You are on page 1of 8

Gizi Buruk Penetapan Prevalensi gizi buruk yang ingin dicapai pada tahun 2011?

? Prevalensi gizi kurang turun menjadi di bawah 15% Prevalensi gizi buruk turun menjadi di bawah 3,5% Prevalensi stunting turun menjadi di bawah 32%

Berapa persen angka penurunan yang ditargetkan ? Prevalensi gizi kurang turun dari 18,4% menjadi di bawah 15% Prevalensi gizi buruk turun menjadi di bawah 3,5% Prevalensi stunting turun dari 36,8% menjadi di bawah 32%

Menurut kemenkes apa yang menjadi akar masalah dalam timbulnya gizi buruk? Kemiskinan dan pengetahuan ibu

Siapa saja yang akan terlibat dalam upaya penanggulangan gizi buruk? Dalam hal ini adanya keterlibatan dari pemerintah daerahnya masing-masing, karena adanya otonomi daerah.

Ada atau tidak daerah yang dijadikan sebagai sasaran prioritas program? Adanya disparitas dalam penanggulangan gizi buruk tergantung prevalensi angka gizi buruk dan kemiskinan. Untuk saat ini, angka gizi buruk tercatat paling banyak di wilayah Indonesia bagian timur contohnya Papua.

Upaya apa untuk meningkatkan kinerja SDM sampai ke tingkat paling bawah? Dari pihak kemenkes sebagai fasilitator untuk mengadakan pelatihan terhadap SDM di tingkat daerah.

Bagaimana Standar pelaksanaan program utk di daerah? Apakah setiap daerah memiliki standar yg sama? Standarnya sama yaitu mengacu pada pengukuran Antropometri untuk mendeteksi penderita gizi buruk. Pihak kemenkes membuat pedoman dan petunjuk teknis untuk dilaksanakan oleh semua wilayah yang ada di Indonesia

Berapa banyak daerah yg sudah dibimbing? Untuk bimbingan dilakukan secara bergantian untuk tiap daerah

Bagaimana Proses monitoring dan evaluasi terhadap program yang akan dilakukan?

Dengan melihat laporan dari tiap daerah dan melakukan inspeksi mendadak ke daerah tertentu

Berapa kali monitoring dan evaluasi terhadap program akan dilakukan? Setiap bulan tingkat daerah melakukan pelaporan, jika terdapat kejadian gizi buruk maka pihak kemenkes memberikan feedback secara cepat

Bagaimana mendapatkan data di daerah utk proses evaluasi? Adanya pelaporan dari tingkat provinsi maupun kabupaten melalui sistem informasi gizi ataupun secara manual.

Upaya pembinaan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan prilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Hal ini merupakan penjabaran dari UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab VIII pasal 141. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan , yaitu : 1. 2. 3. 4. Meningkatkan umur harapan hidup menjadi 72 tahun Menurunkan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup Menurunkan angka kematian ibu menjadi 118 per 100 ribu kelahan hidup Menrunkan prevalesi gizi kurang menjadi 15%, gizi kurus menjadi 3,5%, dan stunting menjadi 32%

Untuk mencapai sasaran RPJMN 2010-2014 bidang kesehatan, Kemenkes menetapkan Rancangan Strategi (RENSTRA) Kemenkes 2010-2014, yang memuat indikator keluaran yang harus dicapai, kebijakan dan strategi Kemenkes Kesehatan. di bidang pembinaan gizi telah ditetapkan dua indikator keluaran, yaitu : 1. % Balita ditimbang berat badannya (D/S) 2. % Balkita gizi buruk yang dirawat Target Indikator kinerja pembinaan gizi 2010-2014 INDIKATOR Presentase balita ditimbang berat badannya Presentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan 100 2010 65 2011 70 100 TARGET CAPAIAN (%) 2012 2013 2014 75 80 85 100 100 100

Penilaian masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat di suatu wilayah dilakukan dengan membandingkan jenis dan besaran masalah gizi dengan ambang batas (cut off) yang telah disepakati secara universal. Bila besaran masalah gizi di suatu wilayah berada di atas ambang batas yang ditentukan, maka masalah tersebut dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat. Tabel ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehataan masyarakat dipergunakan pentahapan dan prioritas perencanaan pembinaan gizi.

Ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat Batasan masalah kesehatan masyarakat > 10% >20% > 5%

Masalah Gizi Indikator 1. Kurang Energi dan Protein (KEP) 1. prevalensi balita gizi kurang (Underweight) 2. prevalensi balita pendek (stunted) 3. prevalensi balita kurus (wasted) 2. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 1. cakupan garam beryodium 2. prevalensi anak sekolah dengan Ekresi Yodium Urine (UYE) <100 3. Anemia Gizi 1. prevalensi anemia gizi 4. Kurang Vitamin A (KVA) 1. prevalensi balita Xerophtalmia 2. prevalensi balita dengan serum retinol <20ug.dl

> 90% >20% > 20% >0,5% >15%

Masalah gizi buruk kedalam ambang batas masalah gizi Kurang Energi Protein dengan indikator : Prevalensi gizi kurang turun dari 18,4% menjadi di bawah 15% Prevalensi gizi kurus turun menjadi di bawah 3,5% Prevalensi stunting turun dari 36,8% menjadi di bawah 32%

Kurang Energi dan Protein (KEP) Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukan besaran masalah KEP di Indonesia, yaitu gizi kurang, pendek dan kurus. Ketiga bentuk masalh KEP tersebut mempunyai riwayat dan pendekatan pemecahan yang berbeda. Secara umum besaran masalh KEP pada balita digambarkan pada grafik berikut. Prevalensi Gizi Pada Balita
40 20 0 Gizi kurang Pendek Kurus

Gemuk

Sumber : Riskesdas 2010

Prevalensi gizi kurang tahun 2010 secara nasional sebesar 17,9% yang berarti bahwa target RPJMN 2005-2009 yaitu penurunan prevalensi gizi kurang menjadi 20% dapat dicapai. Prevalensi menurut wilayah (provinsi dan kabupaten/kota) sangat bervariasi. Selain masalah gizi kurang Riskesdas juga mengungkap tingginya prevalensi pendek pada balita 35,6%, prevalensi kurus 13,3% dan prevalensi gizi gemuk 14,0%. Status gizi anak sangat terkait dengan status gizi ibu hamil. Prevalensi ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronik (KEK) 2007 diperkirakan sebesar 13,6%. Ibu hamil KEK akan beresiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Upaya yang berkaitan dengan penangulangan masalah gizi kurang antara lain penyelenggaraan posyandu, pemberian ASI ekslusif dan MP ASI serta tatalaksana gizi buruk yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Kunjungan ke Posyandu (D/S) Cakupan penimbangan balita di Posyandu (D/S) merupakan indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khusunbya imunisasi serta prevalensi gizi kurang. Semakin tinggi cakupan D/S, semakin tinggi cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang. Hasil riskesdas menunjukan secara nasional cakupan penimbangan baliat (anak pernah ditimbang di Posyandu sekurang-kurangnya satu kali selama sebulan terakhir) di posyandu sebesar 74,5%. Provinsi dengan cakupan penimbangan balita di Posyandu yang tertinggi adalah DIY (95%), Sulawesi Utara (91,5%), dan Gorontalo (91,1%), sedangkan provinsi yang cakupannya rendah adalah Sumatera Utara (54,7%), Sumatera Selatan (60,4%) dan sulawesi Tenggara (61,7%). Frekuensi kunjungan balita ke Posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya umur anak. Masalah yang berkaitan dengan kunjungan posyandu antara lain terbatasnya dana operasional Posyandu, sarana dan prasarana, pengetahuan kader, kurangnya kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling, kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat Posyandu serat masih terbatasnya pembinaan kader. 2. Pemberian ASI dan MP ASI Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui baik secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyususi anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendaping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tubuh kembangnya.

Grafik 1 Persentase Bayi Umur 0-6 Bulan dan Umur 6 Bulan yang diberi ASI saja 2004-2009

70 60 50 40 30 20 10 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 ASI eksklusif 0-6 bulan ASI eksklusif 6 bulan

