Professional Documents
Culture Documents
Redaksi menerima tulisan asli/tinjauan pustaka, penelitian atau cancer patient and the effects of blood transfusion on an-
laporan kasus dengan foto-foto asli dalam bidang Kedokteran dan titumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33
Farmasi. 11. Nomor halaman dalam angka romawi
1. Tulisan yang dikirimkan kepada Redaksi adalah tulisan yang Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology
belum pernah dipublikasikan di tempat lain dalam bentuk and hematology. Introduction Hematol Oncol Clin North Am
cetakan. 1995; Apr; 9(2):xi-xii
2. Tulisan berupa ketikan dan diserahkan dalam bentuk disket,
diketik di program MS Word dan print-out dan dikirimkan ke Buku dan monograf lain
alamat redaksi atau melalui e-mail kami. 12.Penulis perseorangan
3. Pengetikan dengan point 12 spasi ganda pada kertas ukuran Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills
kuarto (A4) dan tidak timbal balik. for nurses. 2nd ed. Albany (NY):Delmar Publishers; 1996
4. Semua tulisan disertai abstrak dan kata kunci (key words). 13.Editor sebagai penulis
Abstrak hendaknya tidak melebihi 200 kata. Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for eldery
5. Judul tulisan tidak melebihi 16 kata, bila panjang harap di pecah people. New York:Churchill Livingstone; 1996
menjadi anak judul. 14.Organisasi sebagai penulis
6. Nama penulis harap di sertai alamat kerja yang jelas. Institute of Medicine (US). Looking at the future of the
7. Harap menghindari penggunaan singkatan-singkatan medicaid program. Washington:The Institute; 1992
8. Penulisan rujukan memakai sistem nomor (Vancouver style), 15.Bab dalam buku
lihat contoh penulisan daftar pustaka. Catatan: menurut pola Vancouver ini untuk halaman diberi tanda p,
9. Bila ada tabel atau gambar harap diberi judul dan keterangan bukan tanda baca titik dua seperti pola sebelumnya).
yang cukup. Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh
10. Untuk foto, harap jangan ditempel atau di jepit di kertas tetapi JH, Brenner BM, editors. Hypertension: Patophysiology,
dimasukkan ke dalam sampul khusus. Beri judul dan keterangan Diagnosis and Management. 2nded. New York:Raven Press;
yang lengkap pada tulisan. 1995.p.465-78
11. Tulisan yang sudah diedit apabila perlu akan kami konsultasikan 16.Prosiding konferensi
kepada peer reviewer. Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent Advances in clinical
12. Tulisan disertai data penulis/curriculum vitae, juga alamat email neurophysiology. Proceedings of the 10 t h International
(jika ada), no. telp/fax yang dapat dihubungi dengan cepat. Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-
19; Kyoto, Japan. Amsterdam:Elsevier; 1996
Contoh Penulisan Daftar Pustaka 17.Makalah dalam konferensi
Daftar pustaka di tulis sesuai aturan Vancouver, diberi nomor sesuai Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection,
urutan pemunculan dalam keseluruhan tulisan, bukan menurut abjad. privacy and security in medical information. In: Lun KC,
Bila nama penulis lebih dari 6 orang, tulis nama 6 orang pertama diikuti Degoulet P, Piemme TE, editors. MEDINFO 92. Proceedings of
et al. Jumlah daftar pustaka dibatasi tidak lebih dari 25 buah dan terbitan the 7 th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-
satu dekade terakhir. 1 0 ; G e n e va , S w i t ze r l a n d . A m s t e r d a m : N o r t h - H o l l a n ;
Artikel dalam jurnal 1992.p.1561-5
1. Artikel standar 18.Laporan ilmiah atau laporan teknis
Vega KJ,Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:
with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Smith P, Golladay K. Payment for durable medi-cal
Med 1996; 124(11):980-3. Lebih dari 6 penulis: Parkin DM, Clayton equipment billed during skilled nursing facility stays. Final
D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leu- report. Dallas(TX):Dept.of Health and Human Services (US),
kaemia in Europe after Chernobyl: 5 years follow-up. Br J Cancer Office of Evaluation and Inspections; 1994 Oct. Report No.:
1996; 73:1006-12 HHSIGOEI69200860
2. Suatu organisasi sebagai penulis Diterbitkan oleh unit pelaksana:
The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical Exercise Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Health Services
Stress Testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust R e s e a r c h : W o r k F o r c e a n d E d u c a t i o n I s s u e s.
