You are on page 1of 43

PETUNJUK PENULISAN

Redaksi menerima tulisan asli/tinjauan pustaka, penelitian atau cancer patient and the effects of blood transfusion on an-
laporan kasus dengan foto-foto asli dalam bidang Kedokteran dan titumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33
Farmasi. 11. Nomor halaman dalam angka romawi
1. Tulisan yang dikirimkan kepada Redaksi adalah tulisan yang Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology
belum pernah dipublikasikan di tempat lain dalam bentuk and hematology. Introduction Hematol Oncol Clin North Am
cetakan. 1995; Apr; 9(2):xi-xii
2. Tulisan berupa ketikan dan diserahkan dalam bentuk disket,
diketik di program MS Word dan print-out dan dikirimkan ke Buku dan monograf lain
alamat redaksi atau melalui e-mail kami. 12.Penulis perseorangan
3. Pengetikan dengan point 12 spasi ganda pada kertas ukuran Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills
kuarto (A4) dan tidak timbal balik. for nurses. 2nd ed. Albany (NY):Delmar Publishers; 1996
4. Semua tulisan disertai abstrak dan kata kunci (key words). 13.Editor sebagai penulis
Abstrak hendaknya tidak melebihi 200 kata. Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for eldery
5. Judul tulisan tidak melebihi 16 kata, bila panjang harap di pecah people. New York:Churchill Livingstone; 1996
menjadi anak judul. 14.Organisasi sebagai penulis
6. Nama penulis harap di sertai alamat kerja yang jelas. Institute of Medicine (US). Looking at the future of the
7. Harap menghindari penggunaan singkatan-singkatan medicaid program. Washington:The Institute; 1992
8. Penulisan rujukan memakai sistem nomor (Vancouver style), 15.Bab dalam buku
lihat contoh penulisan daftar pustaka. Catatan: menurut pola Vancouver ini untuk halaman diberi tanda p,
9. Bila ada tabel atau gambar harap diberi judul dan keterangan bukan tanda baca titik dua seperti pola sebelumnya).
yang cukup. Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh
10. Untuk foto, harap jangan ditempel atau di jepit di kertas tetapi JH, Brenner BM, editors. Hypertension: Patophysiology,
dimasukkan ke dalam sampul khusus. Beri judul dan keterangan Diagnosis and Management. 2nded. New York:Raven Press;
yang lengkap pada tulisan. 1995.p.465-78
11. Tulisan yang sudah diedit apabila perlu akan kami konsultasikan 16.Prosiding konferensi
kepada peer reviewer. Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent Advances in clinical
12. Tulisan disertai data penulis/curriculum vitae, juga alamat email neurophysiology. Proceedings of the 10 t h International
(jika ada), no. telp/fax yang dapat dihubungi dengan cepat. Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-
19; Kyoto, Japan. Amsterdam:Elsevier; 1996
Contoh Penulisan Daftar Pustaka 17.Makalah dalam konferensi
Daftar pustaka di tulis sesuai aturan Vancouver, diberi nomor sesuai Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection,
urutan pemunculan dalam keseluruhan tulisan, bukan menurut abjad. privacy and security in medical information. In: Lun KC,
Bila nama penulis lebih dari 6 orang, tulis nama 6 orang pertama diikuti Degoulet P, Piemme TE, editors. MEDINFO 92. Proceedings of
et al. Jumlah daftar pustaka dibatasi tidak lebih dari 25 buah dan terbitan the 7 th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-
satu dekade terakhir. 1 0 ; G e n e va , S w i t ze r l a n d . A m s t e r d a m : N o r t h - H o l l a n ;
Artikel dalam jurnal 1992.p.1561-5
1. Artikel standar 18.Laporan ilmiah atau laporan teknis
Vega KJ,Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:
with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Smith P, Golladay K. Payment for durable medi-cal
Med 1996; 124(11):980-3. Lebih dari 6 penulis: Parkin DM, Clayton equipment billed during skilled nursing facility stays. Final
D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leu- report. Dallas(TX):Dept.of Health and Human Services (US),
kaemia in Europe after Chernobyl: 5 years follow-up. Br J Cancer Office of Evaluation and Inspections; 1994 Oct. Report No.:
1996; 73:1006-12 HHSIGOEI69200860
2. Suatu organisasi sebagai penulis Diterbitkan oleh unit pelaksana:
The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical Exercise Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Health Services
Stress Testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust R e s e a r c h : W o r k F o r c e a n d E d u c a t i o n I s s u e s.
1996; 164:282-4 Washington:National Academy Press; 1995. Contract No.:
3. Tanpa nama penulis AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care
Cancer in South Africa (editorial). S Afr Med J 1994; 84:15 Policy and Research
4. Artikel tidak dalam bahasa Inggris 19. Disertasi
Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar Kaplan SJ. Post-hospital home health care: The eldery’s
seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO):
1996; 116:41-2 Washington Univ.; 1995
5. Volum dengan suplemen 20.Artikel dalam koran
Shen HM, Zhang QE. Risk assessment of nickel Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study
carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post
Health Perspect 1994; 102 Suppl 1:275-82 1996 Jun 21; Sept A:3 (col.5)
6. Edisi dengan suplemen 21.Materi audio visual
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women’s psychological HIV + AIDS: The facts and the future [videocassette]. St.
reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996; 23(1 Suppl Louis (MO): Mosby-Year Book; 1995
2):89-97
7. Volum dengan bagian Materi elektronik
Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid 22.Artikel jurnal dalam format elektronik
in non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Morse SS. Factors in the emergence of infection diseases.
Biochem 1995;32(Pt 3):303-6 Emerg Infect Dis [serial online] 1995 jan-Mar [cited 1996 Jun
8. Edisi dengan bagian 5];1(1):[24 screens]. Available from: URL:HYPERLINK
Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap 23.Monograf dalam format elektronik
lacerations of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990; CDI, Clinical dermatology illustrated [monograph on CD-
107(986 Pt 1):377-8 ROM]. Reeves JRT, maibach H. CMEA Multimedia Group,
9. Edisi tanpa volum producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995
Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle 24.Arsip komputer
arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995; Hemodynamics III: The ups and downs of hemodynamics
(320):110-4 [computer program]. Version 2.2. Orlando [FL]: Computerized
10.Tanpa edisi atau volum Educational Systems
Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of the

2 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


ARTIKEL UTAMA

The Role of Norepinephrine in


Septic Shock Patients
A Guntur H
Sub Bagian Penyakit Tropik Infeksi Imunologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

Abstract. Sepsis is a clinical syndrome as an overactive body response to microorganismal product stimuli.
Manifestations of fever, tachycardia, tachypneu, hypotension and organ malfunction are related with the
cardiovascular problem level.
The sepsis clinical signs is hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C), tachypneu (respiratory rate >20/minute),
3 3
tachycardia (pulse >100/minute), leukocytosis (>12.000/mm ) or leukopenia (>4.000/mm , immature cell (10%),
suspected infection, and biomarker sign: PcT, CrP (ccm 2003).
Septic shock as a subset, septic shock is defined as septic-induced hypotension which is permanent even after
fluid resuscitation, with tissue hypoperfusion.
The septic shock clinical signs are early phase signs (e.g volume depletion, dry mucosal layer, dry and humid
skin), post fluid resuscitation signs (hyperdynamic shock, e.g. tachycardia, hard and wide arterial pulse, palpatory
hyperdynamic precordium and warm extrimities) associated with sepsis manifestations and hipoperfusion signs
(e.g. tachypneu, oliguria, cyanosis, mottling, ischemic finger, mental change).
In accordance with EGDT (Early Goal Directed Therapy) protocol, the early management covers by giving crystalloid
colloid fluid replacements. The unresponsive patients to this fluid replacement, then, should be treated with vasoactive
drugs. There is still debateful in determining the best vasoactive drugs used in septic shock.
The main therapeutical target is the recovery of tissue perfusion by increasing the Mean Arterial Pressure (MAP)
to 65 till 75 mmHg. The other needed target is myocardial contractility increase if it is appropriate and good tissue
oxygen supply. Vasoconstrictors is strong enough to produce SVR and blood pressure increase without having at
all effect on increasing arterial pulse, MAP increase at 65-75 mmHg, at the used dose of 47 µg/minute, maintaining
the heart rate of 97-101/minute. Norepinephrine is still potential for alpha-1 receptor agonist first choice management
in septic shock.

Key words: Sepsis, septic shock, vasopressor

Pendahuluan  Leukocytosis >12.000/mm3


3
Sepsis Leukopoenia <4.000/mm
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena  10% >cell imature
adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan  Suspected infection
produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); C
takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan reactive Protein (CrP).
gangguan sirkulasi darah.
Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan: Derajat Sepsis
 Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C) 1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),
 Tachypneu (respiratory rate >20/menit) ditandai dengan ≥2 gejala sebagai berikut:
 Tachycardia (pulse >100/menit) a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
Dipresentasikan dalam acara PIN PAPDI V 2007
The 5 th National Scientific Meeting of the Indonesian c. Tachycardia (pulse >100/menit)
Society of Internal Medicine d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 3


e. 10% >cell imature awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus
2. Sepsis pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan).
Infeksi disertai SIRS Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah
3. Sepsis Berat jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskuler
Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat
bahkan anuria. kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan
4. Sepsis dengan hipotensi fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.
Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia
penurunan tekanan sistolik >40 mmHg). daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah
5. Syok septik perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium
menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik
disertai hipoperfusi jaringan. (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).
Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik
Tatalaksana Sepsis adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan
Penatalaksanaan sepsis pada umumnya terdiri dari: karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga
1. Pemberian antibiotika dan pengobatan terhadap penyakit kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer
dasarnya (underlying disease); eliminasi pusat infeksi dan terganggu, akibatnya VO 2 (pengambilan oksigen dari
sumber infeksi. mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septik
2. Mempertahankan hemodinamika tetap normal. dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan
3. Pengobatan adjuvans kortikosteroid, intravenous oksigenasi jaringan.
immunoglobulin (IVIG), protein C. Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah
4. Imunonutrisi.
Apabila tatalaksana tersebut tidak berhasil mengatasi
keadaan sepsis, maka penderita akan jatuh dalam keadaan syok
septik.
1 Tanda karakterisik lain pada
sepsis berat dan syok septik
Syok Septik
 Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang adalah gangguan ekstraksi
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan
menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan
oksigen perifer. Hal ini
disertai hipoperfusi jaringan. disebabkan karena
 Ketidakseimbangan: DO2 (oxygen delivery) dan VO2 (oxygen
consumption). menurunnya aliran darah
 USA → 400.000 kasus sepsis; 200.000 kasus syok septik;
100.000 kematian.
perifer, sehingga kemampuan
 Pasien mendapatkan obat vasoaktif → syok septik jika untuk meningkatkan ekstraksi
mengalami hipoperfusi jaringan.
oksigen perifer terganggu,
Tanda Klinis Syok Septik
 Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit
akibatnya VO 2 (pengambilan
lembab dan kering. oksigen dari mikrosirkulasi)
 Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik:
takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, berkurang. Kerusakan ini
precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas
hangat.
pada syok septik dipercaya
 Disertai tanda-tanda sepsis. sebagai penyebab utama
 Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling,
iskemia jari, perubahan status mental. terjadinya gangguan
Perubahan Hemodinamika
oksigenasi jaringan.
Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada stadium

4 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena lebih buruk.
terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia Perbaikan volume darah bertujuan mengoptimalkan cardiac
jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen). output tanpa meningkatkan resiko terjadinya edema paru.
Biasanya digunakan bergantian antara kristaloid dan koloid.
Haemodynamic support Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan mengurangi
Perubahan dasar hemodinamika yang terjadi pada pasien kebutuhan oksigen jaringan. Koreksi terhadap asidosis yang
sepsis adalah kelainan patologik arterial. Walaupun kadar terjadi pada sepsis berat atau syok septik dapat berlangsung
katekolamin dalam darah pada sepsis meninggi, respons cepat bila penyakit dasar membaik. Sodium bikarbonat
1
vaskular terhadap stimulasi reseptor alfa adrenergik disarankan untuk diberikan hanya pada asidosis berat saja.
tampaknya terganggu. Beberapa mediator yang diduga Dalam pengelolaan penderita dengan sepsis, terutama pada
bertanggung jawab terhadap mekanisme vasodilatasi ini antara penderita dengan syok yang mengancam, perlu dilakukan
lain adalah interleukin 1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), pemantauan ketat.
nitric oxide (NO), dan prostaglandin aktivitas komplemen (C3a, Khusus ada syok septik, konsensus direkomendasikan:
C5a). Kemungkinan lain sebagai penyebab adalah perubahan 1. Cairan resusitasi segera diberikan dengan cairan yang ada.
dalam metabolisme pembuluh darah sendiri. 2. Cairan koloid lebih dianjurkan untuk resusitasi awal karena
Gambaran yang khas pada pasien sepsis dengan syok mempunyai efek hemodinamik segera.
adalah hipotensi yang terjadi karena dilatasi pembuluh darah 3. Infus cairan selanjutnya dapat memakai koloid dan
arteri. Resistensi vaskular sistemik sangat rendah dan curah kristaloid.
jantung akan meningkat. Frekuensi denyut jantung akan
meningkat pula, demikian juga resistensi vaskular paru akan Resusitasi
meningkat, karena kompensasi terhadap kekurangan O 2. Pada sepsis berat dan syok septik resusitasi merupakan
Keadaan ini disebabkan karena adanya produksi NO yang persoalan yang paling penting sehingga dikenal istilah “six
meningkat berlebihan. Terjadinya peningkatan permeabilitas hour goal treatment” pedoman yang banyak dipakai dalam
dinding pembuluh darah yang disebabkan peningkatan resusitasi adalah “early goal-directed therapy (EGDT)” yang
aktivitas komplemen (C3a, C5a), sehingga banyak cairan plasma mempunyai target optimal central venous pressor (CVP), mean
yang menuju keluar (ekstravasasi). arterial pressor (MAP) dan central venus oxygen saturation
Secara umum tujuan dari resusitasi adalah memperbaiki (ScvO2). Dengan melakukan EGDT cepat dan tepat waktu
oksigenisasi pada jaringan atau sel. Resusitasi biasanya dapat mengurangi angka kematian absolut ± 16%, mengurangi
menggunakan cairan kristaloid dan koloid. Resusitasi mortalitas di rumah sakit dan mempunyai manfaat yang
kristaloid menyebabkan ekspansi ruang interstisial, sedangkan bermakna pada hasil akhir perawatan pasien dengan sepsis
koloid intravena yang bersifat hiperonkotik, karena tekanan berat dan septik syok.2
onkotik, cenderung untuk menyebabkan ekspansi volume
Supplemental oxygen ± endotracheal
intravaskuler dengan “meminjam” cairan dari ruang intubation and mechanical ventilation
interstisial. Koloid isoonkotik dapat mengisi ruang
intravaskular tanpa mengurangi ruang interstisial. Central venous and arterial catheterization

Dari pertimbangan fisiologis terlihat bahwa kristaloid


Sedation, paralysis (if intubated), or both
menyebabkan lebih banyak edema daripada koloid. Ini
mungkin memburuk. Pada keadaan peningkatan permeabilitas <8 mmHg
Crystalloid
CVP
pembuluh darah, koloid mungkin hanya sedikit sekali Colloid
8-12 mmHg
merembes ke dalam ruang interstisial, sehingga sebagian besar
<65 mmHg
koloid akan terdapat tetap di dalam intravaskuler dan akhirnya MAP
>90 mmHg
Vasoactive agents

koloid akan terdapat tetap di dalam intravaskular dan akhirnya ≥65 and ≤90 mmHg
koloid meninggikan tekanan onkotik plasma. Ini akan <70% Transfusion of red cells
≥70%
ScvO 2 until hematocrit ≥30% <70%
menghambat kehilangan cairan selanjutnya dari sirkulasi dan
Inotropic agents
≥70%
kemungkinan hal ini menguntungkan. Agaknya
mikrovaskulatur masih mempunyai kemampuan untuk No Goals
mempertahankan gradien protein, walaupun terdapat achieved

gangguan permeabilitas yang berat. Yes


Hospital admission
Kelebihan koloid dalam respons metabolik dapat
meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan (DO2) dan konsumsi Gambar 1. Early goal-directed therapy protocol3
O2 (VO2) serta menurunkan laktat serum. Parameter-parameter
tersebut merupakan indikator penting untuk mengetahui Pada syok septik, cairan yang diberikan umumnya
apakah penderita membaik atau akan jatuh ke situasi yang dianggap cukup bila dicapai tekanan darah sistolik 90 mmHg

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 5


dengan disertai tanda klinik perbaikan perfusi end organ. Pada mempunyai efek vasokonstriksi kuat. Ekstravasasi di daerah
pasien tua atau dengan penyakit jantung iskemia atau penyakit sekitar infus akan dapat berakibat nekrosis. Norepinefrin dan
serebrovaskuler mungkin perlu tekanan darah >100 mmHg. epinefrin meningkatkan iritabilitas miokard.
Pemasangan kateter vena sentral dipertimbangkan sebagai Alternatif obat lain adalah isoproterenol, dopamin dan
arahan bila akan memberi cairan dalam jumlah banyak dan dobutamin. Obat mempunyai efek inotropik, dan melalui
pada pemberian obat vasoaktif. CVP manometer penting dalam reseptor beta adrenergik efeknya dapat meningkatkan perfusi
memantau pemberian cairan, dalam jumlah dan kecepatannya. jaringan. Dopamin mempunyai efek vasodilatasi renal, jantung
Proses pemasangan CVP tidak boleh memperlambat dan serebral; meningkatkan perfusi jaringan. Dopamin
pemberian cairan. mempunyai efek vasodilatasi renal, jantung dan serebral;
Pada 20-30% pasien dengan syok septik memberi respon meningkatkan tekanan sistolik dan denyut jantung; serta
baik terhadap pemberian cairan saja, dan pada mereka dapat mengurangi aliran darah ke jaringan otot. Dibanding dopamin,
ditunda pemasangan CVP. Meskipun telah dipasang CVP, dobutamin mempunyai efek chronotropic lebih kecil, sedangkan
terapi cairan dikurangi untuk maintenace rate, tanpa tergantung efek lain sama.
pada pembacaan hasil CVP, bila keadaan klinik baik. Norepinefrin (NE) biasanya baru dipakai bila pemberian
Bila clinical end point tidak tercapai, maka cairan resusitasi dopamin dan dobutamin tak berhasil menaikkan tekanan
berikutnya diberikan sampai sekitar CVP 12-15 mmHg atau darah sistemik. Tetapi pada akhir-akhir tahun 2003, NE
15-18 mmHg. Bila ada kemungkinan terjadi edema paru, maka merupakan pilihan pertama pada keadaan syok septik.
dalam keadaan demikian dianjurkan pemasangan pulmonary Reinhart K. (2007), Current International Guide Line
artery catheter (PAC) bila mungkin. merekomendasikan bahwa NE dan Dopamin mempunyai
ekuivalensi untuk terapi syok septik. NE adalah α1 agonis
Vasopressor Agent merupakan pilihan pertama sebagai obat vasopressor.
Bila keadaan tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan saja, Restorasi dan tekanan perfusi dapat memperbaiki (restorasi)
maka perlu diberi obat vasopresor, golongan sympathomimetic renal function. Dopamin α1 dan β1 kurang efektif dalam
memperbaiki tekanan darah arterial bila dibandingkan dengan
NE. Potensi efek dopamin dalam memperbaiki fungsi renal
tidak bisa dibuktikan.4
Obat sympathomimetic Dosis yang dianjurkan:
amine dipakai secara luas 1. Dopamin: 2-25 mcg/kgbb/menit di dalam cairan infus
(Dextrose 5% atau normal salin) tiap 15-20 menit sampai
pada keadaan gangguan tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg dan produksi urin
lebih dari 30 ml/jam.
hemodinamik syok. Obat 2. Dobutamin dosis 2-10 mcg/kgbb/menit, bekerja primer
yang semula banyak dipakai pada reseptor β-adrenergik (f1 dan β2), berguna pada
pasien dengan keadaan cardiac output rendah.
adalah: epinefrin dan 3. Isoproterenol: 5 p g/ml/menit, efek dilihat tiap 15-25 menit

norepinefrin. Norepinefrin dan dosis diduakalikan bila perlu.


