You are on page 1of 30

REFERAT

Penyusun : Marlissa

Oleh: Marlissa 0810221069

Pembimbing : dr. Abdul Rohman, Sp.P

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Periode 03 Januari 2010 11 Maret 2011 Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
BAB I
1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.1 Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita.1 Di Amerika pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi nosokomial (PAN) sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. PA lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut.1,3 Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat respirasi kesaluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru. Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi serta daya tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam berbagai bentuk berdasarkan etiologi dan patofisiologi yang berbeda dan cara terapi yang juga berbeda.2,4 Agen-agen mikroba yang menyebabakan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1) aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2) inhalasi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi.3
2

1.2 Tujuan khusus a. Tujuan umum Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSAL Mintohardjo. b. Tujuan khusus Untuk mengetahui dan memahami pneumonia aspirasi dari segi patofisiologi, gambaran klinis, serta penatalaksanaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita.1 II.2. Epidemiologi Di Amerika pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi nosokomial (PAN) sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. PA lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut. Aspirasi pneumonia adalah penyebab kematian paling umum pada pasien dengan disfagia karena gangguan neurologis, suatu kondisi yang mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat.1,5 II.3. Etiologi

Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia bakterial.1,3 Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya polimikrobial namun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu di komunitas atau di RS. Pada PAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob obligat (41-46%) yang terdapat di sekitar gigi dan dikeluarkan melalui ludah, misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai Klebsiella pnemoniae dan Stafilococcus, atau fusobacterium nucleatum, Bacteriodes melaninogenicus, dan Peptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS kumannya berasal dari kolonisasi kuman anaerob fakultatif, batang Gram negatif, pseudomonas, proteus, serratia, dan S. aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman ananerob obligat di atas.1,4

II.3. Daya tahan traktus respiratorius Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari:3 a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di nasoorofaring c.

Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut

d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imunoglobulin A

(IgA).
5

Gambar 1: Sistem respirasi Manusia7 II.4. Patofisiologi Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini terdapat peranan aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi. Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.2 Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel, pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin dan perdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.2 Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret orofaringeal, nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah. Kebanyakan individu mengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur, dan secret tersebut akan dibersihkan secara normal.3
6

Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:1 Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk (kejang, stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak) Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring, scleroderma) Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran napas.

Tabel 1: predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi10

Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides, Fusobacterium, Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada parenkim paru dapat rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru kanan bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi karena banyak cabang yang langsung menuju cabang bronkus utama kanan.2 Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya partikel, menyebabkan terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan kerusakan jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri. Enam puluh sampai 100% terdiri dari kuman anaerob. Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi yang terjadi di Rumah sakit.2,5

Gambar 2: paru-paru yang mengalami infeksi8

Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi berulang.2

Gambar 3: Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan10

II.5. Gejala Klinis Gejala klinis dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans, atau abses paru dan dapat diikuti terjadinya empiema. Pasien mendadak batuk dan sesak napas sesudah makan atau minum. Awitan umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisa memberikan gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada saat istirahat, sianosis. Umumnya pasien dating 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan keluhan demam mengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau ( pada 50% kasus). Kemudian bisa ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan, bersuara saat napas (mengi), takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa marah atau cemas.1,2,5

10

II.6. Diagnosis Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, harus melihat gejala pasien dan temuan dari pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan kultur sputum yang juga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah sakit dan beberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya. Namun, pada masyarakat (praktek umum), pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja. Mendiagnosis pneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan penyakit penyerta lainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk membedakan pneumonia dari penyakit lain.1,5 Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan (tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) , denyut jantung yang cepat (takikardi) dan rendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau memiliki sianosis memerlukan perhatian segera.2,5 Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada perkusi ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni, bronkofoni, whispered pectoriloquy. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensi abdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengan kolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.2 Pemeriksaan penunjang a.Gambaran Radiologis Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas adalah foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan interstitial dengan atau tanpa disertai gambaran kaviti pada segmen paru yang terinfeksi. Gambaran lusen disertai
11

dengan infiltrat menunjukkan nekrotik pneumonia. Air fluid level mengindikasikan abses paru atau fistula bronkopleura.Sudut costofrenicus yang blunting dan meniscus yang positif menunjukkan para pneumonic pleural effusion.4

b.Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (lebih dari 10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis. Hitung jenis leukosit shift to the left. LED selalu naik. Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveoli dan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.3

Lokasi infiltrate: Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi inflamasi dengan ukuran lebih besar Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan terbentuk pada lobus kanan dan kiri bagian bawah. Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring posisi dekubitus lateral kiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri. Pada pasien pecandu alcohol yang mengalami aspirasi pada posisi prone, kosolidasi yang terbentuk lebih sering pada lobus atas paru-paru kanan.

