You are on page 1of 20

Hamba Tuhan sebagai seorang pemimpin Dunia sekarang sedang menjerit mencari sosok pemimpin sejati: berjiwa pahlawan,

mulia, dan dapat dipercaya. Kita membutuhkan banyak pemimpin yang sanggup mengemban tugas di setiap tingkat tatanan sosial, mulai dari pemimpin politik yang berkiprah di kancah dunia internasional, hingga pemimpin rohani yang berperan nyata di lingkungan gereja dan keluarga. Dunia haus akan sosok pemimpin yang berintegritas dan berkarakter mulia. Inilah yang membuat seorang Hamba Tuhan agar dapat menembus kemustahilan, menciptakan, membentuk dan menjadikan Gereja yang terus eksis dalam berbagai perubahan. Dan sekaranglah masa bagi gereja Tuhan untuk bangkit menyambut kesempatan yang luar biasa dan tak terduga, asal kita mau memanfaatkannya. Sekarang terjadi kekosongan dan kehausan akan kepemimpinan, yang menjerit meminta diisi dan dikenyangkan. Jika orang-orang yang beriman mau melangkah keluar dan bertindak, ada banyak orang yang siap untuk berjalan mengiki teladan hidup mereka. Masa yang sukar dan situasi yang sulit bukanlah penghalang bagi seorang pemimpin sejati. Sebenarnya, kesulitan yang luar biasa dapat diubah menjadi keuntungan yang tak kalah luar biasa, asal digerakkan oleh pemimpin yang kuat dan berpengaruh positif. Jika kita merindukan sosok manusia biasa yang patut disebut sebagai pemimpin teladan, tentunya kita tidak akan menemukan sosok pribadi teladan lain yang lebi baik banding Paulus. Ia adalah seorang pahlawan kepemimpinan. Ia adalah seorang pemimpin umat yang sejati, dan jiwa kepemimpinannya akan terlihat jelas ketika ia dihadapkan pada situasi yang pelik. Kecakapannya sebagai pemimpin tidak berkaitan dengan sama sekali dengan gelar rasulnya. Ia bukanlah gubernur yang memerintah atas wilayah provinsi, ia tidak mengepalai pasukan, ia ukanlah bangsawan dari golongan manapun. Tuhan telah mengaruniainya jabatan rasul, satu-satunya jabatan yang dipunyainya, yang tidak berdampak pada kewibawaan apa pun di luar lingkup Gereja. Namun dalam Kisah Para Rasul 27, kita melihat Paulus mengambil alih kepemimpinan lingkungan duniawi yang bermusuhan, di saat orang lain (orang-orang yang berkuasa) terbukti gagal memimpin. Paulus (terutama dalam situasi tersebut) tidak tergolong orang yang memegang jabatan tinggi, ia adalah manusia biasa yang berpengaruh besar, seorang pemimpin alami. Kesetiaan seorang pemimpin sejati

Mari kita belajar dari sosok Paulus, khususnya saat ia menulis Surat 2 Korintus. Seperti yang kita ketahui, surat inilah yang paling mengena, dekat, penuh perasaan, dan penuh kasih penggembalaan. Paulus sadar masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan untuk menjernihkan dan memulihkan kembali keruh di Korintus yang diakibatkan oleh guru palsu. Ia perlu membela jati dirinya sebagai rasul Kristus, dan perlu menangani kekosongan kepemimpinan yang menjadi sumber banyak kesulitan dalam persekutuan jemaat di Korintus. Paulus tetap setia membina jemaat Korintus, dan ia ingin mereka menunjukkan loyalitas kepadanya, dari Paulus kita belajar bahwa seorang pemimpin memupuk kesetiaan para pengikutnya. Ini bukan karena ego untuk dipuji (2 Kor. 12:11). Paulus ingin mereka bersikap loyal pada kebenaran yang telah ajarkan kepada mereka. Walaupun Pauus secara pribadi tidak pernah menyombongkan diri dan membela diri, ia sangat gencar untuk membuktikan keabsahan jabatannya sebagai rasul sekaligus membungkam dusta para guru palsu. Jadi, meskipun ia menunjukkan pengabdiannya sebagai teladan di hadapan jemaat Korintus, secara terbuka ia juga meminta mereka bersikap setia kepadanya. Kesetiaan merupakan suatu kebajikan yang sangat mulia. Kita sering melupakan kenyataan sederhana dalam dunia yang sinis di mana kita hiup saat ini. Masyarakat kita digerogoti oleh para pemimpin yang korup, oleh pikiran yang bobrok karena menentang prinsip kesetiaan. Mereka menganggap kesetiaan tidak diperlukan kaena merupakan titik lemah, bukan sebagai suatu yang menguntungkan. Pemberontakan dan penentangan terhadap atasan malah dianggap sebagai hal luhur dan mulia. Tetapi yang setia, siapakah yang menemukannya? (Ams. 20:6). Alkitab menjunjung tinggi prinsip kesetiaan. Kesetiaan harus diberikan, pertama-tama kepada Tuhan dan kebenaranNya, kemudian kepada orang yang berdiri di atas kebenaran. Kitab 2 Tawaikh 16:9 berkata, Mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatanNya kepada mereka yang bersungguh hati (setia) terhadap Dia. Kesetiaan adalah perkara yang rapuh. Daus berdoa, Kepada Salomo anakku, berikanlah hati yang tulus sehingga ia berpegang (setia) pada segala perintahMu dan ketetapanMu (1 Taw. 29: 19). Salomo sendiri menasehati bangsa Israel, hendaklah kamu berpaut (setia) kepada Tuhan, Allah kita, dengan sepenuh hatimu dan dengan hidup menurut segala ketetapan-Nya dan