4. Norepinephrin dosis awal 0.1-0.2 mcg/kgbb/menit dan
mempunyai efek dilihat efek dalam beberapa menit.

vasokonstriksi kuat. Dosis maintenance adalah: 0.05 mcg/kgbb/menit diberikan

Ekstravasasi di daerah sekitar melalui kateter plastik ke dalam vena besar/sentral. Karena
efek pada reseptor α1, norepinephrine dosis 10-15 mcg/kgbb/
infus akan dapat berakibat menit hanya dipakai pada keadaan dimana tekanan darah tidak
dapat dipulihkan dengan berbagai cara; dapat dipakai
nekrosis. Norepinefrin dan kombinasi dengan dopamin.

epinefrin meningkatkan Sympathomimetic amine mempunyai efek lain, pada saluran


nafas/paru, gula darah dan sebagainya. Faktor kritis penting
iritabilitas miokard. adalah pemberian cairan yang cukup (challenge). Bila ada
kekurangan cairan intravaskuler; maka vasodilatasi oleh beta
adrenergik dapat berefek paradoksal, yaitu turunnya tekanan
amine. Obat sympathomimetic amine dipakai secara luas pada darah oleh karena turunnya volume intravaskular. Untuk itu
keadaan gangguan hemodinamika syok. Obat yang semula perlu pengawasan tekanan vena sentral. Meski sudah diberi
banyak dipakai adalah: epinefrin dan norepinefrin. Norepinefrin cairan dan vasoaktif, asidosis metabolik sering dijumpai. Untuk

6 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


itu dianjurkan pemberian sementara infus natrium bikarbonas. Menurut Martin, et al (2000) mengatakan dalam
penelitiannya membandingkan penggunaan NE dan dopamin.
Tabel scoring obat vasopressor Dalam penggunaan NE memperpendek morbiditas dan
mengurangi mortalitas.6
Tabel 1. Aktivitas reseptor dari berbagai obat LeDoux, et a l (2000) menyatakan peningkatan dosis NE/
Obat
Aktivitas pada reseptor E pada septik syok meningkatkan MAP, dan juga terjadi
Alfa-1 Beta-1 Beta-2 Dopaminergik peningkatan cardiac output (mid: -4,7; 5,3 dan 5,5 L/mm per m2).7
Dopamin HCl (Inotropin)* 2+ 3+ 2+ 3+
Martin (2003) melakukan penelitian obat vasopresor yang
Norepinefrin 3+ 2+ ? 0
diukur cardiac output dan MAP pada 32 penderita syok septik.
Dobutamin 1/2+ 3+ 2+ 0
Dopamin terjadi perbaikan 31%, sedangkan NE 93% (p<0.001).8
Epinefrin* 2/3+ 3+ 3+ 0
Fenilefrin-HCl (Neo- Reinhart K. (2007) Current International Guideline
3+ 0 0 0
Synephrine) merekomendasikan bahwa NE merupakan pilihan pertama
pada penanganan syok septik.
Rating menunjukkan derajat aktivitas mulai dari tidak ada (0)
sampai maksimal (3+) indicate degree of activity from none (0) to Kesimpulan
maximal (3+). Berdasarkan data-data tersebut di atas pada penggunaan
* Aktivitas tergantung pada dosis norepinefrin pada penderita syok septik mempunyai efek:
 Vasokonstriktor cukup kuat meningkatkan SVR (systemic
Tabel 2. Efek-efek hemodinamika dari obat-obat vasoaktif vascular resistance)
Obat Dosis
Efek  Meningkatkan tekanan darah tanpa sedikit meningkatkan
CO MAP SVR
Dopamin HCl
denyut nadi
5-20 µg/kg/min 2+ 1+ 1+
(Inotropin)*  Meningkatkan MAP: 65-75 mmHg sampai dengan final;
Norepinefrin 0.05-5 µg/kg/min -/0/+ 2+ 2+ 85 mmHg
 Dari yang diberikan 47 µg/menit mempertahankan denyut
Dobutamin 5-20 µg/kg/min 2+ -/0/+ -
jantung 97-101 kali/menit.
Epinefrin* 0.05-2 µg/kg/min 2+ 2+ 2+  NE potensial terhadap α1 reseptor agonist dan masih
Fenilefrin HCl
2-10 µg/kg/min -/0/+ 2+ 2+ merupakan pilihan pertama.
(Neo-Synephrine)

Rating menunjukkan derajat efek dari penurunan ringan (-) Daftar Pustaka
sampai peningkatan mencolok (2+) CO, cardiac output; MAP, 1. Guntur HA. Terapi sepsis; SIRS & sepsis. In: Imunologi, Diagnosis,
Penatalaksanaan. Sebelas Maret University Press, 2006.p.10
mean arterial pressure; SVR, systemic vascular resistance. 2. Osborn TM. Early goal-directed therapy in severe and septic
* Aktivitas tergantung pada dosis. shock revisited*. Chest 2006; 130:1579-95
3. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, et al. Early goal-directed therapy
in the treatment of severe sepsis and septic shock. The New
Rasionalisasi Obat Vasoaktif England Journal of Medicine 2001; 345:1368-77
 Pasien yang tidak merespon terapi cairan harus diberikan 4. Reihart K, Jena. Vasopressor agents. Programme abstrak book: 25.
obat vasoaktif. An International Symposium Sepsis 2007. Institute Pasteur: Paris,
France; 2007
 Ada silang pendapat tentang obat vasoaktif terbaik dalam 5. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. Surviving sepsis campaign
syok septik. guidelines for management of severe sepsis and septic shock.
Critical Care Medicine 2004; 32(3):858-73
 Sasaran utama adalah memulihkan dengan cepat perfusi
6. Vincent JL, Moreno R, Takala J, et al. The SOFA (sepsis-related
jaringan dengan meningkatkan MAP (mean arterial pressure) oegan failure assessment) score to describe organ dysfunction/
menjadi 65-75 mmHg. failure. On behalf of the working group on sepsis-related
problems of the european society of intensive care medicine.
 Juga dikehendaki peningkatan kontraktilitas miokard, bila
Intensive Care of Medicine 1996; 22(7):707-10
sesuai dan hantaran oksigen yang membaik ke jaringan. 7. Martin C, Papazian L, Perrin G, et al. Norepinephrine or dopamine
 Jika sasaran utama meningkatkan MAP menjadi 65-75 for the treatment of hyperdynamic septic shock? Chest 1993;
103:1826-31
mmHg maka NE adalah merupakan pilihan utama. 8. LeDoux D, Astiz ME, Carpati CM, et al. Effects of perfusion pressure
on tissue perfusion in septic shock. Critical Care Medicine 2000;
Dellinger menganjurkan pemakaian norepinefrin (NE) 28(8):2729-32
9. Martin, et al. Comparation of vasopressor drug. Critical Care
sebagai first choice untuk septik dengan beberapa alasan. Medicine 2003
Dinyatakan juga bahawa NE lebih poten dibanding dopamin 10. Shama VK, Dellinger RP. The international sepsis forum’s
serta lebih efektif dalam mengatasi hipotensi.4 controversies in sepsis: my initial vasopressor agent in septic
shock is norepinephrine rather than dopamine. Critical Care
Namun Vincent masih menyatakan bahwa dopamin lebih Medicine 2003; 7:3-5
dianjurkan untuk first line agent untuk support hemodinamika.5

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 7


SEKILAS PRODUK

Diabetes merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya • Glucosidase inhibitor contohnya acarbose
penyakit jantung koroner. Bahkan oleh oleh ATP III (Adult • Insulin
Treatment Panel III), pasien penderita diabetes dianggap setara
dengan penderita penyakit jantung koroner.1 Dan 75% kematian Dari panduan IDF yang terbaru tahun 2005, Metformin
pada pasien diabetes akan disebabkan oleh penyakit jantung . merupakan pilihan terapi obat pertama untuk pasien dia-
Diabetes juga merupakan salah satu faktor risiko utama dalam betes tipe 2 sebelum menggunakan golongan yang lain.2
terjadinya stroke, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi non Dan pada umumnya sediaan Metformin yang ada di pasar
traumatik.2 baik Metformin bermerek maupun generik adalah sediaan im-
Penderita diabetes terutama diabetes type 2 meningkat mediate release, sehingga harus diberikan minimal dengan
secara drastis dari tahun ke tahun. Menurut laporan WHO (World dosis dua kali sehari. Hal ini tentunya akan berpengaruh
Health Organization), jumlah penderita diabetes di seluruh dunia terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi.
tahun 2000 mencapai 171 juta orang dan diprediksi akan
mencapai 366 juta orang tahun 2030 atau mengalami
peningkatan sebesar 114%. Dan pada orang Asia, peningkatan
tersebut akan mencapai 141% pada kurun waktu yang sama.6

Prevalensi diabetes di seluruh dunia

Grafik 2. Profile kepatuhan pasien manjalankan terapi pada


berbagai dosis pemberian obat3

Diabetes Care, 2004 Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa kepatuhan


Grafik 1. Prevalensi Diabetes di seluruh dunia6 pasien lebih baik dengan dosis sekali sehari daripada dua kali
sehari atau tiga kali sehari. Dan kepatuhan pasien menjalankan
Untuk itu, penanganan diabetes tipe 2 harus dilakukan terapi pada akhirnya akan mempengaruhi kesuksesan terapi
sedini mungkin. Penatalaksanannya biasanya dimulai dari pasien.
intervensi gaya hidup. Sedangkan untuk terapi obat-obatan Untuk PT Ferron Par Pharmaceuticals telah memasarkan
terdiri dari beberapa golongan seperti: sedian Metformin lepas lambat yaitu GLUMIN XR (GLUMIN
• Biguanid contohnnya Metformin Extended Release) yang hanya membutuhkan dosis sekali
• Sulfonylurea contohnya glimepirid, glibenklamid, gliklazid sehari, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien,
• Meglitinid contohnya nateglinid dan repaglinid memperbaiki kontrol gula darah dan memperbaiki hasil
• Tiazolidinedion contohnya pioglitazon dan rosiglitazon terapi.

8 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


glukosa hepatik, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin,
menurunkan kadar LDL dan trigliserida, meningkatkan kadar
HDL , menurunkan agregasi platelet dan meningkatkan aktivitas
fibrinolitik. Selain itu Metformin dapat memperbaiki berat badan
dan tidak memiliki risiko hipoglikemia.
INDIKASI
Glumin XR diindikasikan terutama untuk:
• Terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin
dan kelebihan berat badan dimana kadar glukosa tidak bisa
dikontrol dengan diet saja. Dapat digunakan sebagai obat
tunggal atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi
dengan sulfonilurea.
• Terapi tambahan pada penderita diabetes dengan
ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit
dikontrol.
DOSIS dan CARA PEMBERIAN
Grafik 3. Profile perubahan HbA1c dengan penggunaan • GLUMIN XR harus ditelan utuh dan tidak boleh digerus
Metformin-XR dan Metformin biasa4 atau dikunyah.
• Pada pasien dewasa, dosis awal GLUMIN XR adalah 500
Tabel di atas menunjukkan bahwa GLUMIN-XR dapat mg sekali sehari bersamaan dengan makan malam. Dosis
memperbaiki HbA1c yang merupakan parameter utama maksimal sehari yang diperbolehkan untuk dewasa adalah
gkulosa darah 2.000 mg.
Selain itu penggunaan Metformin XR juga mampu menekan • Dosis ditingkatkan dengan peningkatan 500 mg tiap
terjadinya efek samping penggunaan Metformin, sehingga akan minggunya hingga maksimum mencapai 2.000 mg sekali
memperbaiki profil keamanan dari Metformin. sehari bersamaan dengan makan malam.
• Belum ada data keamanan dan keefektifan penggunaan
GLUMIN XR pada pasien anak-anak. Untuk itu, GLUMIN®
XR tidak direkomendasikan untuk digunakan <17 tahun
EFEK SAMPING
• GLUMIN XR umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
• Gangguan gastrointestinal minimal dan sementara, dapat
dihindari dengan pemberian bersama makanan atau
sementara mengurangi dosis.
• Bila tampak gejala-gejala intoleransi, penggunaan GLUMIN
XR tidak perlu langsung dihentikan, biasanya efek samping
tersebut akan hilang pada penggunaan selanjutnya.
• Anoreksia, mual, muntah, diare.
• Berkurangnya absorpsi vitamin B 12 meningkatkan
keberhasilan pengobatan
Grafik 4. Kejadian efek samping pada saluran pencernaan
dengan penggunaan Metfotmin XR atau Metformin biasa5 Daftar Pustaka:
1. NCEP. Detection, evaluation and treatment of high blood cholesterol
ini adults (Adult Treatment Panel III). 2003.p.50 Detection,
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa GLUMIN XR terbukti
2. IDF. Global guideline for type 2 diabetes. 2005.p.35
dapat menurunkan kejadian efek samping pada saluran 3. Guillausseau PJ. Influence of oral antidiabetic drugs compliance on
pencernaan sebesar 53%, dan secara khusus lagi dapat metabolic control in type 2 diabetes. A survey in general practice.
Diabetes & Metabolism 2003;25:79-81
menurunkan kejadian diare sebesar 77%.5 4. Fujioka Ken, et al. Glycemic control in patients with type 2 diabetes
mellitus switched from twice-daily immediate-release metformin to
a once-daily extended-release formulation. Clin. Ther. 2003; 25:515-
KOMPOSISI 29
Tiap kaplet salut selaput lepas lambat GLUMIN XR 5. Blonde Lawrence, et al. Gastrointestinal tolerability of extended-
release metformin tablets compared to immediate-release metformin
mengandung Metformin HCl 500 mg. tablets: results of a retrospective cohort study. Curr Med Res Opin
MEKANISME KERJA 2004; 20:565-72
6. Wild Sarah. Global Prevalence on Diabetes. Diabetes Care 2004;
Mekanisme kerja GLUMIN XR yang tepat belum diketahui
27:1047-53
secara jelas. Metformin terbukti dapat menurunkan produksi 7. Package Insert. Glumin XR

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 9


ARTIKEL UTAMA

Perkembangan Terkini Metformin


Sebagai Obat Anti Diabetik Oral
Em Yunir
Divisi Metabolik-Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

UPF Penyakit Dalam, RS Marzoeki Mahdi, Bogor

Pendahuluan Peran Metformin sebagai Obat AntiDiabetik


Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu jenis penyakit Berbagai laporan penelitian yang telah dipublikasikan
diabetes yang paling banyak penderitanya. Dari laporan memperlihatkan besarnya manfaat pemberian metformin dalam
2,5,6
penelitian di berbagai negara di seluruh dunia, prevalensi mengontrol diabetes. Penelitian oleh Belcher tentang
penyakit ini semakin tinggi saja.1 Kemajuan ilmu kedokteran penggunaan metformin sebagai obat tunggal maupun kombinasi
telah menemukan berbagai macam obat yang dapat menunjukan hasil yang cukup memadai dalam pengendalian gula
digunakan untuk mengendalikan diabetes, sehingga dampak darah pada 3.713 pasien diabetes selama 52 minggu. Tidak
penyakit ini yang pada awalnya sering menyebabkan terdapat perbedaan bermakna pada ketiga jenis antidiabetik oral
kematian akibat komplikasi akut, kini bergeser ke arah yang digunakan dalam menurunan kadar A1c dan komplikasi
2 5,18
komplikasi kronis yang menyerang berbagai organ vital. kronis mikrovaskular dan makrovaskular. Penelitian
Komplikasi kronis sangat ditentukan oleh baik tidaknya penggunaan metformin jangka panjang oleh UKPDS, yang
pengontrolan kadar gula darah dan beberapa parameter lain dilakukan di Inggris menunjukkan penurunan kadar A1c yang
3 2
seperti tekanan darah, berat badan dan kadar kolesterol. cukup bermakna, setara dengan antidiabetik oral golongan lain.
Sehingga dalam hal ini, obat sangat memegang peranan Efek samping seperti mual, kembung dan diare menjadi salah
penting dalam pengendalian diabetes. Pengendalian kadar satu kendala yang sering dijumpai pada penggunaan metformin.
gula darah pada diabetes pada mulanya menggunakan cara Metformin umumnya digunakan untuk pasien diabetes yang
yang konservatif. Pengobatan lini pertama untuk penderita mempunyai berat badan lebih atau obesitas.2 Keunggulan
diabetes yang baru terdiagnosa adalah terapi penggunaan metformin untuk pasien dengan berat badan normal
6
nonfarmakologi, yaitu mengatur pola makan dan telah dilaporkan oleh Ong dkk, dari Sydney Australia. Penelitian
melakukan aktivitas fisik. Penggunakan antidiabetik baru observasional-retrospektif pada 1.072 pasien diabetes yang
diperkenankan setelah terapi nonfarmakologi selama 4–8 mendapat terapi tunggal metformin menunjukkan bahwa
minggu ini dianggap gagal mengendalikan kadar gula penggunaan metformin untuk pasien diabetes dengan berat badan
darah. 3 Namun sejak tahun 2007 American Diabetes Association normal atau berat badan lebih, memberikan hasil yang sama
(ADA) dan European Association for the Study of Diabetes baiknya dibandingkan dengan pasien obesitas. Penggunaan
(EASD), telah mempublikasikan satu konsensus baru untuk metformin sebagai terapi tunggal pada pasien nonobesitas ini
segera mulai menggunakan metformin, bersamaan dengan ternyata dapat mengendalikan diabetes lebih lama tanpa terjadi
pengaturan nutrisi dan aktivitas fisik, pada saat pertama penurunan berat badan yang bermakna.
4
terdiagnosis diabetes. Konsensus yang sama telah dikeluarkan
oleh Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Mekanisme Kerja
4
(PB Perkeni) dan draf konsensus dari International Diabetes Mekanisme kerja metformin sebagai obat anti diabetik oral
7
Federation Western Pasific Region. belum sepenuhnya diketahui. Banyak tahapan reaksi

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 11


hexokinase di dalam otot dan peningkatan glucose transporter

Penggunaan metformin (GLUT) dalam sel.

sebagai terapi tunggal Metformin

pada pasien non obes Phosphorylation/activation


of AMPK

ini ternyata dapat  SREBP-1 expression


 muscle
glucose transport
 SREBP-1 activity
mengendalikan  ACC activity
 Hepatic gene expression:

diabetes lebih lama dan FAS, L-PK, S14

tidak terjadi penurunan  Hepatic FA, VLDL synthesis


( hepatic FA oxidation)
 Hepatic gluocose
production

berat badan yang  hepatic steatosis


 liver insulin sensitivity

bermakna.  plasma glucose  plasma triglycerides

Gambar 1. AMPK: adenosine monophosphat activated protein


kinase, PK: protein kinase, ACC: acethyl coenzyme-A carboxylase,
biokimiawi yang terjadi pada proses metabolisme glukosa, baik SREB-1: sterol regulatory element-binding protein-1, FA: free fatty
pada sel hati, otot, atau jaringan lemak. Setiap tahapan acid
metabolisme ini dapat mempengaruhi terjadinya
hiperglikemia, sehingga setiap tahap ini dapat dilakukan Pada jaringan otot metformin akan menyebabkan
intervensi untuk menurunkan proses terjadinya hiperglikemia. translokasi glucose transporter-1 (GLUT 1) dari dalam sel ke
Penyebab hiperglikemia pada diabetes antara lain karena membran plasma, sehingga dapat meningkatkan ambilan
peningkatan gluconeogenesis dan glicogenolisis di dalam hati dan glukosa masuk ke dalam sel otot.11
penurunan ambilan glukosa di jaringan otot atau lemak. Beberapa mekanisme lain dari metformin dalam
15,18
Metformin dapat menurunkan gluconeogenesis dan glicogenolisis menurunkan glukosa darah antara lain:
di dalam hati.9 1. Meningkatkan translokasi dan aksi dari glucose transporter
Peran metformin pada tingkat seluler di dalam sel hati (GLUT ) dan aktivasi AMP activated protein-kinase.
dalam menurunkan glukosa darah dapat dijelaskan 2. Menurunkan ekspresi mRNA pada gen yang terlibat pada
berdasarkan hasil penelitian Zhou dkk. pada tahun 2001. Zhou oksidasi asam lemak gen gluconeogenesis.
dkk. telah menemukan peran enzim adenosin-monophosphate- 3. Menghambat aktivitas rantai pernapasan di mitokondria
activated-protein kinase (AMPK) pada metabolisme karbohidrat 4. Menurunkan resistensi insulin dengan cara menurunkan
dan lemak di dalam sel hati.10 Pada keadaan normal enzim respon resistensi insulin
AMPK akan diaktifkan oleh adenosin monofosfat (AMP) yang 5. Meningkatkan fisiologi membran sel
terbentuk dari proses pemecahan adenosin trifosfat (ATP) 6. Menurunkan free fatty acid flux.
menjadi adenosin monofosfat (AMP) pada siklus pembentukan
energi di dalam mitokondria. Aktivasi AMPK oleh metformin Penggunaan klinis metformin
akan menghambat enzim asetil-koenzime A carboxylase, yang Dari penelitian besar UKPDS, metformin dapat menurunkan
berfungsi pada proses metabolisme lemak. Proses ini akan konsentrasi A1c sebesar 1%-1,5%, setara dengan antidiabetik
menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak dan menekan oral golongan sulfonilurea.2 Selain dapat menurunkan glukosa
ekspresi enzim-enzim yang berperan pada lipogenesis. Selain darah, terdapat beberapa efek lain seperti penurunan berat
itu enzim AMPK di hati akan menurunkan expresi sterol badan, perbaikan kadar kolesterol, perbaikan kelainan
regulatory element-binding protein 1 (SREBP-1), suatu hemostasis dalam darah, dan C-reactive protein, suatu pertanda
14
transcription factor yang berperan pada patogenesis resistensi adanya inflamasi. Metformin dapat menurunkan risiko
insulin, dislipidemia, dan steatosis hati (perlemakan). Jadi kematian sampai 36%, dan menurunkan risiko kejadian infark
enzim AMPK ini mempunyai peran yang dominan pada proses miokardia sebesar 39% dibandingkan dengan terapi
2
metabolisme glukosa dan lemak di dalam hati, dan mungkin konvensional. Hanya golongan metformin, antidiabetik oral
berperan pula pada beberapa mekanisme yang menunjukan satu-satunya yang mempunyai efek protektif langsung pada
keuntungan dari metformin, seperti peningkatan ekspresi dari jantung.

