FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang !ertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang selaras dengan kaidah alam, yaitu mengupayakan suatu keseimbangan di alam dengan membangun suatu pola relasi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di antara setiap komponen ekosistem pertanian yang terlibat, dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dan memanIaatkan bahan-bahan limbah organik. !eningkatan kaenekaragaman hayati merupakan hal penting dalam menanggulangi hama penyakit, pengurangan resiko, sedangkan pemanIaatan limbah organik perlu untuk menciptakan keseimbangan siklus energi (terutama unsur hara) yang berkelanjutan, serta untuk kepentingan konservasi tanah dan air. !ertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanIaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang.!ertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalamproses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik didalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertaniankonvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. IntensiIikasi !ertanian membawa konsekwensi: (1) !eningkatan produksi tinggi dengan diversitas tanaman yang rendah. (2) !engabaian terhadap pengaturan alam dengan pemanIaatan organisme hidup, karena Iokus hanya pada Biota !roduktiI (varietas unggul) dan biota destruktiI (hama penyakit). !engelolaan secara mekanis dan penggunaan bahan agrokimia (pupuk, pestisida, pengolahan tanah, pengairan) akan meningkatkan resiko kehilangan sumberdaya dan mengakibatkan hilangnya Iungsi tertentu & mengurangi kemampuan sistem pertanian untuk bertahan bila ada cekaman yang mendadak. emadukan tanaman, ternak, air, nutrient, hama penyakit, dan jaringan pemasaran secara terpadu di tanah pertanian petani kecil memiliki manIaat ekologis dan ekonomis. Sistem-sistem seperti itu menghasilkan pelestarian alam karena meningkatkan stabilitas habitat dan keanekaragaman margasatwa yang hidup dilahan dan di daerah sekitarnya. Karena sistem- sistem terpadu ini mengoptimalkan pemanIaatan sumberdaya yang ada di lahan dan yang ada di sekitarnya, sistem-sistem ini lebih mendorong pelestarian habitat, bukan malah merusaknya. Sistem-sistem seperti itu produktiI dan menguntungkan karena memanIaatkan sampah sebagai input dalam lahan itu dan karena ikan merupakan sumber gizi dan merupakan makanan tradisional bernilai tinggi. Sistem-sistem itu memanIaatkan lingkungan mikro dalam suatu sistem pertanian yang menambah produktivitas dan keamanan pertanian. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana manajemen budidaya tanaman kangkung organik? 2. Bagaimana perbedaan perlakuan pada pengairan yang terdiri dari: a. Air Sumur? b. Air kolam budidaya lele? c. Air limbah kotoran ternak burung puyuh? 3. Bagaimana manajemen nutrisi yang berasal dari cara nomor 2? 4. Bagaimana manajemen pemberantasan hama scara mekanis? . Bagaimana manajemen ternak dengan cara pemberian pakan dari tanaman kangkung? . Bagaimana manajemen tanah dengan cara perlakuan pupuk organik? . Bagaimana manajemen pemasaran dengan cara pemasaran hasil peternakan dan tanaman kangkung hasil budidaya manusia? C. Tujuan !raktikum Sistem !ertanian Terpadu berusaha mendekatkan antara teori yang didapatkan oleh mahasiswa di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada atau pernerapan oleh pelaku usaha. Tujuan praktikum ini adalah untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam menerapkan konsep Sistem !ertanian Terpadu dan merupakan bekal penting bagi para mahasiswa untuk terjun di masyarakat.