dengan tetap mengikuti segala perintah-Nya seperti pada hari ini (1 Raj. 8:61). Akan tetapi, Salomo kemudian mengalami kemerosotan akhlak yang diakibatkan Ia tidak sepenuh hati berpaut setia kepada Tuhan, Allahnya, seperti Daud, ayahnya (1 Raj. 11:4; 15:3). Pengkhianatan adalah jenis kejahatan yang paling keji. Yudas berdosa karena ia berkhianat. Sekalipun sudah menjadi teman istimewa dan pendamping dekat Kristus selama bertahun-tahun, ia tidak setia kepada-Nya. Di seluruh isi Alkitab, tidak ada dosa yang lebih tercela dan hina dibanding pengkhianatan Yudas. Yesus sendiri menggolongkan kekejian Yudas sebagai dosa yang lebih besar dibanding dosa Pilatus (Yoh. 19:11). Apa arti kesetiaan? Kesetiaan sejati tidak sama dengan pengabdian membabi buta terhadap seorang manusia biasa. Pertama, kesetiaan adalah sikap tunduk pada kebenaran dan kewajiban. Akan tetapi, kesetiaan juga meliputi kemauan untuk mengasihi sekaligus bersikap bersahabat. Kesetiaan adalah salah satu kebajikan yang paling ilahi dan menyerupai sifat Tuhan, karena Tuhan adalah setia untuk selama-lamanya (2 Tim. 2:13; 1 Tes. 5:24; 2 Tes. 3:3). Kesetiaan sangat dibutuhkan dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin yang bijak memupuk kesetiaan dengan bersikap setia yaitu setia kepada Tuhan, setia kepada kebenaran, dan setia kepada orang yang dipimpinnya. Tidak ada yang lebih menghancurkan dalam suatu kepemimpinan dibanding seorang pemimpin yang melecehkan kesetiaannya sendiri. Kita dapat menyaksikan bahwa Paulus benar-benar mempraktikan prinsip ini ketika ia menghadapi kasus dengan jemaat di Korintus. Aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi, tulisnya dalam 2 Korintus 11:2. Ketika ia menulis teguran dengan nada keras, ia berkata, Sebab itu, jika aku telah meulis surat kepada kamu, maka bukanlah oleh karena orang yang berbuat salah, atau karena orang yang menderita perbuatan salah, melainkan supaya kerelaanmu terhadap kami menjadi nyata bagi kamu di hadapan Allah(7:12). Inti dari kepemimpinan adalah mengajak orang lain untuk menjadi pengikut. Oleh karena itu, setiap sepak terjang seorang pemimpin haruslah bertumpu pada hubungan yang dijalin dengan para pengikutnya. Kita mungkin dapat member motivasi kepada orang lain dengan paksaan. Namun itu bukanlah kepemimpinan yang sejati, melainkan kesemena-menaan. Tidak akan mungkin bias mencapai tujuan dengan cara seperti itu. Tujuan kepemimpinan hanya akan dapat dicapai melalui kesetiaan yang penuh kasih.

Kepemimpinan bertumpu pada kepercayaan, dan kepercayaan dipupuk melalui kesetiaan. Di mana kepercayaan dilahirkan dan penghormatan dipertahankan, ada harga yang harus dibayar, pelayanan penuh pengabdian. Dengan kata lain, diri Anda harus ada di dalam hati para pengikut Anda, dan mereka semua harus ada di dalam hati Anda. Lord Nelson adalah orang yang mengalahkan pasukan Napoleon dalam pertempuran Trafalgar, yang menjegal rencana Napoleon untuk menguasai Inggris. Nelson memulai pertempuran itu dengan aba-aba terkenal,Inggris berharap agar setiap orang mau melakukan tugasnya masing-masing. Ia dapat menuntut pengabdian tersebut karena ia sendiri sanggup menjadi teladan dalam berbakti kepada Negara. Bahkan kemenangan tersebut tercapai berkat pengorbanan nyawa Nelson. Ia memupuk kesetiaan timbale balik dalam diri anak buahnya. Beberapa tahun sebelumnya, setelah kemenangan yang gemilang dalam Pertempuran Nil, ia mengirim surat kepada Lord Howe yang bunyinya: Aku sangat beruntung dan berbahagia karena telah memegang komando atas sekelompok saudara. Inilah jiwa kepemimpinan sejati. Paulus adalah pemimpin semacam itu. Kasih dan kesetiaannya senantiasa mewarnai setiap kata yang ia tuliskan di dalam suratnya kepada jemaat di Korintus. Ada banyak pendeta yang tergoda untuk menyerah jika dihadapkan pada situasi gereja yang kacau. Namun Paulus tidak. Ia adalah sosok pemimpin teladan yang setia. Penghiburan melimpah di dalam Kristus Pada saat Paulus menulis bagi jemaat di Korintus ia diperhadapkan kepada suatu masa di dalam pelayanannya ketika begitu banyak tantangan yang menerpa. Tentu ia sangat berduka atas permasalahan di Korintus. Semua beban terasa begitu berat di pundaknya hingga ia bersaksi,Hatiku tidak merasa tenang (2:13). Terlebih lagi, ia senantiasa mengalami kesulitan dan penganiayaan yang tak tertahankan (11:23-33). Segala penderitaan Paulus sudah dimengerti orang Korintus. Namun bisa jadi para rasul atau guru palsu justru menyimpulkan bahwa penderitaan yang ditanggung Paulus adalah landasan kenyataan agar orang meragukan kewenangan kerasulannya, mereka menyatakan bahwa kesukaran Paulus adalah bukti bahwa ia sedang dihajar oleh Tuhan. Paulus perlu meluruskan berita miring tersebut. Tuhan telah menghibur dirinya di tengah persoalan dan kesesakan yang dihadapinya, dan salah satu alasan Tuhan melakukannya adalah

agar Paulus mendapat bekal pengalaman. Pengalaman untuk apa? Untuk menghibur orang lain yang juga berada dalam dukacita. Paulus menulis: Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima peghiburan berlimpah-limpah. Jika kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu; jika kamu dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga. Dan pengharapan kami akan kamu adalah teguh, karena kami tahu, bahwa sama seperti kamu turut mengambil bagian dalam kesengsaraan kami, kamu juga turut mengambil bagian dalam penghiburan kami (1:3-7). Kita menemukan bahwa Paulus sebagai seorang pemimpin memiliki empati terhadap orang lain. Empati adalah kemampuan untuk ikut merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain (Ibr. 4:15). Empati mutlak diperlukan agar seseorang bersungguh-sungguh dapat berbelas kasihan, peka, memahami keadaan orang lain dan menghiburkannya. Paulus adalah orang yang diperlakukan dengan buruk oleh warga Koritus. Persoalan lam tubuh jemaat menambahi penderitaan Paulus. Namun Paulus tahu bahwa orang-orang percaya di Korintus juga sedang menderita. Sebagian dari mereka sedang menderita karena alasan kebenaran, sama seperti Paulus. Namun Paulus tahu bahwa orang-orang percaya di Korintus juga sedang menderita. Sebagian dari mereka sedang menderita karena alasan kebenaran, sama seperti Paulus. Ada juga yang bersedih karena dalam masa pertobatan. Paulus ikut merasakan kepedihan tersebut, dan ia rindu untuk menghibur mereka dalam setiap duka yang mereka alami. Ia menegaskan bahwa pengharpan dan keyakinannya tentang mereka tetaplah teguh. Kerinduan Paulus adalah agar mereka ikut menikmati penghiburan seperti yang telah diterimanya dari Allah, sebab mereka telah turut ambil bagian dalam penderitaan.