12 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


Gagal jantung merupakan salah satu kontraindikasi konstipasi, muntah, kembung, perubahan pola konsistensi
penggunaan metformin pada penderita diabetes karena feses, dan darah pada feses.15,16 Keluhan yang ditimbulkan
8,13 15
dikhawatirkan terjadinya komplikasi laktat asidosis. oleh metformin sangat berkorelasi dengan besarnya dosis.
Walaupun frekuensi kejadian ini sangat jarang dilaporkan. Keluhan dapat timbul pada saat mulai pertama kali
Namun penelitian yang dilakukan oleh Eurich dkk. penggunaan atau setelah lama penggunaan.18,19 Keluhan pada
memperlihatkan keunggulan penggunaan metformin pada saluran pencernaan yang terjadi akibat efek samping obat
pasien diabetes tipe 2 yang disertai gagal jantung, tanpa disertai merupakan salah satu kendala penggunaan metformin.
adanya komplikasi asidosis laktat.12 Hasil penelitian Eurich Namun, efek samping pada saluran gastrointestinal ini, akan
ini memperlihatkan penggunaan metformin dapat membaik setelah metformin dihentikan. Penggunaan cara
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas secara bermakna konvensional yang mengharuskan pemberian metformin 2
jika dibandingkan dengan antidiabetik golongan sulfonilurea sampai 3 kali dalam sehari sering menjadi kendala bagi pasien
pada pasien diabetes tipe 2 yang disertai dengan gagal jantung. diabetes, yang seringkali juga harus minum beberapa jenis obat
Beberapa keunggulan metformin:7,21 lain.18 Untuk meningkatkan kepatuhan dan mengurangi efek
1. Menurunkan resistensi insulin samping yang sering terjadi, telah di kembangkan pembuatan
2. Menurunkan kadar glukosa darah metformin extended-release (XR), di mana metformin di buat
3. Menekan glukoneogenesis dengan sistem Gel Shield Diffusion System, sehingga metformin
4. Memperbaiki fungsi diastolik jantung dapat diminum hanya satu kali saja dalam sehari. Dengan
5. Perbaikan profil lipid menggunakan teknik, ini metformin yang terbungkus oleh
6. Menurunkan stres oksidatif matrix polimer akan dilepaskan secara perlahan-lahan saat
7. Memperbaiki relaksasi pembuluh darah bereaksi dengan cairan di dalam lambung. Jika diminum
8. Perbaikan status hemostasis darah yang cenderung ke sesudah makan malam, akan bekerja sesuai dengan fisiologi
kondisi pro-trombosis normal memperlambat pengosongan lambung pada malam
9. Menurunkan proses inflamasi pada endotel pembuluh darah hari. Penggunaan metformin-XR ini dapat mengurangi keluhan
10. Menurunkan pembentukan advance glycation end-products (AGE) pada saluran pencernaan. Penelitian retrospektif yang telah
dilakukan oleh Blonde terhadap 471 pasien diabetes tipe 2
Penggunaan Metformin Extended Release selama 2 tahun, menunjukkan penggantian metformin
Beberapa keluhan gejala gastrointestinal yang sering konvensional dengan metformin (XR) pada pasien yang sama
dilaporkan sebagai efek samping metformin dalam pengobatan dapat menurunkan kadar A1c yang tidak berbeda namun
diabetes antara lain: diare, nausea, dispepsia, abdominal pain, dengan efek samping yang lebih rendah. 16,17 Namun, jika
digunakan pada pasien diabetes yang baru tidak terdapat
perbedaan efek samping antara metformin konvensional
dengan metformin-XR.16 Penelitian lain yang dilakukan oleh
Penelitian retrospektif yang Schwartz dkk. juga memperlihatkan hasil yang tidak jauh
telah dilakukan oleh Blonde berbeda.17 Penggunaan metformin-XR satu atau dua kali sehari
dengan dosis 1.500 mg dalam waktu 24 minggu, menghasilkan
terhadap 471 pasien diabetes kontrol glikemik yang tidak berbeda bermakna dengan
metformin konvensional, di mana A1c turun dari 8,22±0,25
tipe 2 selama 2 tahun, menjadi 7,62±0,12 dan 8,70±0,25 menjadi 7,65±0,12, namun
menunjukan penggantian dengan efek samping nausea yang lebih minimal. Efek
maksimal penurunan A1c didapat pada penggunaan
metformin konvensional metformin extended release sebesar 2.000 mg sehari.
Penelitian tersamar ganda yang dilakukan oleh Fujioka juga
dengan metformin (XR) pada memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda. 20 Pada
pasien yang sama dapat penelitian yang menggunakan metformin-XR, 1x500 mg,
1x1.000 mg, 1x1.500 mg, 1x2.000 mg dan 2x1.000 mg selama
menurunkan kadar A1c yang 24 minggu ini, ternyata dapat menurunkan kadar A1c sebesar
0,6%, 0,7%, 1,0%, 1,0% dan 1,2% dalam jangka waktu 12
tidak berbeda namun dengan minggu. Dosis optimal dapat dicapai pada penggunaan 1.500
efek samping yang lebih mg. Pada penelitian ini juga terlihat efek samping yang terjadi
pada saluran pencernaan tidak berkaitan dengan besarnya
rendah. 16,17 dosis. Pada penggunaan 24 minggu tidak dijumpai efek
samping hipoglikemia maupun laktat asidosis.

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 13


samping yang lebih minimal, dapat meningkatkan kepatuhan
Penggunaan metformin-XR dan mengurangi efek samping yang sering ditimbulkan oleh
metformin.
yang dapat diminum satu kali
sehari sebanding dengan Daftar Pustaka
1. Diabetes Atlas. International Diabetes Federation; 2007
2. Effect of intensive blood glucose control with metformin on
metformin konvensional complication in overweight patients with type 2 diabetes ( UKPDS 34).
UK Prospective Diabetes Study Group. Lancet 1998;352:854-865.
dalam mengendalikan 3. Konsensus penatalaksanaan diabetes tipe 2. Pengurus Besar
PERKENI; 2007
diabetes, dengan efek 4. Nathan DM, Buse JB, Davidson MB, et al. Management of
hyperglycemia in type 2 diabetes: a consensus algorithm for
samping yang lebih minimal, the initiation and adjustment of therapy, consensus statement
from American Diabetes Association and European Association
for the Study of Diabetes. Diabetologia 2005; 49:1711-21
dapat meningkatkan 5. Belcher G, Lambert C, Edward G et al. Safety and tolerability of
pioglitazone, metformin, and gliclazide in treatment of type 2
kepatuhan dan mengurangi diabetes. Diabetes and Clinical Research and Clinical Practice 2005;
70:53-62
efek samping yang sering 6. Ong CR, Molyneaux LM, Constantino MI et al. Long-term efficacy
of metformin therapy in non-obese individuals with type 2
ditimbulkan oleh metformin. diabetes. Diabetes care 2006;29(11):2361-2364.
7. Chan JCN, Deerochanawong C, Shera AS, et al. Role of metformin
in the initiation of pharmacotherapy for type 2 diabetes: an asian-
pasific perspective. Diabetes Research and Clinical Practice 2006

Strategi Penggunaan Metformin 4,18


8. Hulisz DT, Bonfiglio MF, Murray RD. Metformin-associated lactic
acidosis. J American Board Family Practice 1998; 11(3):233-6
1. Penggunaan metformin dimulai dengan dosis kecil (500 9. Hundal RS,Krssak M, Dufour S, et al. Mechanism by which
mg perhari) yang diberikan satu atau dua kali sehari pada metformin reduces glucose production in type 2 diabetes.
Diabetes 2000; 49:2063-9
saat makan pagi atau malam 10. Zhou G, Myer R, Li Y, et al. Role of AMP-activated protein kinese in
2. Setelah 5-7 hari, jika tidak ada efek samping pada mechanism of metformin action. J Clin Invest 2001; 108(8):1167-74
11. Hundal HS, Ramlal T, Reyes R, et al. Cellular mechanism of
gastrointestinal, dosis dapat ditingkatkan sampai 850 atau
metformin action involve glucose transporter translocation from
1.000 mg sebelum makan pagi atau makan malam. intracellular pool to plasma membrane in L6 muscle cell.
3. Jika timbul efek samping obat pada saluran pencernaan, Endocrinology 1992; 131:1165-75
12. Eurich DT, Majumdar SR, McAlister FA, et al. Improve clinical
dosis obat dapat diturunkan pada dosis sebelumnya.
outcomes associated with metformin in patients with diabetes
4. Dosis efektif maksimal biasanya 850 mg, 2 kali sehari, akan and heart failure. Diabetes Care 2005; 28(10):2345-51
lebih baik lagi kalau dinaikan dosisnya sampai 3.000 mg 13. Schneider S. Metformin in patients with cardiovascular disease?
Medscape Diabetes and Endocrinology. Available at: http://
sehari. www.medscape.com/viewarticle/412387
5. Untuk mengurangi beban pembiayaan, gunakan obat 14. Cheng AYY, Fantus IG. Oral antihyperglicemia for type 2 diabetes.
generik pada saat pertama kali. Canadian Medical Association 2005; 172(2):213-25
15. Gunton JE, Delhanty PCD, Takahashi SI, et al. Metformin rapidly
6. Formulasi metformin dengan masa kerja panjang saat ini increases insulin receptor activation in human liver and signals
sudah banyak beredar di pasaran. preferentially through insulin-receptor substrat-2. J Clin
Endocrinol Metab 2003; 88:1323-32
16. Blonde L, Dailey GE, Jabbour SA, et al. Gastrointestinal tolerability
Penutup of extended-release metformin tablets compared to immediate
Prevalensi penderita diabetes yang cenderung makin release metformin tablets: results of retrospective cohort study.
meningkat akan meningkatkan pula risiko terjadinya Current Medical Research and Opinions 2004; 20(4):565-72
17. Schwartz S, Fonseca V, Berner B, et al. Efficacy, tolerability, and
komplikasi kronis. Penggunaan obat anti diabetik oral segera safety, of a novel once-daily, extended-release metformin in with
mungkin dapat menghambat terjadinya komplikasi kronis. tipe 2 diabetes. Diabetes Care 2006; 29(4):759-64
18. Kleppser WB, Kelly MW. Metformin hydrochloride: an
Metformin dapat diberikan pertama kali pada penderita
antihyperglycemic agent. American J Health Syst Pharm 1997;
diabetes tipe 2 yang baru terdiagnosis, baik obesitas, berat 54:893-903
badan lebih, berat badan normal ataupun berat badan kurang. 19. Foss MT, Clement KD. Metformin as a cause of late-onset chronic
diarrhea. Pharmacotherapy 2001; 21(11):1422-4
Metformin dapat menurunkan berbagai mekanisme 20. Fujioka K, Brazg, Raz I, et al. Efficacy dose-response relationship
komplikasi kardiovaskular. Efek samping pada saluran and safety of ones daily extended release metformin in type 2
gastrointestinal akibat metformin dan multifarmasi merupakan diabetic patients with adequate glycemic control despite prior
treatment with diet and exercise: result from two double-blind,
salah satu kendala yang sering mengganggu kepatuhan pasien placebo-controlled stidies. Diabetes, Obesity and Metabolism 2005;
dalam pengobatan. Penggunaan metformin-XR yang dapat 7:28-39
diminum satu kali sehari sebanding dengan metformin 21. Kirpichinhnicov D, Mc Farlane SI, Sower JR. Metformin: an update.
Annal Internal Medicine 2002; 137:25-33
konvensional dalam mengendalikan diabetes, dengan efek

14 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


SARI PUSTAKA

Gangguan Kognitif Pada Diabetes Melitus


Rizaldy Pinzon
SMF Saraf RS Bethesda
Yogyakarta

Abstract. Patients with diabetes have an increased risk of developing cognitive impairment in comparison with
the general population. This review suggests that cognitive dysfunction comprises impairments of executive functions,
memory, attention, and psychomotor efficiency. The question of whether recurrent exposure to severe hypoglycaemia
promotes long-term cognitive dysfunction is unresolved. The main risk factors for cognitive impairment in diabetes
are considered to be chronological age, duration of diabetes, and coexistent microvascular and macrovascular
complications. The P300 is objective measurement for cognitive ability, especially the process of attention. This
review showed that the previous studies are very limited. Diabetes should be treated as a risk factor for cognitive
impairment. We should be aware of cognitive impairment as one of complications in diabetic patients.

Key words: diabetes, memory impairment, cognitive, P300

Pendahuluan Pembahasan
Diabetes melitus merupakan gangguan endokrinologi yang Gangguan kognitif pada DM
memacu timbulnya aterosklerosis, dan berperan pada munculnya Beberapa penelitian terdahulu menilai fungsi status mental
penyakit serebrovaskular. Efek hiperglikemia dan hipoglikemia pada penderita diabetes melitus dengan hasil yang bervariasi.
akut pada sistem saraf dapat menyebabkan timbulnya gangguan Beberapa penelitian menunjukkan adanya gangguan fungsi
kesadaran, gangguan kognitif, dan defisit neurologik. Proses kognitif pada penderita diabetes melitus, namun penelitian lain
aterosklerotik yang kronik dapat menimbulkan iskemia serebral menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
yang berperan pada munculnya defisit neurologik yang permanen
1
dan gangguan kognitif. Tabel 1. Hasil penelitian terdahulu tentang gangguan
Gelombang P300 merupakan potensial aksi (event related kognitif pada DM
potential) yang dipergunakan sebagai salah satu alat ukur Peneliti Tahun Subjek Hasil
Vanhanen, dkk(4) 1999 183 pasien DM dan 732 Tidak ada bukti gangguan kognitif yang
obyektif fungsi kognitif. Gangguan dalam amplitudo pasien non DM lebih tinggi pada pasien DM
maupun latensi P300 dilaporkan pada berbagai penyakit Mavioglu, dkk(2) 1999 25 pasien DM, dan 20 Tidak ada beda skor total kognitif antara
kontrol kelompok DM dan kelompok kontrol
neurologi dan psikiatri, seperti demensia, sklerosis multipel,
Sinclair, dkk(5) 2000 396 pasien DM dan 393 Disfungsi kognitif lebih tinggi pada
epilepsi, penyakit degeneratif sistem saraf pusat, skizofrenia kontrol pasien DM
Gregg, dkk(6) 2000 9.679 pasien DM lansia Diabetes berhubungan dengan
dan depresi, berbagai bentuk encephalopati infeksi dan wanita gangguan kognitif pada usia lanjut
2,3 Bruce, dkk(7) 2001 63 pasien DM lansia Proporsi gangguan kognitif cukup tinggi
metabolik, penyakit ginjal kronik, dan intoksikasi alkohol. pada DM. Hipertensi adalah perancu
Beberapa penelitian terdahulu menilai fungsi status utama
Mogi, dkk(8) 2004 69 pasien DM lansia, dan Fungsi kognitif pada DM terutama pada
mental pada penderita diabetes melitus dengan hasil yang 27 kontrol yang medapat terapi insulin adalah lebih
buruk
bervariasi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya Clemons, dkk(9) 2006 2.946 pasien DM lansia Gangguan kognitif berhubungan dengan
degenerasi makula akibat DM
gangguan fungsi kognitif pada penderita diabetes melitus, Shorr, dkk (10) 2006 378 pasien DM lansia Hasil tidak mendukung hubungan
namun penelitian lain menunjukkan hasil yang tidak kontrol glikemik dan fungsi kognitif
Munshi, dkk(11) 2006 16 pasien DM lansia Gangguan kognisi umum dijumpai pada
signifikan. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan pasien DM lansia

pemeriksaan P300 pada penderita diabetes melitus dengan


hasil yang bervariasi dan masih terbatas. Diabetes melitus merupakan gangguan endokrinologi yang
Pertanyaan kritis yang muncul adalah “seberapa sering memacu timbulnya aterosklerosis, dan berperan pada munculnya
gangguan kognitif pada penderita DM?”, “apakah P300 penyakit serebrovaskular. Proses aterosklerotik yang kronik dapat
dapat digunakan sebagai pengukuran yang obyektif untuk menimbulkan iskemia serebral yang berperan pada munculnya
gangguan kognitif pada DM?”, “apakah skrining kognitif defisit neurologik yang permanen dan gangguan kognitif. Tabel
diperlukan sebagai bagian untuk menilai komplikasi DM?”. kajian sistematis tersebut di atas menunjukkan bahwa penelitian
Kajian ini melakukan pelacakan dan telaah pustaka tentang terdahulu lebih mendukung adanya gangguan kognitif yang lebih
gangguan kognitif pada DM. besar pada penderita DM.

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 15


P300 pada Diabetes Melitus diperlukan. Suatu panduan berbasis bukti juga diperlukan
Gelombang P300 merupakan potensial aksi (event related untuk pengambilan keputusan klinis yang tepat.
potential) yang dipergunakan sebagai salah satu alat ukur
obyektif fungsi kognitif. Gangguan dalam amplitudo Kesimpulan
maupun latensi P300 dilaporkan pada berbagai penyakit Hasil kajian menunjukkan bahwa secara patofisiologis Diabetes
neurologi dan psikiatri. Tabel berikut menunjukkan kajian Melitus dapat berperan untuk munculnya gangguan kognitif.
sistematis penelitian P300 pada penderita diabetes melitus. Berbagai hasil penelitian observasional masih cukup bervariasi,
namun cenderung mendukung fakta adanya proporsi gangguan
Tabel 2. Kajian peran P300 untuk menilai fungsi atensi dan kognitif yang lebih tinggi pada pasien Diabetes Melitus. Dokter
memori pada DM yang menangani pasien Diabetes Melitus seharusnya lebih
Peneliti Tahun Subyek Hasil mewaspadai kemungkinan munculnya gangguan kognitif.
Kurita, dkk(12) 1996 60 pasien DM Latensi P300 pada pasien DM
dengan retinopati dan HbA1c
relatif diperpanjang
Mochizuki, 1998 24 pasien DM, dan Latensi P300 secara signifikan Daftar Pustaka
dkk(13) 16 kontrol lebih panjang pada kelompok 1. Ryan CM, Gackle M. Why is learning and memory dysfunction in type 2 diabetes
DM limited to older adults ?. Diabetes Metab Res Rev 2000; 16(5):308-15
(14)
Tandon, dkk 1999 30 pasien DM dan Latensi P300 secara signifikan 2. Mavioglu H, Ozmen B. Cognitive functions and P300 in type II diabetic
30 kontrol lebih panjang pada DM, namun
patients. Norol Bil D 1999; 16:2
tidak ditentukan variabel
metabolik 3. Alvarenga Kde L, Duarte JP, Silva DP. Cognitive P300 potential in subjects with
Mavioglu, 1999 25 pasien DM dan Tidak ada beda latensi P300 diabetes mellitus. Rev Bras Otorhinolaringol 2005; 71(2): 202-7
dkk(2) 20 kontrol antara kelompok DM dan kontrol 4. Vanhanen M, Kuusisto J, Koivisto K. Type-2 diabetes and cognitive function
in a non-demented population. Acta Neurol Scand 1999; 100(2): 97-101
Hissa, dkk(15) 2002 44 pasien DM dan ERP 300 lebih ditentukan oleh 5. Sinclair AJ, Girling AJ, Bayer AJ. Cognitive dysfunction in older subjects
17 kontrol usia dan bukan variabel with diabetes mellitus: impact on diabetes self-management and use of
metabolik DM
care services. All Wales Research into Elderly (AWARE) Study. Diabetes
Chen, dkk(16) 2003 30 pasien DM dan ERP 300 lebih panjang secara
30 kontrol signifikan pada kelompok DM Res Clin Pract 2000; 50(3):203-12
Alverenga, 2005 16 pasien DM Latensi P300 lebih panjang 6. Gregg EW, Yaffe K, Cauley JA. Is diabetes associated with cognitive
dkk(3) dan17 kontrol pada kelompok DM impairment and cognitive decline among older women? Study of
Osteoporotic Fractures Research Group. Arch Intern Med 2000;
160(2):174-80
Hasil pelacakan pustaka secara elektronik menunjukkan 7. Bruce DG, Harrington N, Davis WA. Dementia and its associations in type
bahwa jumlah penelitian P300 pada kelompok pasien Diabetes 2 diabetes mellitus: the Fremantle Diabetes Study. Diabet Res Clin Pract
2001; 53(3):165-72
Melitus masih terbatas. Hasil kajian sistematis di atas menunjukkan 8. Mogi N, Umegaki H, Hattori A. Cognitive function in Japanese elderly
with type 2 diabetes mellitus. J Diabetes Complications 2004; 18(1):42-6
bahwa hasil yang diperoleh masih bervariasi, jumlah subyek yang 9. Clemons TE, Rankin MW, McBee WL. Cognitive impairment in the age-
terbatas, dan pembanding yang tidak seimbang. related eye disease study: AREDS report no. 16. Arch Ophtahlmol 2006;
124(4):537-43
10. Shorr RI, de Rekeinere N, Resnick HE. Glycemia and cognitive function
Skrining kognitif pada Diabetes Melitus in older adults using glucose-lowering drugs. J Nutr Health Ageing 2006;
10(4):297-301
Kajian di atas memperlihatkan bahwa proporsi gangguan 11. Munshi M, Grande L, Hayes M. Cognitive dysfunction is associated with
kognitif relatif lebih tinggi pada penderita diabetes mellitus. poor diabetes control in older adults. Diabetes Care 2006; 29(8): 1794-9
12. Kurita A, KatayamaK, Mochio S. Neurophysiological evidence for altered
Pertanyaan yang menarik adalah “apakah skrining higher brain functions in NIDDM. Diabetes Care 1996;19(4):360-4
gangguan kognitif harus dilakukan pada penderita Diabetes 13. Mochizuki Y, Osihi M. Improvement of P300 latency by treatment in non-
insulin-dependent diabetes mellitus. Clin Electroencephalogr 1998;
Melitus? dan “apakah gangguan kognitif harus dipandang 29(4):194-6
sebagai salah satu komplikasi Diabetes Melitus?”. 14. Tandon OP, Verma A, Ram BK. Cognitive dysfunction in NIDDM: P3 event
related evoked potential study. Indian J Physiol Pharmacol 1999;
Berbagai tes skrining gangguan kognitif telah 43(3):383-8
15. Hissa MN, D’Almeida JM. Event related P300 potential in NIDDM patients
dikembangkan untuk dapat digunakan dalam pelayanan without cognitive impairment and its relationship with previous
17-19
primer. Berbagai tes tersebut cukup sederhana, dan hypoglycemic episodes. Neuro Endocrinol Lett 2002; 233(3):226-30
16. Chen X, Chen W, Chen XR. Event-related potentials P300 in type 2 diabetes
dapat digunakan secara cepat. Hasil penelitian terdahulu mellitus. Di Yi Jun Yi Da Xue Xue Bao 2003; 23(3):257-9
memperlihatkan bahwa tes menggambar jam, tes mini status 17. Rai GS, Blackman I. Dementia diagnosis: usefulness of mini mental state
examination and clock drawing test. Clin Gerontol 1998;19:68-70
mental, dan tes skrining kognitif singkat, serta tes pendek 18. Shulman KI. Clock-drawing: is it the ideal cognitive screening test? Int J
memori dan orientasi memiliki reliabilitas dan validitas Geriatr Psychiatry 2000;15:548-61
19. Solomon PR, Brush M, Calvo V, et al. Identifying dementia in the primary
yang memadai untuk digunakan dalam praktek klinik.20-22 care practice. Int Psychogeriatrics 1998; 12:483–93
Tes-tes tersebut cukup singkat dan memiliki feasibilitas yang 20. Katzman R, Brown T, Fuld P, et al. Validation of a short orientation-memory
21-23 concentration test of cognitive impairment. Am J Psyhciatry 1983; 140:734-9
tinggi bila digunakan dalam proses pelayanan klinik. 21. Meulen EFJ, Schmand B, van Cempen EJ. The seven minute screen: a
neurocognitive screening test highly sensitive to various types of
Gangguan kognitif harus diwaspadai sebagai bagian dari
dementia. Journal of Neurology Neurosurgery and Psychiatry 2004; 75:700-5
salah satu komplikasi Diabetes Melitus. Dokter yang 22. Solomon PR, Hirschoff A, Kelly B, et al. A 7 minute neurocognitive screening
battery highly sensitive to Alzheimer’s disease. Arch Neurol 1998; 55:349–55
merawat pasien Diabetes Melitus perlu mewaspadai hal ini. 23. Storey JE, Rowland TJ, Basic D, et al. Accuracy of the clock drawing test
Kewaspadaan yang memadai akan membantu dalam proses for detecting dementia in a multicultural sample of elderly Australian
patients. Int Psychogeriatr 2002; 14:259-71
deteksi dini dan tatalaksana yang lebih adekuat. Penelitian 24. Watson YI, Arfken CL, Birge SJ. Clock completion: an objective screening
dan kajian dengan jumlah sampel yang besar masih test for dementia. J Am Geriatr Soc 1993; 41:1235-40

16 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


SARI PUSTAKA

Penegakkan Diagnosa Leptospirosis


Khrisma Wijayanti
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan
Departemen Kesehatan
Surabaya

Abstrak. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira yang ditularkan melalui hewan
pengerat terutama oleh tikus. Penyakit ini sebenarnya sudah ada sejak abad 19 dan mulai muncul kembali sejak
terjadinya banjir di Jakarta tahun 2002. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira interrogans.
Serovarian yang sering menginfeksi manusia diantaranya adalah L. .icterohaemorrhagiae, L. automnalis dan L. australis.
Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit yang luka; selaput lendir mulut, mata dan hidung; inhalasi
droplet infeksius; minum air yang terkontaminasi. Gejala klinik pada stadium awal adalah demam menggigil, sakit
kepala, malaise, muntah, konjungtivitis, rasa nyeri otot betis dan punggung. Pada stadium dua akan timbul gejala
klinik yang merupakan komplikasi pada beberapa organ tubuh terutama pada hati dan ginjal. Untuk menegakkan
diagnosa leptospirosis dilakukan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk konfirmasi diagnosa leptospirosis adalah pemeriksaan laboratorium
umum (pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan fungsi ginjal dan hati) dan pemeriksaan laboratorium spesifik
(pemeriksaan mikroskopik, biakan, inokulasi, MAT, ELISA). Diagnosa leptospirosis dibagi menjadi tiga yaitu suspek,
probable dan definitif.