1996; 164:282-4 Washington:National Academy Press; 1995. Contract No.:
3. Tanpa nama penulis AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care
Cancer in South Africa (editorial). S Afr Med J 1994; 84:15 Policy and Research
4. Artikel tidak dalam bahasa Inggris 19. Disertasi
Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar Kaplan SJ. Post-hospital home health care: The eldery’s
seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO):
1996; 116:41-2 Washington Univ.; 1995
5. Volum dengan suplemen 20.Artikel dalam koran
Shen HM, Zhang QE. Risk assessment of nickel Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study
carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post
Health Perspect 1994; 102 Suppl 1:275-82 1996 Jun 21; Sept A:3 (col.5)
6. Edisi dengan suplemen 21.Materi audio visual
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women’s psychological HIV + AIDS: The facts and the future [videocassette]. St.
reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996; 23(1 Suppl Louis (MO): Mosby-Year Book; 1995
2):89-97
7. Volum dengan bagian Materi elektronik
Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid 22.Artikel jurnal dalam format elektronik
in non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Morse SS. Factors in the emergence of infection diseases.
Biochem 1995;32(Pt 3):303-6 Emerg Infect Dis [serial online] 1995 jan-Mar [cited 1996 Jun
8. Edisi dengan bagian 5];1(1):[24 screens]. Available from: URL:HYPERLINK
Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap 23.Monograf dalam format elektronik
lacerations of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990; CDI, Clinical dermatology illustrated [monograph on CD-
107(986 Pt 1):377-8 ROM]. Reeves JRT, maibach H. CMEA Multimedia Group,
9. Edisi tanpa volum producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995
Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle 24.Arsip komputer
arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995; Hemodynamics III: The ups and downs of hemodynamics
(320):110-4 [computer program]. Version 2.2. Orlando [FL]: Computerized
10.Tanpa edisi atau volum Educational Systems
Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of the
Abstract. Sepsis is a clinical syndrome as an overactive body response to microorganismal product stimuli.
Manifestations of fever, tachycardia, tachypneu, hypotension and organ malfunction are related with the
cardiovascular problem level.
The sepsis clinical signs is hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C), tachypneu (respiratory rate >20/minute),
3 3
tachycardia (pulse >100/minute), leukocytosis (>12.000/mm ) or leukopenia (>4.000/mm , immature cell (10%),
suspected infection, and biomarker sign: PcT, CrP (ccm 2003).
Septic shock as a subset, septic shock is defined as septic-induced hypotension which is permanent even after
fluid resuscitation, with tissue hypoperfusion.
The septic shock clinical signs are early phase signs (e.g volume depletion, dry mucosal layer, dry and humid
skin), post fluid resuscitation signs (hyperdynamic shock, e.g. tachycardia, hard and wide arterial pulse, palpatory
hyperdynamic precordium and warm extrimities) associated with sepsis manifestations and hipoperfusion signs
(e.g. tachypneu, oliguria, cyanosis, mottling, ischemic finger, mental change).
In accordance with EGDT (Early Goal Directed Therapy) protocol, the early management covers by giving crystalloid
colloid fluid replacements. The unresponsive patients to this fluid replacement, then, should be treated with vasoactive
drugs. There is still debateful in determining the best vasoactive drugs used in septic shock.
The main therapeutical target is the recovery of tissue perfusion by increasing the Mean Arterial Pressure (MAP)
to 65 till 75 mmHg. The other needed target is myocardial contractility increase if it is appropriate and good tissue
oxygen supply. Vasoconstrictors is strong enough to produce SVR and blood pressure increase without having at
all effect on increasing arterial pulse, MAP increase at 65-75 mmHg, at the used dose of 47 µg/minute, maintaining
the heart rate of 97-101/minute. Norepinephrine is still potential for alpha-1 receptor agonist first choice management
in septic shock.
koloid akan terdapat tetap di dalam intravaskular dan akhirnya ≥65 and ≤90 mmHg
koloid meninggikan tekanan onkotik plasma. Ini akan <70% Transfusion of red cells
≥70%
ScvO 2 until hematocrit ≥30% <70%
menghambat kehilangan cairan selanjutnya dari sirkulasi dan
Inotropic agents
≥70%
kemungkinan hal ini menguntungkan. Agaknya
mikrovaskulatur masih mempunyai kemampuan untuk No Goals
mempertahankan gradien protein, walaupun terdapat achieved
Ekstravasasi di daerah sekitar melalui kateter plastik ke dalam vena besar/sentral. Karena
efek pada reseptor α1, norepinephrine dosis 10-15 mcg/kgbb/
infus akan dapat berakibat menit hanya dipakai pada keadaan dimana tekanan darah tidak
dapat dipulihkan dengan berbagai cara; dapat dipakai
nekrosis. Norepinefrin dan kombinasi dengan dopamin.