Ada banyak perkara yang perlu disampaikan Paulus sebagai teguran kepada jemaat di Korintus. Pada kalimat-kalimat tertentu di dalam suratnya yang panjang itu, ia tiada henti menegur mereka dengan keras, dengan kata-kata yang tegas dan perlu. Namun perlu diperhatikan bahwa ia mengawali suratnya dengan ungkapan empati atas penderitaan mereka. Sekalipun Paulus menilai mereka gagal dalam beberapa hal, ia tetap setia dan berempati terhadap mereka. Para pemimpin harus berlapang dada atas kegagalan orang-orang yang dipimpinnya. Saat mereka mau berjuang untuk bangkit, mereka memerlukan dukungan dan semangat, bukan cercaan. Orang-orang akan menanggapi pemimpin yang memiliki empati yang tulus dan mendalam terhadap pergumulan dukacita dan kekecewaan mereka. Para pengikut perlu dibantu untuk bangkit saat mereka jatuh dan gagal, bukan malah diinjak hingga gepeng. Seorang pemimpin yang bijak sama sekali tidak perlu membawa cambuk kuda. Kepemimpinan adalah tentang orang, bukan sekedar sasaran dan strategi yang mandul, yang biasanya hanya ditulis diatas kertas. Hal ini tentu tidak berarti bahwa teguran dan pembenahan tidak berfaedah (2 Tim. 3:16). Teguran dan pembenahan itu boleh, dan memang sangat dianjurkan, asal dilakukan dengan penuh empati dan dilandasi niat untuk membangun, seperti yang telah dilakukan Paulus. Ia adalah seorang pemimpin yang setia dan penuh welas asih. Kasihnya terhadap jemaat Korintus terpancar nyata di setiap surat yang ditulisnya. Kesetiaan dan empati seperti ini mutlak diperlukan bagi kepemimpinan yang baik. Paulus mengetahui hal ini. Masalah dalam Gereja Kita sering melihat gereja yang belum mengalami transformasi, gereja yang tidak suci dan berkuasa dan tidak pula berkemenangan. Gereja tidak penuh dengan orang yang beriman yang disembuhkan, dibebaskan, menyangkal diri, dan mengalami transformasi. Sebaliknya, gereja sering terdiri dari para pejuang yang lelah dan terluka. Banyak orang di gereja kitapemimpin dan anggota- membawa beban dosa masa lalu yang tersembunyi dan belum diakui yang seharusnya kita tanggalkan. Banyak dari kita menderita luka emosi yang belum disembuhkan yang menjadi penghambat kita merespons situasi seperti yang diinginkan Roh Kudus. Luka-luka ini cenderung menyebabkan respons kita, sadar atau tidak, dipegaruhi atau bahkan dikendalikan oleh kepedihan yang belum disembuhkan itu. Banyak dari kita terjebak

dalam kegemaran yang tidak layak dan tidak pantas seperti gossip, fitnah, berbuat curang, pornografi, rakus, marah-marah atau membenci, praktik seks bebas, menonton TV, kepahitan terus-menerus, dan sikap tidak mau mengampuni. Banyak orang bahkan pemimpin gereja, hidup dalam dunia daging sehingga gampang tersinggung, mudah sakit hati, terlalu mengontrol, manipulatif, tamak, dan angkuh. Banyak juga yang mencari status dan persetujuan manusia. Akibatnya, kesaksian hidup kita terhalang karena penilaian negatif orang di luar gereja ataupun ketidakberdayaan untuk menyaksikan bahwa Allah berkuasa untuk menyucikan, menyembuhkan, dan memberikan kemenangan karena hidup kita sendiri tidak suci, tidak disembuhkan, dan tidak berkemenangan. Mungkinkah hal ini yang dikehendaki Allah? Mungkinkah gereja mampu

menghancurkan gerbang neraka? Saya yakin Allah menghendaki anak-anak-Nya hidup penuh kuasa, suci, dan berkemenangan yang menghormati Dia sepenuhnya dan mencerminkan kehidupan anak-Nya. Kita mungkin tidak sempurna dalam hidup ini, tetapi Dia menarik kita menuju arah itu. Dia meminta kita untuk menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita (Ibr. 12:1). Rahasia untuk hidup berkemenangan dalam Kristus Dalam kebaikan dan belas kasihan-Nya, Allah telah mengizinkan orang-orang kudus-Nya dari waktu ke waktu menemukan sejenis kunci pembuka jalan agar lebih bertumbuh menyerupai Yesus. Salah satu rahasia untuk hidup suci dan berkemenangan dengan tuaian penginjilan yang mulia adalah hadirat Tuhan yang member kuasa. Paulus tidak mengharapkan orang Kristen sering dikalahkan. Ia mengharapkan orang Kristen menjalani hidup yang bercirikan kemenangan. Paulus berharap melihat hidup yang berkemenangan, bukan hanya pada masa pencurahan besar Roh Kudus, tetapi secara terus-menerus. Hadirat Tuhan yang memberi kuasa tersedia bagi orang percaya yang mencari sekarang juga! Keinginan Allah bagi kita, hari ini adalah agar kita melangkah masuk ke dalam hidup yang penuh kuasa, kekudusan, dan penginjilan sehingga Dia sanggup bekerja dalam kita sekarang.