Kata kunci: Leptospirosis, leptospira, diagnosa

PENDAHULUAN penderita tidak optimal karena sering terjadi underdiagnosis


Leptospirosis merupakan penyakit demam akut dengan atau misdiagnosis. Gejala klinis leptospirosis yang tidak
manifestasi klinis bervariasi, disebabkan oleh spesifik dan sulitnya tes laboratorium untuk konfirmasi
mikroorganisme leptospira. Leptospira adalah diagnosis mengakibatkan penyakit ini seringkali tidak
mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dengan terdiagnosis. Dan jika hanya melihat gejalanya saja, tak
manifestasi gejala klinis yang sangat luas. Leptospirosis jarang penyakit ini diduga sebagai flu, malaria, atau demam
dapat menyerang manusia atau hewan dan digolongkan berdarah. Hal ini akan berakibat pada keterlambatan
sebagai penyakit zoonosis, artinya menular dari hewan ke penatalaksanaan penderita yang dapat memperburuk
manusia, dan penularan ini sering terjadi secara kebetulan. prognosis. Meskipun sebenarnya penyakit ini pada
Penyakit leptospirosis ini masih menjadi permasalahan umumnya mempunyai prognosis yang baik. Banyaknya
kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub- petugas kesehatan yang belum memahami tentang penyakit
tropis di negara berkembang. Hal ini akibat antara lain curah juga menyebabkan terjadinya misdiagnosis dan
hujan tinggi, kesehatan lingkungan yang kurang baik, keterlambatan pengobatan yang akan berakibat fatal. Pada
terutama terkait dengan masalah sampah. Kejadian tulisan ini akan dibahas tentang penyebab leptospirosis,
leptospirosis di Indonesia cukup tinggi dan angka kematian patogenesis, manifestasi klinis dan cara penegakan
karena penyakit ini cukup besar. Indonesia menempati diagnosis penyakit leptospirosis yang akan menambah
peringkat ketiga di dunia. Data dari Pusat Pengendalian wawasan para petugas kesehatan mengenai penyakit ini.
Krisis Departemen Kesehatan, pasien leptospirosis di
seluruh Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi Penyebab
mencapai 193 orang dengan 14 pasien meninggal selama Penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri patogen
1
Februari 2007. Penyakit ini memang baru mulai banyak spesies Leptospira interrogans yang berbentuk spiral. Genus
dibicarakan setelah banjir tahun 2002, di mana dari 103 Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L. interrogans yang
pasien yang didiagnosa menderita leptospirosis, 21 di merupakan bakteri patogen dan L. biflexa adalah saprofitik.
2
antaranya (20%) meninggal dunia. Tingkat kematian Beberapa penelitian terakhir berdasarkan temuan DNA
leptospirosis yang tinggi disebabkan karena keterlambatan diidentifikasi 7 spesies patogen yang tampak pada lebih 250
diagnosis dan keterlambatan pengobatan. Penemuan varian serologi (serovars). Leptospira dapat menginfeksi

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 17


sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya adalah tikus, Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan,
babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami
Hewan peliharaan yang paling berisiko mengidap bakteri hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai
ini adalah kambing dan sapi. Setiap hewan berisiko berkurangnya sekresi bilirubin. Hiperemi konjungtiva
terjangkit bakteri leptospira yang berbeda-beda. Resevoar khususnya perikorneal, terjadi karena dilatasi pembuluh
paling utama adalah binatang pengerat dan tikus, yang darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik
paling sering ditemukan di seluruh belahan dunia. pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan
Serovarian yang dapat menginfeksi manusia antara lain iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan
adalah L. icterohaemorrhagiae, L. javanica, L. celledoni, L. lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor
canicola, L. ballum, L. pyrogenes, L. cynopteri, L. automnalis, L. kadang menimbulkan uveitis kronik berulang. Kuman lep-
australis, L. pomona, L. grippothyposa, L. hebdomadis, L. bataviae, tospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta
L. tarassovi, L. panama, L. andamana, L. shermani, L. ranarum, mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin
L. bufonis dan L. copenhageni. Beberapa serovar yang berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik
menyebabkan timbulnya gejala yang berat dan dapat dalam daarah. Kuman leptospira akan dieleminasi dari
berakibat fatal adalah L. icterohaemorrhagiae. Serovar yang semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan
menyebabkan timbulnya penyakit dengan gejala yang lebih mungkin otak dimana kuman leptospira dapat menetap
ringan adalah L. autumnalis, L. bataviae, L. pyrogenes dan selama beberapa minggu atau bulan.6,7
3-5
sebagainya.
Manifestasi Klinis
Patogenesis Manifestasi klinis infeksi leptospirosis sangat bervariasi dan
Mikroorganisme leptospira masuk melalui kulit yang luka, kadang asimtomatis, sehingga sering terjadi misdiagnosis.
selaput lendir mulut, hidung dan mata. Mikroorganisme ini Hampir 15-40% penderita yang terpapar infeksi tidak
juga dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan mengalami gejala tetapi menunjukkan serologi positif. Masa
minum air yang terkontaminasi. Kuman leptospira yang inkubasinya 2 sampai 26 hari dengan rata-rata 10 hari.
tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh Sekitar 90% penderita dengan manifestasi ikterus ringan
sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari sekitar 5-10% dengan ikterus berat yang sering dikenal
infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dengan penyakit Weil. Manifestasi klinis pada stadium awal
dan jaringan. Kuman leptospira dapat diisolasi dari darah atau pada fase septicemic adalah demam, menggigil,
dan cairan serebrospinal pada hari ke-4 sampai 10 kedinginan, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk,
perjalanan penyakit. Leptospira akan menetap pada area punggung dan perut, nyeri otot terutama otot betis. Gejala
yang secara imunologis terisolasi seperti di dalam ginjal, di lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah
mana sebagian mikroorganisme ini akan mencapai darah, sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan
convoluted tubulus dan bermukim di sana lalu akan mental, dan gejala lain dari meningitis. Mual, muntah dan
membentuk koloni-koloni pada dinding lumen dan diare dialami oleh 50% kasus. Batuk kering dialami oleh
seterusnya akan masuk ke dalam kemih. 25-35% kasus. Gejala-gejala pada stadium awal akan terjadi
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah selama 4-7 hari.Pada hari ketiga atau hari keempat akan
kecil sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran timbul gejala-gejala karakteristik yaitu konjungtivitis tanpa
dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang disertai eksudat serous/purulent kemerahan pada mata, rasa
paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel nyeri pada otot-otot. Pada kulit bisa dijumpai ruam yang
dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman berbentuk makular, makulopapular ataupun urtikaria yang
leptospira mempunyai aktivitas merangsang perlekatan distribusinya tersebar di badan. Pada fase ini organisme
netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal
agregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman lep- dan sebagian besar jaringan tubuh.
tospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang Fase septicemic berakhir dengan menghilangnya seluruh
mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang gejala klinis di atas untuk sementara. Kemudian akan diikuti
mengandung fosfolipid. Beberapa strain serovar Pomona dengan timbulnya stadium dua atau fase imun. Pada fase
dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, ini muncul antibodi IgM yang dapat dideteksi dengan isolasi
toksin ini mengakibatkan perubahan histopatologik berupa kuman dari urin dan mungkin tidak bisa didapatkan lagi
infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama pada darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi
yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat terjadi pada 0-30 hari atau lebih. Gangguan dapat timbul
sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.

18 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


Setelah relatif asimtomatis selama 1-3 hari, gejala klinis pada gagal ginjal, perdarahan dan kolaps kardiovaskular.
fase septicemic yang sudah menghilang akan muncul lagi Hepatomegali didapatkan pada kuadran kanan atas.
dan kadang-kadang disertai dengan meningismus. Gejala Oliguria atau anuria pada nekrosis tubular akut sering
non spesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin sedikit terjadi pada minggu kedua sehingga terjadi hipovolemi dan
lebih ringan dibandingkan fase awal dan 3 hari sampai menurunnya perfusi ginjal. Sering juga didapatkan gagal
beberapa minggu terakhir. Beberapa penderita sekitar 77% multi-organ, rhabdomyolysis, sindrom gagal napas,
mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak respon hemolisis, splenomegali, gagal jantung kongestif, miocarditis,
dengan pemberian analgesik. Gejala ini sering dikaitkan dan pericarditis. Sindrom Weil mengakibatkan 5-10%.
dengan gejala awal meningitis. Delirium juga didapatkan Sebagian besar kasus berat sindrom dengan gangguan
pada tanda awal meningitis. Pada fase yang lebih berat, hepatorenal dan ikterus mengakibatkan mortalitas 20-40%.
didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk Angka mortalitas juga akan meningkat pada usia lanjut.8-10
depresi, kecemasan, psikosis dan demensia. Pada gangguan
anikterik dapat dijumpai meningitis aseptik. Gangguan Penegakan Diagnosis 6,11
anikterik adalah sindrom manifestasi klinis yang paling Diagnosis leptospirosis ditegakkan berdasarkan 1)
penting didapatkan pada fase anikterik imun. Gejala anamnesis, 2) pemeriksaan fisik dan 3) pemeriksaan
meningeal terjadi pada 50% penderita. Palsi saraf kranial, laboratorium. Anamnesis berupa keluhan demam yang
ensefalitis, dan perubahan kesadaran jarang didapatkan. muncul mendadak, nyeri kepala terutama di daerah frontal,
Meningitis bisa terjadi pada beberapa hari awal, tapi mata merah atau fotofobia, keluhan gastrointestinal dan
biasanya terjadi pada minggu pertama dan kedua. Kematian lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam,
jarang terjadi pada kasus anikterik. Pada gangguan ikterik, bradikardi, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival suffussion.
leptospira dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala klinik
setelah timbul ikterik. Nyeri perut dengan diare dan yang paling sering ditemukan. Conjungtival fusion
konstipasi terjadi sekitar 30%, hepatosplenomegali, mual, bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3
muntah dan anoreksia. Uveitis terjadi pada 2-10% kasus, selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai
dapat terjadi pada awal atau akhir penyakit, bahkan perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang
dilaporkan dapat terjadi sangat lambat sekitar 1 tahun disertai fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah
setelah gejala awal penyakit timbul. Iridosiklitis dan dan bercak-bercak. Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan
korioretinitis adalah komplikasi lambat yang akan menetap otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi
selama setahun. Gejala pertama akan timbul saat 3 minggu kulit. Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu:
hingga 1 bulan setelah paparan. Perdarahan subkonjungtiva hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang
adalah komplikasi pada mata yang sering terjadi pada 92% meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya diatesis
penderita leptospirosis. Gejala renal seperti azotemia, hemoragi. Diatesis hemoragi timbul akibat proses vaskulitis
pyuria, hematuria, proteinuria dan oliguria sering tampak difus di kapiler disertai hipoprotrombinemia dan
pada 50% penderita. Kuman leptospira juga dapat timbul trombositopenia, uji pembendungan dapat positif.
di ginjal. Manifestasi paru terjadi pada 20-70% penderita. Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan
Adenopati, rash, and nyeri otot juga dapat timbul. Sindroma manifestasi dapat terlihat sebagai petekie, purpura,
klinis tidak khas pada berbagai serotipe, tetapi beberapa perdarahan konjungtiva, dan ruam kulit. Ruam kulit dapat
manifestasi sering tampak pada serotipe tertentu. Misalnya berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria
ikterus didapatkan pada 83% penderita dengan L. generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering
icterohaemorrhagiae infection dan 30% pada L. pomona. Rash atau tempat lain. Pemeriksaan laboratorium untuk
eritematous pretibial sering didapatkan pada infeksi L. menegakkan penyakit leptospirosis ada dua yaitu
autumnalis. Gangguan gastrointestinal pada infeksi dengan pemeriksaan laboratorium umum dan pemeriksaan
L. grippotyphosa. Meningitis aseptik seringkali terjadi pada laboratorium spesifik. Pemeriksaan laboratorium umum
infeksi L. pomona atau L. canicola. meliputi pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan fungsi ginjal
Sindrom Weil adalah bentuk leptospirosis berat dengan dan pemeriksaan fungsi hati. Pada pemeriksaan darah rutin
ditandai ikterus, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi bisanya dijumpai leukositosis walaupun kadang-kadang
paru, dan diatesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir leukosit bisa normal ataupun menurun. Pada pemeriksaan
fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi keadaan hitung jenis didapati netrofil yang tinggi, laju endap darah
bisa memburuk setiap waktu. Manifestasi paru meliputi biasanya juga tinggi. Pada keadaan penyakit yang berat bisa
batuk, dispnea, nyeri dada, sputum darah, batuk darah, dan didapati anemia. Pada pemeriksaan fungsi ginjal, di dalam
gagal napas. Vaskular dan disfungsi ginjal dikaitkan dengan urine selalu didapati albuminuria dan cast (torak). Pada
timbulnya ikterus setelah 4-9 hari setelah gejala awal keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat
penyakit. Penderita dengan ikterus berat lebih mudah terjadi mencapai 1 g/hari dengan disertai piuria dan hematuria.

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 19


Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialami semua Flow. Penegakan diagnosis leptospirosis dapat dibagi
pasien ikterik. Ureum darah dapat dipakai sebagai salah dalam tiga klasifikasi yaitu:
satu faktor prognostik, makin tinggi kadarnya makin jelek 1. Suspek, bila ada gejala klinis tanpa dukungan
prognosa. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/ laboratorium
dL. Proses perjalanan gagal ginjal berlangsung progresif 2. Probable, bila ada gejala klinis sesuai leptospirosis dan
dan selang 3 hari kemudian akan terjadi anuri total. hasil serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow atau
Gangguan ginjal pada pasien penyakit Weil ditemukan dri dot positif
proteinuria serta azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis 3. Definitif, bila hasil pemeriksaan laboratorium
tubulus akut. Oliguria: produksi urin kurang dari 600 langsung positif atau gejala klinis sesuai dengan
mL/hari; terjadi akibat dehidrasi, hipotensi. Pada leptospirosis dan hasil test MAT/ELISA serial
pemeriksaan fungsi hati biasanya normal jika pasien menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan
tidak ada gejala ikterik. Ikterik disebabkan karena titer 4 kali atau lebih.
bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati
ditunjukkan dengan meningkatnya serum transaminase 8,12
Diagnosa Banding
(Serum Glutamic Oxalloacetic Transaminase = SGOT dan 1. Dengue Fever
Serum Glutamic Pyruvate Transaminase = SGPT). 2. Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
Peningkatannya tidak pasti, dapat tetap normal ataupun 3. Hepatitis
meningkat 2– 3 kali nilai normal. Berbeda dengan
4. Malaria
hepatitis virus yang selalu menunjukkan peningkatan
5. Meningitis
bermakna SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot
menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. 6. Mononucleosis, influenza
Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan 7. Enteric fever
penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal. Pada 8. Rickettsial disease
infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar 9. Encephalitis
enzim kreatinin fosfokinase. Pemeriksaan laboratorium
10. Primary HIV infection
spesifik diperlukan untuk memastikan diagnosa
leptospirosis, terdiri dari:
Daftar Pustaka
a) Pemeriksaan secara langsung atau pemeriksaan 1. Ivan R. Banjir yang akibatkan leptospirosis. Available from: http://
bakteriologi untuk mendeteksi keberadaan kuman www.Awahita Blog.htm;2007
leptospira atau antigennya. Pemeriksaan langsung 2. Redaksi Ayahbunda.com. Leptospirosis, ancaman saat banjir.
Available from: http://www.Ayahbunda-online_com.htm;2007
meliputi pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan 3. Heuter, Kerry J, Langston, et al. Leptospirosis: A re-emerging
molekuler, biakan dan inokulasi hewan percobaan. zoonotic disease. The Veterinary Clinics of North America 2003;
Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman 33:791-807
4. Speelman P, Fauci AS, Brainwald E, eds: Leptospirosis. In:
leptospira dalam darah, cairan peritoneal dan eksudat Harrison’s Principles of Internal Medicine. 14th ed.; 1998.p.756
pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya antara 5. Tappero J, Ashford D, Perkins N. Leptospira species
(Leptospirosis). In: Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and
hari ke 3–7, dan di dalam urin pada minggu kedua,
Practice of Infectious Diseases. Philadelphia, Pa:Churchill Livingstone;
untuk diagnosis definitif leptospirosis. Urin adalah 2000.p.2495-500
cairan tubuh yang paling baik untuk diperiksa karena 6. World Health Organization. Human leptospirosis: guidance for
diagnosis, surveillance and control; 2003
kuman leptospira terdapat dalam urin sejak gejala 7. Faine S. Leptospirosis. WHO 1982 (WHO Offset Publ. 67)
awal penyakit dan akan menetap hingga minggu 8. Gasem, MH. Gambaran klinik dan diagnosis leptospirosis
ketiga. Pemeriksaan molekuler adalah dengan reaksi pada manusia. Dalam: Riyanto B, Gasem MH, Sofro M AU,
Editor. Kumpulan Makalah Symposium Leptospirosis. Cetakan
polimerase berantai untuk deteksi DNA kuman pertama. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang;
leptospira spesifik. 2003.p.17 -31
b) Pemeriksaan secara tidak langsung atau pemeriksaan 9. Watt G. Leptospirosis, Hunter’s Tropical Medicine and Emerging
Infectious Disease 8thed.; 2000.p.452-8
serologis melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman 10. Scott G, Coleman TJ. Leptospirosis. In: Cook GC, Zumla AI, eds.
leptospira (MAT, ELISA, tes penyaring). Baku emas Manson’s Tropical Disease 21st ed. London: Saunders; 2003.p.1165-
pemeriksaan serologi adalah MAT, suatu pemeriksaan 73
11. Depkes R.I. 2003. Pedoman tatalaksanan kasus dan pemeriksaan
aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer laboratorium leptospirosis di rumah sakit. Ditjen PPM-PL
antibodi aglutinasi, dan dapat mengidentifikasi jenis Jakarta:RSPI DR SS;2003.p.54
serovar. Pemeriksaan penyaring yang sering dilakukan 12. Tappero J, Ashford D, Perkins B. Leptospirosis. In: Principles and
Practice of Infectious Disease. 5th ed. New York:Churchill Livingstone;
di Indonesia adalah Lepto Tek Dri Dot dan Lepto Tek Lateral 1998

20 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


TINJAUAN PUSTAKA

Sudah Perlukah Dilakukan Skrining


Skoliosis pada Anak Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama
Charles A Simanjuntak
Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher
Jambi

Abstrak. Skoliosis adalah kelainan berupa lengkungan tulang belakang ke samping kiri atau kanan yang abnormal. Kebanyakan
jenis skoliosis yang ditemukan adalah jenis idiopatik (80% dari semua kasus skoliosis, artinya penyebab lengkungan tersebut
tidak diketahui penyebabnya).
Skoliosis idiopatik paling sering terjadi pada kelompok umur remaja, biasanya dimulai dari umur 10-14 tahun.
Pada saat ini skoliosis dapat ditangani secara baik dengan menggunakan brance (penopang), stimulasi listrik, pembedahan
atau kombinasi dari ketiga metode tersebut.
Pada banyak kasus, bila ditemukan lebih dini dapat ditangani dengan baik tanpa mengakibatkan masalah yang permanen atau
kelumpuhan. Skoliosis dapat diderita, baik laki-laki maupun perempuan.