Rating menunjukkan derajat efek dari penurunan ringan (-) Daftar Pustaka
sampai peningkatan mencolok (2+) CO, cardiac output; MAP, 1. Guntur HA. Terapi sepsis; SIRS & sepsis. In: Imunologi, Diagnosis,
Penatalaksanaan. Sebelas Maret University Press, 2006.p.10
mean arterial pressure; SVR, systemic vascular resistance. 2. Osborn TM. Early goal-directed therapy in severe and septic
* Aktivitas tergantung pada dosis. shock revisited*. Chest 2006; 130:1579-95
3. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, et al. Early goal-directed therapy
in the treatment of severe sepsis and septic shock. The New
Rasionalisasi Obat Vasoaktif England Journal of Medicine 2001; 345:1368-77
Pasien yang tidak merespon terapi cairan harus diberikan 4. Reihart K, Jena. Vasopressor agents. Programme abstrak book: 25.
obat vasoaktif. An International Symposium Sepsis 2007. Institute Pasteur: Paris,
France; 2007
Ada silang pendapat tentang obat vasoaktif terbaik dalam 5. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. Surviving sepsis campaign
syok septik. guidelines for management of severe sepsis and septic shock.
Critical Care Medicine 2004; 32(3):858-73
Sasaran utama adalah memulihkan dengan cepat perfusi
6. Vincent JL, Moreno R, Takala J, et al. The SOFA (sepsis-related
jaringan dengan meningkatkan MAP (mean arterial pressure) oegan failure assessment) score to describe organ dysfunction/
menjadi 65-75 mmHg. failure. On behalf of the working group on sepsis-related
problems of the european society of intensive care medicine.
Juga dikehendaki peningkatan kontraktilitas miokard, bila
Intensive Care of Medicine 1996; 22(7):707-10
sesuai dan hantaran oksigen yang membaik ke jaringan. 7. Martin C, Papazian L, Perrin G, et al. Norepinephrine or dopamine
Jika sasaran utama meningkatkan MAP menjadi 65-75 for the treatment of hyperdynamic septic shock? Chest 1993;
103:1826-31
mmHg maka NE adalah merupakan pilihan utama. 8. LeDoux D, Astiz ME, Carpati CM, et al. Effects of perfusion pressure
on tissue perfusion in septic shock. Critical Care Medicine 2000;
Dellinger menganjurkan pemakaian norepinefrin (NE) 28(8):2729-32
9. Martin, et al. Comparation of vasopressor drug. Critical Care
sebagai first choice untuk septik dengan beberapa alasan. Medicine 2003
Dinyatakan juga bahawa NE lebih poten dibanding dopamin 10. Shama VK, Dellinger RP. The international sepsis forum’s
serta lebih efektif dalam mengatasi hipotensi.4 controversies in sepsis: my initial vasopressor agent in septic
shock is norepinephrine rather than dopamine. Critical Care
Namun Vincent masih menyatakan bahwa dopamin lebih Medicine 2003; 7:3-5
dianjurkan untuk first line agent untuk support hemodinamika.5
Diabetes merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya • Glucosidase inhibitor contohnya acarbose
penyakit jantung koroner. Bahkan oleh oleh ATP III (Adult • Insulin
Treatment Panel III), pasien penderita diabetes dianggap setara
dengan penderita penyakit jantung koroner.1 Dan 75% kematian Dari panduan IDF yang terbaru tahun 2005, Metformin
pada pasien diabetes akan disebabkan oleh penyakit jantung . merupakan pilihan terapi obat pertama untuk pasien dia-
Diabetes juga merupakan salah satu faktor risiko utama dalam betes tipe 2 sebelum menggunakan golongan yang lain.2
terjadinya stroke, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi non Dan pada umumnya sediaan Metformin yang ada di pasar
traumatik.2 baik Metformin bermerek maupun generik adalah sediaan im-
Penderita diabetes terutama diabetes type 2 meningkat mediate release, sehingga harus diberikan minimal dengan
secara drastis dari tahun ke tahun. Menurut laporan WHO (World dosis dua kali sehari. Hal ini tentunya akan berpengaruh
Health Organization), jumlah penderita diabetes di seluruh dunia terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi.