II. TIN1AUAN PUSTAKA
A. Budidaya Kangkung Kangkung (Ipomoea sp.) dapat ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi. Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun, termasuk kedalam Iamili Convolvulaceae. Daun kangkung panjang, berwarna hijau keputih- putihan merupakan sumber vitamin pro vitamin A. Berdasarkan tempat tumbuh, kangkung dibedakan menjadi dua macam yaitu: Kangkung darat, hidup di tempat yang kering atau tegalan, dan Kangkung air, hidup ditempat yang berair dan basah (Zailani, 1993). Kangkung termasuk suku Convolvulaceae (keluarga kangkung- kangkungan). Kedudukan tanaman kangkung dalam sistematika tumbuh- tumbuhan diklasiIikasikan ke dalam: a) Divisio : Spermatophyta b) Sub-divisio : Angiospermae c) Kelas : Dicotyledonae d) Famili : Convolvulaceae e) Genus : Ipomoea I) Species : Ipomoea reptans Kangkung merupakan tanaman yang tumbuh cepat yang memberikan hasil dalam waktu 4- minggu sejak dari benih. Kangkung yang dikenal dengan nama Latin Ipomoea reptans terdiri dari 2 (dua) varietas, yaitu Kangkung Darat yang disebut Kangkung Cina dan Kangkung Air yang tumbuh secara alami di sawah, rawa atau parit-parit (Susila, 200). Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang. Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung, maka kualitas daun bagus dan lemas sehingga disukai konsumen serta dapat terjual dengan cepat (Rahardian, 200) Integrated Crop Management !engelolaan Tanaman dan Sumber daya secara Terpadu yang sering diringkas !engelolaan Tanaman Terpadu (!TT) merupakan suatu pendekatan holistik yang semakin populer dewasa ini. !endekatan ini bersiIat partisipatiI yang disesuaikan dengan kondisi spesiIik lokasi sehingga bukan merupakan paket teknologi yang harus diterapkan petani di semua lokasi. Tujuan !TT adalah untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang cocok untuk kondisi setempat yang dapat meningkatkan hasil gabah dan mutu beras serta menjaga kelestarian lingkungan (Zaini, 2002). Keunggulan dari pertanian terpadu dan organik adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem !ertanian terpadu memperhatikan diversiIikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan (Tantri, 200). !engelolaan Tanaman Terpadu (!TT) bukanlah suatu paket teknologi produksi, melainkan merupakan suatu pendekatan dalam produksi agar teknologi dan atau proses produksi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Lingkungan yang dimaksud meliputi kondisi bioIisik lahan (iklim, tanah, air, dan organisme pengganggu tanaman atau (O!T), keadaan sosial-ekonomi masyarakat di antaranya kemampuan dan keinginan petani, serta status kelembagaan yang terkait dengan pembangunan pertanian (Fatmawati, 200). C Integrated Pest Management Dalam pengembangan produksi pangan khususnya padi, petani dihadapkan kepada beberapa kendala baik yang bersiIat Iisik, sosio-ekonomi maupun kendala yang bersiIat biologi (biological constraint). Salah satu kendala biologi adalah gangguan spesies organisme yang menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas produk bahkan sampai menggagalkan panen. Sebelum swasembada pangan, kebijaksanaan pemerintah dalam pengendalian hama sangat mengandalkan pada penggunaan pestisida. Waktu itu, penyemprotan pestisida pada tanaman dilakukan secara terjadwal (scheduled) baik ada maupun tidak ada serangan hama. !enggunaan pestisida terjadwal dimasukan sebagai salah satu paket teknologi produksi padi dan petani bebas menggunakan berbagai jenis pestisida termasuk pestisida presisten (undegradable) (Kartasapoetra, 2001). !HT merupakan konsep sekaligus strategi penanggulangan hama dengan pendekatan ekologi dan eIisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang terlanjutkan. Ini berarti bahwa pengendalian hama harus terkait dengan pengelolaan ekosistem secara keseluruhan. !engelolaan ekosistem dimaksudkan agar tanaman dapat tumbuh sehat sehingga memiliki ketahanan ekologis yang tinggi terhadap hama. Untuk itu, petani harus melakukan pemantauan lapang secara rutin. Dengan demikian, perkembangan populasi dan Iaktor-Iaktor penghambat lainnya dapat diatasi/diantisipasi dan Iaktor-Iaktor pendukung dapat dikembangkan. Apabila dengan pengelolaan ekosistem tersebut masih terjadi peningkatan populasi dan serangan hama, langkah selanjutnya adalah tindakan pengendalian (Untung, 1993). Introduksi teknologi !HT bertujuan agar petani menjadi tahu dan mampu merubah perilaku dalam pengendalian hama tanaman dari cara lama (sistem kalender) ke cara baru (konsep !HT). Disamping itu, jenis pesisida yang boleh digunakan untuk tanaman padi juga dibatasi, hanya boleh menggunakan jenis pestisida yang mudah terurai /egra/able) dan berspektrum sempit narrow spectrum). Dalam pelaksananya, ditetapkan melalui Inpres No.3 tahun 198 mengenai berbagai jenis pestisida yang dilarang penggunaanya untuk tanaman padi (Kusmayadi, 200).
Integrated Soil Management + !engelolaan sumber daya tanah dipandang penting dan didasari oleh pertimbangan bahwa proses-proses pembangunan yang akan terjadi di Indonesia masih akan ditumpukan pada potensi sumber daya tanah. Oleh karenanya, sumber daya tanah dengan segala komponen yang ada di dalamnya termasuk air, biota, dan lainnya harus dikelola secara baik. Empat subagenda dirumuskan dalam hal ini yakni: 1. penatagunaan sumberdaya tanah 2. pengelolaan hutan 3. pengembangan pertanian dan pedesaan, 4. pengelolaan sumberdaya air (Endarwati, 200) Tujuan dari pengolahan salah satunya adalah membantu pengendalian erosi. Sehubungan dengan tujuan tersebut, seharusnya dijelaskan bahwa pengolahan lebih bertanggung jawab pada percepatan erosi dibandingkan untuk mengurangi erosi. Bagaimanapun, garis luar pengolahan dapat membantu dalam pengendalian erosi. !roses pengolahan dasar pada kondisi sebagian besar kondisi adalah pembajakan. Semua keuntungan dari pembajakan mungkin belum dimengerti tetapi salah satu keuntungan utamanya adalah menghasilkan perusakan gulma (!earson,19) !engolahan tanah dan penyiangan gulma merupakan usaha yang sering dilakukan petani untuk memperoleh produksi tanaman yang optimal. !engolahan tanah baik secara manual maupun mekanik dapat membantu menggemburkan tanah sehingga memperbaiki perkembangan akar tanaman. !engolahan tanah dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik tanah dan mineralisasi hara sehingga memperbaiki pertumbuhan tanaman untuk beberapa tahun. Oleh karena proses dekomposisi bahan organik tanah berlangsung lebih cepat, maka penambahan bahan organik harus selalu dilakukan. Jika penambahan bahan organik dari luar tidak dilakukan, maka tanah akan mengalami pemadatan kembali lebih cepat (R. J. Aldrich, 2004).