Beberapa aspek dari pemberian kuasa ini tidak asing lagi bagi kita. Kita pernah melihat beberapa manifestasi dari hadirat Roh Kudus dan beberapa penyembuhan dan pelepasan fisik ataupun emosional yang menyertai dengan luar biasa. Hal yang sering tidak kita sadari adalah kuasa Allah tersedia untuk membebaskan orang percaya dengan proses sederhana yang diamdiam dan sungguh-sungguh, mengambil langkah yang perlu dalam gereja atau mengadakan wawancara tertutup. Apa kaitannya hal ini dengan penginjilan? Banyak! Saya percaya banyak dari kita tidak melakukan penginjilan karena kita kalah dalam kehidupan moral pribadi kita sendiri. Rasa malu atas kekalahan menghambat keberanian kita memberikan kesaksian tentang kuasa keselamatan dari Injil. Namun, ketika kuasa Allah membebaskan kita, tidak hanya dari neraka yang akan datang tetapi juga dari neraka searang yang berupa kegagalan moral kita yang berulang, kita pasti menceritakan kemenangan kita kepada orang lain. Orang yang terbelenggu tidak pernah dapat melakukan penginjilan secara efektif, tidak perduli berapa banyak lokakarya tentang penginjilan yang ia ikuti. Namun, ketika kebenaran a kita sepenuhnya, kita pasti menceritakan kepada orang lain, Saya dulu terbelenggu, tetapi sekarang saya bebas! Kuasa, Kekudusan, dan Penginjilan Tanpa hadirat Allah yang memberikan kuasa, kita tidak mungkin hidup dalam kekudusan dan penginjilan kita lemah. Tanpa kekudusan, kita tidak dapat memperlihatkan karakter Allah. Tanpa kekudusan, penginjilan acap kali gagal untuk meyakinkan orang. Penginjilan merupakan perintah Tuhan dan juga pengaruh perumbuhan yang alami karena hidup dalam kuasa, kekudusan dan sukacita Allah. Tidak semua orang menyetujui suatu tingkat yang lebih tinggi adalah sesuatu yang mungkin dan direncanakan oleh Allah. Banyak guru dan pengkhotbah Injil sekarang ini meneankan suatu doktrin kebenaran yang dikaitkan- pebenaran tanpa ekspresi akan pengharapan dari kebenaran yang dialami. Kepercayaan akan kebenaran yang berhubungan dengan Yesus Kristus, datang pada saat orang mengalami pertobatan. Tuhan menghedaki kita mempunyai realitas kebenaran berdasarkan pengalaman yang terus bertumbuh. Bahwa berbuat salah adalah bagian dari kejatuhan dan akibatnya pengalaman kemuliaan Allah dalam Yesus Kristus tidak akan dialami. Namun, pembebasan dari dosa yang digerakkan oleh tekanan jahat dari dalam diri

kita dan penyembuhan dari luka yang melemahkan tersebut bukanlah hal mustahil bagi Tuhan. Melalui Kristus, kita dapat lebih berhasil mengatasi godaan yang menyebabkan kita melanggar hukum Allah. Kita memang belum disempurnakan. Meskipun demikian, kita sudah mengalami kuasa kasih karunia Allah untuk menghentikan perbuatan dosa yang selama ini tidak sanggup saya hentikan sebelum menerima pengalaman baru dan penuh kuasa ini dari hadirat Allah yang memberi kuasa. Gereja kepunyaan Yesus Kristus Gereja yang sebenarnya tentunya adalah Gereja yang Tuhan inginkan, karena ialah yang membentuk Gereja, menumbuhkannya, menjaganya dan merawatnya, Ia adalah mempelai agung dan Hamba Tuhan adalah pekerjanya. Hamba Tuhan tidak memilki Gereja, Tuhan yang mempunyainya, yang dapat membuat Gereja berkembang dan bertumbuh adalah Tuhan dan hanya Dia saja yang sanggung. Oleh karena itu mari kita kembali pada cara Tuhan untuk menumbuhkembangkan Gerejanya. Tujuan Gereja Yesus Kristus telah memberitahukan tujuan gereja kepada kita. Gereja kataNya, bertujuan memuliakan Allah dengan mengikuti Amanat Agung, yaitu, dengan cara memuridkan, melalui otoritas dan kehaadiran Kristus (Mat. 28:18-20). Allah memanggil gereja untuk menggenapi Amanat Agung dan dengan demikian nama Allah dimuliakan. Inilah inti dari semua hal yang Kristus ingin gereja-Nya lakukan. Bagaimana cara gereja memuliakan Allah? Dengan pemuridan. Pemuridan mencakup penyembuhan, pengarahan, kasih dan saling memperhatikan, dan tersedianya berbagai keperluan jasmani yang sama kepada orang-orang percaya dan orang-orang tidak percaya (Kis. 2:42-47). Pemuridan bukan sebuah aktivitas Gereja yang sempit, melainkan semua hal yang dilakukan Gereja untuk memuliakan Allah dan menggenapkan tujuan-Nya. Pemuridan adalah cara gereja menyembah Allah dan meningkatkan jumlah penyembah. Amanat Agung Banyak orang mengubungkan Amanat Agung dengan yang ada di luar sana, dengan misi-misi asing di tempat-tempat yang jauh, padahal Amana Agung juga adalah kenyataan di

sekitar sini. Amanat Agung menuntut kita supaya peduli terhadap tempat-tempat jauh seperti ujung-ujung bumi, tetapi Kisah Para Rasul1:8 adalah lensa-lensa yang member fokus pada Amanat Agung. Amanat ini kita untuk menembus Yerusalem kita, juga Yudea, Samaria kita dan akhirnya sampai ke ujung-ujung bumi. Ini berarti kita mencari tetangga sekitar kita, kelompokkelompok minoritas yang dianggap hina di sekitar kita, massa yang membentuk bangsa kita, dan mereka yang berada jauh di Nepal. Tidak ada gereja yang sepenuhnya taat kepada Kristus jika mereka menjangkau yang jauh darinya, apalagi gereja yang hanya berusaha menjangkau mereka yang berada di sekitarnya. Tidak ada pendeta yang sepenuhnya taat kepada Kristus jika ia tidak memimpin gerejanya mengikuti Amanat Agung untuk pemuridan secara local dan di seluruh dunia. Suatu kesalahan yang dilakukan banyak orang Kristen adalah menganggap Amanat Agung hanya sebagai penginjilan. Tampaknya mereka percaya sebuah gereja dengan Amanat Agung adalah gereja yang menyampaikan Injil dan tidak banyak memajukan kerohanian jemaatnya. Akibatnya, mereka melawan, atau bahkan menolak gagasan bahwa sebuah gereja yang secara alkitabiah mengacu pada tujuan, harus memusatkan dirinya pada usaha dan menggenapi Amanat Agung. Tetapi studi yang seksama tentang Matius 28: 18-20 menunjukkan bahwa pernyataan paling komprehensif tentang maksud gereja bisa ditemukan di semua bagian alkitab. Sebuah gereja adalah suatu tempat para petobat baru lahir, gereja juga merupakan suatu tempat orang-orang percaya dibangkitkan untuk menghasilkan orang-orang yang sama dengan mereka. Perbaikan rohani menjadi fokus utama sebuah gereja Amanat Agung. Dalam jenis gereja ini, orang-orang percaya dibawa menuju suatu tingkat kesehatan rohani yang tinggi sehingga mereka dapat membawa jiwa baru sesuai dengan kemampuan yang Allah berikan kepada mereka. Sama dengan kita yang harus sehat secara jasmani guna membawa jiwa baru, dan sehat secara emosi serta rohani untuk membesarkan anak-anak yang sehat, sebuah gereja harus sehat guna menjadikan orang-orang percaya dewasa dan atraktif yang dapat menjangkau jiwa-jiwa melaui Roh Kudus. Gereja Amanat Agung