12

Gambar 4: rontgen thorax pasien dengan pneumonia aspirasi paru-paru kiri5

13

Gambar 5: rontgen thorax pasien dengan aspirasi masif pada paru-paru kanan.5

14

Gambar 6: CT-Scan dada pada Pneumonia aspirasi10 II.7. Penatalaksanaan Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan manuver Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi. Berikan oksigen nasal atau masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5 Pada PAK terapi empiric haruslah mencakup patogen anaerob, sedangkan pada PAN harus pula mencakup pathogen Gram negatif dan S. aureus sampai hasil kultur sputum memberikan hasil untuk penentuan terapi antibiotika.1
15

Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4, atau klindamisin. Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau penyesuaian antibiotic (AB).1 Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu. Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu. 1

Follow up Pasien dengan keadaan hemodinamik berat atau dengan distress respiratory di

rawat di ICU. Pasien dengan respiratori yang stabil di rawat di bangsal perawatan umum.

16

Gambar 7: Bronchoscopy9

EMPIRICAL ANTIBIOTICS RECOMMENDED FOR THE MOST COMMON ASPIRATIONS SYNDROMES5 SYNDROME ANTIBIOTIC (USUAL DOSE)* Aspiration pneumonia mg/day) or ceftriaxone Community-acquired pneumonia Residence in a longterm care piperacillinFacility every 6hr) or every 8 hr) Severe periodontal disease, every 6hr) Piperacillin- tazobactam (3.375 gr AND CLINICAL SITUATION

Levofloxacin (500 (1-2 gr/day) Levofloxacin (500 mg/day) or tazobactam (3.375 gr ceftazidime (2gr

17

Putrid sputum, or alcoholism 8 hr to 1gr every combination of two drugs:

or imipenem (500mg every 6hr) or a Levofloxacin (500

mg/day) or ciprofloxacin (400 mg every 12hr) or ceftriaxone (1-2 gr/ day) plus clindamycin (600 mg every 8 hr) or metronidazole (500 mg every 8 hr) *The doses listed are those for patients with normal renal function Levofloxacin is given by slow infusion over a 60 -minute period. Levofloxacin (500 mg/day) may be replaced by gatifloxacin (400 mg/day).

Postural drainage11

18

To drain mucus from the upper lobe apical segments, the patient sits in a comfortable position on a bed or flat surface and leans on a pillow against the headboard of the bed or the caregiver. The caregiver percusses and vibrates over the muscular area between the collar bone and very top of the shoulder blades (shaded areas of the diagram) on both sides for 3 to 5 minutes. Encourage the patient to take a deep breath and cough during percussion in order to help clear the airways. Do not percuss over bare skin.

The patient sits comfortably in a chair or the side of the bed and leans over, arms dangling, against a pillow. The caregiver percusses and vibrates with both hands over upper back on both the right and left sides.

19

In position #3, the patient lies flat on the bed or table with a pillow for comfort under his or her head and legs. The caregiver percusses and vibrates the right and left sides of the front of the chest, between the collar bone and nipple.

The patient lies with their head down toward the foot of the bed on the right side, hips and legs up on pillows. The body should be rotated about a quarter-turn towards the back. A pillow can also be placed behind the patient and their legs slightly bent with another pillow between the knees. The caregiver percusses and vibrates just outside the nipple area.

20

The patient lies head-down on his left side, a quarter-turn toward the back with the right arm up and out of the way. The legs and hips should be elevated as high as possible. A pillow may be placed in back of the patient and between slightly bent legs. The caregiver percusses and vibrates just outside the right nipple area. The patient lies on his right side with his head facing the foot of the bed and a pillow behind his back. The hips and legs should be elevated as high as possible on pillows. The knees should be slightly bent and a pillow should be placed between them for comfort. The caregiver percusses and vibrates over the lower ribs on the left side, as shown in the shaded part of the diagram. This should then be repeated on the opposite side, with percussion and vibration over the lower ribs on the right side of the chest.