Integrated Autrient Management Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan nutrisi tersebut selain dari unsur hara yang siIatnya alami dari dalam tanah juga dapat diperoleh dari penggunaan pupuk yang ditambahkan. !upuk adalah zat hara yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan baik sesuai genetis dan potensi produksinya. !upuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun non- organik (sintetis). anIaat dari penggunaan pupuk organik yaitu meningkatkan eIisiensi penggunaan pupuk, baik eIisiensi Iisik maupun eIisiesi ekonomi bila dikombinasi dengan pupuk anorganik, meningkatkan kualitas hasil, dan meningkatkan kadar bahan organik tanah, meningkatkan mikroba tanah, empermudah pengolahan tanah karena membaiknya struktur tanah, memperbaiki !h tanah, meningkatkan daya tahan tanah terhadap erosi, serta meningkatkan produksi 10-30 (Ahira, 2011). !upuk organik (pupuk kandang) merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibandingkan bahan pembenah lainnya. Nilai pupuk yang dikandung pupuk organik pada umumnya rendah dan sangat bervariasi, misalkan unsur nitrogen (N), IosIor (!), dan kalium (K) tetapi juga mengandung unsur mikro esensial lainnya. Sebagai bahan pembenah tanah pupuk organik membantu dalam mencegah terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah. !emberian pupuk organik mampu meningkatkan kelembaban dan memperbaiki pengatusan dakhil (internal drainage) (Sutanto, 2002). Terdapat kecenderungan petani lahan sawah irigasi di sentra produksi beras untuk selalu menambah takaran pupuk, terutama Nitrogen guna mengatasi permasalahan pelandaian produksi, seperti contoh penggunaan urea dapat mencapai 00 kg/ha/musim tanam. Hal ini dapat dipandang sebagai tindakan ineIisiensi pemupukan, dan dengan penerapan model !TT dimana aplikasi urea didasarkan pada kepekaan warna daun dengan panduan BWD ternyata hanya dengan takaran 2 kg/ha yang dikombinasikan dengan penerapan komponen teknologi sinergis yang lain justru mampu meningkatkan hasil gabah. !emupukan urea dengan panduan BWD mampu meningkatkan eIisiensi pemupukan urea mencapai 40 (!ramono, et al. 2001). Integrated Water Management !engelolaan sumber daya air terpadu adalah praktek membuat keputusan dan mengambil tindakan sementara mempertimbangkan berbagai sudut pandang tentang bagaimana air harus dikelola. Keputusan-keputusan dan tindakan berhubungan dengan situasi seperti perencanaan daerah aliran sungai, organisasi gugus tugas, perencanaan Iasilitas modal baru, pengendalian rilis reservoir, mengatur dataran banjir, dan mengembangkan undang-undang dan peraturan baru. Kebutuhan beberapa sudut pandang disebabkan oleh persaingan untuk air dan oleh kendala institusional yang kompleks. !roses pengambilan keputusan seringkali panjang dan melibatkan banyak peserta (Adi Basukriadi, 2010). Air terdapat di dalam tanah karena ditahan/diserap oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Guna air bagi pertumbuhan tanaman adalah : 1. Sebagai unsur hara tanaman; tanaman memerlukan air dari tanah dan CO2 dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam proses Iotosintesa. 2. Sebagai pelarut unsur hara; unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh akar-akar tanaman dari larutan tersebut. 3. Sebagai bagian dari sel tanaman; air merupakan bagian dari protoplasma (Saptadji, 2010). !engelolaan sumber daya air terpadu mempertimbangkan sudut pandang lembaga pengelolaan air dengan tujuan tertentu, kelompok pemerintah dan stakeholder, wilayah geograIis, dan disiplin ilmu pengetahuan (lihat gambar). Sudut pandang yang telah dijelaskan dalam berbagai cara. pengelolaan air terpadu yang melibatkan tiga aspek: dimensi air (air permukaan dan air tanah, dan kuantitas dan kualitas); interaksi dengan lahan dan lingkungan, dan keterkaitannya dengan pembangunan sosial dan ekonomi (Kodoatie, 200). Integrated Livestock Management !emuliaan ternak adalah usaha jangka panjang dengan suatu tantangan utama adalah memperkirakan ternak macam apa yang menjadi permintaan di masa mendatang serta merencanakan untuk menghasilkan ternak -ternak yang diharapkan tersebut. !eran pemuliaan dalam kegiatan produksi ternak sangat penting diantaranya untuk menghasilkan ternak-ternak