tahun 2000 mencapai 171 juta orang dan diprediksi akan
mencapai 366 juta orang tahun 2030 atau mengalami
peningkatan sebesar 114%. Dan pada orang Asia, peningkatan
tersebut akan mencapai 141% pada kurun waktu yang sama.6
Abstract. Patients with diabetes have an increased risk of developing cognitive impairment in comparison with
the general population. This review suggests that cognitive dysfunction comprises impairments of executive functions,
memory, attention, and psychomotor efficiency. The question of whether recurrent exposure to severe hypoglycaemia
promotes long-term cognitive dysfunction is unresolved. The main risk factors for cognitive impairment in diabetes
are considered to be chronological age, duration of diabetes, and coexistent microvascular and macrovascular
complications. The P300 is objective measurement for cognitive ability, especially the process of attention. This
review showed that the previous studies are very limited. Diabetes should be treated as a risk factor for cognitive
impairment. We should be aware of cognitive impairment as one of complications in diabetic patients.
Pendahuluan Pembahasan
Diabetes melitus merupakan gangguan endokrinologi yang Gangguan kognitif pada DM
memacu timbulnya aterosklerosis, dan berperan pada munculnya Beberapa penelitian terdahulu menilai fungsi status mental
penyakit serebrovaskular. Efek hiperglikemia dan hipoglikemia pada penderita diabetes melitus dengan hasil yang bervariasi.
akut pada sistem saraf dapat menyebabkan timbulnya gangguan Beberapa penelitian menunjukkan adanya gangguan fungsi
kesadaran, gangguan kognitif, dan defisit neurologik. Proses kognitif pada penderita diabetes melitus, namun penelitian lain
aterosklerotik yang kronik dapat menimbulkan iskemia serebral menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
yang berperan pada munculnya defisit neurologik yang permanen
1
dan gangguan kognitif. Tabel 1. Hasil penelitian terdahulu tentang gangguan
Gelombang P300 merupakan potensial aksi (event related kognitif pada DM
potential) yang dipergunakan sebagai salah satu alat ukur Peneliti Tahun Subjek Hasil
Vanhanen, dkk(4) 1999 183 pasien DM dan 732 Tidak ada bukti gangguan kognitif yang
obyektif fungsi kognitif. Gangguan dalam amplitudo pasien non DM lebih tinggi pada pasien DM
maupun latensi P300 dilaporkan pada berbagai penyakit Mavioglu, dkk(2) 1999 25 pasien DM, dan 20 Tidak ada beda skor total kognitif antara
kontrol kelompok DM dan kelompok kontrol
neurologi dan psikiatri, seperti demensia, sklerosis multipel,
Sinclair, dkk(5) 2000 396 pasien DM dan 393 Disfungsi kognitif lebih tinggi pada
epilepsi, penyakit degeneratif sistem saraf pusat, skizofrenia kontrol pasien DM
Gregg, dkk(6) 2000 9.679 pasien DM lansia Diabetes berhubungan dengan
dan depresi, berbagai bentuk encephalopati infeksi dan wanita gangguan kognitif pada usia lanjut
2,3 Bruce, dkk(7) 2001 63 pasien DM lansia Proporsi gangguan kognitif cukup tinggi
metabolik, penyakit ginjal kronik, dan intoksikasi alkohol. pada DM. Hipertensi adalah perancu
Beberapa penelitian terdahulu menilai fungsi status utama
Mogi, dkk(8) 2004 69 pasien DM lansia, dan Fungsi kognitif pada DM terutama pada
mental pada penderita diabetes melitus dengan hasil yang 27 kontrol yang medapat terapi insulin adalah lebih
buruk
bervariasi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya Clemons, dkk(9) 2006 2.946 pasien DM lansia Gangguan kognitif berhubungan dengan
degenerasi makula akibat DM
gangguan fungsi kognitif pada penderita diabetes melitus, Shorr, dkk (10) 2006 378 pasien DM lansia Hasil tidak mendukung hubungan
namun penelitian lain menunjukkan hasil yang tidak kontrol glikemik dan fungsi kognitif
Munshi, dkk(11) 2006 16 pasien DM lansia Gangguan kognisi umum dijumpai pada
signifikan. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan pasien DM lansia
Abstrak. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira yang ditularkan melalui hewan
pengerat terutama oleh tikus. Penyakit ini sebenarnya sudah ada sejak abad 19 dan mulai muncul kembali sejak
terjadinya banjir di Jakarta tahun 2002. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira interrogans.
Serovarian yang sering menginfeksi manusia diantaranya adalah L. .icterohaemorrhagiae, L. automnalis dan L. australis.
Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit yang luka; selaput lendir mulut, mata dan hidung; inhalasi
droplet infeksius; minum air yang terkontaminasi. Gejala klinik pada stadium awal adalah demam menggigil, sakit
kepala, malaise, muntah, konjungtivitis, rasa nyeri otot betis dan punggung. Pada stadium dua akan timbul gejala
klinik yang merupakan komplikasi pada beberapa organ tubuh terutama pada hati dan ginjal. Untuk menegakkan
diagnosa leptospirosis dilakukan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk konfirmasi diagnosa leptospirosis adalah pemeriksaan laboratorium
umum (pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan fungsi ginjal dan hati) dan pemeriksaan laboratorium spesifik
(pemeriksaan mikroskopik, biakan, inokulasi, MAT, ELISA). Diagnosa leptospirosis dibagi menjadi tiga yaitu suspek,
probable dan definitif.
Abstrak. Skoliosis adalah kelainan berupa lengkungan tulang belakang ke samping kiri atau kanan yang abnormal. Kebanyakan
jenis skoliosis yang ditemukan adalah jenis idiopatik (80% dari semua kasus skoliosis, artinya penyebab lengkungan tersebut
tidak diketahui penyebabnya).
Skoliosis idiopatik paling sering terjadi pada kelompok umur remaja, biasanya dimulai dari umur 10-14 tahun.
Pada saat ini skoliosis dapat ditangani secara baik dengan menggunakan brance (penopang), stimulasi listrik, pembedahan
atau kombinasi dari ketiga metode tersebut.
Pada banyak kasus, bila ditemukan lebih dini dapat ditangani dengan baik tanpa mengakibatkan masalah yang permanen atau
kelumpuhan. Skoliosis dapat diderita, baik laki-laki maupun perempuan.
Di Amerika Serikat,
Gambar 2.
Potongan diperkirakan 500.000 orang
koronal apeks
scoliosis
dewasa menderita skoliosis.
Skoliosis idiopatik ada sekitar
65% dari jenis yang
struktural. Sebagian besar
timbul pada masa remaja .
Gambar 3. Posisi vertebral dan
Lengkungan yang melebihi 20
diskus intervertebra derajat didapat kurang dari 0,5%
remaja dan lengkungan antara
belakang yang juga disebut
dengan kifosis terdapat pada
11-20 derajat didapat pada 2-3%
torakal (punggung) dan sakrum remaja.
(panggul).
Deformitas pada skoliosis sangat
kompleks yang ditandai dengan lengkungan ke samping Pada lengkungan yang besar, terutama bila lengkungan
dan rotasi dari tulang belakang tersebut. Dengan antara 100-120 derajat, masalah yang didapat adalah
berlanjutnya keadaan ini, vertebra dan ‘processus spinosus’ penyakit paru akibat rongga dada yang menyempit pada
Penopang biasanya
sangat bermanfaat pada
lengkungan progresif
antara 30-45 derajat
Gambar 8.Tipe lengkungan skoliosis walaupun sangat tergantung
Pengukuran ini diperlukan untuk mengetahui tindakan
pada usia anak dan
lanjutan. Anak dengan progresivitas yang cepat (lebih dari kematangan tulang.
5 derajat dalam 4-6 bulan) atau lengkungan melewati 20
Memprediksi Preeklamsia
Rizal
Rumah Sakit Dr. Oen
Solo
Abstract. Prior knowledge about the preeclampsia and the application of appropriate prenatal care and management
before the disease progresses to become life threatening can largely eliminate maternal mortality. The objective in
most of the researches conducted in various parts of the world has been the discovery of biochemical markers and
other tools such as Malondialdehyde, C-reactive protein, angiogenic factors, Activin A, Leptin, Insulin-like Growth
Factor-1, and Maternal Plasma Fetal DNA levels, these markers might be helpful in identifying subjects at increased
risk for developing preeclampsia.