21

The patient lies on his right side with his head facing the foot of the bed and a pillow behind his back. The hips and legs should be elevated as high as possible on pillows. The knees should be slightly bent and a pillow should be placed between them for comfort. The caregiver percusses and vibrates over the lower ribs on the left side, as shown in the shaded part of the diagram. This should then be repeated on the opposite side, with percussion and vibration over the lower ribs on the right side of the chest.

The patients lies on his or her stomach, with the hips and legs elevated by pillows. The caregiver percusses and vibrates at the lower part of the back, over the left and right sides of the spine, careful to avoid the spine and lower ribs.

22

The patient lies on his right side, leaning forward about one-quarter of a turn with hips and legs elevated on pillows. The top leg may be flexed over a pillow for support and comfort. The caregiver percusses and vibrates over the uppermost portion of the lower part of the left ribs, as shown in the shaded area. This should then be repeated on the opposite side, with percussion and vibration over the uppermost portion of the right side of the lower ribs.

For this position, the patient lies on his stomach on a flat bed or table. Two pillows should be placed under the hips. The caregiver percusses and vibrates over the bottom part of the shoulder blades, on both the right and left sides of the spine, avoiding direct percussion or vibration over the spine itself.

23

Tabel 3: Diagnosis pneumonia aspirasi10

II.8. Komplikasi Gagal nafas dan sirkulasi Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan.

24

Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut respiratory distress syndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.2 Syok sepsis dan septik Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus pneumonia merupakan salah satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan intensif di rumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.2 Effusi pleura,empyema dan abces Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan tidak dapat dikeluarkan,mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tiak menembus dengan baik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.2

25

II.9. Prognosis Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20% pada PAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai sindrom Mendelson mencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai empyema sebesar 20%.1,3

II.10. Pencegahan3

Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari aspirasi asam

lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi aspirasi dengan diet lunak dan takaran yang lebih sedikit

Posisikan kepala 45 dari bed tempat tidur pada pasien beresiko untuk

terjadinya aspirasi.

Pasang NGT pada pasien dengan disfagia. Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum operasi

berlangsung.

26

BAB III KESIMPULAN

Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita.3 Di Amerika pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi nosokomial (PAN) sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. PA lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut.1 Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan exogenous lipoid pneumonia. Terdapat 3 faktor oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapat menyebabkan determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.1,3 Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel, pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin dan perdarahan intra alveolar.2 Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali yaitu: (1) Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk (kejang, stroke, pembiusan, cedera
27

kepala, tumor otak). (2) Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring, scleroderma). (3) Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran napas.1 Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan pneumonia bakteri. Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk.2 Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila yang diaspirasi adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan.2 Gejala klinis dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans, atau abses paru dan dapat diikuti terjadinya empiema. Pasien mendadak batuk dan sesak napas sesudah makan atau minum. Awitan umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisa memberikan gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada saat istirahat, sianosis. Umumnya pasien dating 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan keluhan demam mengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau ( pada 50% kasus). Kemudian bisa ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan, bersuara saat napas (mengi), takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa marah atau cemas.1,2,5 Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, harus melihat gejala pasien dan temuan dari pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan kultur sputum yang juga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah sakit dan beberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya. Namun, pada masyarakat (praktek umum), pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja. Mendiagnosis pneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka
28

dengan penyakit penyerta lainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk membedakan pneumonia dari penyakit lain.1,5 Pada pasien dengan disfagi dan atau gangguan reflex menelan mungkin perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan manuver Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi.2 Pada PAK terapi empiric haruslah mencakup patogen anaerob, sedangkan pada PAN harus pula mencakup pathogen Gram negatif dan S. aureus sampai hasil kultur sputum memberikan hasil untuk penentuan terapi antibiotika.1 Pneumonia aspirasi dapat menyebabkan gagal napas dan sirkulasi, syok sepsis dan septik, efusi pleura, empyema, serta abses. Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20% pada PAN. Angka mortalitas pneumonitis yang tidak disertai komplikasi adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai sindrom Mendelson mencapai 70%.1,3

29

30

You might also like