yang eIisien dan adaptiI terhadap lingkungan. !roduksi ternak yang eIisien bergantung pada keberhasilan memadu sistem managemen, makanan, kontrol penyakit dan perbaikan genetik (urtijo, 2000). !emanIaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatiI yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak. Namun sampai saat ini pemanIaatan kotoran ternak sebagai pupuk belum dilakukan oleh petani secara optimal, terkecuali di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sedangkan didaerah-daerah yang banyak ternak dan bukan daerah sentra produksi sayuran, kotoran ternak banyak yang tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak yang dimanIaatkan sebagai sumber pupuk. Apalagi pemanIaatan kotoran ternak sebagai sumber sumber bahan bakar dalam bentuk gas bio dan biorang. Teknologi dan produk tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat, petani dan peternak kita (Ridwan, 200). Dalam agribisnis, limbah peternakan merupakan bahan andalan pemenuhan kebutuhan pupuk. Namun, karena pengelolaannya yang belum memadai maka sebagian besar limbah peternakan justru masih menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan. !engelolaan limbah peternakan terpadu merupakan salah satu alternatiI yang dapat dilakukan untuk meningkatkan eIektiIitas, eIisiensi dan produktivitas agribisnis disertai meningkatnya daya dukung lingkungan. Keberhasilan usaha pertanian tanaman, sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pupuk. Sampai saat ini, sebagian besar masih menggunakan pupuk buatan, padahal selain ketersediaannya terus berkurang, penggunaan yang tidak bijaksana juga berdampak terhadap keseimbangan ekologis sehingga daya dukung lingkungan terus menurun dan produktivitas usaha pertanian rendah. Salah satu alternatiI penanggulangan adalah meningkatkan produksi pupuk organik melalui pengelolaan dan pemanIaatan limbah peternakan secara optimal. !engolahan limbah peternakan sebagai bahan baku pupuk harus dilakukan sesuai dengan kaidah alamiah, yaitu melalui proses biokonversi (Sudiarto, 2010). Integrated Market Link Management Integrated arketing Communications adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pendekatan holistik untuk komunikasi pemasaran. Hal ini bertujuan untuk memastikan konsistensi pesan dan penggunaan media pelengkap. Konsep ini mencakup saluran pemasaran online dan oIIline. saluran pemasaran online termasuk kampanye e-marketing atau program, dari optimasi search engine (SEO), bayar per-klik, dan aIiliasi, dan email, banner untuk saluran web terbaru terkait untuk webinar, blog, micro-blogging, RSS, podcast , dan Internet TV. saluran pemasaran OIIline cetak tradisional (koran, majalah), mail order, hubungan masyarakat, hubungan industri, billboard, radio, dan televisi. Sebuah perusahaan mengembangkan pemasaran terpadu program komunikasi menggunakan semua elemen dari bauran pemasaran (produk, harga, tempat, dan promosi) (Kotler, 2002). !roduktivitas hasil pertanian selalu mengalami Iluktuasi, sedangkan harga hasil pertanian ditingkat prodesen cenderung mengalami peningkatan yang cukup berarti, hal ini diduga berkaitan dengan rendahnya produktivitas dari hasil pertanian. Hal ini berarti harga hasil pertanian disebabkan oleh siIat alami dari produksi pertanian, yaitu dalam jangka pendek tidak dapat merespon tambahan permintaan atau tidak dapat mengurangi produksi pada saat harga yang rendah. !engaruh Iluktuasi harga pertanian lebih besar bila dibandingkan dengan Iluktuasi produksi. Keadaan ini dapat menyebabkan petani menderita kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan untuk melakukan investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang memiliki harga jual yang lebih tinggi (Darius, 2009). Sebagai suatu sistem, pemasaran pertanian mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Sistem pemasaran pertanian mempunyai tujuan spesiIik yang ingin dicapai, ada kriteria normatiI dari masyarakat. 2. Untuk mencapai tujuan mempunyai komponen yang melaksanakan bebagai Iungsi : transportasi, prosesing, grading, standarisasi dan inIormasi pasar. 3. Sistem pemasaran mempunyai dimensi ruang dan waktu. 4. Sistem pemasaran membutuhkan pengaturan atas keberadaan Iungsi pemasaran (Nugroho, 2011)
