengan
lengan anterior. lengan anterior dan tangan dan tangan

2.8. PENKES

Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut:

a) Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh


alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit
terdapatnya kasus DHF.

16
b) Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita
viremia sembuh secara spontan.
c) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran
yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi. Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain.
a. Menggunakan insektisida.Yang lazim digunakan dalam
program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk
membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik
(larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau
pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate
ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan
air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 %
per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida (3 M) Caranya adalah :
1) Menguras bak mandi, tempayan dan tempat
penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk
lamanya 7 – 10 hari).
2) Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3) Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas,
botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

17
2. TOXOPLASMOSIS.

 Pengertian
Adalah :penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh parasit
golongan protozoa”tozoplasma gondii” yang hidup dalam sel-sel sistem
retikuloendotelial dan sel parankim,yang dapat hidup pada manusia maupun hewan
terutama kucing yang merupakan sumber infeksi utama.parasit inin dapat menimbulkan
radang pada kulit,kelenjar getah bening,jantung,paru,mata,otak dan selaput otak.

 Pengobatan
Terapi antiparasit dalam bentuk kombinasi :pirimetamin+sulfadiasin
Hari pertama :pirimetamin 50 mg peroral diikuti 6 jam kemudian 25 mg. Diberikan juga
sulfsdiasin 2 gram.
Hari kedua sampai hari ke 14 pirimetamin 25mg/hari +sulfadiasin 4x 1 gr Per hari.
Jika terdapat toxoplasmosis mata,maka dapat diberikan prenisolon,vitamin
B kompleks dan asam folat sebagai penunjang.AS folat 5 mg 2x seminggu

 Pencegahan.

18
1. memasak makanan dan minuman.
2. Menghindari kontak langsung dengan daging atau jaringan hewan yang sedang
diproses mis : penjual daging.
3. Lingkungan hidup dijaga kebersihannya terutama dari tinja kucing atau hewan
lainnya.
4. Mengobati penderita dengan baik.

3. MALARIA.

 Pengertian.
Malaria adalah suatu penyakit menular yang disebabakan oleh protozoa obligat intra
serurer dari genus plasmodium.pada manusia dapat disebabkan oleh plasmodium
falciparum,plasmodium vivax,plasmodium ovale dan plasmodium malariae.penularan
malaria oleh nyamuk betina Anopheles(soeharto 2000)
Penyakit malaria dapat bersifat akut maupun kronis.parasit malaria yang terbanyak di
Indonesia adalah Plasmodium falcifarum dan plasmodium vivax atau campuran
keduanya,sedangkam plasmodium ovale dan plasmodium malariae pernah di temukan di
Sulawesi dan Irian Jaya.proses penyebarannya dimulai dari nyamuk Anopheles yang
mengandung parasit malaria yang menggigit manusia sampai pecahnya skizon darah atau
timbulnya gejala demam.proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis malaria
yaitu antara 9-40 hari (WHO,1997)

 Pencegahan
Pencegahan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis(pengobatan
pencegahan)serta pencegahan terhadap vektor/gigitan nyamuk. Pencegahan yang paling
sederhana dan dapat dilakukan oleh sebagian besar masyarakat antara lain:

19
• Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan cara tidur
dengan menggunakan kelambu,pada malam hari tidak berada di luar
ruma,mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk,memakai obat
nyamuk bakar,memasang kawat kasa pada jendela dan menjauhkan kandang
ternak dari rumah.
• Memakai pakain yang menutupi lengan dan kaki.
• Membersihkan tempat sarang nyamuk,dengan cara membersihkan semak-
semak di sekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan dan
mengusahakan didalam rumah tidak terdapat tempat-tempat yang
gelap,mengalirkan genangan-genangan air.
• Membunuh nyamuk dewasa.(dengan penyemprotan insektisida)
• Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan jentik.
• Membunuh jentik dengan menyemprot larvasida
• Meningkatkan pelayanan kesehatan
• Penanggulangan penularan penyakit malaria secara berkesinambungan.
• Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengetahuan malaria.
• Obat profilaksis jika memasuki daerah endemis malaria bagi para
pengunjung/turis domestik dan mancanegara (2 minggu sebelumnya-4 minggu
setelah keluar dari daerah endemis malaria ):
 Klorokuin 5 mg/kg,1x setiap minggu.
 Pirimetamin 0,5- 0,75 mg/kg atau suffadoksin 10-15 mg/kg,1 x setiap
minggu (untuk umur > 6 bulan)

4. FILARIASIS
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi 1 atau 2 jenis filaria yaitu :
1. Wuchereria bancrofi atau Brugia malayi
2. Famili : filaridae.
3. Ditemukan di dalam sistem peredaran darah limfe,otot,jaringan ikat atau
rongga serosa pada vetebrata.