Sumber : Susenas 2004-2009 Secara nasional cakupan pemberian ASI ekslusif di Indonesia berfluktuasi selama 3 tahun terakhir. Pada grafik terlihat bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan 62,2% (2007), 56,2% (2008), dan 61,3% (2009). Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan 28,6% (2007), 24,3% (2008), dan 34,3% (2009). Cakupan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya Peraturan Perundangan tentang pemberian ASI eksklusif serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, dan kampanye terkait pemberian ASI maupun MP-ASI, masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan MP-ASI dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI dan MP-ASI. 3. Tatalaksana gizi buruk Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat yang bila tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan kematian. Berdasarkan lapran Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia tahun 2008 jumlah anak balita gizi buruk yang ditemukan dan mendapat perawatan sebanyak 42.064 kasus, sedangkan tahun 2009 sebanyak 56.941 kasus. Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap dan rawat jalan. Gizi buruk dengan komplikasi dilakukan rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi,sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dilakukan rawat jalan di Puskesmas, Poskedes, dan Pos Pemulihan Gizi berbasis masyarakat. Kenyataan dilapangan, belum semua fasilitas kesehatan memiliki tenaga yang mampu melaksanakan perawatan sesuai tatalaksana gizi buruk. Selai itu kasus gizi buruk sering ditemukan terlambat, kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana untuk

menyiapkan formula khusus anak gizi buruk, serta kurangnya tindak lanjut pemantauan setelah anak pulang ke rumah. Karena itu diperlukan pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi tenaga kesehatan, mengoptimalkan surveilans, penyediaan sarana dan prasarana. Tujuan , sasaran, target dan strategi operasional a. Tujuan Tujuan dari pembinaan gizi adalah meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita serta usia produktif. b. Sasaran Operasional Sasaran operasional pembinaan gizi mencakup delapan sasaran keluaran : 1. 85 % balita yang ditimbang berat badanya (D/S) 2. 100% balita gizi buruk ditangani 3. 80% bayi 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif 4. 100% kabupaten/kota melaksanakan surveilan gizi 5. 85% balita usia 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A 6. 95% ibu hamil mendapat 90 tablet besi 7. 90% rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium 8. 100% penyedian buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana c. Target capaian indikator kinerja pembinaan gizi 2010-2014
Indikator 1. Perentase balita ditimbang berat badanya (D/S) 2. Persentase balita gizi buruk ditangani 3. Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif 4. Persentase 6-59 bulan mendapat kapsu vitamin A 5. Persentase ibu hamil mendapat Fe 90 tablet 6. Cakupan RT mengkonsumsi garam beryodium 7. Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan surveilan gizi 8. Persentase penyedian bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana 2010 65 100 75 65 84 75 100 100 2011 70 100 78 67 86 77 100 100 Target pencapaian 2012 2013 75 80 100 100 80 70 90 80 100 100 83 75 93 85 100 100

2014 85 100 85 80 95 90 100 100

d. Kebijakan teknis Kebijakan teknis Pembinaan gizi 2010-2014 adalah sebagai berikut : 1. Memperkuat peran masyarakat dalam pembinaan gizi melalui posyandu 2. Memberlakukan standar pertumbuhan anak Indonesia

3. Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan rawat inap di puskesmas perawatan, rumah sakit, dan pusat pemulihan gizi maupun rawat jalan di puskesmas dan pos pemulihan gizi berbasis masyarakat 4. Menetapkan standar pemberian makanan bagi bayi dan anak 5. Meneruskan suplementasi gizi pada balita, remaja, ibu hamil, dan ibu nifas serta fortifikasi makanan 6. PMT pemulihan diberikan pada balita gizi kurang dan ibu hamil miskin dan KEK 7. Menyediakan bufferstock MP-ASI e. Strategi operasional Strategi operasional pembinaan gizi 2010-2014 adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui penyedian materi KIE dan kampanye 2. Memenuhi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A dan tablet Fe, mineral mix melalui optimalisasi sumber daya pusat dan daerah 3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas dalam pemantauan pertumbuhan, konseling menyusui dan MP-ASI, tatalaksana gizi buruk, surveilan dan program gizi lainnya 4. Memenuhi kebutuhan PMT pemulihan bagi balita menderita gizi kurang dan ibu hamil keluarga miskin KEK 5. Mengintegrasikan pelayanan gizi ibu hamil berupa pemberian tablet Fe dan skrining ibu hamil KEK dengan pelayanan antenatal (ANC) 6. Melaksankan surveilen gizi di seluruh kabupaten/kota, surveilans khusus, dan surveilen gizi darurat 7. Menguatkan kerja sama dan kemitraan dengan lintas program dan lintas sektor, organisasi profesi, dan lembaga swadaya masyarakat 8. Menyusun NSPK gizi

You might also like