III. HASIL PENGAMATAN
A. Perbandingan Budidaya 1. Kangkung Tabel 3.1. !engamatan inggu 1 pada tanggal 18 April 2011 Tanaman sampel Tinggi tanaman Diameter batang Jumlah cabang 1 0,2 1 2 8 0,3 1 3 8 0,3 1 4 8, 0,3 1 8, 0,3 1 , 0,2 1 8, 0,3 1 8 8 0,2 1 9 8 0,3 1 10 8 0,3 1 Sumber : Laporan Sementara Tabel 3.2. !engamatan inggu 2 pada tanggal 2 April 2011 Tanaman sampel Tinggi tanaman Diameter batang Jumlah cabang 1 1 0,3 1 2 21 0,3 1 3 1 0,3 1 4 14, 0,3 1 19 0,3 1 19, 0,3 1 18, 0,3 1 8 20 0,3 1 9 1 0,3 1 10 1, 0,3 1 Sumber : Laporan Sementara
Tabel 3. !engamatan inggu 3 pada tanggal 2 ei 2011 Tanaman sampel Tinggi tanaman Diameter batang Jumlah cabang 1 23 1 1 2 33, 1,1 1 3 21 0,8 1 4 28 1 2 2 1,2 1 32 1,3 2 2 1 1 8 28 1 1 9 2 1,2 2 10 28 1,2 2 Sumber : Laporan Sementara Tabel 3.4. !engamatan inggu 4 pada tanggal 9 ei 2011 Tanaman sampel Tinggi tanaman Diameter batang Jumlah cabang 1 30 1,1 1 2 41 1,2 1 3 29 1 1 4 3 1,3 2 40 1 1 44 1,3 2 38 1,1 1 8 3 1 1 9 3 1,3 2 10 38 1,2 2 Sumber : Laporan Sementara Tabel 3.. !engamatan inggu pada tanggal 18 ei 2011 Tanaman sampel Tinggi tanaman Diameter batang Jumlah cabang 1 38 1,1 1 2 4 1,3 1 3 34 1,1 1 4 48 1,4 3 4 1,3 2 8 1, 2 44, 1,2 2 8 42, 1 1 9 44 1,3 3 10 4, 1,2 2 Sumber : Laporan Sementara
2. !emasaran Hasil Komoditi a) !roduksi Tabel 3. Jumlah !roduksi Tanaman Kangkung
Komoditas _ Berat Kangkung Bny. Kangkung Dijual Bnyk. Kangkung Terjual Harga per Ikat Kangkung 100 gr 12 ikat 12 ikat Rp. 1000, 00 Sumber : Laporan Sementara b) Lokasi !emasaran Di areal kampus Fakultas !ertanian Universitas Sebelas aret Surakarta. Sasaran utama dosen-dosen yang mengajar di Fakultas !ertanian. c) Harga Jual Tabel 3.8 Harga Jual Tanaman Kangkung Komoditas _ Berat Kangkung Bny. Kangkung Harga per Ikat Kangkung 100 gr 12 ikat Rp. 1000, 00 Sumber : Laporan Sementara Tabel 3. Nama Dosen yang embeli Tanaman Kangkung Nama Dosen Jumlah Kangkung yg Dibeli Harga !roI. Dr. Ir. S. inardi, p 2 Rp. 2000,00 R. Kunto Adi, S.!, .! 10 Rp. 10000,00 Sumber : Laporan Sementara B.Sistem Pertanian Terpadu di Dukuh Gunung Wijil, Kecamatan Ngringo, 1aten Kabupaten Karanganyar, 1awa Tengah. 1. Kondisi Umum Lokasi berada di lahan milik Bapak Suryono, yang beralamat di Desa Gunung Wijil, Kecamatan Ngringo, Jaten Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kondisi topograIi lokasi tempat diadakannya praktikum ini cukup datar, namun jalan menuju ke lokasi tujuan cukup bergelombang. Kondisi geograIis lokasi praktikum banyak ditumbuhi rerumputan liar, tanahnya cukup berbatu, dan lahan sebagian besar digunakan untuk usaha peternakan,perikanan, dan pertanian. Lahan tersebut memiliki batas lahanya sebagai berikut : Sebelah Barat : Sungai Bengawan Solo Sebelah Timur : rumah Warga Sebelah Utara : !enggilingan padi Sebelah Selatan : Rumah warga Lokasi praktikum berada ditengah-tengah pemukiman penduduk yang cukup ramai dihuni oleh penuduk. TopograIi tanah yang tidak datar cukup sulit untuk dikelola apalagi dahulu sebagian lahan tersebut diIungsikan untuk pengelolaan mesin sehingga pada lokasi lahan tingkat kesuburan tanahnya berbeda-beda. Lahan ini memiliki kondisi alam yang mendukung untuk dikelol sebagai sistem pertanian terpadu, memiliki tanah yang cukup subur, air tersedia dengan cukup dan kondisi temperatur yang cukup. TopograIi tempat praktikum tidah datar, hal ini dikarenakan dekat dengan bantaran sungai. Akan tetapi dekat dengan sungai juga memiliki manIaat, air tersedia melimpah sehingga tidak akan kekurangan, apalagi yang dibudidayakan sangat erat hubungannya dengan air. 2. Komoditas Komoditas yang diusahakan di sistem pertanian terpadu ini disajikan dalam tabel berikut ini : !engamatan Lele Gurame !uyuh Katak hijau Jumlah 1 petak/kolam kolam (1800 ekor) 3 kandang (20.000) Belum Luas lahan 8, m 2 /kolam
30m 2 /kolam
10x1 m dan x2 m Belum Cara pemeliharaan Ditempatkan dalam kolam. !akan bibit menggunakan pakan dari toko. Sedangakan pakan lele dewasa menggunakan Ditempatkan dalam kolam. !akan gurame diberikan setiap hari menggunakan pakan dari kangkung yang diusahakan Ditempatkan dalam kandang, yang berada di dalam ruangan. !akan utama berasal dari pabrik. Diberi vitamin. !akan dari serangga yang berada di sekitar lokasi usaha pertanian.