Perintah utama dalam Matius 28:19-20 adalah, Jadikanlah semua bangsa murid Ku. Perintah ini adalah inti dari Amanat Agung yang diberikan Yesus, esensi tujuan yang Dia berikan kepada para murid-Nya dan melalui mereka kepada kita. Tiga istilah kunci,pergi, baptiskan, dan ajar, melukiskan proses yang kita lewati ketika kita memuridkan. Memuridkan adalah sebuah perintah, sebuah perintah jelas dan pasti yang mengatakan, Kerjakan itu, dan kerjakan sekarang! Ketika Tuhan memberikan perintah ini, Dia memberikannya dengan nada mendesak dalam suaraNya, sehingga para rasul merasakan apa yang Dia inginkan ketika itu, Ini harus segera dikerjakan. Tidak ada pilihan dalam setiap perintah. Serupa dengan perintah-perintah lain yang Yesus berikan, kita melakukannya atau, jika tidak, kita tidak menaatiNya. Kita adalah para pendeta yang tidak taat kepada Tuhan jika kita tidak berusaha memimpin gereja-gereja kita melakukan Amanat Agung sebagai perintah yang mendesak. Kata pergi dalam Matius 28:19 terkait erat dengan perintah utama. Kata ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada pemuridan tanpa orang-orang yang tidak memiliki visi untuk melakukan niat serupa. Orang-orang percaya harus memiliki niat serupa. Orang-orang percaya harus memiliki niat untuk mengembara, semangat untuk aktif mencari dengan selalu melihat kesempatan. Kita harus berusaha mengembangkan gereja bersama dengan orang yang bersusah-payah berusaha melakukan pemuridan. Seperti kata pergi, dua istilah lain, membaptis dan mengajar adalah kata tang mengikutinya, dengan kata lain, ketiga kata ini terkait erat. Membaptis adalah bagian pengajaran yang kita ajarkan kepada para murid sebelum kita membaptis mereka, dan kemudian kita mengajar mereka lebih dalam lagi selama sisa hidup mereka. Sebenarnya, baptisan adalah satu di antara alat-alat pengajaran terbaik yang kita miliki, sebab baptisan menunjukkan apa yang telah Kristus lakukan bagi kita di kayu salib, juga menunjukkan kemurahan Allah untuk menjadikan kita serupa dengan-Nya di dalam kematian, penguburan, dan kebangkitan-Nya. Tak ada hal lain yang bisa menggambarkan kenyataan kehidupan Kristen secara lebih efektif dibanding baptisan air. Sebuah Gereja Amanat Agung Bertindak Dalam Otoritas Kristus Untuk Mencapai Maksudnya

Sebuah Gereja Amanat Agung harus paham benar bahwa ia memiliki tujuan, dan mengetahui tujuan tersebut. Ia tidak membiarkan dirinya terjebak dalam agenda-agenda pribadi maupun pengaruh-pengaruh di luar Gereja. Gereja harus terfokus secara tajam dan peka melakukan Amanat Agung dan mengerti apa yang menjadi tujuan gereja. Seorang pendeta yang berorientasi pada pemuridan, akan mengetahui bahwa ia tak dapat mecapai maksudnya tanpa otoritas Tuhan, jadi ia membuat setiap orang untuk berpaling kepada Tuhan dan melakukan segala perintahNya. Dengan kata lain, ia belajar bahwa diriya tak dapat berbuat sesuatu di luar Kristus, sebab ia membutuhkan otoritasnya untuk menaati segala kehendak-Nya. Fakta bahwa kita tak dapat memeuhi maksud Kristus bagi kita jika kita terpisah dari otoritas-Nya melalui kita, membuat tujuan kita unik, special, dan berbeda dengan tujuan apa pun di bumi. Tak ada usaha lain manusia yang memerlukan izin Kristusuntuk menggenapi maksudnya, baik pemerintah, pendidikan, bisnis, dan kegiatan amal pun tidak. Hal ini membuat tujuan kita paling strategis di bumi, satu maksud yang Allah pedulikan lebih daripada maksudmaksud yang lain. Jika kita tidak mencapai maksud-Nya, maka umat manusia tetap berada dalam kegelapan dan kesia-siaan hidup, juga tanpa pengharapan. Kita harus mencapai tujuan itu tanpa mempedulikan kata orang lain. Jangan biarkan orang lain menghambat kita menaati perintahperintah Tuhan dan melakukan apa yang Dia ingin kita lakukan. Segala Otoritas Atas Berbagai Kuasa Rohani Kristus memiliki segala otoritas di surga dan di bumi (Mat.28:19), dan gereja yang menaati Dia memerlukan otoritas tersebut. Gereja-gereja tunduk pada otoritas untuk melawan kuasa-kuasa kegelapan dengan tanpa kesombongan, melainkan cukup dengan apa yang mereka lakukan. Mereka memilki tujuan jelas, yaitu mengubah waega kerajaan kegelapan menjadi warga kerajaan terang. Dengan sengaja mereka mendidik para pria dan wanita agar kehadiran, kata-kata, dan perbuatan mereka mampu melawan kuasa jahat yang mengancam hak mereka untuk mempengaruhi atau menguasai orang-orang yang dipanggil Allah. Para penjala manusia membuat suatu perubahan di dunia sekitar mereka melalui cara hidup mereka. Satu cara untuk menguji apakah Anda menggembalakan sebuah gereja Amanat Agung adalah dengan mengajukan pertanyaan, Apa saja pekerjaan saya yang membutuhkan otoritas Kristus melawan kuasa jahat? Apakah gereja Anda bisa tetap eksis jika Kristus menarik