Pendahuluan operasi dan selebihnya 90% tidak membutuhkan


Tulang belakang mempunyai 3 lengkungan normal, yaitu penanganan karena tidak mempunyai dampak lanjutan dari
pada leher, punggung dan pinggang. Lengkungan ini dilihat lengkungan ini.
dari samping. Dari belakang, tulang belakang akan terlihat Skoliosis idiopatik sangat jarang pada bayi (infantile
lurus. Bila tulang belakang melengkung ke samping, ini scoliosis), dan pada anak usia 4 hingga 10 tahun (juvenile
yang disebut sebagai skoliosis. Skoliosis didefinisikan scoliosis). Skoliosis pada negara maju sering ditemukan pada
sebagai lengkungan tulang belakang ke samping. saat skrining.
Kebanyakan jenis skoliosis yang ditemukan adalah jenis
idiopatik (80% dari semua kasus skoliosis, artinya penyebab Permasalahan
lengkungan tersebut tidak diketahui penyebabnya. Hal ini 1. Apa yang dimaksud dengan skoliosis itu?
bukan akibat postur tubuh yang jelek atau membawa beban 2. Apakah perlu dilakukan skrining skoliosis?
atau tas buku yang berat. Pada banyak kasus, bila ditemukan 3. Bila terdeteksi menderita skoliosis, bagaimana
lebih dini dapat ditangani dengan baik tanpa penatalaksanaannya?
mengakibatkan masalah yang permanen atau kelumpuhan.
Baik laki-laki maupun perempuan dapat menderita Pembahasan
skoliosis. Skoliosis tidak dapat dipindahkan dari seseorang Definisi dan Kelainan yang Terjadi pada Tulang Belakang
ke orang lain. Skoliosis adalah kelainan berupa lengkungan tulang
Kelompok umur remaja merupakan kelompok yang belakang ke samping kiri atau kanan yang abnormal.
paling sering menderita skoliosis idiopatik, biasanya Beberapa pakar menyebutkan bahwa lengkungan ke
dimulai pada usia 10–14 tahun. Walaupun baik pria maupun samping yang kurang dari 11 derajat masih dianggap
wanita dapat menderita skoliosis, namun pada wanita lebih normal. Yang menjadi masalah pada skoliosis, di samping
progresif dan butuh penanganan serius. Sekitar 10% anak postur tubuh yang kurang menyenangkan dari segi kosmetis
membutuhkan koreksi menggunakan penopang (brace) atau adalah nyeri pinggang, problem sosial dan psikologis

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 21


sewaktu kanak-kanak (misalnya rasa rendah diri, terisolasi pada daerah lengkungan berputar ke daerah cekung. Pada
secara sosial) dan dewasa (misalnya kesempatan kerja yang daerah cekung, iga saling merapat sedangkan pada daerah
terbatas) dan biaya pengobatan. cembung, iga tersebut saling menjauh.
Secara normal vertebra torakolumbal sedikit lurus bila Bersamaan dengan perputaran vertebra ‘processus
dilihat dari belakang. Bila dilihat dari samping, terdapat spinosus’ deviasi makin bertambah ke sisi cekung demikian
lengkungan dua ganda. Lengkungan cembung ke depan juga dengan iga yang turut memutar. Iga bagian belakang
yang disebut dengan lordosis terdapat pada leher dan pada sisi cembung, terdorong ke belakang, sehingga
lumbal (pinggang) sedangkan lengkungan cembung ke terjadilah tonjolan yang dikenal sebagai ‘hump’ pada daerah
torakal. Sementara iga bagian depan pada sisi cekung
terdorong ke depan. Pada wanita akan terlihat payudara
akan menonjol pada sisi cekung dan lebih ke belakang pada
sisi cembung.
Skoliosis juga menimbulkan perubahan patologis pada
vertebra dan ‘discus intervertebralis’. Tinggi vertebra dan
diskus menyempit pada sisi cekung.
Gambar 1. Setelah besar sudut lengkungan diukur, harus dinilai
Anatomi normal rotasi atau perputaran vertebra pada puncak lengkungan
tulang belakang (bagian paling melengkung).

Gambar 4. Rotasi vertebra pada aspeks skoliosis

Di Amerika Serikat,
Gambar 2.
Potongan diperkirakan 500.000 orang
koronal apeks
scoliosis
dewasa menderita skoliosis.
Skoliosis idiopatik ada sekitar
65% dari jenis yang
struktural. Sebagian besar
timbul pada masa remaja .
Gambar 3. Posisi vertebral dan
Lengkungan yang melebihi 20
diskus intervertebra derajat didapat kurang dari 0,5%
remaja dan lengkungan antara
belakang yang juga disebut
dengan kifosis terdapat pada
11-20 derajat didapat pada 2-3%
torakal (punggung) dan sakrum remaja.
(panggul).
Deformitas pada skoliosis sangat
kompleks yang ditandai dengan lengkungan ke samping Pada lengkungan yang besar, terutama bila lengkungan
dan rotasi dari tulang belakang tersebut. Dengan antara 100-120 derajat, masalah yang didapat adalah
berlanjutnya keadaan ini, vertebra dan ‘processus spinosus’ penyakit paru akibat rongga dada yang menyempit pada

22 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


satu sisi. Pada negara maju seperti Amerika Serikat skoliosis - Friedreich’s ataxia
berat ini sudah jarang ditemukan karena segera ditangani. neurofibromatosis
Lain halnya di Indonesia, masih banyak kita lihat adanya mesenchymal disorders
penderita skoliosis berat yang didapat pada orang dewasa. - Marfan’s syndrome
Hal ini akibat ketidaktahuan dan biasanya dianggap akibat - Morquio’s syndrome
jatuh pada masa bayi. - Rheumatoid arthritis
Di Amerika Serikat, diperkirakan 500.000 orang dewasa - Osteogenesis imperfecta
menderita skoliosis. Skoliosis idiopatik ada sekitar 65% dari - Certain dwarves
jenis yang struktural. Sebagian besar timbul pada masa trauma
remaja. Lengkungan yang melebihi 20 derajat didapat - fractures
kurang dari 0,5% remaja dan lengkungan antara 11-20 - irradiation
derajat didapat pada 2-3% remaja. - surgery
Selama obervasi, biasanya kenaikan 5 derajat dapat
ditemukan bervariasi antara 5-90% penderita, bergantung
pada usia, jenis kelamin dan kematangan tulang di samping
bentuk (pola) dari lengkungan. Progresivitas melambat
pada anak lebih besar dengan tingkat kematangan tulang
yang hampir tercapai dan derajat lengkungan yang kecil.
Sekitar 25-75% penderita, lengkungan tersebut tidak
berubah dan malahan 3-12% penderita mengalami
perbaikan (sembuh). Lengkungan yang kurang dari 19
derajat akan meningkat 10% pada wanita usia 13-15 tahun
dan 4% setelah usia tersebut. Beberapa pakar menyebutkan
34% penderita akan mengalami pertambahan 10 derajat, 18%
bertambah 20 derajat dan 8% bertambah 30 derajat.
Penelitian lain menyebutkan 25% penderita tidak Gambar 5. Tipe-tipe skoliosis kongenital
mengalami pertambahan lengkungan sebelum mencapai 25
derajat dan 12% pertambahan lengkungan berhenti sebelum Skoliosis nonstruktural biasanya timbul akibat kebiasaan
mencapai 29 derajat. posisi duduk atau kerja. Pada orang yang terbiasa memikul
Pada skoliosis yang terlantar, lengkungan dapat atau mengangkat beban secara kontinu pada satu posisi
bertambah secara dramatis, postur tubuh berubah secara akan menimbulkan lengkungan cembung pada sisi
nyata, terkadang timbul masalah kardiopulmoner. menerima beban. Hal ini juga dikenal sebagai ‘compensatory
scoliosis’. Bila hal ini dipertahankan, lama kelamaan dapat
A. Klasifikasi menjadi permanen, namun dalam hal ini tidak terjadi rotasi
Skoliosis dapat diakibatkan oleh berbagai hal. Ada vertebra, hanya diskus vertebranya yang menyempit pada
beberapa diagnosa banding yang dapat dilihat di bawah sisi yang tidak menerima beban. Umumnya jenis skoliosis
ini: nonstruktural tidak permanen.
• Nonstructural scoliosis ‘Transient structural scoliosis’ merupakan kelompok
postural scoliosis skoliosis yang timbul akibat keadaan yang bersifat
compensatory scoliosis sementara. Bila penyebab utamanya dapat diatasi dengan
• Transient structural scoliosis baik, gangguan struktural pada skoliosisnya juga akan
sciatic scoliosis hilang sama sekali.
hysterical scoliosis Idiophatic scoliosis mencakup sekitar 80% dari
inflammatory scoliosis keseluruhan kelainan ini. Wanita lebih banyak yaitu 7:1.
• Structural scoliosis Jenis ini dapat digolongkan pada tipe infantil, juvenil dan
idiopathic (70-80% of all cases) adolescent, tergantung onset usia ditemukannya. Paling
congenital banyak adalah tipe adolescent.
neuromuscular
- poliomyelitis Skrining Skoliosis
- cerebral palsy Program skrining skoliosis pada siswa yang memasuki usia
- syringomyelia remaja masih banyak diperdebatkan. Suatu penelitian
- muscular dystrophy epidemiologi dari sejumlah anak yang menderita skoliosis
- amyotonia congenita mendapat pengobatan, sementara sebagian lagi tidak perlu

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 23


tindakan pengobatan. Pada tahun 1993, suatu Satuan Tugas Orthopaedi sekitar 3000 orang dan sekitar 300 diantaranya
(Satgas) Pelayanan Preventif Amerika Serikat (U.S. adalah ahli bedah tulang belakang (spine surgeon), skrining
Preventive Services Task Force=USPSTF) menyimpulkan ini dilakukan bukan oleh seorang ahli bedah tulang
‘kurangnya bukti keuntungan dari skrining rutin skoliosis belakang namun oleh guru olahraga. Pada saat siswa
remaja dengan tanpa keluhan’. Ada tiga pertimbangan mengikuti olahraga, siswa memakai pakaian olah raga,
satgas ini: terutama dengan pakaian renang, akan terlihat postur tubuh
1. Satgas (USPSTF) tidak menemukan bukti manfaat yang asimetris, berupa bahu yang lebih tinggi serta tulang
kesehatan dari arti skrining ini. Dengan ditemukannya belikat yang menonjol. Pada pemeriksaan ‘adam forward
penderita secara dini belum tentu penderita akan lebih bending test’ dilakukan akan terlihat adanya
sehat nantinya. ketidaksimetrisan tinggi rusuk. Bila ada ketidaksimetrisan
2. Satgas (USPSTF) membuktikan adanya manfaat tindakan punggung atau pinggang, siswa tersebut dirujuk ke ahli
medis pada sebagian kecil penderita. bedah tulang belakang, untuk memastikan, apakah siswa
3. Satgas (USPSTF) membuktikan adanya kecenderungan tersebut memerlukan intervensi pengobatan, baik
menakut-nakuti penderita dan memaksa dilakukan fisioterapi, pemasangan ‘brace’ atau bahkan operasi.
pemasangan penopang (brace) dan anjuran operasi.

Sebagaimana layaknya badan-badan di Amerika Serikat,


setiap tindakan harus dipertimbangkan untung ruginya, Gambar 6. Pada
baik penggunaan obat, makanan dan termasuk skrining. posisi berdiri
Pada kenyataan, sebagaimana dijelaskan di atas, setiap
penderita skoliosis idiopatik di usia remaja (Adolescent
Idiophatic Scoliosis =AIS) tidak pernah mengeluh sakit.
Keluhan yang dialami hanyalah berupa kelainan postur
tubuh, yang mengakibatkan penderita terutama wanita jadi
kurang percaya diri. Mereka tidak berani memakai pakaian
yang ketat sebagaimana layaknya remaja. Enggan mengikuti
senam, terutama berenang. Keuntungan skrining scoliosis
ini hanya berupa tambahnya pengetahuan masyarakat dan
kepedulian serta kewaspadaan terhadap apa yang dikenal
sebagai skoliosis.
Asosiasi Ortopedi Amerika Serikat (AAOS, American
Academy of Orthopedic Surgeons & American Assosiation of Or-
thopedic Surgeons) dan Perkumpulan Penelitian Skoliosis
Dunia (SRS, Scoliosis Research Society) tetap dengan gigih Gambar 7. Pada
menyokong skrining skoliosis terhadap anak sekolah. Suatu posisi
penyataan bersama: ‘School Screening Programs for the Early membungkuk
Detection of Scoliosis’ yaitu ‘Deteksi Dini Skoliosis pada Pro- (Adam Forward
gram Skrining di Sekolah’. Usia optimal untuk skrining Bending)
tidak ditetapkan, namun sebaiknya pada wanita berkisar
10-12 tahun dan laki-laki berkisar 13-14 tahun.
Metode pemeriksaan yang akan dilakukan pada skrining
skoliosis juga diperdebatkan. Yang biasa dilakukan adalah Karena umumnya anak-anak tidak mempunyai keluhan,
pemeriksaan membungkuk ke depan (Adam forward-bending akan timbul lengkungan kompensasi sehingga penampilan
test). Efektivitas cara ini juga masih dipertanyakan. Pada sedikit seimbang. Umumnya pada saat skrining perlu
pemeriksaan ini, yang diperiksa membungkuk dengan lutut dikonfirmasi apakah ada dalam keluarga yang juga
rapat dan lurus, lengan lurus ke lantai dan tergantung, menderita skoliosis.
punggung sejajar dengan lantai. Pemeriksa di berada di Beberapa pakar menyarankan, pemeriksaan radiologi
belakang dan melihat apakah punggung dan pinggang hanya dilakukan, bila:
simetris atau tidak pada aksis tulang belakang. Perbedaan 1. Ada lengkungan yang besar dan nyata pada pemeriksaan
tinggi 8 mm pada satu sisi dianggap abnormal yang fisik.
kemungkinan diakibatkan oleh skoliosis. 2. Adanya tonjolan yang asimetris pada anak yang tingkat
Di Korea Selatan, skrining ini dilakukan oleh guru yang kedewasaan tulang belum tercapai.
sudah dilatih untuk itu. Korea terdapat dokter ahli bedah 3. Adanya lengkungan asimetris pada keluarga dengan

24 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


riwayat skoliosis. derajat, harus dievaluasi apakah perlu menggunakan
4. Adanya lengkungan asimetri disertai dengan keluhan penopang (brace) atau harus dilakukan operasi. Suatu
dan gejala neurologis. pengecualian bila pada anak di bawah 12 tahun dengan
lengkungan 20 derajat. Hal ini karena anak dalam
pertumbuhan cepat antara usia 12 hingga 14 atau 15 tahun.
Sebelum dilakukan pembedahan, dilakukan pembuatan
x-ray untuk menilai kekakuan atau kelenturan dari
lengkungan tersebut. Hal ini dilakukan dengan membuat
x-ray dengan membengkok ke kiri dan ke kanan di atas meja
rontgen.
Hal penting lainnya adalah lokasi lengkungan, apakah
di punggung (thoracic regions), pinggang (lumbar regions) atau
diantaranya (thoracolumbar). Juga polanya (tunggal atau
ganda), serta arah ke kiri atau kanan. Lengkungan ganda
lebih progresif dari yang tunggal pada daerah pinggang.

Bila anak sudah dipastikan menderita skoliosis, mereka


harus menjalani pemeriksaan rontgen untuk pengukuran
derajat kelengkungan. Pemeriksaan ini terdiri dari
pemeriksaan dari depan belakang (posteroanterior) dan
samping. Juga pada saat mengadakan lengkungan ke
samping kiri dan kanan.
Pada anak dengan lengkungan kurang dari 20 derajat,
tidak memerlukan pengobatan. Anak diobservasi secara
berkala dengan rontgen tiap 4 hingga 6 bulan. Pengulangan
ini penting untuk menilai progresivitas. Bila pertambahan
lambat (5-10 derajat selama 2-3 tahun), dan tidak mencapai
20 derajat, pemeriksaan berkala dilanjutkan hingga Gambar 9. Gambaran x-ray posisi tegak dan membengkok
pertumbuhan tulang dianggap sudah berhenti. Dianggap ke kiri dan kanan
setelah pertumbuhan berhenti, progresivitas lengkungan
skoliosis akan melambat atau berhenti. Penatalaksanaan
Pada saat ini skoliosis dapat ditangani secara baik dengan
menggunakan brace (penopang), stimulasi listrik,
pembedahan atau kombinasi dari ketiga metode tersebut.
Pada anak yang mempunyai lengkungan progresif atau
melebihi 30 derajat, memerlukan penatalaksanaan.

Penopang biasanya
sangat bermanfaat pada
lengkungan progresif
antara 30-45 derajat
Gambar 8.Tipe lengkungan skoliosis walaupun sangat tergantung
Pengukuran ini diperlukan untuk mengetahui tindakan
pada usia anak dan
lanjutan. Anak dengan progresivitas yang cepat (lebih dari kematangan tulang.
5 derajat dalam 4-6 bulan) atau lengkungan melewati 20

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 25


Umumnya penggunaan penopang (brace) atau operasi
walaupun biasanya operasi dilakukan bila sudah melebihi
40 derajat, karena lengkungan lebih dari 40 tidak dapat
diperbaiki dengan menggunakan brace (penopang).
Penopang biasanya sangat bermanfaat pada lengkungan
progresif antara 30-45 derajat walaupun sangat tergantung
pada usia anak dan kematangan tulang. Anak yang lebih
muda memerlukan penatalaksanaan dengan lengkungan
kecil dibanding dengan anak yang lebih tua, karena adanya Gambar 12. Penilaian kematangan vertebra
kemungkinan pertumbuhan dan pertambahan lengkungan.
Sementara brace (penopang) tidak dapat mengkoreksi tulang Anak-anak yang tidak ada respon dengan brace, yang
belakang menjadi lurus, hanya dapat mencegah lengkungan lengkungannya >45 derajat atau yang mempunyai keluhan
bertambah jelek. termasuk kelainan fisik, nyeri dan gangguan jantung atau
Brace (penopang) yang umum nya digunakan adalah paru, sebaiknya langsung dioperasi. Umumnya operasi
thoracolumbosacral orthosis (TLSO), yang bias dibentuk, yang dilakukan adalah fusi tulang belakang dari belakang
bawah baju dan dipakai sepanjang hari (23 jam dalam sehari, (posterior spinal fusion) dengan menggunakan ‘internal metal
dilepas hanya bila mandi. Namun ‘Charleston bending brace’ fixation’ hingga fusi tulang terjadi.
hanya dipakai waktu malam. Brace ini pada lengkungan Modalitas pengobatan alternatif lain adalah untuk
tunggal di pinggang. Milwaukee brace, mulai dari leher memperlambat progresivitas lengkungan dengan
hingga pinggul, sudah jarang digunakn. manipulasi ‘chiropractic’ atau stimulasi listrik. Stimulasi
Angka keberhasilan penggunaan brace ini berkisar pada listrik yang sering dilakukan adalah Lateral Electrical Surface
50-60% pada penderita yang menggunakkan brace 1-2 tahun. Stimulation (LESS). Elektroda ditempelkan ke kulit, selama 8
jam setiap malamnya sampai anak mengalami kematangan
tulang. Modalitas ini sering dilakukan pada penderita
skoliosis di Amerika Serikat dan Eropa. Dengan modalitas
ini keberhasilannya juga berkisar 50%.

Anak-anak yang tidak ada


respon dengan brace ,
yang lengkungannya >45
derajat atau yang mempunyai
keluhan termasuk
kelainan fisik, nyeri dan
Gambar 10. X-ray pasien paska operasi koreksi dengan
gangguan jantung atau
Harringtong Rod paru, sebaiknya langsung
dioperasi.
Latihan sangat dianjurkan untuk mencegah bertambah
besarnya lengkungan. Walaupun pada penelitian kohort
tidak terkontrol (uncontrolled cohort study school-based exer-
cise program) menunjukkan lebih efektif bila dibandingkan
hanya dengan brace tanpa latihan setelah satu tahun. Namun
penelitian ini terhenti begitu saja tanpa ada kelanjutannya.
Gambar 11. Penilaian kematangan tulang Walaupun jarang bila dibandingkan dengan skoliosis

26 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


idiopatik, anak-anak dapat menderita scoliosis congenital degenerasi yang lebih dini. Daerah yang menerima beban
yang sering dibarengi dengan yang berlebihan (daerah
kelainan genitalia dan saluran cekung=concave) akan lebih
kemih (genitourinary), ‘congeni- Pada beberapa penelitian, cepat mengalami proses
tal heart disease’, dan kelainan degenerasi ini.
tulang belakang lainnya. disebutkan bahwa skoliosis
Hanya 25% anak dengan scolio-
depan menimbulkan risiko Penutup
sis congenital yang tidak Pada kenyataannya skoliosis
memerlukan pengobatan. kehilangan densitas tulang akan menjadi problem yang
Pembedahan umumnya perlu mendapat perhatian di
tidak diperlukan, kecuali (osteopenia). Terutama pada masa yang akan datang. Perlu-
terlihat adanya progresivitas. tidaknya dilakukan skrining
Tindakan yang dilakukan
wanita yang menderita pada anak usia sekolah
berupa pemasangan implan di skoliosis sejak remaja dan tergantung pada kepedulian
tulang belakang yang masyarakat terhadap keseha-
melengkung baik dari depan resiko menderita osteoporo- tan, walaupun pada saat ini
maupun dari belakang. Metode program pemerintah terhadap
operasi ini terus berkembang,
sis akan meningkat bersamaan kesehatan masih tertuju pada
mulai dari pemasangan dengan bertambahnya usia. pemberantasan penyakit
Harringtong rod, Cotrel- menular baik itu demam
Dubousset, Mos Miami, Formosa berdarah dengue, flu burung,
System dan di Indonesia dikembangkan UI-System oleh Prof. antraks, diare, tuberkulosis dan lain-lain. Peran dari Komite
Dr. Subroto Sapardan dari RSCM. Metode UI-System Sekolah dan Dewan Pendidikan juga sangat dibutuhkan.
dikembangkan oleh semua muridnya di Nusantara ini. Sulitnya mendeteksi skoliosis di masyarakat saat ini
Selain harganya cukup murah, implan UI-System 75% lebih diakibatkan trend anak remaja yang senang memakai baru
murah dibanding 3 jenis implan yang pertama. Di negara- longgar, atau wanita yang menggunakan pakaian muslim,
negara maju, termasuk Korea Selatan, harga implan tidak sementara bertambahnya usia para wanita menyenangi baju
menjadi masalah karena setiap jiwa sudah memiliki yang lebih ketat. Sehingga pada saat meminta pertolongan
asuransi, namun beberapa asuransi akhir-akhir ini untuk penatalaksaan koreksi skoliosis umumnya terlambat
mengeluarkan biaya untuk operasi koreksi skoliosis dari karena derajat lengkungan sudah besar.
beban yang ditanggung asuransi.
Skoliosis dapat berbarengan dengan kelainan Daftar Pustaka
neuromuskular seperti cerebral palsy, muscular dystrophies 1. Bunch WH, Patwardhan AV. Scoliosis, making clinical decision.
dan spinal muscular atrophy (SMA). Mosby; 1989
2. Goldbloom, RB. Screening for idiopathic scoliosis. Available from
URL: http://www.ctfphc.org/References/Ch31bib.htm
Komplikasi 3. Mayo Clinic Staff. Scoliosis. Available from URL: http://
Pada skoliosis berat, di mana lengkungan lebih dari 70 www.mayoclinic.com/invoke.cfm?id=DS00194
4. O’Malley, E. What young people and their parents need to know
derajat, iga akan menekan paru-paru, sehingga about scoliosis. Available from URL: www.midlandpt.com/scoliosis.htm
menimbulkan kesulitan bernafas. Pada lengkungan yang 5. Richardson ML. Available from URL: http://www.rad.washington.edu/
mskbook/Scoliosis.html
lebih besar dari 100 derajat, kerusakan bukan hanya pada
6. USPSTF, Recommendation Statement. Screening for idiopathic scolio-
paru, namun juga pada jantung. Pada keadaan demikian, sis in adolescents. Available from URL: http://www.ahcpr.gov/clinic/3rduspstf/
infeksi paru terutama radang paru akan mudah terjadi. scoliosis/scoliors.htm#references
7. Vaccaro AR, Albert TJ. Spine surgery, trick of the trade. Thieme,
Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa skoliosis
New York; 2003
depan menimbulkan risiko kehilangan densitas tulang 8. Physicians’ guide to the diagnosis of scoliosis. Available from URL:
(osteopenia). Terutama pada wanita yang menderita skoliosis Hyperlink http://medstat.med.utah.edu/scoliosis/H&P.html
9. Scoliosis screening. Available from URL: http://www.iscoliosis.com/
sejak remaja dan risiko menderita osteoporosis akan symptoms-screening.html?myyahoo
meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia. 10. Scoliosis. Available from URL: http://www.keepkidshealthy.com/welcome/
Selain postur tubuh yang jelek, skoliosis tingkat ringan conditions/scoliosis.html
11. Screening for adolescent idiopathic scoliosis. Guide to Clinical
dan sedang baru menimbulkan keluhan bila sudah berusia Preventive Services, Second Edition.Musculoskeletal Disorders. Avail-
di atas 35 tahun. Keluhan yang mereka derita biasanya sakit able from URL: http://cpmcnet.columbia.edu/texts/gcps/gcps0057.html
kronis di daerah pinggang yang lebih dini dibandingkan 12.Screening exam pictorial. Available from URL: http://
medstat.med.utah.edu/scoliosis/exam.html
orang yang normal seusianya. Hal ini akibat proses

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 27


TINJAUAN PUSTAKA

Memprediksi Preeklamsia
Rizal
Rumah Sakit Dr. Oen
Solo

Abstract. Prior knowledge about the preeclampsia and the application of appropriate prenatal care and management
before the disease progresses to become life threatening can largely eliminate maternal mortality. The objective in
most of the researches conducted in various parts of the world has been the discovery of biochemical markers and
other tools such as Malondialdehyde, C-reactive protein, angiogenic factors, Activin A, Leptin, Insulin-like Growth
Factor-1, and Maternal Plasma Fetal DNA levels, these markers might be helpful in identifying subjects at increased
risk for developing preeclampsia.