pakan dari kangkung yang diusahakan sendiri, limbah dari kotoran ternak puyuh dan bisa juga kotoran manusia 2x dalam sehari. sendiri. Cara panen engalirkan air kolam ke parit- parit, yang nantinya akan masuk ke lahan kangkung atau enggunakan jaring engalirkan air kolam ke parit- parit, yang nantinya akan masuk ke lahan kangkung atau enggunakan jaring Diambil telur dan dagingnya Diambil dagingnya Hasil produksi 10 kg/petak 00 kg 21 telur Belum Harga jual Rp 10.000/kg Rp 20.000/kg Rp 18/telur Belum IV. PEMBAHASAN
A. Perbandingan Budidaya 1. Kangkung Tanaman ini dapat tumbuh cepat dalam waktu 4- minggu terhitung sejak berbentuk benih. Kangkung terdiri dan dua varietas, yakni kangkung darat yang disebut kangkung cina dan kangkung air yang tumbuh secara alami di sawah, rawa, atau parit. !erbedaan antara kangkung darat dan kangkung air terletak pada warna bunga. Kangkung air berbunga putih kemerah-merahan, sedangkan kangkung darat bunga putih bersih. !erbedaan lainnya adalah kangkung air berbatang dan berdaun lebih besar daripada kangkung darat. Warna batangnya juga bebeda. Kangkung air berbatang hijau, sedangkan kangkung darat putih kehijau-hijauan. Lainnya, kebiasaan berbiji. Kangkung darat lebih banyak bijinya daripada kangkung air itu sebabnya kangkung darat diperbanyak lewat biji, sedangkan kangkung air dengan cara stek pucuk batang. Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang. Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung, maka kualitas daun bagus dan lemas sehingga disukai konsumen. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Kangkung darat dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas dan beriklim dingin. Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 30 pada minggu pertama tanaman sampel 1 sampai 10, berturut-turut tinggi tanaman cm, 8 cm, 8 cm, 8, cm, 8, cm, , cm, 8, cm, 8 cm, 8 cm, dan 8 cm. Diameter batang berturut-turut adalah 0,2 cm, 0,3 cm, 0,3 cm, 0,3 cm, 0,3 cm, 0,2 cm, 0,3 cm, 0,2 cm, 0,3 cm, dan 0,3 cm. Sedangkan jumlah cabang untuk semua sampel sama yaitu 1 cabang. !ada minggu kedua hasil pengamatan tanaman kangkung sampel 1 sampai 10, berturu-turut tinggi tanaman, 1 cm, 21 cm, 1 cm, 14, cm, 19 cm, 19, cm, 18, cm, 20 cm, 1 cm, dan 1, cm. Diameter batang sampel 1 sampai 10 sama yaitu 0,3 cm. Sedangkan jumlah cabang juga sama semua yaitu 1 cabang. !ada minggu ketiga hasil pengamatan tanaman kangkung sampel 1 sampai 10 berturut-turut adalah 23 cm, 33, cm, 21 cm, 28 cm, 2 cm, 32 cm, 2 cm, 28 cm, 2 cm, dan 28 cm. Diameter batang sampel 1 sampai 10 berturut-turut yaitu 1 cm, 1,1 cm, 0,8 cm, 1 cm, 1,2 cm, 1,3 cm, 1 cm, 1 cm, 1,2 cm, dan 1,2 cm. Sedangkan untuk jumlah cabang sampel 1, 2, 3, , , dan 8 sama semua yaitu masih 1 cabang. !ada sampel 4, , 9, dan 10 juga sama semua yaitu berjumlah 2 cabang. !ada minggu ke-empat pengamatan kangkung berturut-turut tinggi tanaman dari sampel 1 sampai 10 adalah 30 cm, 41 cm, 29 cm, 3 cm, 40 cm, 44 cm, 38 cm, 3 cm, 3 cm, dan 38 cm. Diameter batang berturut- turut 1,1 cm, 1,2 cm, 1 cm, 1,3 cm, 1 cm, 1,3 cm, 1,3 cm, 1,1 cm, 1 cm, 1,3 cm, dan 1,2 cm. Jumlah cabang untuk sampel 1, 2, 3, , , dan 8 masih sama seperti minggu kemarin yaitu 1 cabang. !ada sampel 4, , 9, dan 10 juga masih sama seperti minggu kemarin yaitu berjumlah 2 cabang. !ada minggu terakhir pengamatan tanaman kangkung dapat diketahui tinggi tanaman untuk masing-masing sampel berturut-turut yaitu 38 cm, 4 cm, 34 cm, 48 cm, 4 cm, 8 cm, 44, cm, 42, cm, 44 cm, dan 4 cm. Diameter batang tanaman kangkung berturut-turut adalah 1,1 cm, 1,3 cm, 1,1 cm, 1,4 cm, 1,3 cm, 1, cm, 1,2 cm, 1 cm, 1,3 cm, dan 1,2 cm. Sedangkan jumlah cabang tanaman kangkung yaitupada sampel 1, 2, 3, dan 8 masih sama dengan pengamatan kemarin yaitu berjumlah 1 cabang. !ada sampel 4 dan 9 sudah bertambah cabangnya yaitu 3 cabang. Sedangkan