Key Word: Preeclampsia, malondialdehyde, C-reactive protein, angiogenic factor, activin A, leptin, insulin-
like growth factor-1, maternal plasma fetal DNA levels
Pendahuluan Hampir 2000 tahun yang lalu, oleh Celsus kelainan ini
Preeklamsia, baik secara independen maupun bersama disebut eklamsia sebagai deskripsi atas kejang yang dialami
dengan penyakit lain, merupakan penyebab utama kematian oleh wanita hamil dan yang menjadi sembuh setelah proses
ibu dan kelahiran prematur yang tertinggi di dunia. Tahun persalinan. Di akhir tahun 1800-an baru diketahui ada
2005, Angka Kematian Maternal (AKM) di rumah sakit hubungan antara penyakit ini dengan gejala proteinuria dan
seluruh Indonesia akibat eklamsia dan preeklamsia sebesar meningkatnya tekanan darah, dan sejak itu terminologi
4,91% (8.379 dari 170.725), merupakan golongan penyakit preeklamsia mulai diperkenalkan.5
obstetrik yang paling banyak menyebabkan kematian
1
dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,35%. Selain itu kebutuhan Uji Prediksi Preeklamsia
atas perawatan intensif neonatus (neonatal intensive care) Penelitian atas penyakit ini begitu lambat dan sporadis
akan meningkat karena angka mortalitas perinatal sampai kira-kira 20 tahun yang lalu. Setelah itu penelitian
meningkat sampai 5 kali dan kelahiran prematur yang mengenai preeklamsia berkembang pesat dan sebagai
diindikasikan oleh sebab preeklamsia mencapai 15%. 2 hasilnya sekarang kita memiliki berbagai informasi yang
Prematuritas sendiri akan menyebabkan problem kesehatan menguatkan beberapa hipotesis tentang etiologi
si bayi dalam periode hidupnya di kemudian hari, beberapa preeklamsia, termasuk peran stresor oksidatif, inflamasi,
kejadian telah membuktikan bahwa kelahiran prematur maladaptasi sirkulasi (humoral dan mineral), dan
3
akan meningkatkan resiko jangka panjang penyakit abnormalitas metabolisme.
kardiovaskular dan metabolik yang tentu akan menjadi Pengetahuan mendalam tentang preeklamsia, perawatan
beban besar ekonomi dalam bidang kesehatan. Oleh sebab prenatal yang memadai, dan tata laksana sebelum
itu, kemampuan prediksi, pencegahan dan pengembangan progresivitas penyakit akan mampu mereduksi angka
terapi preeklamsia yang aman selama periode gestasi akan mortalitas maternal dan perinatal, karena itu dibutuhkan
menjadi prioritas utama dalam perawatan antenatal.3 suatu uji penapis yang efektif untuk mengidentifikasi sedini
Preeklamsia, suatu spektrum dari kondisi hipertensi mungkin kehamilan dengan risiko tinggi. Bahasan kajian
kehamilan secara klasik dideskripsikan dengan trias gejala pustaka berikut mengenai preeklamsia yang secara
dari hipertensi (>140/90 mmHg), proteinuria (>100 mg/dl potensial dapat diprediksi melalui perubahan beberapa
dengan analisa urin atau >300 mg dalam urin koleksi 24 biomarker sebelum diagnosis klinis preeklamsia.
4
jam), dan edema yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu.
Abstrak. Angina ludwig merupakan peradangan selulitis dari bagian superior ruang suprahioid, yang ditandai dengan
pembengkakan (edema) pada bagian bawah ruang submandibula yang biasanya keras dan berwarna kemerahan
atau kecoklatan. Penyebab abses ini paling sering terjadi sebagai akibat infeksi akar gigi yakni molar dan premolar,
dapat juga berasal dari proses supuratif kelenjar limfe servikal di dalam ruang submandibula. Penanganan yang
utama adalah menjamin jalan napas melalui trakeostomi.
Pendahuluan infeksi akar gigi, yakni molar dan premolar, dapat juga
Angina Ludwig atau dikenal juga dengan nama Angina berasal dari proses supuratif kelenjar limfe servikal di dalam
Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick ruang submandibular. Jika infeksi berasal dari gigi, organisme
von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah satu bentuk pembentuk gas tipe anaerob sangat dominan. Jika infeksi
abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam bukan berasal dari daerah gigi, biasanya disebabkan oleh strep-
1-3,5,6,9,10
ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat tococcus dan staphylococcus.
perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, Angina Ludwig sering ditemukan pada orang dewasa
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. muda yang menderita infeksi gigi. Kelainan ini juga
Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda ditemukan pada anak-anak namun jarang terjadi. Etiologi
klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan angina Ludwig antara lain karena trauma bagian dalam
menunjukkan lokasi infeksi. Yang termasuk abses leher mulut, karies gigi, infeksi gigi, dan sistem imunitas tubuh
1,3,7,8,11
dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses yang lemah, tindik lidah.