otoritasnya dari Anda? Apakah Anda sedang menyaksikan kehidupan yang diubahkan oleh kuasa Allah? Apakah orang-orang dibebaskan dari genggaman kuasa jahat melalui mereka yang Anda ajar di Gereja Anda? Apakah peredaran obat-obat terlarang berkurang dalam komunitas Anda sebab pengaruh orang-orang yang Anda ajar di gereja Anda? Bagaimana dengan penjualan alkohol? Atau angka perceraian? Atau angka aborsi? Atau penganiayaan terhadap anak-anak? Atau kehamilan remaja? Semua ini bukti dari kuasa jahat yang ada di tengah masyaraka kita saat ini, segala masalah yang harus kita hadapi dengan menaati Tuhan di saat-saat seperti ini. Tidak setiap pribadi di gereja kita akan terlibat dalam serangan-serangan ars depan yang demikian, tetapi pribadi yang memiliki karunia khusus dan berbeban harus dikembangkan ntuk berperang melawan segala kejahatan dengan otoritas Kristus. Segala Otoritas Atas Kekuatan Duniawi Yesus berkata Dia memiliki segala otoritas di bumi. Ini berarti Dia memiliki otoritas atas pemerintah-pemerintah, sistem pendidikan, dan berbagai bentuk budaya serta media. Misalnya, otoritas ini diperlihatkan ketika darah orang Kristen mula-mula, yang mati sebagai martir di tangan bangsa Romawi, menjadi benih gereja, membuatnya bertumbuh di seluruh kekaisaran Roma. Apa yang sedang Anda lakukan di tengah komunitas yang menuntut otoritas-Nya atas berbagai kekuatan duniawi? Apakah pribadi-pribadi dalam gereja Anda melayani dengan mengagumkan sebagai para pemimpin Kristen dalam pemerintahan lokal dan posisi pendidikan? Bagaimana dengan para pemimpin media? Apakah kita telah menyerah pada orang-orang demikian, mengira bahwa mereka adalah orang-orang liberal dan sinis yang tak dapat dijangkau? Apabila memanga demikian, kita menyangkal pengakuan Kristus bahwa Dia memiliki segala otoritas surga dan di bumi. Pertanyaan yang paling utama adalah: Di segala bidang pelayanan kita sebagai pendeta, apa yang sedang kita lakukan yang hanya dapat Kristus lakukan melalui kita? Dalam ketaatan kepada Kristus, sebuah gereja Amanat Agung melakukan banyak hal hanya melalui otoritas Kristus. Sebuah Gereja Amanat Agung yang Memuridkan

Apa yang dimaksud Yesus ketika Dia memerintah kita untuk memuridkan? Ada banyak cara untuk menjawab pertanyaan ini. Sebagian menyimpulkan itu berarti mengubah orang-orang tidak percaya menjadi murid-murid yang berkomitmen kepada Kristus. Namun saya menganggapnya sebagai membina jemaat untuk memuridkan bangsa-bangsa, dengan pengertian bahwa bangsa-bangsa yang dengan jelas mengacu pada orang-orang yang ditandai dengan keunikan budaya, entah dekat dengan kita atau jauh dari kita. Akan tetapi, kita menyampaikannya bahwa memuridkan pada dasarnya berarti melipatgandakan murid (to reproduce reproducers). Seorang murid adalah seorang pelajar yang dapat menolong orang lain untuk belajar, seseorang yang dapat membuat orang lain menghasilkan apa yang sudah Kristus hasilkan dalam dirinya melalui kuasa Roh Kudus. Tujuan kita adalah membantu membimbing seseorang menuju kedewasaan rohani dalam kemajuan yang mantap sesuai dengan tingkat pertumbuhannya suatu tingkat yang bisa kita andalkan ketika godaan dosa datang. Bayangkan seorang pengunjung yang pertama kali datang, seorang yang bukan Kristen, memasuki tempat parkir anda. Relasi, pelayanan, dan tindakan seperti apa yang akan anda lakukan terhadap orang tersebut untuk membimbingnya kepada Kristus dan membawanya menuju kedewasaan guna mempengaruhi orang lain demi Kristus? Siapapun mereka, inilah cara anda untuk memuridkan. Proses ini akan berbeda-beda dari Gereja ke Gereja, tetapi setiap pelayanan akan memiliki unsur-unsur yang sama. Apa yang harus dilakukan untuk Pemuridan ? Pemuridan menuntut tiga tahap Tujuan. Sebuah gereja akan menjadi sebuah gereja yang memuridkan hanya apabila memilih untuk bersatu. Memuridkan bukan suatu kebetulan; hal ini harus direncanakan. Kita harus siap masuk ke dalam komunitas dan dunia kita supaya dapat mengubah orang-orang yang masih terhilang menjadi orang-orang percaya yang berkomitmen. Ini berarti setiap orang di Gereja harus terlibat dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang belum percaya dan harus terlatih dalam berbagai ketrampilan yang diperlukan untuk bergaul dengan mereka yang memiliki nilai dan perspektif yang berbeda. Banyak diantara kita yang kehilangan komunikasi dengan sesama yang belum percaya, dan tidak tahu bagaimana membuka percakapan atau

merasa nyaman dengan mereka. Sebagai pendeta, kita harus memiliki ketrampilan semacam itu dan menolong jemaat kita untuk melakukan hal yang sama. Apakah jemaat kita tahu arti Injil? Dapatkah mereka menghadirkannya dengan penuh keakraban? Apakah mereka mampu memberitahukan kepada orang lain apa maksud Yesus dalam hidup mereka dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh orang-orang tidak percaya? Apakah merka tahu cara untuk menjadi yang benar dengan lebih bersimpati daripada menghakimi dengan merasa: lebih kudus daripada mereka semua? Apakah mereka mengerti bagaimana bertindak dengan penuh kepedulian untuk menjangkau mereka yang terluka? Akankah mereka percaya pada otoritas Kristus untuk mengatasi ketakutan mereka dan memakai mereka untuk membawa orang lain kepada Kristus? Sebuah gereja Amanat Agung melengkapi para anggotanya supaya mampu memimpin orang lain kepada Kristus karena inilah tujuan pemuridan. Pengenalan. Langkah kedua dalam proses pemuridan adalah membawa petobat baru mengenal Kristus dan gerejaNya. Tentu, kita tidak akan pulang dan meninggalkan bayi kita yang baru lahir di rumah sakit, begitu juga kita tidak seharusnya meninggalkan para petobat baru di jalan-jalan rohani. Kita harus membawa mereka pulang ke tengah keluarga. Inilah arti baptisan. Sudah saya sebutkan bahwa baptisan dan pengajaran terkait erat. Inilah sebabnya sebaiknya tak seorangpun yang belum diajar apa arti baptisan mendapat baptisan karena setiap baptisan adalah suatu kesempatan untuk mengajarkan inti iman kita. Saya menyebut langkah baptisan ini pengenalan, sebab inilah inti arti kati itu ketika digunakan sebagai kiasan menurut Roma 6:1-14, baptisan rohani kita (ditempatkan ke dalam tubuh Kristus pada saat keselamatan, yang digambarkan dengan aptisan air) berarti kita telah dikenal bersama Kristus disalib, dalam kubur, dan dalam kebangkitannya. Allah secara total mengenal kita bersama Kristus ketika kita percaya kepadaNya sehingga ketika Dia mati di kayu salib, kita juga mati di kayu salib; ketika Dia masuk ke kubur kita pun masuk ke kubur; dan ketika Dia bangkit dari maut, begitu pula kita bangkit dari maut melalui pengenalan kita terhadap Dia. Untuk memahami baptisan air secara benar, petobat barudan semua orang percaya harus memahami anugrah Allah dan karyanya dalam hidup kita agar kita menjadi serupa dengan Kristus. Dibaptis berarti lebih dari sekedar terikat kepada ketuhanan Kristus, sama pentingnya