sampel , , , dan 10 yaitu berjumlah 2 cabang. Di sekitar petak tanaman kangkung terdapat beberapa hama, yaitu ulat, semut, orong-orong dan laba-laba. Namun, hama tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil produksi kangkung, hanya saja ada sedikit daun yang berlubang bekas gigitan ulat. Selain itu terdapat gulma yaitu rumput teki dan krokot. Selain dilakukan penyiraman, lahan tersebut juga dibersihkan dari gulma, karena gulma tersebut dapat merugikan bagi tanaman kangkung. Gulma tersebut apabila tidak dibersihkan akan mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman kangkung dalam persaingan pengambilan unsur hara. !erlakuan penyiraman tanaman kangkung kelompok 30 menggunakan pupuk kandang yakni air rendaman kotoran puyuh (! 2 ). !enyiraman dilakukan seminggu dua kali pada hari senin dan kamis sore. Oleh karena itu hasil produksi tanaman kangkung kelompok kami termasuk kangkung organik (non kimia) sehingga tidak terkontaminasi zat- zat kimia. Tanaman kangkung dengan perlakuan pupuk kandang Iisiknya terlihat kotor dan berlubang kecil-kecil seperti bekas gigitan ulat. Tanaman organik memang disukai ulat sehingga daun kangkung nampak berlubang di beberapa bagian. Selain itu, ada beberapa daun yang menguning, hal itu disebabkan kurangnya nutrisi yang diserap oleh tanaman kangkung tersebut. Apabila dilakukan penyiraman dengan teratur maka tanaman akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal. Hal ini juga disebabkan oleh terpenuhinya hara nutrisi dari kotoran ternak puyuh. 2. !emasaran Hasil Komoditi Dalam konteks sektor holtikultura, rantai pasokan merupakan wujud nyata dari kegiatan ekonomi, bisnis, investasi yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam agribisnis holtikultura. a) !roduksi Jumlah produksi tanaman kangkung beratnya 100 gram. Tanaman kangkung tersebut dijadikan 12 ikat, dengan setiap satu ikat berjumlah 2 batang. Tanaman kangkung tersebut akan dijual seluruhnya yakni jumlahnya 12 ikat. b) Lokasi !emasaran Lokasi pemasaran produksi tanaman kangkung sudah ditentukan pihak co ass yakni di sekitar lingkungan kampus Fakultas !ertanian Universitas Sebelas aret Surakarta, dengan sasaran pembeli yakni dosen-dosen yang mengajar di Fakultas !ertanian. c) Harga Jual Harga jual kangkung setiap ikatnya Rp 1000,- dengan total kangkung yang akan dijual 12 ikat. Semua kangkung terjual tersebut dapat terjual sepenuhnya yakni 12 ikat, dan total penerimaan Rp 12.000,-. Dosen yang membeli kangkung yaitu !roI. Dr. Ir. S. inardi, ! berjumlah 2 ikat kangkung dengan harga Rp 2.000,- dan R. Kunto Adi, S!, ! berjumlah 10 ikat kangkung dengan harga Rp 10.000, -. Sehingga uang yang terkumpul dalam penjualan sebesar Rp 12.000,-. B.Sistem Pertanian Terpadu di Dukuh Gunung Wijil, Kecamatan Ngringo, 1aten Kabupaten Karanganyar, 1awa Tengah. 1)Kondisi Umum Lokasi praktikum sistem pertanian terpadu berada di Desa Gunumg ijil, Ngringo, !alur, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Salah satu lahan di daerah sana yang dijadikan tempat praktikum adalah lahan milik Bapak Suryono, yang tidak lain adalah salah satu dosen ilmu tanah, Fakultas !ertanian, Universitas Sebelas aret. Lahan milik Bapak Suryono berada di dekat sungai dan lahannya memiliki topograIi yang rata. Kondisi tanah di sana pun cukup subur. Dengan didukung oleh keadaan tanah yang subur tersebut, beliau memanIaatkan lahan tersebut sebagai lahan budidaya dengan menerapkan konsep sistem pertanian terpadu. Selain diterapkan budidaya rumput gajah dan kangkung, beliau juga menerapkan budidaya ternak ikan lele dan gurame serta ternak puyuh. Sehingga dengan diterapkannya sistem pertanian terpadu tersebut bisa mendatangkan manIaat yang cukup besar bagi petani, salah satunya adalah memperoleh penghasilan yang besar. enurut keterangan Bapak Suryono, pemilik lahan yang menerapkan