Key Word: Preeclampsia, malondialdehyde, C-reactive protein, angiogenic factor, activin A, leptin, insulin-
like growth factor-1, maternal plasma fetal DNA levels

Pendahuluan Hampir 2000 tahun yang lalu, oleh Celsus kelainan ini
Preeklamsia, baik secara independen maupun bersama disebut eklamsia sebagai deskripsi atas kejang yang dialami
dengan penyakit lain, merupakan penyebab utama kematian oleh wanita hamil dan yang menjadi sembuh setelah proses
ibu dan kelahiran prematur yang tertinggi di dunia. Tahun persalinan. Di akhir tahun 1800-an baru diketahui ada
2005, Angka Kematian Maternal (AKM) di rumah sakit hubungan antara penyakit ini dengan gejala proteinuria dan
seluruh Indonesia akibat eklamsia dan preeklamsia sebesar meningkatnya tekanan darah, dan sejak itu terminologi
4,91% (8.379 dari 170.725), merupakan golongan penyakit preeklamsia mulai diperkenalkan.5
obstetrik yang paling banyak menyebabkan kematian
1
dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,35%. Selain itu kebutuhan Uji Prediksi Preeklamsia
atas perawatan intensif neonatus (neonatal intensive care) Penelitian atas penyakit ini begitu lambat dan sporadis
akan meningkat karena angka mortalitas perinatal sampai kira-kira 20 tahun yang lalu. Setelah itu penelitian
meningkat sampai 5 kali dan kelahiran prematur yang mengenai preeklamsia berkembang pesat dan sebagai
diindikasikan oleh sebab preeklamsia mencapai 15%. 2 hasilnya sekarang kita memiliki berbagai informasi yang
Prematuritas sendiri akan menyebabkan problem kesehatan menguatkan beberapa hipotesis tentang etiologi
si bayi dalam periode hidupnya di kemudian hari, beberapa preeklamsia, termasuk peran stresor oksidatif, inflamasi,
kejadian telah membuktikan bahwa kelahiran prematur maladaptasi sirkulasi (humoral dan mineral), dan
3
akan meningkatkan resiko jangka panjang penyakit abnormalitas metabolisme.
kardiovaskular dan metabolik yang tentu akan menjadi Pengetahuan mendalam tentang preeklamsia, perawatan
beban besar ekonomi dalam bidang kesehatan. Oleh sebab prenatal yang memadai, dan tata laksana sebelum
itu, kemampuan prediksi, pencegahan dan pengembangan progresivitas penyakit akan mampu mereduksi angka
terapi preeklamsia yang aman selama periode gestasi akan mortalitas maternal dan perinatal, karena itu dibutuhkan
menjadi prioritas utama dalam perawatan antenatal.3 suatu uji penapis yang efektif untuk mengidentifikasi sedini
Preeklamsia, suatu spektrum dari kondisi hipertensi mungkin kehamilan dengan risiko tinggi. Bahasan kajian
kehamilan secara klasik dideskripsikan dengan trias gejala pustaka berikut mengenai preeklamsia yang secara
dari hipertensi (>140/90 mmHg), proteinuria (>100 mg/dl potensial dapat diprediksi melalui perubahan beberapa
dengan analisa urin atau >300 mg dalam urin koleksi 24 biomarker sebelum diagnosis klinis preeklamsia.
4
jam), dan edema yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu.

28 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


Malondialdehyde secara independen atau dengan yang lain dapat langsung
Sebagaimana preeklamsia, komplikasi obstetrik lainnya berkontribusi terhadap resiko preeklamsia, faktor-faktor
seperti penyakit ginjal kronis, penyakit jantung kongenital, resiko terhadap inflamasi sistemik yang dapat dimodifikasi
anomali plasenta (abrupsi plasenta kronis, chorioangioma) (modifiable risk factors for systemic inflammation) pada awal
dapat menyebabkan stres oksidatif baik pada ibu maupun kehamilan,12 penanda inflamasi lainnya selain CRP selama
janin berupa meningkatnya lipid perioksidase dan aktivitas kehamilan yang mungkin dapat saling berinteraksi, dan
proteolitik dalam eritrosit berupa rusaknya molekul makro faktor-faktor non inflamasi yang meningkatkan level CRP
seperti DNA, karbohidrat, dan polyunsaturated fatty acids. pada trimester pertama sebagaimana yang telah
9
Produk-produk dari polyunsaturated fatty acids seperti lipid dikemukakan oleh Wolf et al.
hidroperoksida dan malondialdehyde (MDA) dapat menjadi
parameter refleksi dari kerusakan membran yang eksesif.6 Faktor Angiogenik
Tahun 2003, Basbug et al. menyatakan bahwa level Di tahun 2003, Maynard et al. yang sebelumnya terlibat
malondialdehyde eritrosit di atas 35,98 nmol/g hemoglobin dalam studi kanker dan biologi vaskular telah terbiasa
merupakan nilai prediksi yang signifikan atas kejadian dengan efek samping obat golongan antiangiogenic untuk
preeklamsia pada kehamilan trimester ketiga (minggu ke terapi tumor seperti hipertensi dan proteinuria. Mereka
30-35). Sekalipun diketahui bahwa resiko preeklamsia mengobservasi hubungan antara protein dalam plasenta
meningkat hampir 24 kali pada penilaian malondialdehyde penderita preeklamsia soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt
ini, cukup disayangkan bahwa kemampuan prediksinya 1) dan protein-protein proangiogenik seperti Vascular
tidak dapat dilakukan pada 2 trimester awal.7 Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Placental Growth Factor
(PlGF).13 Mereka berhipotesis sFlt 1 memasuki sirkulasi
C-Reactive Protein (CRP) maternal yang kemudian mengikat dan menginaktivasi
Berbagai manifestasi klinis preeklamsia termasuk VEGF bebas (aktif) dan PlGF. Selanjutnya konsentrasi tinggi
hipertensi, proteinuria, dan kerusakan organ akibat iskemia sFlt 1 dalam sikulasi akan menciptakan kondisi
disebabkan oleh luasnya disfungsi endotel yang diduga intravaskular yang tidak seimbang antara faktor-faktor
karena respon inflamasi maternal yang berlebihan terhadap antiangiogenic dan proangiogenic; suatu kondisi yang
kehamilan ataupun oleh sebab sekresi salah satu faktor mendasari terjadinya sindroma preeklamsia.
plasenta sebagai respon terhadap iskemia plasenta yang Demikian level soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt 1)
diinduksi oleh invasi trofoblas dan perubahan arteri uterus maternal yang meningkat pada preeklamsia dan sebaliknya
yang bersifat toksik terhadap sel-sel endotel. C-reactive level Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Placental
protein adalah reaktan fase akut yang diproduksi oleh hepar Growth Factor (PlGF) bebas menurun. Maynard et al.
sebagai respon terhadap sitokin proinflamasi interleukin-6 kemudian menunjukkan bahwa dalam serum penderita
(IL-6) and Tumour Necrosis Factor- (TNF-), di mana keduanya preeklamsia, sFlt 1 secara in vitro menginhibisi angiogenesis
8
sebagian besar disekresi dari sel-sel adiposa, karena itu dan vasodilatasi arteri renal. Yang menarik dalam studi
dapat berfungsi sebagai indeks kuantitatif yang sensitif mereka ialah observasi atas ekspresi berlebih sFlt 1 dalam
dalam memprediksi perubahan inflamasi sistemik seperti tikus hamil mengakibatkan hipertensi dengan albuminuria
pada kejadian aterosklerosis, stroke, dan penyakit vaskular dan endotheliosis glomerulus, keduanya memperkuat
9
perifer. Dalam kehamilan, c-reactive protein (CRP) telah penjelasan dari karakteristik utama preeklamsia: hipertensi
dipakai sebagai penanda awal yang potensial pada dan proteinuria. Bagaimanapun juga preeklamsia adalah
chorioamnionitis di antara wanita dengan ruptur membran suatu kelainan multisistem dan lepas dari pengamatan
prematur dan sebagai prediks hasil persalinan preterm, mereka pada model tikus, adanya manifestasi preeklamsia
termasuk juga kejadian preeklamsia yang dikaitkan dengan yang lain pada manusia, yakni turunnya fungsi hepar,
10
Indeks Massa Tubuh. anemia hemolitik, mikroangiopati, dan permeabilitas
C-reactive protein (CRP) dalam serum maternal dievaluasi vaskular yang meningkat.
oleh Chunfang Qiu et al. sejak kehamilan minggu ke-13 Karumanchi dan koleganya melanjutkan evaluasi atas
untuk menentukan apakah kenaikan CRP merupakan protein antiangiogenic ini. Mereka menunjukkan bahwa level
pendahuluan manifestasi klinis preeklamsia. Hasil kajian endoglin dalam sirkulasi, suatu ko-reseptor bagi
mereka menyatakan bahwa kenaikan konsentrasi CRP (≥4.9 Transforming Growth Factor β1 (TGF-β1), meningkat pada
mg/l) berisiko 2,5 kali terjadi preeklamsia di antara wanita penderita preeklamsia; endoglin mungkin bersifat patogen
2 11 14
dengan Indeks Massa Tubuh <25 kg/m . Telah diketahui pula namun dengan mekanisme yang berbeda. Endoglin
bahwa sekalipun obesitas lebih beresiko terhadap kejadian mengaktivasi vasodilatasi dengan cara memperlemah ikatan
TGF-β1 dengan reseptornya dan menurunkan Nitrit Oksida
12
atherosklerosis, diabetes dan preeklamsia, namun perlu
dipertimbangkan untuk studi lebih lanjut beberapa hal Sintase di endotel. Secara in vitro endoglin menurunkan
seperti keadaan jaringan adiposa sebelum kehamilan yang proses angiogenesis, tetapi ekspresi yang berlebih endoglin

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 29


pada tikus hamil hanya berdampak minimal. Paparan secara Leptin
simultan oleh sFlt 1 dan endoglin akan menyebabkan Leptin adalah hormon yang terutama diproduksi oleh sel-
menifestasi hipertensi berat, proteinuria masif, sel adiposa dan plasenta yang mungkin mempengaruhi
meningkatnya level enzim hepar, dan beredarnya skistozit pertumbuhan, angiogenesis, imunomodulasi, dan
dalam sirkulasi. patogenesis preeklamsia.20 Beberapa studi telah melaporkan
Faktor angiogenic (proangiogenic dan antiangiogenic) hubungan antara tingginya konsentrasi leptin saat trimester
preeklamsia terkait dengan prediksi terjadinya kelainan ini. kedua dengan preeklamsia. 21 Namun masih diperlukan
Levine et al. di tahun 2006 menjadikan ukuran protein studi lanjutan atas kaitan hormon ini dengan preeklamsia
angiogenic sebagai alat tes potensial dalam memprediksi karena konsentrasi serum leptin saat awal kehamilan tidak
preeklamsia, yaitu saat kenaikan level soluble fms-like tyrosine jauh berbeda antara kondisi preeklamsia dengan non-
kinase 1 (sFlt 1) dan turunnya level Vascular Endothelial preeklamsia.22
Growth Factor (VEGF) bebas, Placental Growth Factor (PlGF)
bebas, dan PlGF urin sekitar 5 minggu sebelum terjadi Insulin-like Growth Factor-1
manifestasi preeklamsia.15 Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1), suatu hormon yang
Selanjutnya Levine et al. menunjukkan bahwa kombinasi mungkin memiliki kaitan dengan pertumbuhan janin baik
level endoglin dan rasio sFlt 1 dengan PLGF meningkatkan yang normal maupun abnormal.23 Dalam sirkulasi, Insulin-
nilai prediksi preeklamsia, baik yang terjadi lebih dini like Growth Factor Binding Proteins (IGFBPs) meregulasi aksi
24
ataupun yang lambat, dan juga prediksi atas dampak berat IGF-1 dengan menginhibisi atau meningkatkan efeknya.
penyakit ini (restriksi pertumbuhan janin dan sindroma IGF-1 menstimulasi sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D di ginjal
HELLP) 10 minggu sebelum muncul manifestasi klinis. dan plasenta.25 Selama kehamilan berat badan bayi saat lahir
Mereka menyimpulkan bahwa endoglin dalam sirkulasi dan berkorelasi positif dengan IGF-1 dan IGFBP-3A maternal
soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt 1), masing-masing dan fetus, sebaliknya memiliki korelasi negatif dengan
dengan mekanisme yang berbeda menyebabkan disfungsi konsentrasi IGFBP-1.26 Giudice melaporkan bahwa selama
endotel dan memediasi terjadinya manifestasi preeklamsia. preeklamsia konsentrasi IGF maternal lebih rendah
Tetapi dalam kajian tersebut masih belum dapat diterangkan dibandingkan dengan kehamilan yang normal.27
mengapa sFlt 1 dalam plasenta meningkat saat preeklamsia.
DNA Fetus dalam Plasma Maternal
Activin A Telah diketahui bahwa ada peningkatan konsentrasi
Activin adalah bagian dari hormon glikoprotein sebesar 5 kali lipat dari DNA fetus yang bersirkulasi
Transforming Growth Factor-β (TGF-β) yang diproduksi oleh dalam plasma penderita preeklamsia bila dibandingkan
28
berbagai jaringan, termasuk ovarium, plasenta, desidua, dan dengan kelompok kontrol. Dalam penelitian tersebut,
membran fetus. 16 Dalam kehamilan berfungsi sebagai sampel plasma diuji dengan menggunakan gen SRY dan
regulator diferensiasi trofoblas, steroidogenesis plasenta, dan kromosom Y-nya dipakai sebagai penanda. DNA fetus
produksi prostaglandin. Selama dua trimester awal, yang bersirkulasi dideteksi pada seluruh subyek yang
konsentrasi activin A dalam sirkulasi masih sama tingginya, hamil fetus laki-laki baik yang preeklamsia maupun
meningkat secara progresif pada trimester ketiga, dan kelompok kontrol.
puncaknya ialah pada saat partus. Dr. Yuditiya Purwosunu Penjelasan mengenai kenaikan konsentrasi DNA fetus
bersama rekan-rekannya dari Jepang dan Italia pada bulan dalam plasma maternal saat preeklamsia, mungkin
Juli 2007 melaporkan bahwa activin A meningkat sejak karena bebasnya DNA fetus masuk ke dalam sirkulasi
29
minggu ke 11-15 pada kehamilan yang asimtomatik maternal. Kenaikan ini bisa terjadi sebagai lanjutan dari
sebelumnya, disebabkan karena proses disfungsi trofoblas proses sebelumnya seperti peningkatan alur masuk sel-
17
pada preeklamsia. Muttukrishna et al. juga menyatakan sel fetus semacam trofoblas dan eritroblas ke dalam
30
bahwa activin A dalam serum maternal meningkat saat awal sirkulasi maternal atau mungkin berasal dari DNA
kehamilan (minggu ke-15) sebelum berkembang menjadi fetus yang terlepas dari sel-sel yang akan mati dalam
preeklamsia karena pada preeklamsia terjadi gangguan proses apoptosis sitotrofoblas plasenta selama
31
fungsi ginjal sehingga level activin A dalam sirkulasi juga preeklamsia. Untuk penelitian lebih lanjut, diperlukan
akan meningkat.18 Pada kelainan ini juga terdapat respon uji penanda DNA fetus selain kromosom Y sehingga
inflamasi sistemik yang intens sehingga menyebabkan analisisnya juga dapat dikembangkan pada kehamilan
hipoksemia dan hipoksia pada fetoplasenta yang kemudian fetus perempuan.
menginduksi sitokin proinflamasi seperti Tumour Necrosis
Factor- (TNF-) dan Interleukin-1 (IL-1) yang akan Penutup
19
meningkatkan activin A. Seperti yang telah didiskusikan bahwa karena tingginya
angka mortalitas ibu dan janin akibat preeklamsia, maka