seperti arti baptisan itu sendiri. Baptisan lebih dari sekedar suatu janji untuk menaati Kristus dalam perbuatan kita, sesuatu yang tidak bisa tidak harus dilakukan. Baptisan menggambarkan segala yang telah dan sedang Allah kerjakan dalam hidup kita melalui Kristus. Baptisan berarti kita ingin bertumbuh dalam anugrah, menolak hawa nafsu dan mengangguk setuju kepada salib setiap hari dalam kehidupan kita. Sebelum para petobat baru dibawa kepada pengenalan total akan Kristus dan Gerejanya melalui ajaran-ajaran dan baptisan, mereka tidak akan bertumbuh dalam Kristus. Mereka akan kesepian, terpisah, dan tidak dewasa. Sebuah gereja Amanat Agung mengajarkan kepada semua jemaatnya tentang makna dikenal bersama Kristus sebagai inti kehidupan Kristen. Pengajaran. Surat-surat penggembalaan (pastoral epistles) memberitahukan kepada kita bahwa pengajaran adalah tanggung jawa nomor satu seorang pendeta, tetapi pendeta yang berpikir bahwa hal ini berarti akan menyita waktu 40 jam seminggu waktu studinya adalah salah besar. Kita perlu bekerja keras agar bisa mengajar dengan baik, tetapi kita juga perlu memahami apa yang Yesus maksudkan melalui pengajaran. Apakah pengajaran adalah suatu komunikasi satu arah dari atas mimbar? Hampir bukan. Yesus tidak mengajar dengan cara ini. Pengajaran adalah melibatkan para murid dalam mengembangkan ketrampilan dan praktik yang harus mereka punyai untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh sang guru. Apakah kita menyaksikan para murid, para pengajar, yang muncul dari pelayanan mengajar? Jika iya, kita sedang melakukan pengajaran Amanat Agung. Tentu, kita harus ingat bahwa kita bukan satu-satunya guru di gereja kita. Dan, kita juga harus ingat bahwa tidak semua guru mendidik murid-murid dengan cara yang sama. Ketika Yesus mengajar, Ia menggunakan petunjuk-petunjuk yang bersifat khotbah, seperti yang kita saksikan dalam khotbah di bukit, dalam perumpamaan-perumpamaan yang Dia ceritakan kepada para muridnya, dan pengajaranNya di bukit Zaitun dan di ruang atas. Tetapi salah satu sarana utamanya adalah keterlibatan, dan dua alat peraga untuk mengajar para muridNya adalah roti dan perahu. Yesus menggunakan berbagai pengalaman dalam kehidupan untuk mengajarkan kebenaran kekal kepada para pengikutnya. Dia memiliki ketrampilan menakjubkan untuk mengubah pengalamannya saat berjalan melewati ladang gandum,

memperhatikan anak-anak bermain, atau menyaksikan orang-orang saling berjual beli di pasar

menjadi sebuah pelajaran hidup yang tak terlupakan bagi para muridNya. Dia mengubah hal-hal yang biasa, umum, dan sehari-hari, menjadi hal-hal yang kekal. Namun, yang paling sering Yesus lakukan adalah mengajak para Murid-Nya ketika Dia melayani. Berulang kali Dia membahas bersama para pendengar tentang apa yang mereka lihat dalam keterlibatan sehari-hari dengan orang banyak. Kemudian, mereka memiliki keinginan untuk berdoa karena menyaksikan mereka berdoa, mereka belajar memberi dengan mendengarkan ajaran-Nya tentang saling member, mereka belajar percaya dengan menyaksikan kepercayaan-Nya kepada Bapa-Nya, dan mereka bergantung pada Roh Kudus dalam segala yang Dia lakukan. Inilah pengajaran, gabungan antara petunjuk dan pelatihan di tengah kehidupan. Tuhan kita memiliki suatu kurikulum juga metode-metode kreatif ketika Dia mengajar para murid-Nya. Ketika Dia menyuruh kita untuk mengajar para murid kita dengan memperhatikan semua yang Dia perintahkan kepada kita, Dia sedang mengarahkan kita supaya mengajar sesuai dengan pedoman yang Dia berikan. Sebuah Gereja Amanat Agung mengajar dengan cara Yesus mengajar: dari mimbar dan melalui hubungan yang dapat mengubah pengalaman hidup sehari-hari menjadi pelajaran kekal hingga setiap jemaatnya bisa melakukan pemuridan atau mengajar. Sebuah Gereja Amanat Agung Bergantung Pada Kehadiran Kristus Untuk Menggenapi TujuanNya Cara untuk meyakinkan bahwa kita memiki otoritas Kristus adalah dengan mengandalkan kehadiran-Nya secara total selalu bergantung padaNya. Kenyataan bahwa Yesus berjanji akan menyertai kita akan membuat kita semakin yakin dan tenang. Apabila kita menghadapi kuasa kegelapan di sekitar kita, kita dapat merasa yakin bahwa kita dapat melakukan apa yang Dia ingin kita lakukan sebab Dia beserta kita. Demikian juga, apabila kita menghadapi kuasa daging dengan otoritas manusia, kita dapat merasa yakin bahwa kita bisa mengalahkan musuh-musuh kita sebab Dia beserta kita. Bahkan kita seolah-olah kalah apabila kita menghadapi aniaya dan maut Allah tetap memimpin kita menuju kemenangan-Nya (2 Kor. 2:14). Kristus bersama kita terutama ketika kita menghadapi kekalahan sesaat karena penolakan dan ketidakadilan, dan Dia akan mencapai maksud-Nya bagi gereja-Nya. Bahkan gerbang neraka tak sanggup mengalahkan