20
4. Cacing bentuk dewasa dapat di temukan pada pembuluh dan jaringan
limfe pasien.
• PENGOBATAN
Perawatan umum :
 Istirahat di tempat tidur,pindah tempat kedaerah dingin akan mengurangi
derajat serangan akut.
 Antibiotik dapat di berikan intuk infeksi sekunder dan abses.
 Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema.
Pengobatan spesifik:
 Pemberian DEC hanya berhasil untuk mengobati tahap
mikrofilaria,tahap filariasis akut,mengobati kiluria,limfadema dan tahap
awal elephantiasis.
 Dapat diberikan antihistamin dan terapi simptomatik analgesik dan
antipiretik.
 Jika telah terjadi hidrokel atau elefantiasis pembedahan:
 Pembedahan untuk melenyapkan elephantiasis skroktim,vulva dan
mamae mudah dilakukan dengan hasil yang memuaskan.
 Perbaikan tungkai yang membesar dengan anastomosis antara saluran
limfe yang letaknya dalam dengan yang perifir tidak selalu memuaskan.
• PENCEGAHAN
 Melakukan pengobatan.
 Pengobatan pencegahan bagi pendatang baru yang berasal dari daerah
non endemik filariasis.
 Memberantas nyamuk penyebab penyakit.
 Perbaiki lingkungan hidup.
 Pakai kelambu jika tidur.
 Pendidikan kesehatan tentang filariasis.

21
5. FRAMBUSIA

PENGERTIAN
1. Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun,hilang timbul dengan 3 stadium
ialah ulkus atau granuloma pada kulit,lesi non destruktif yang dini,dan destruktif
yang lanjut pada kulit,tulang dan perios.
2. Eradikasi frambusia adalah penurunan kasus baru sampai dengan nol(nihil)di suatu
wilayah kabupaten/kota
3. Kriteria Eradikasi frambusia adalah tidak adanya penderita frambusia di
kabupaten/kota selama 3 tahun berturut-turut dan hasil pemeriksaan serologi negatif
terhadap anak usia1-5 tahun pada tahun ke 4
4. Kabupaten /kota pengawasan adalah daerah yang pernah menjadi daerah endemis
tetapi dalam 3 tahunterakhir tidak dilaporkan adanya kasus.
5. Daerah bebas adalah daerah yang dalam waktu 3 tahun tidak temukan adanya kasus
baru dan di buktikan melalui sero survai pada anak di bawah 5 tahun.
6. Definisi kasus penderita frambusia adalah orang tinggal didaerah endermis atau
pernah ada kasus sebelumnya didaerah tersebut mempunyai salah satu atau lebih
gejala kilinis sbb:

22
 Benjolan yang basah dan bergetah
 Borok yang berkeropeng
 Kapalan pada telapak tangan dan atau kaki.

7. Suspek frambusia adalah orang yang diindikasi mempunyai tanda-tanda atau gejala
penyakit frambusia.
8. Kontak adalah orang yang mempunyai hubungan
kekerabatan,pertemanan,pekerjaan,tinggal serumah,sepermainan,satu sekolah di
lingkungan yang sama dengan penderita frambusia.
9. Sertifikasi adalah pembuktian tidak adanya penularan penyakit frambusia dalam suatu
wilayah,melalui pemeriksaan serologi pada anak usia 1-5 tahun yang dilakukan
setelah suatu kabupaten/kota di nyatakan bebas penderita frambusia selama 3 tahun
berturut-turut.

PENGOBATAN

Pilihan utama untuk pengobatan penderita dan kontak frambusia adalah Benzatin
penisilin dengan dosis yang sama.Alternatif pengobatan dapatb dilakukan dengan
pemberian Tetrasiklin,Doxisiklin dan Eritromisin.Dosis dan cara pemakain obat untuk
penderita dan kontak frambusia sbb:
UMUR NAMA OBAT DOSIS CARA LAMA
PEMBERIAN PEMBERIAN
PILIHAN UTAMA
<10 TAHUN Benzatin 600.000 IU IM Dosis tunggal
Penisillin
> 10 tahun Benzatin 1.200.000 IU IM Dosis tunggal
Penisillin
ALTERNATIF (bagi penderita alergi terhadap penisillin)
< 8 tahun Eritromisin 30 mg/kg BB di Oral 15 hari
bagi dalam 4
dosis

23
8-15 tahun Tetrasiklin atau 250 mg,4x Oral 15 hari
Eritromosin sehari
>15 tahun Tetrasiklin atau 500 mg,4x Oral 15 hari
Eritromosin sehari
<8 tahun Doksisiklin 2-5 mg/kg BB Oral 15 hari
dibagi dalam 4
dosis
Dewasa Doksisiklin 100 mg 2x Oral 15 hari
sehari

DAFTAR PUSTAKA

• Arif Masnjoer, DKK, 2000, “KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN” ,


Edisi 3 jilid 2, Media Aesculapilus. Jakarta.
• Dr. Nursalam, M. Nurs DKK, 2005. “ASUHAN KEPERAWATAN
PEDIATRIK” , Salemba medika Jakarta.
• Ngastiyah, 2002 ”PERAWATAN ANAK SAKIT”, VOL 3 Egc.Jakarta.
• Richard E, Behrman, 2000. ”ILMU KESEHATAN ANAK”, VOL 3, EGC
Jakarta.
• Yuliani Resuriadi , 2001 ”BUKU PEGANGAN PRAKTEK KLINIK
ASKEP PADA ANAK”, Edisi I EGC, Jakarta.

24
25

You might also like