30 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


diperlukan suatu diagnosis sedini mungkin sehingga dapat 2006;12:642-9
15. Levine RJ, Lam C, Qian C, et al. Soluble endoglin and other cir-
diberikan intervensi terapetik yang memadai. Untuk itu culating antiangiogenic factors in preeclampsia. N Engl J Med
tentu dibutuhkan penanda ideal dengan sensitivias dan 2006; 355:992-1005
spesifitas yang tinggi sebagai alat prediksi preeklamsia. Kini 16. Muttukrishna S, North RA, Morris J, et al. Serum inhibin A and
activin A elevated prior to the onset of pre-eclampsia. Human
beberapa pegukuran yang lain semakin berkembang, baik Reprod 2000; 15:1640-5
dilakukan tersendiri ataupun secara kombinasi, seperti 17. Purwosunu Y, Banzola I, Farina A, et al. Performance of a panel of
pengukuran indeks pulsatil arteri uterina dengan USG maternal serum markers in predicting preeclampsia at 11-15
weeks’ gestation. [cited 2007 July 26]. Available from URL: http://
Doppler yang dikombinasikan dengan beberapa serum www.interscience.wiley.com
32 ,33
maternal, dan juga pengembangan nomogram 18. Muttukrishna S, North RA, Morris J, et al. Serum inhibin A and
activin A are elevated prior to the onset of preeclampsia. Human
individual yang terdiri atas penilaian usia, indeks massa
Reproduction 2000a; 15:1640–5
tubuh (IMT), paritas, kejadian preeklamsia sebelumnya, 19. Benyo DF, Miles TM & Conrad KP. Hypoxia stimulates cytokine
hipertensi kronis, nilai tekanan diastolik, proteinuria saat production by villous explants from the human placenta. Jour-
nal of Clinical Endocrinology and Metabolism 1997; 82: 1582–8
awal kunjungan, penilaian USG pada trimester kedua, dan
20. Henson MC, Castracane VD. Leptin in pregnancy. Biol Reprod.
indeks resistensi USG Doppler pada arteri umbilikal, 2000; 63:1219-28
tampaknya memiliki nilai diskriminasi dan kalibrasi yang 21. Teppa RJ, Ness RB, Crombleholme WR, et al. Free leptin is in-
creased in normal pregnancy and further increased in preec-
baik sebagai usaha preventif atas preeklamsia.34 Harapan lampsia. Metabolism 2000; 49:1043-8
penulis bahwa hal tersebut akan membuka kemungkinan- 22. Salomon LJ, Benattar C, Audibert F, et al. Severe preeclampsia is
kemungkinan baru bagi metode preventif dan tata laksana associated with high inhibin A levels and normal leptin levels at
7 to 13 weeks into pregnancy. Am J Obstet Gynecol. 2003;
dalam mengatasi sindroma preeklamsia ini. 189:1517-22
23. Chard T. Insulin-like growth factors and their binding proteins
Daftar Pustaka in normal and abnormal human fetal growth. Growth Regul. 1994;
4:91-100
1. Departemen Kesehatan RI. Statistik Rumah Sakit di Indonesia.
24. Jones JI, Clemmons DR. Insulin-like growth factors and their
[cited 2006]. Available from URL: http://www.yanmedik-depkes.net/
binding proteins: Biological actions. Endocr Rev. 1995; 16:
statistik_rs_2006/Seri%203/Bab-2.htm
3-34
2. Goldenberg RL, Rouse DJ. Prevention of premature birth. N Engl
25. Bianda T, Glatz Y, Bouillon R, et al. Effects of short-term in-
J Med. 1998; 339: 313-20
sulin-like Growth Factor-I or Growth Hormone Treatment
3. Marshall DL, MD, and Jason GU, MD, PhD. Explaining and pre-
on Bone Metabolism and on Production of 1,25-
dicting preeclampsia. N Engl J Med. 2006; 355:1056-10
dihydroxycholecalciferol in GH-deficient Adults. J Clin
4. Report of the national high blood pressure education program
Endocrinol Metab. 1998; 83:81-7
working group on high blood pressure in pregnancy. Am J Obstet
26. Cance-Rouzaud A, Laborie S, Bieth E, et al. Growth hormone, in-
Gynecol 2000; 183(Supl):S1-22
sulin-like growth factor-I and insulin-like growth factor binding
5. Dileep KR, Nazia Q. Biochemical screening for the prediction of
protein-3 are regulated differentially in small-for-gestational-age
preeclampsia. [cited 2005 February]. Available from URL: http://
and appropriate-for-gestational-age neonates. Biol Neonate. 1998;
www.jpma.org.pk
73:347-55
6. Ullas K, Guruprasad R, Shobha UK, Lavanya R. Maternal and fetal
27. Giudice LC, Martina NA, Crystal RA, et al. Insulin-like growth fac-
indicators of oxidative stress during intrauterine growth retar-
tor binding protein-1 at the Maternal-fetal Interface and Insulin-
dation (IUGR). Indian Journal of Clinical Biochemistry 2006;
like Growth Factor-I, Insulin-like Growth Factor-II, and Insulin-
21(1):111-5
like Growth Factor Binding Protein-1 in the Circulation of Women
7. M Basbug, I Demir, I Serdar Serin. Maternal erythrocyte
with Severe Preeclampsia. Am J Obstet Gynecol. 1997; 176: 751-
malondialdehyde level in preeclampsia prediction: a longitudi-
8.
nal study. Journal of Perinatal Medicine 2003:469-74
28. Lo YMD, Leung TN, Tein MSC, et al. Quantitative abnormalities of
8. Myles W, MD, Elizabeth K, CNM, MPH, Laura S, et al. Obesity and
fetal DNA in maternal serum in preeclampsia. Clin Chem. 1999;
preeclampsia: The potential role of inflammation. Obstet Gynecol.
45:184-8
2001; 98:757-62
29. Leung N, Zhang J, Lau TK, et al. Increased maternal plasma fetal
9. Ridker PM, Hennekens CH, Buring JE, et al. C-reactive protein and
DNA concentrations in women who eventually develop preec-
other markers of inflammation in the prediction of cardiovascu-
lampsia. Clin Chem. 2001; 47:137-9
lar disease in women. N Engl J Med 2000; 342:836–43
30. Holzgreve W, Ghezzi F, DiNaro E, et al. Disturbed feto-maternal
10. Lisa MB, Roberta BN, Gail FH, et al. Inflammation and triglycer-
cell traffic in pre-eclampsia. Obstet Gynecol. 1998; 91:669-72
ides partially mediate the effect of prepregnancy: body mass
31. DiFederico E, Genbacev O, Fisher SJ. Pre-eclampsia is as-
index on the risk of preeclampsia. Am J Epidemiol 2005;162:1198–
sociated with widespread apoptosis of placental
206
cytotrophoblasts within the uterine wall. Am J Pathol 1999;
11. Chunfang Q, David AL, Cuilin Z, et al. A prospective study of ma-
155:293-301
ternal serum C-reactive protein concentrations and risk of preec-
32. Papageorghiou, Aris T, Roberts, Nicole. Uterine artery doppler
lampsia. American Journal of Hypertension 2004; 17:154-60
screening for adverse pregnancy outcome. Women’s Health
12. Thadhani R, Stampfer MJ, Hunter DJ, et al. High body mass index
Current Opinion in Obstetrics & Gynecology. 2005; 17(6):584-
and hypercholesterolemia: risk of hypertensive disorders of
90
pregnancy. Obstet Gynecol 1999; 94:543–50
33. Spencer K , Cowans NJ, Chefetz I, et al. Second-trimester
13. Maynard SE, Min JY, Merchan J, et al. Excess placental soluble
uterine artery doppler pulsatility index and maternal se-
Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) may contribute to endothelial
rum PP13 as markers of pre-eclampsia. Prenat Diagn. 2007;
dysfunction, hypertension, and proteinuria in preeclampsia. J
27(3):258-63
Clin Invest 2003; 111:649-58
34. Deis S, Rouzier R, Kayem G, et al. Development of a nomogram to
14. Venkatesha S, Toporsian M, Lam C, et al. Soluble endoglin con-
predict occurrence of preeclampsia. Eur J Obstet Gynecol Reprod
tributes to the pathogenesis of preeclampsia. Nat Med
Biol. 2007

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 31


TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan Angina Ludwig


Sutji Pratiwi Rahardjo
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNHAS

Abstrak. Angina ludwig merupakan peradangan selulitis dari bagian superior ruang suprahioid, yang ditandai dengan
pembengkakan (edema) pada bagian bawah ruang submandibula yang biasanya keras dan berwarna kemerahan
atau kecoklatan. Penyebab abses ini paling sering terjadi sebagai akibat infeksi akar gigi yakni molar dan premolar,
dapat juga berasal dari proses supuratif kelenjar limfe servikal di dalam ruang submandibula. Penanganan yang
utama adalah menjamin jalan napas melalui trakeostomi.

Kata kunci: angina Ludwig

Pendahuluan infeksi akar gigi, yakni molar dan premolar, dapat juga
Angina Ludwig atau dikenal juga dengan nama Angina berasal dari proses supuratif kelenjar limfe servikal di dalam
Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick ruang submandibular. Jika infeksi berasal dari gigi, organisme
von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah satu bentuk pembentuk gas tipe anaerob sangat dominan. Jika infeksi
abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam bukan berasal dari daerah gigi, biasanya disebabkan oleh strep-
1-3,5,6,9,10
ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat tococcus dan staphylococcus.
perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, Angina Ludwig sering ditemukan pada orang dewasa
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. muda yang menderita infeksi gigi. Kelainan ini juga
Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda ditemukan pada anak-anak namun jarang terjadi. Etiologi
klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan angina Ludwig antara lain karena trauma bagian dalam
menunjukkan lokasi infeksi. Yang termasuk abses leher mulut, karies gigi, infeksi gigi, dan sistem imunitas tubuh
1,3,7,8,11
dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses yang lemah, tindik lidah.
retrofaring dan angina ludovici (angina Ludwig) atau abses
submandibular.1-3 Etiopatogenesis
Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi
flegmon dari bagian superior ruang suprahioid. Ruang ini gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak
terdiri dari ruang sublingual, submental dan submaksilar
yang disebut juga ruang submandibular. Ditandai dengan
pembengkakan (edema) pada bagian bawah ruang subman- Etiologi angina ludwig antara
dibular, yang mencakup jaringan yang menutupi otot-otot
antara laring dan dasar mulut, tanpa disertai pembengkakan lain karena trauma bagian
pada limfonodus. Pembengkakan ini biasanya keras dan
berwarna kemerahan atau kecoklatan. Ruang suprahioid
dalam mulut, karies gigi,
berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada os. hioid infeksi gigi, dan sistem
dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang ini menyebabkan
kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan imunitas tubuh yang lemah,
mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian
dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial.
2-9 tindik lidah. 1,3,7,8,11
Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat

32 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga
bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-
9
jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi ruang fasia leher.
akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cor-
tical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus
dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini
tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Odontogen
dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous),
dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena
adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada
rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses
labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang
bawah dapat membentuk abses subingual, abses submen- Gambar 2. Ruang submandibular terletak antara m.
tal, abses submandibular, abses submaseter, dan angina mylohyoid, fasia dan kulit. Ruang submandibular terinfeksi
Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di langsung oleh molar kedua dan ketiga.16
belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m.
mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula, Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada
sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan daerah terlemah dibagian superior dan posterior, sehingga
membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang menghambat jalan nafas.9
6,14
submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringal.
Selain infeksi gigi abses ini juga dapat disebabkan
pericoronitis, yaitu suatu infeksi gusi yang disebabkan
1
erupsi molar ketiga yang tidak sempurna.
Infeksi bakteri yang paling sering oleh streptococ-
cus atau staphylococcus. Sejak semakin berkembangnya
antibiotik, angina Ludwig menjadi penyakit yang
1
jarang.

Gambar 3. Ruang sublingual, terletak antara mukosa mulut


dan m. mylohyoid. Ruang ini dapat terinfeksi yang berasal
dari premolar dan molar pertama.16

Gambar 1. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m.


mylohyoideus. Infeksi premolar dan molar menyebabkan
perforasi, kemudian menyebar keruang-ruang yang dibatasi
15
oleh m. mylohyoideus.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada


kesatuan yang keras dari fasia servikal profunda dengan m.
digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapat terbentuk
dengan jelas.9
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di
dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri Gambar 4. Penyebaran pembengkakan akibat abses di ruang
sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti sublingual dan submandibular.3

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 33


Gambaran Klinis
Gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tenggorokan
dan leher disertai pembengkakan di daerah submandibular Gejala klinis yang timbul
yang tampak hiperemis, drooling, dan trismus. Nyeri tekan
dan keras pada perabaan (seperti kayu). Dasar mulut
adalah demam, nyeri
membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang
sehingga menimbulkan sesak nafas.2,6,7,13
tenggorokan dan leher
Meskipun banyak pasien sembuh tanpa komplikasi,
angina Ludwig dapat berakibat fatal. Pada kasus yang berat
disertai pembengkakan di
dapat terjadi stridor dan obstruksi jalan nafas.8 daerah submandibula yang
tampak hiperemis,
drooling, dan trismus. Nyeri
tekan dan keras pada
perabaan (seperti kayu).
Dasar mulut membengkak,
dapat mendorong lidah ke
atas belakang sehingga
menimbulkan sesak
nafas. 2,6,7,13
Gambar 5. Tanda angina Ludwig pada anak, kemerahan dan
17
pembengkakan pada leher atas di bawah dagu. Ludwig dengan bentuk lain dari infeksi leher dalam. Infeksi
pada angina Ludwig harus memenuhi kriteria:
- Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga.
- Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous
dengan atau tanpa pus.
- Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak
melibatkan kelenjar.
18
- Penyebaran perkontinuitatum dan bukan secara limfatik.

Penatalaksanaan
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka
Gambar 6. Abses submandibular pada orang dewasa penanganan yang utama adalah menjamin jalan nafas yang
17
dengan diabetes melitus stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anestesia
lokal. Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu
Diagnosis terjadinya dispnea atau sianosis karena tanda-tanda
Diagnosis ditegakkan berdasarkan: obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. Jika terjadi
Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang. Dari sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat
anamnesis didapatkan gejala berupa rasa nyeri pada leher. darurat.7,12
Dari anamnesis biasa juga didapatkan adanya riwayat sakit Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan
2
gigi, mengorek, dan mencabut gigi. berspektrum luas secara intravena untuk organisme gram-
positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan anaerob.
Diagnosis Banding Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan
6
Limfadenitis submandibular, abses gigi. Ada empat kriteria hasil sensitifitas pus. Pengobatan angina Ludwig pada anak
yang dikemukakan Grodinsky untuk membedakan angina untuk perlindungan jalan napas digunakan antibiotik

34 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


intravena, selain itu dapat juga digunakan terapi Pencegahan
pembedahan. Antibiotik yang digunakan adalah Penicilin Pemeriksaan gigi ke dokter secara teratur dan rutin
G dosis tinggi, kadang-kadang dapat dikombinasikan penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat
dengan obat antistaphylococcus atau metronidazole. Jika pasien mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya
alergi pinicillin, maka clindamycin hydrochloride adalah angina Ludwig.7,11
pilihan yang terbaik. Dexamethasone yang disuntikkan secara
intravena, diberikan dalam 48 jam untuk mengurangi edem Prognosis
dan perlindungan jalan nafas.3,6,13 Pada penderita usia muda yang berbahaya terutama
Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk ruptur abses spontan dengan aspirasi dan/atau spasme
tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evaluasi laring. Ada kemungkinan meskipun jarang, jika tidak
pus, pada angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan diobati dapat menyusup ke dalam ruang faring dengan
nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai atau tanpa tanda-tanda luar, menjalar ke bawah dari
cunam tumpul. Jika terbentuk nanah dilakukan insisi dan belakang esofagus menuju ke mediastinum posterior,
drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal septikemia, perdarahan, edema, ruptur, dan aspirasi.
setinggi os. hyoid (3–4 jari di bawah mandibula). Insisi Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena
dilakukan di bawah dan paralel dengan korpus mandibula membahayakan jiwa. Namun dengan diagnosis dini,
melalui fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar perlindungan jalan nafas yang segera ditangani,
submaksilar. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas pemberian antibiotik intravena yang adekuat,
os. hyoid sampai batas bawah dagu. Perlu juga dilakukan penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh
pengobatan terhadap infeksi gigi untuk mencegah tanpa mengakibatkan komplikasi. 3,7,8,11
2,6,9,10
kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.
Daftar Pustaka
1. Free Encyclopedia. Ludwig’s angina. Available at: http://www.
Wikipedia.org
2. Fahruddin, Darnila. Abses leher dalam. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi 5 Jakarta; 2001.p.185-
9
3. Hartmann RW. Ludwig angina in children. Available at:
www.aafp.org
4. Colman HB. Disease of the nose, throat and ear, and head and
th
neck. 14 ed. Hall and Colman’s. Singapore; 1992.p.181
5. Adams LG, Boies RL, Higler AP. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6
Jakarta; 1994.p.345
6. Mansjoer A, et al. Angina ludwig. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
3. Jakarta:Media Aesculapius; 2000.p.124-5
7. Gandhi Monica, MD, MPH. Ludwig’s angina health. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medicineplus/ency/article/001047.htm
8. Lorenso, Pia. Ludwig’s angina associated with molar infection.
Available from : http://www.parentingteen.com
Gambar 7. Insisi ludwig Angina13
9. Balleger JJ. Ruang-ruang easia. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jakarta:Binarupa Aksara;
1994.p.299-301
10. Anias CR. Ludwig angina. Available from: http://
www.medstudens.com.br
11. Ghandi M. Ludwig’s angina. Available from: http://
www.medicalencyclopedia
12. Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery-
nd
O t o l a r y n g o l o g y. 2 e d . P h i l a d e l p h i a : L i p p i n c o t t - R a v e n ;
1998.p.673-5
13. Marchincuk MC. Deep neck infection. Available from: http://
www.emedicine.com
14. American Academy of Otolaryngology. Ludwig’s angina and deep
neck infection. Available from: http://www.entnet.org.
15. Rosen EJ, Bailey BJ. Deep neck spaces and infection. Availavle
from: http://www.ilkom.unsri.ac.id/
16. Chummings, CW. Odontogenic infection. Otolaryngology-Head and
nd
Neck Surgery. 2 ed
17. Ghorayeb BY. Submental abcess. Available from: http://
www.ghorayeb.com
18. Lanctot A. Ludwig’s angina in a 38 years old male with advance AIDS.
Gambar 8. Proses penjalaran ke mediastinum sebagai salah Available from: http://www.medstanford.edu?mmedschool/
13
satu komplikasi ludwig angina

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 35


LAPORAN KASUS

Abses Leher Dalam sebagai


Komplikasi Infeksi Odontogenic
Sutji Pratiwi Rahardjo
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNHAS

Abstrak. Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial, di antara fasia leher sebagai
akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus paranasali, telinga tengah, leher, dan lain-lain.
Infeksi biasanya dimulai dari jaringan lunak leher yang meluas ke ruang-ruang potensial . Apeks gigi molar rahang
bawah sangat erat hubungannya dengan m. mylohyoideus sehingga bila terjadi abses dentoalveolar, mudah
menembus ruang submaksilar dan menyebar secara perkontinuitatum ke ruang-ruang lain. Komplikasi yang paling
tinggi mortalitasnya pada penyakit ini adalah mediastinitis. Kami melaporkan 2 kasus abses leher dalam yang
berasal dari komplikasi infeksi odontogenic. Kasus pertama adalah angina Ludwig yang berasal dari infeksi gigi
4.8. Kasus kedua adalah masticatory abscess yang berasal dari infeksi gigi 4.8. Pada kasus 1 dan 2, pasien
datang dengan trismus, disfagia, febris dan tanpa obstruksi jalan napas. Pada pasien dilakukan drainase abses
dan pemberian antibiotik parenteral sesuai kultur dan sensitivitas. Hasil terapi baik, maka pasien melakukan ekstraksi
gigi untuk menghilangkan fokus infeksi setelah rawat jalan.

Kata kunci: abses leher dalam, angina Ludwig, masticatory abscess

Pendahuluan leher dalam disebabkan oleh penyebaran dari infeksi yang


Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam berasal dari faring dan tonsil. Setelah ditemukannya
ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat antibiotik, infeksi gigi merupakan sumber infeksi paling
penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus banyak yang dapat menyebabkan abses leher dalam.
paranasal, telinga tengah, leher, dan lainnya. Tergantung Kebersihan gigi yang kurang dan penyalahgunaan obat
ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis setempat intravena bisa menjadi faktor penyebab tersering pada orang
berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi dewasa.2,5
1,2 2
infeksi. Penyebab infeksi leher dalam sebagai berikut:
Sejak ditemukannya antibiotik, secara signifikan angka  Infeksi pada faring dan tonsil
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) kasus  Infeksi atau abses dental
abses leher dalam menurun secara drastis. Walaupun  Prosedur bedah mulut atau pengangkatan kawat gigi
demikian, abses leher dalam tetap merupakan salah satu  Infeksi atau obstruksi glandula saliva
kasus kegawatan di bidang THT. Keterlambatan dalam  Trauma kavum oris dan faring
diagnosis dan pemberian terapi yang tidak adekuat dapat  Pemeriksaan, terutama esofagoskopi atau bronkoskopi
mengakibatkan komplikasi yang dapat membahayakan  Aspirasi benda asing
jiwa, seperti mediastinitis, dengan angka mortalitas sebesar  Limfadenitis servikal
2,3
40%. Karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman  Anomali celah brakial
anatomi yang baik tentang fasia dan ruang potensial serta  Kista ductus tyroglossalis
faktor penyebab dari abses leher dalam agar dapat  Tiroiditis
memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan  Mastoiditis dengan petrositis dan Bezold’s abscess
penatalaksanaan yang adekuat.1,3,4  Penggunaan obat intravena
 Nekrosis dan supurasi masa atau limfonodus servikalis
Etiologi maligna
Sebelum ditemukannya antibiotik, 70% dari kasus abses

36 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


Berbagai jenis organisme ditemukan pada abses leher Pemeriksaan THT
dalam. Kebanyakan abses mengandung flora bakteri Inspeksi: fluktuasi di bawah leher, batas tidak jelas, saat di
campuran. Pada suatu penelitian, rata-rata ditemukan lebih palpasi kesan seperti papan, teraba panas, tetapi tidak nyeri.
dari 5 spesies yang diisolasi pada satu kasus.2,5,6 Telinga: telinga kanan dan kiri tidak ada kelainan. Hidung:
Streptococcus, terutama hemolytic, dan staphylococcus konka nasalis dan septum nasi kesan normal. Tenggorok:
adalah patogen aerob yang sering ditemukan. Isolat aerob tidak dapat dinilai karena trismus ± 2 cm.
yang lain adalah bakteri Diptheroid, Neisseria, Klebsiella, dan Pemeriksaan Penunjang
Haemophillus.2 Laboratorium:
3 3 6 3
Kebanyakan abses odontogenic melibatkan patogen Hb:13g/dL, lekosit: 20x10 /mm , eritrosit: 4.48x10 /mm ,
3 3
anaerob misalnya spesies Bacteroides, terutama Bacteroides trombosit: 247x10 /mm , GDS: 229 mg/dL, ureum: 90.7 u/
melaninogenicus, dan Peptostreptococcus.2,5 L, kreatinin: 1,47 u/L, SGOT: 78.3 u/L, SGPT: 52.7 u/L
Radiologi: foto toraks: kesan normal. Foto servikal AP dan
Kasus lateral: soft tissue swelling dengan gambaran lusen di
Kasus Pertama dalamnya. Di daerah prefaringal dan parafaringal disertai
Pasien laki-laki, 35 tahun, dengan keluhan utama terdapat dengan kompresi pada ke-2 sisi trakea terutama sisi kiri,
pembengkakan di bawah dagu yang terasa hangat dan keras, sesuai dengan gambaran abses prefaringal dan parafaringal.
susah makan terutama makanan padat, tetapi masih dapat
minum. Sembilan hari sebelumnya penderita mengeluh
sakit pada gigi geraham kiri bawah, lalu berobat di
Puskesmas namun tidak ada perubahan. Pasien merasa ada
cairan nanah yang merembes keluar melalui akar giginya
yang rusak. Dua hari sebelum masuk RS penderita tidak
dapat membuka mulut dan disertai suhu badan yang agak
tinggi, sakit kepala namun sesak belum ada.
Pemeriksaan Fisis:
Keadaan umum: sedikit lemah/gizi cukup/ sadar. Tanda
vital: tekanan darah (TD):120/80 mm Hg, nadi (N): 100x/
o
mnt, suhu (S): 38,5 C, pernapasan (P): 28x/mnt. Terlihat
trismus ± 2 cm, hipersalivasi. Melalui celah di antara gigi
tampak sisa gangren radiks pada M3 kiri bawah. Sesak
belum dirasakan oleh penderita.

Foto panoramic: karies profunda gigi 3.7 dan gigi 4.8 disertai
abses periapikal.

Diagnosis kerja: angina Ludwig


Penatalaksanaan:
IVFD RL: Dextrose 5% 1:1.28 tts/mnt
Clindamycin 3x300 mg p.o
Metronidazole 500 mg/12 jam/IV drips

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 37


Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Novalgin 1 ampul/8 jam/IV
Pasang NGT, diet bubur saring (TKTP per sonde)
Awasi jalan nafas dan tanda-tanda vital (T,N,S,P)
Konsul bagian gigi, mulut dan bagian interna
Perawatan hari ke-1
Tanda vital: T: 120/70 mmHg, N: 88x/mnt, S: 38°C, P: 20x/
mnt. Keadaan umum: sedikit lemah. Trismus ± 2 cm,
odinofagi (+), febris ada, disfagia (+) (makanan padat)
Edema pada daerah submental dan submandibula, fluktuasi
(+), sesak (-).