kita. Inilah kepercayaan diri yang harus dimiliki selama kita memimpin gereja untuk menggenapi tujuan Kristus. Tugas pokok seorang pendeta adalah memuridkan, mengajar para pengajar. Layaknya kita menggembalakan domba-domba kita di bawah Kristus, kita harus membimbing setiap domba menuju kesehatan rohani dan visi tentang membantu mereka tumbuh dewasa dalam Kistus, dan tentang mengajarkan kepada mereka cara melakukan hal yang sama kepada orangorang yang mereka pengaruhi. Penerapan Akan Tujuan Gereja Amanat Agung 1. Setiap bentuk pelayanan yang tidak membutuhkan otoritas Kristus tidak perlu dilakukan. Sekolah Minggu tidak boleh menjadi penitipan anak, kelompok persekutuan tidak boleh menjadi perkumpulan orang kudus, kelompok usia lanjut tua tak boleh hanya dijadikan tempat berbagi cerita. Setiap program pelayanan harus menjadi suatu sarana untuk mencapai tujuan yang menuntut otoritas Kristus, jika tidak berarti kita tidak menaati-Nya. 2. Pemuridan harus menjadi fokus Gereja dalam setiap kegiatannya. Suatu program yang tidak mendukung pemuridan tidak perlu dilakukan. Ukuran yang dipakai untuk menilai suatu program, apabila program tersebut mengandung unsur pemuridan dan membina para pengajar. Mungkin tidak semua orang memiliki kualitas pemuridan dengan menghasilkan petobat-petobat baru, namun tiap pribadi harus menjadi bagian dari proses ini, dan harus tahu apa yang menjadi tugasnya dalam proses pemuridan tersebut. 3. Penataan Gereja harus berfokus pada pemuridan. Para pemimpin Gereja mempunyai tugas yang sama seperti Yesus, yaitu memuridkan. Semua hal yang berhubungan dengan pemuridan menjadi tolak ukur bagi Gereja dalam mengatur dan menata dirinya, agar sesuai dengan hakikat Gereja itu sendiri. Pengembangan para murid bagi para pemimpin adalah hal yang vital dan perlu terus dikembangkan, agar para murid dapat memperlengkapi orang-orang seperti apa yang diajarkan kepada mereka. Pengetahuan para murid akan sangat penting untuk menjaga orang-orang mereka muridkan tetap terfokus pada tujuan Gereja yang sesungguhnya. Fokus yang terpecah-pecah dalam tubuh Gereja akan menimbulkan persoalan bagi Gereja, misalnya komisi atau majelis mempunyai agenda tersendiri yang tidak mengacu pada tujuan Gereja, dan hal ini harus segera dibereskan, tak peduli seberapa baik pelayanan tersebut. Sikap lemah lemut,

ramah, dan bersahabat kesemuanya itu adalah bagian dari pekerjaan pendeta dalam menolong setiap orang dalam memanfaatkan tenaga dan waktu mereka dengan lebih baik. 4. Pencapaian tujuan harus dibarengi dengan antusias yang berapi-api oleh setiap Gereja. Pengambilan inisiatif oleh Gereja untuk masuk ke dalam komunitas mereka dan menciptakan suasana memuridkan harus dilakukan dengan semangat. Ini menjelaskan peran Gereja bagi komunitas di mana ia berada, yaitu untuk memuridkan dan keterlibatannya dalam komunitas untuk membawa kasih Kristus yang mempunyai kekuatan untuk mengubahkan kepada komunitasnya. 5. Baptisan harus disampaikan inti pesan dan kuasanya, bukan hanya tradisi ritual saja. Supaya dunia dapat melihat bahwa dalam baptisan Kristus kita dibawah otoritas yang baru yaitu Kristus dan tidak dibawah otoritas dunia lagi. Oleh kasih karunia Bapa kita telah dibangkitkan menuju suatu kehidupan yang baru. Kebenaran-kebenaran anugrah dan kuasa Allah ada di dalam hati sebuah gereja yang memuridkan. Jangan sampai kebenaran ini hilang, karena akan mngakibatkan gereja yang legalis dan berdaya di hadapan dunia serta kehilangan garam dan terang mereka bagi komunitas mereka, maka perubahan seperti yang Kristus inginkan bagi komunitas mereka hanya akan menjadi angan-angan belaka. Tuhan akan salah dipandang sebagai pribadi yang kejam dan hanya menegakkan hukum saja, bukan sebagai pemberi anugrah. 6. Teladan Yesus dalam memberi pengajaran, menjadi padanan Gerea dalam mengajar aik dalam kehidupan dan khotbah-khotbahnya. Gereja harus menjagai jemaatnya agar tidak terjatuh dalam paham bahwa Kekristenan hanyalah persoalan pikiran dan bukan pada hati dan tangan. Hati atau tangan yang tidak pernah tersentuh dalam pengajaran adalah akibat dari dijauhkannya kehidupan dan relasi dalam pengajaran. Pengajaran satu arah dengan mendengarkan saja tidak dapat disebut sebagai pemuridan. 7. Ketergantungan akan kehadiran Kristus dalam setiap kegiatan kita menjadi suatu hal yang utama. Janji Yesus kepada kita adalah menyertai kita, namun kita dapat merasa tidak perlu akan kehadiran Kristus dan jatuh pada mengandalkan kekuatan diri sendiri. Kita tidak mungkin mengatasi badai kehidupan tanpa-Nya. Pelayanan kita tanpa kehadiran Yesus adalah sia-sia, oleh karena itu kita sangat memerlukan kehadiran Kristus.

8. Pendeta mempunyai tujuan untuk memimpin sebuah gereja yang memuridkan dengan melengkapi semua pemimpin untuk tugas ini. Sebagai pendeta setiap pekerjaan yang dilakukannya bertujuan untuk memuridkan. Pendeta yang tidak terfokus dalam pemuridan dan beralih pada hal yang lain, sama halnya dengan meninggalkan gerejanya dan membiarkannya terjebak dalam lumpur tradisi, dan tetntunyaa gagal dalam menjalankan tugasnya. Misi yang Kristus berikan bagi Gereja menjadi terhenti dan Gereja mengalami stagnasi. Pendeta mempunyai peran utama memperlengkapi orang lain dalam pekerjaan pelayanan (Ef. 4:7-16), maka segenap energi pendeta harus terfokus pada hal ini. Apa yang tertulis dalam Amanat Agung, khususnya pada bagian akhir: .Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman. Amanat dan janjiNya Ia berikan kepada kita. Yesus berjanji untuk menyertai kita, segala kekurangan kita dapat diatasi oleh karena kuasa dan hadirat-Nya. Janji-Nya pada kita tidak akan pernah pudar, karena dalam janji tersebut terkandung komitmen untuk menguatkan kita dalam menggenapi amanat-Nya. Maka dari itu saat kita melaksanakan amanat-Nya dalam kita memuridkan, kita hendaknya selalu bergantung pada kuasa dan hadirat-Nya. Serta kita mengajar kepada orang lain yang kita muridkan untuk selalu bergantung pada kuasa dan kehadiran Kristus, dan mendorong mereka untuk melakukan amanat-Nya dimana otoritas-Nya sangatlah diperlukan. Tentunya gereja anda akan mencapai tujuan Kristus, dan anda akan mencapai amanat-Nya melalui komitmen-Nya.

You might also like