retrofaring dan angina ludovici (angina Ludwig) atau abses
submandibular.1-3 Etiopatogenesis
Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi
flegmon dari bagian superior ruang suprahioid. Ruang ini gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak
terdiri dari ruang sublingual, submental dan submaksilar
yang disebut juga ruang submandibular. Ditandai dengan
pembengkakan (edema) pada bagian bawah ruang subman- Etiologi angina ludwig antara
dibular, yang mencakup jaringan yang menutupi otot-otot
antara laring dan dasar mulut, tanpa disertai pembengkakan lain karena trauma bagian
pada limfonodus. Pembengkakan ini biasanya keras dan
berwarna kemerahan atau kecoklatan. Ruang suprahioid
dalam mulut, karies gigi,
berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada os. hioid infeksi gigi, dan sistem
dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang ini menyebabkan
kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan imunitas tubuh yang lemah,
mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian
dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial.
2-9 tindik lidah. 1,3,7,8,11
Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat
Penatalaksanaan
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka
Gambar 6. Abses submandibular pada orang dewasa penanganan yang utama adalah menjamin jalan nafas yang
17
dengan diabetes melitus stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anestesia
lokal. Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu
Diagnosis terjadinya dispnea atau sianosis karena tanda-tanda
Diagnosis ditegakkan berdasarkan: obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. Jika terjadi
Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang. Dari sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat
anamnesis didapatkan gejala berupa rasa nyeri pada leher. darurat.7,12
Dari anamnesis biasa juga didapatkan adanya riwayat sakit Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan
2
gigi, mengorek, dan mencabut gigi. berspektrum luas secara intravena untuk organisme gram-
positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan anaerob.
Diagnosis Banding Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan
6
Limfadenitis submandibular, abses gigi. Ada empat kriteria hasil sensitifitas pus. Pengobatan angina Ludwig pada anak
yang dikemukakan Grodinsky untuk membedakan angina untuk perlindungan jalan napas digunakan antibiotik
Abstrak. Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial, di antara fasia leher sebagai
akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus paranasali, telinga tengah, leher, dan lain-lain.
Infeksi biasanya dimulai dari jaringan lunak leher yang meluas ke ruang-ruang potensial . Apeks gigi molar rahang
bawah sangat erat hubungannya dengan m. mylohyoideus sehingga bila terjadi abses dentoalveolar, mudah
menembus ruang submaksilar dan menyebar secara perkontinuitatum ke ruang-ruang lain. Komplikasi yang paling
tinggi mortalitasnya pada penyakit ini adalah mediastinitis. Kami melaporkan 2 kasus abses leher dalam yang
berasal dari komplikasi infeksi odontogenic. Kasus pertama adalah angina Ludwig yang berasal dari infeksi gigi
4.8. Kasus kedua adalah masticatory abscess yang berasal dari infeksi gigi 4.8. Pada kasus 1 dan 2, pasien
datang dengan trismus, disfagia, febris dan tanpa obstruksi jalan napas. Pada pasien dilakukan drainase abses
dan pemberian antibiotik parenteral sesuai kultur dan sensitivitas. Hasil terapi baik, maka pasien melakukan ekstraksi
gigi untuk menghilangkan fokus infeksi setelah rawat jalan.
Foto panoramic: karies profunda gigi 3.7 dan gigi 4.8 disertai
abses periapikal.
Penatalaksanaan :
o IVFD RL: dextrose 5% 1; 1.28 tetes/mnt.
o Clindamycin 3x300mg (per sonde)
o Dexamethasone 1 amp/8 jam/IV
o Novalgin 1 amp/8 jam/IV
o Diet bubur saring TKTP (per sonde)
o Dilakukan pungsi dan aspirasi di daerah submental,
kesan pus disertai darah kurang lebih 50 cc
o Kultur dan sensitivitas tes
o Jawaban konsul bagian Gigi dan Mulut: setuju dilakukan
ekstraksi sisa akar gigi M3 kiri bawah, jika trismus
berkurang
o Jawaban konsul Penyakit Dalam: terdapat gangguan
fungsi ginjal mungkin disebabkan oleh intake cairan Pemeriksaan THT
tidak adekuat. Usul: rehidrasi (keseimbangan cairan), Inspeksi: benjolan di pipi sebelah kiri mulai daerah zygoma
kontrol ulang ureum dan kreatinin beberapa hari ke bawah sampai di daerah submental dan angulus
kemudian, periksa GDP, TTGO. mandibula kiri. Palpasi: nyeri tekan (+), fluktuasi (+).