Penatalaksanaan :
o IVFD RL: dextrose 5% 1; 1.28 tetes/mnt.
o Clindamycin 3x300mg (per sonde)
o Dexamethasone 1 amp/8 jam/IV
o Novalgin 1 amp/8 jam/IV
o Diet bubur saring TKTP (per sonde)
o Dilakukan pungsi dan aspirasi di daerah submental,
kesan pus disertai darah kurang lebih 50 cc
o Kultur dan sensitivitas tes
o Jawaban konsul bagian Gigi dan Mulut: setuju dilakukan
ekstraksi sisa akar gigi M3 kiri bawah, jika trismus
berkurang
o Jawaban konsul Penyakit Dalam: terdapat gangguan
fungsi ginjal mungkin disebabkan oleh intake cairan Pemeriksaan THT
tidak adekuat. Usul: rehidrasi (keseimbangan cairan), Inspeksi: benjolan di pipi sebelah kiri mulai daerah zygoma
kontrol ulang ureum dan kreatinin beberapa hari ke bawah sampai di daerah submental dan angulus
kemudian, periksa GDP, TTGO. mandibula kiri. Palpasi: nyeri tekan (+), fluktuasi (+).
Telinga: telinga kanan dan kiri tidak ada kelainan. Hidung:
Perawatan hari ke-8: konka nasalis dan septum nasi kesan normal. Tenggorok:
Keadaan umum: tidak dapat dinilai karena trismus ± 2 cm.
Membaik. Pemeriksaan penunjang
o
Tanda vital: T: 120/70 mmHg, N: 88x/mnt, S: 37,3 C, P: Laboratorium: Hb:16g/dL, leukosit 21.1x103/mm3, GDS: 95
20x/mnt mg/dL, ureum 34 mg/dL, kreatinin 1.7 mg/dL, SGOT 17
Trismus ± 3 cm, odinofagi (±), disfagia mulai berkurang, u/L, SGPT 15 u/L.
pus sisa sedikit pada drain. Ganti obat oral yaitu: Radiologi:
Clindamycin 3x300 mg, dexametazone 3x1 tablet, mefenamat Foto toraks: dalam batas normal, foto servikal AP/ lateral:
acid 3x500 mg, ekstraksi gigi. tidak ada kelainan radiologik.

Kasus Kedua:
Pasien laki-laki, 28 tahun, dengan keluhan utama terdapat
pembengkakan daerah pipi sebelah kiri ± 7 hari sebelum
masuk RS. Dua hari sebelum masuk RS, penderita tidak
dapat membuka mulut, disertai sakit bila menelan. Demam,
sakit kepala, tetapi tidak ada sesak
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : sakit sedang/ gizi baik/ sadar. Tanda vital:
T: 110/60 mmHg, N: 72x/mnt, S: 36.5°C, P: 20x/ mnt, terlihat
trismus ± 1 cm, hipersalivasi. Tampak sisa akar gigi M2 dan
M3 rahang bawah kiri. Tidak terdapat adanya sesak.

38 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


kasus. Adanya trismus dan letak anatomi yang berdekatan
antara apeks radiks gigi, ruang submandibular dan
masticatory menunjukkan kemungkinan adanya penyebaran
infeksi dari gigi.10 Trismus dapat juga terjadi akibat iritasi
pada m. masseter dan tendon m. pterygoideus internus yang
terdapat di ruang masticatory. Dari ruang masticatory, infeksi
dapat dengan mudah menyebar ke ruang parafaring, oleh
karena parafaring terletak di anterolateral dari ruang
masticatory.
Pertimbangan pertama pada pasien dengan angina
Ludwig adalah kontrol jalan napas. Edema lidah dan mulut,
Foto panoramic: karies profunda gigi 3.7 dan gigi 4.8 disertai serta adanya trismus adalah halangan untuk melakukan
abses periapikal. intubasi oral. Trakeostomi dipertimbangkan bila ada tanda-
tanda sumbatan jalan napas.8 Pada kedua kasus ini tidak
Diagnosis kerja: masticatory abscess sinistra ditemukan adanya hambatan jalan nafas. Pada kasus
Penatalaksanaan: pertama, pus yang terdapat di ruang sublingual dapat di
IVFD RL: Dextrosa 5% 1:1 28 tetes/mnt. Ampicillin 1 gr/8 drainase dengan baik melalui fistula intraoral (sisa akar gigi
jam/IV (skin test). Metronidazole 500 mg/12 jam/IV/drip. yang mengeluarkan pus). Gambaran foto servikal AP dan
Novalgin 1 amp/8 jam/IV. Dexamethasone 1 amp/8 jam/IV. lateral, tampak bahwa selain abses di submental, juga
Konsul bagian Gigi dan Mulut terdapat abses di parafaringal yang menekan trakea.
Perawatan hari I Hubungan anatomi antara masing-masing ruang potensial
Keadaan umum: sakit sedang/gizi cukup/sadar. Tanda adalah sebagai berikut kasus kedua, pasien datang dengan
vital: T: 110/60 mmHg, N : 72x/mnt, S : 36.5oC ,P : 20 x/ pembengkakan pada pipi kiri. Setelah dilakukan insisi dan
mnt. Terlihat trismus ± 1 cm, bengkak pada pipi sebelah drainase pada daerah angulus mandibula, keluar pus warna
kiri. Dilakukan insisi dan drainase ± 1 cm di bawah angulus kuning kehijauan. Keadaan umum penderita menjadi lebih
mandibula kiri, kesan pus warna kuning kehijauan, foetor baik, setelah eksplorasi dan pemberian antibiotik yang
2
(+). Kultur dan sensitivitas. Jawaban konsul Gigi dan Mulut: sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas.
ekstraksi gigi dilakukan setelah trismus berkurang.
Perawatan hari ke-9 Daftar Pustaka
Keadaan umum: sakit sedang/gizi cukup/sadar. 1. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
o Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Tanda vital: T: 110/60 mmHg, N: 72x/mnt, S: 36.5 C, P: 20 Indonesia; 2000.p.184-8
x/mnt. 2. Driscoll BP, Scott B, Stiernberg C. Deep neck space infection.
Trismus membaik ± 3 cm, bengkak pada pipi sebelah kiri In: Bailey, ed. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 2 nd ed.
Vol 1. Philadelphia New York:Lippincott-Raven; 2002.p.819-35
sudah tidak ada. Odinofagi tidak ada. 3. Lee Kj. Neck spaces and fascial planes. In: Essential
Penatalaksanaan: ganti dengan obat oral yaitu: Otolryngology Head & Neck Surgery. 8 th ed. New York:McGraw-
chloramphenicol 3x500 mg, dexamethasone 2x1 tablet, Na Hill.p.422-37
4. Ballenger JJ. Snow JB. Ruang-ruang fasia. Dalam: Staf Ahli
diclofenac 2x50 mg, ekstraksi gigi dan pasien dipulangkan. Bagian THT RSCM-FKUI, ed. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. 13 th edition. Jakarta:Bina Rupa
Aksara;1996.p.295-303
Pembahasan 5. Marcincuk MC. Deep neck infections. Available from: http://
Kasus pertama merupakan kasus angina Ludwig yang www. emedicine.com/ specialties/ otolaryngology and Facial
mengenai beberapa ruang leher dalam yaitu ruang Plastic Surgery
6. Jimenez Y, et al. Odontogenic infections complications. Systemic
submental, submandibular, ruang visera anterior dengan
manifestations. In: Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2004; 9 Suppl:SJ
sumber infeksi berasal dari gigi molar rahang bawah. 39-47
Penjalaran penyakit diawali dengan sakit gigi kemudian 7. Beck HJ. Salassa JR. McCaffrey T, et al. Life-threatening soft tissue
infections of the neck. Laryngoscope 1984; 94: 54-62
diikuti pembengkakan di dagu. Penyebaran infeksi yang 8. Bross-Soriano D, et al. Management of ludwig’s angina with small
berlanjut ke submental dan submandibula tanpa diketahui neck incisions: 18 years experience. Otolaryngol Head Neck Surg
ruang mana yang terkena lebih dahulu. Sedangkan kasus 2004; 130:712-7
9. Levine T et al. Mediastinitis occurring as a complication of
kedua merupakan kasus masticatory abscess. odontogenic infections. Laryngoscope 986; 96:747-9
Menurut Boss-Sorvino, et al., faktor penyebab infeksi 10. Zainuddin H, dkk. Abses mastikator. Kumpulan Naskah Ilmiah
odontogenic dan periodontal merupakan 75-90% dari seluruh Konggres Nasional VIII. PERHATI; 1986.p.649-54

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 39


LAPORAN KASUS

Prune-Belly Syndrome:
A Case Report
Leecarlo Millano
The Pediatrics Department of PGI Cikini’s Hospital
Jakarta

Abstract. The incidence of prune-belly syndrome (PBS) is 1 in 35,000 to 50,000 live births. It characterized by three
main signs: deficiency of the abdominal muscles, undescended testis, and abnormality of the urinary tract.
A 2.6 year-old boy was diagnosed with PBS. He presented with right lateral abdominal enlargement and urinary in
continence. The diagnosis, was made base on the physical examinations and laboratory findings, was not performed
abdominal tumor.
At 9 days hospitalization, the physicians suspected PBS.

C
ongenital absence of the abdominal musculature was degree of urinary tract stasis or obstruction and infection
first recognized and described by Frolich in 1839. It that impairs renal function later in life. 3
was not until 1895 that accompanying urinary tract The PBS is associated with trisomy 18 and 21. Patients with
abnormalities and undescended testes were linked to the lax PBS also have an increased incidence of tetralogy of Fallot (TF)
abdominal wall by Parker. At the turn of the century, Sir and ventriculoseptal defects.5,7 Cardiac abnormalities occur in
William Osler accurately described an infant with the 10% of cases, and more than 50% have abnormalities of the
syndrome, and by likening the abdomen to a prune, coined musculoskeletal system, including limb abnormalities and
the term “prune-belly syndrome”.1 scoliosis.2
This syndrome, also known as abdominal deficiency syndrome or This is a rare case. There‘s only a few literatures about this
2-7
Eagle-Barrett syndrome. syndrome; no wonder not all physicians realize that the patient
The abdominal flaccidity may cause several has this syndrome.
conditions, including lordosis and respiratory infections The incidence among males is 18-20 times higher than in
5
owing to a lack of abdominal support. The testes, located females. Only about 3-5% of patients with prune-belly
inside the abdomen, are indistinguishable from syndrome are females.2,7,9
cryptorchid testes of nonsyndromic patients. When
untreated, despite adequate testosterone levels, the testes Case Report
disclose a lack of spermatogenesis after puberty. The A 2.6-year-old boy, was referred to PGI CIKINI hospital, Jakarta.
urinary tract presents with varying degrees of renal from a hospital in Merauke, West Papua Province, with a right
dysplasia and ureteropelvic dilation and redundancy, lateral abdominal enlargement (figure 1), urinary incontinence,
particularly in the distal ureter. Large capacity bladders and fever for almost a week. His parents said that all signs
are generally present, in association with urachal (excluding fever) had been showed since the patient was born,
diverticulum or fistula, and with large postvoid residual and it got worse. His past medical and family history were
volumes. 3,8 Vesicoureteral reflux (VUR) occurs in two noncontributory.
thirds of patients. 2,3 The prognosis may depend on the

40 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


aminotransferase was 28 U/l, and the alanine
aminotransferase was 23 U/l. The γ-GT was 21
U/l. The sodium serum was 134 mmol/l, the
potassium serum was 2.7 mEq/l, and the
calcium serum was 9.7 mmol/l. The urinalysis
showed that the leukocytes count was >300
cells/hpf (reference: 2-3 cells/hpf), and the
erythrocytes count was >100 cells/hpf
A B (reference: 1-3 cells/hpf ). With these physical
examination and laboratory findings, our
temporary diagnosis was abdominal tumor
with the urinary tract infection, and
undescended testis. Daily intravenous
cefotaxime 100 mg/kg body weight and
paracetamol 10 mg/kg body weight every six
hours was initially given to the patient. A Folley
cathether no. 8 was inserted into urethra.
C D At 2 days of hospitalization, the
Figure 1. The patient had presented classical signs of prune-belly syndrome: body temperature was 380C. The a-Fetoprotein
abdominal wall flaccidity (on right lateral the abdominal wall), unilateral/bilateral (AFP) was 0.84 mg/dl (reference: 0-15 mg/dl).
intra-abdominal cryptorchidism, and urologic abnormalities. The abdomen radiograph showed mild
widening on both pelviocalyces system, and
The patient was born at 32 weeks of gestation by there were dilatation of the ureters and possibly enlargement
spontaneous vaginal delivery to a 20-year-old woman (gravida of the bladder (Figure 2). The urine culture which collected
1, para 0, abortus 0) after an uncomplicated pregnancy when admission was negative.
delivered by a midwife and his weihging 2,700 g. After
delivery, the patient had cried, active, negative cyanotic, and
an abdominal enlargement.
Physical examination was done when he arrived at CIKINI
hospital-Jakarta. He, was known to have a fever and an urinary
incontinence. The weight was 12.5 kg; the body temperature
was 38.60C (axilla); the respiratory rate was 24 per minute; the
heart rate was 120 per minute; the blood pressure was 100/70
mmHg; the sounds of heart were normal. The right side of
abdomen was on enlarge and its soft to the touch. A palpable
mass on the right side of the abdomen was diagnosed as the
bowel, without hepatosplenomegaly. The abdomen
auscultation was normal. There was no pain when palpilated.
On the palpation of testes, there was an undescended testis.
The extremities were warm with adequate peripheral pulses.
The signs of meningeal irritation, pharyngitis, rash, or muscle
tenderness were absent.
The laboratory tests showed; leukocytes count was 14,100
cells/mm 3 (reference 5,000-10,000 cells/mm 3 ) with 1%
neutrophils, 50% bands, 45% lymphocytes, and 6% monocytes.
The hemoglobin was 11.8% g/dl and the platelets were
387x103/mm3. The sedimentation rate was 66/1 hour. The Figure 2. The abdomen radiograph was taken at 2 days of
3
mean corpuscular volume was 74 mcm , the mean corpuscular hospitalization. The bowel was pressed on to the right side of
hemoglobin was 24.6 pg, and the mean corpuscular abdomen. The distal ureter was more dilated on its distal segment.
hemoglobin concentration was 33.4 g/dl. The serum creatinine
was 0.6 mg/dL, the serum urea nitrogen was 21 mg/dl. The The CT scans of the abdomen showed urine retention with
total protein was 7.6 g/dl, the serum albumin was 3.7 g/dl, bilateral hydroureter and hydronefrosis. It was possibly
the serum globulin was 3.9 g/dl. The aspartate because of the a bladder stenosis (Figure 3).

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 41


Figure 5. USG of left testis

At 9 days of hospitalization, the patient complained of


0
diarrhea. The temperature was 37.6 C. The feces culture
positive for Enterobacter aerogenesis. The probiotic which
contained Lactobacillus was given, 2 sacchets daily. A pediatrics‘
nephrologist was consulted. The diagnostic procedure was
performed as a PBS.
At 10 days of hospitalization, the urinalysis tests was
0
normal. The temperature was 37.5 C. The intravenous
administration of cefotaxime was stopped.
At 13 days of hospitalization, the patient was afebrile. The
Figure 3. The kidneys were normal, with a mild widening pediatrics‘ nephrologist given an oral cephalexin 3x100 mg
pelviocalyces system. This scanning clearly showed that the three times a daily as a prophylaxis. This drug should be
bowel pressed on to the lateral side of the abdomen. administered until day 14.
At 16 days of hospitalization, the patient was discharged
At 3 days of hospitalization, the electrolyte serum tests were and instructed to complete the administration of the oral
reevaluated. The sodium serum was 138 mmol/l, the cephalexin.
potassium serum was 2.9 mEq/l, the calcium serum was 9.5
mg/dl, and the β-HCG results was <0.10. Discussion
The scrotum ultrasonography was taken at 4 days of PBS can be diagnosed prenatally by a combination of
hospitalization. The result was an undescended right testis ultrasonographic findings: megacystis, bilateral ureteral
(Figure 4 & 5). dilation, and signs of abdominal wall laxity. The diagnosis has
been made as early as 12 weeks of gestation. Although prenatal
diagnosis is possible, it is very difficult to differentiate PBS
from changes secondary to posterior urethral valves and
urethral atresia.10
Unfortunately the cause of the PBS has produced an
intriguing, unsettled controversy. Classical thinking on
embryogenesis assumes a primary somatic defect in the
1,8
developing abdominal wall. The prevailing theory is the
theory of mesodermal arrest, which would explain the
involvement of the genitourinary tract, the testis, and the
abdominal wall. A noxious insult would have to occur between
the 6th and 10th weeks of gestation. Some place that insult at 3
weeks of embryogenesis, which possibly explains the prostatic
hypoplasia and poor glandular development. The mesodermal
arrest theory is supported by the histologic findings in the
Figure 4. USG of right testis abdominal wall, the urinary tract, and the male genital system.

42 DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008


The abundance of fibrous tissue, collagen, and connective tissue back pain.14
with sparsely placed muscle throughout the urinary tract Several innovations in abdominal wall reconstruction
speaks more of a mesodermal differentiation problem than one have been developed over the years. Dénes, et al., showed
of obstruction.7 that abdominoplasty resulted in immediate functional
In this case, although the classical symptoms of PBS were and cosmetic improvement compared with the
showed, we had not noticed it. It was because the limited preoperative status, with decreased flaccidity and better
experiences and literatures. As, initial diagnosis before 9 days orthostatic posture in older patients. Parental satisfaction
of hospitalization was an abdominal tumor with urinary tract in all cases was significant. 3,7,13
infection and undescended testis.
Woodard, classified PBS patients into three groups. In Conclusion
group 1 (20% of cases), significant renal dysplasia and Regardless of how an individual patient might be treated, he
pulmonary hypoplasia is present, and most patients are still will require long-term treatment follow-up surveillance. As
born or die shortly after birth. In group 2 (40%), despite many more long-term results are reported, the optimal treatment plan
anatomic and functional abnormalities, adequate renal function should become more obvious.11
is present at birth, but may become compromised by
obstruction and infection. One third of untreated patients in References
group 2 die within the first 2 years of renal failure or sepsis. 1. Randolph J, Cavett C, Eng G. Surgical correction and
Patients in group 3 (40%) present with mild urinary tract rehabilitation for children with ”prune-belly” syndrome. Ann
Surg 1981; 193(6):757-62
abnormalities, ensuring normal function and survival in 2. Gonzales R. Urologic disorders in infants and children. In: Nelson
most patients. 3 Based on the physical examination and WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson Textbook
laboratory findings, we temporary suspected the patient was of Pediatrics. 15 th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company;1996.p.1527-53
in the group 3. 3. Dénes FT, Arap MA, Giron AM, et al. Comprehensive surgical
The main problem to this patient is the recurrency of treatment of prune belly syndrome: 17 years‘ experience with
32 patients. Pediatric Urology 2004; 64(4):789-93
urinary tract infection because the upper urinary tract stasis,
4. Moerman P, Fryns JP, Goddeeris P, et al. Pathogenesis of the
poor bladder emptying, vesicoureteral reflux, and prune-belly syndrome: a functional urethral obstruction caused
bacteriuria in various combinations are the factors that have by prostatic hypoplasia. Pediatrics 1984; 73(issue 4):470-5.
11,12 Abstract
led to poor long-term prognosis. Even with aggressive
5. Cazorla E, Ruiz F, Abad A, et al. Prune belly syndrome: early
antibiotic therapy, urinary stasis, and repeat infections are antenatal diagnosis. European Journal of Obstetrics & Gynaecology
thought to lead to inevitable loss of renal function. and Reproductive Biology 1997; 72:31-3
6. Ramasamy R, Haviland M, Woodard JR, et al. Patterns of
Regardless, ureteral reimplantation in patients with PBS can inheritance in familial prune belly syndrome. Urology 2005;
be quite difficult and is not infrequently fraught with 65(6):1227:e26-7
complications. 7 7. Franco I, Langenstroer P, Talavera F, et al. Prune belly syndrome.
Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic3055.htm.
Unfortunately, management of the undescended testis in Accessed month year
this patient was useless. Reports by experienced observers have 8. Kuga T, Esato K, Sase M, et al. Prune belly syndrome with penile
confirmed that it is usually impossible to bring the abdominal and urethral agenesis: report of a case. J Pediatr Surg 1998;
33(12):1825-8
testicle into a scrotal position in the two years of age or older 9. Güvenç M, Güvenç H, Aygün D, et al. Prune-belly syndrome
patients by a simple orchiopexy. Besides that, a later evaluation associated with omphalocele in a female newborn. J Ped Surg
of Woodard‘s initial group of patients undergoing neonatal 1995; 30(6):896-7
10. Perez-Brayfield MR, Gatti J, Berkman S, et al. In utero intervention
transabdominal orchiopexy showed them to have higher in a patient with prune belly syndrome and severe urethral
testosterone levels than a comparable group of contemporary hypoplasia. Urology 2001; 57(6):1178vii-ix.
11. Woodard JR, Zucker I. Current management of the dilated urinary
patients having staged or Fowler-Stephens orchiopexy when
tract in prune belly syndrome. Urol Clin North Am 1990; 17(2):407-
older. Based on that experience, Woodard and other 18. Abstract
researchers recommend that transabdominal bilateral 12. Lum GM. Kidney and urinary tract. In: Hay WW, Hayward
AR, Levin MJ, Sondheimer JM, editors. Current Pediatric
orchiopexy be performed sometime in the first 6 months of
1,3,7,13
Diagnosis and Treatment. 15th edition. New York: McGraw-Hill;
life. 2001:p.609-31
Abdominal wall reconstructrion should be performed for 13. Woodard JR. Prune-belly syndrome: a personal learning
experience. BJU 2003; 92(S1):10-1
this patient, because it has been prove in improving respiratory 14. Lam KS, Mehdian SH. Importance of an intact abdominal
function and for cosmetical reasons. musculature mechanism in maintaining spinal sagittal balance:
Congenital abdominal musculature in PBS, loss of spinal case study in prune-belly syndrome. J of Bone and Joint Surgery
2003;85-B(Issue SUPP I):22-23. Abstract.
function and stability that could lead to development of low

DEXA MEDIA, No. 1, Vol. 21, Januari - Maret 2008 43

You might also like