Telinga: telinga kanan dan kiri tidak ada kelainan. Hidung:
Perawatan hari ke-8: konka nasalis dan septum nasi kesan normal. Tenggorok:
Keadaan umum: tidak dapat dinilai karena trismus ± 2 cm.
Membaik. Pemeriksaan penunjang
o
Tanda vital: T: 120/70 mmHg, N: 88x/mnt, S: 37,3 C, P: Laboratorium: Hb:16g/dL, leukosit 21.1x103/mm3, GDS: 95
20x/mnt mg/dL, ureum 34 mg/dL, kreatinin 1.7 mg/dL, SGOT 17
Trismus ± 3 cm, odinofagi (±), disfagia mulai berkurang, u/L, SGPT 15 u/L.
pus sisa sedikit pada drain. Ganti obat oral yaitu: Radiologi:
Clindamycin 3x300 mg, dexametazone 3x1 tablet, mefenamat Foto toraks: dalam batas normal, foto servikal AP/ lateral:
acid 3x500 mg, ekstraksi gigi. tidak ada kelainan radiologik.
Kasus Kedua:
Pasien laki-laki, 28 tahun, dengan keluhan utama terdapat
pembengkakan daerah pipi sebelah kiri ± 7 hari sebelum
masuk RS. Dua hari sebelum masuk RS, penderita tidak
dapat membuka mulut, disertai sakit bila menelan. Demam,
sakit kepala, tetapi tidak ada sesak
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : sakit sedang/ gizi baik/ sadar. Tanda vital:
T: 110/60 mmHg, N: 72x/mnt, S: 36.5°C, P: 20x/ mnt, terlihat
trismus ± 1 cm, hipersalivasi. Tampak sisa akar gigi M2 dan
M3 rahang bawah kiri. Tidak terdapat adanya sesak.
Prune-Belly Syndrome:
A Case Report
Leecarlo Millano
The Pediatrics Department of PGI Cikini’s Hospital
Jakarta
Abstract. The incidence of prune-belly syndrome (PBS) is 1 in 35,000 to 50,000 live births. It characterized by three
main signs: deficiency of the abdominal muscles, undescended testis, and abnormality of the urinary tract.
A 2.6 year-old boy was diagnosed with PBS. He presented with right lateral abdominal enlargement and urinary in
continence. The diagnosis, was made base on the physical examinations and laboratory findings, was not performed
abdominal tumor.
At 9 days hospitalization, the physicians suspected PBS.
C
ongenital absence of the abdominal musculature was degree of urinary tract stasis or obstruction and infection
first recognized and described by Frolich in 1839. It that impairs renal function later in life. 3
was not until 1895 that accompanying urinary tract The PBS is associated with trisomy 18 and 21. Patients with
abnormalities and undescended testes were linked to the lax PBS also have an increased incidence of tetralogy of Fallot (TF)
abdominal wall by Parker. At the turn of the century, Sir and ventriculoseptal defects.5,7 Cardiac abnormalities occur in
William Osler accurately described an infant with the 10% of cases, and more than 50% have abnormalities of the
syndrome, and by likening the abdomen to a prune, coined musculoskeletal system, including limb abnormalities and
the term “prune-belly syndrome”.1 scoliosis.2
This syndrome, also known as abdominal deficiency syndrome or This is a rare case. There‘s only a few literatures about this
2-7
Eagle-Barrett syndrome. syndrome; no wonder not all physicians realize that the patient
The abdominal flaccidity may cause several has this syndrome.
conditions, including lordosis and respiratory infections The incidence among males is 18-20 times higher than in
5
owing to a lack of abdominal support. The testes, located females. Only about 3-5% of patients with prune-belly
inside the abdomen, are indistinguishable from syndrome are females.2,7,9
cryptorchid testes of nonsyndromic patients. When
untreated, despite adequate testosterone levels, the testes Case Report
disclose a lack of spermatogenesis after puberty. The A 2.6-year-old boy, was referred to PGI CIKINI hospital, Jakarta.
urinary tract presents with varying degrees of renal from a hospital in Merauke, West Papua Province, with a right
dysplasia and ureteropelvic dilation and redundancy, lateral abdominal enlargement (figure 1), urinary incontinence,
particularly in the distal ureter. Large capacity bladders and fever for almost a week. His parents said that all signs
are generally present, in association with urachal (excluding fever) had been showed since the patient was born,
diverticulum or fistula, and with large postvoid residual and it got worse. His past medical and family history were
volumes. 3,8 Vesicoureteral reflux (VUR) occurs in two noncontributory.
thirds of patients. 2,3 The prognosis may depend on the