konsep pertanian terpadu, tanah pada lahan diolah dengan menggunakan cangkul untuk menggemburkan tanah dan meghilangkan gulma-gulma yang tumbuh di lahan tersebut. Setelah itu, tanah tersebut dibentuk menjadi bedengan-bedengan atau gulutan dengan adanya parit disekitar bedengan. Setelah lahan dalam bentuk bedengan, pada lahan tersebut diterapkan sistem tanam polikultur dengan jenis tanaman rumput gajah dan kangkung untuk dibudidayakan. Jarak tanam pada jenis tanaman tersebut teratur, dan pada budidaya tersebut diterapkan sistem irigasi non teknis dengan siklus hara siklik. Input yang digunakan pada budidaya rumput gajah dan kangkung ini menggunakan input pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak puyuh, sedangkan outputnya menghasilkan produksi rumput gajah dan kangkung. Rumput gajah yang dihasilkan dijadikan sebagai pakan ternak sapi di daerah Gemolong, Sragen. Sedangkan kangkung tersebut dijadikan sebagai pakan ternak ikan gurame yang dibudidayakan di kolam di sekitar lahan budidaya rumput gajah dan kangkung tersebut. Dengan diterapkannya konsep budidaya tanaman kangkung, rumput gajah, ternak ikan lele dan gurame serta ternak puyuh secara terpadu, akan diperoleh penghasilan yang meningkat karena bisa konsep yang diterapkan bisa menekan penggunaan pupuk anorganik dan menekan biaya pakan ikan lele, gurame, serta puyuh. 2)Komoditas !ertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang selaras dengan kaidah alam, yaitu mengupayakan suatu keseimbangan di alam dengan membangun suatu pola relasi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di antara setiap komponen ekosistem pertanian yang terlibat, dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dan memanIaatkan bahan-bahan limbah organik. !ola pertanian terpadu merupakan kombinasi antara pola pertanian tradisional dengan ilmu pengetahuan modern di bidang pertanian yang berkembang terus. !ada pelaksanaan pertanian terpadu lebih banyak memanIaatkan potensi lahan yang ada dengan memperhatikan dampak terhadap lingkungan sekitar serta dengan pengelolaan manajemen modern yang dikelola secara proIesional dan terpadu. enurut Bapak Suryono, salah satu pengelola sistem pertanian terpadu, jika suatu usaha tidak dilaksanakan secara terpadu maka keuntungan yang dihasilkan akan minimum, sehingga harus dilaksanakan secara terpadu. Usaha awal yang dilakukan beliau adalah mencoba beternak puyuh pada tahun 2001 di Karanganyar yang sekarang ada 3 kandang. Selain beternak puyuh, beliau juga mencoba beternak ikan lele dan ikan gurame. Dan sampai sekarang ini, beliau mempunyai rencana untuk mencoba beternak katak hijau. !ada lahan yang sedikit yang berada di dekat kolam tersebut, beliau menerapkan konsep pertanian terpadu seperti konsep yang beliau terapkan di daerah Gemolong, Sragen. Lahan yang sedikit yang berada didekat kolam tersebut dibuat bedengan atau gulutan sehingga parit menjadi dalam karena bedengan tersebut tinggi. Lahan tersebut ditanami rumput gajah yang berIungsi sebagai pakan ternak. !ada waktu hujan, parit yang dalam tersebut tergenang oleh air hujan, sehingga rumput-rumput gajah tersebut menjadi subur karena dipupuk menggunakan limbah kotoran puyuh. Rumput gajah yang ditanam pada lahan tersebut juga tumbuh subur karena dipupuk dengan limbah puyuh, antara lain dengan menyiram rumput gajah dengan air kotoran puyuh. Rumput gajah tersebut selanjutnya didistribusikan ke Gemolong, Sragen untuk dimanIaatkan sebagai pakan ternak sapi. a) Lele !ada awal mulanya, Bapak Suryono mencoba beternak ikan lele di parit yang tergenang di sekitar bedengan. !arit tersebut diberi ikan lele sebanyak 200 bibit dengan harga Rp 0,- per bibit, sehingga total pengeluaran untuk membeli bibit lele adalah sebanyak Rp 10.000,-. Kemudian, setelah beliau mendapatkan keuntungan keuntungan yang cukup besar, beliau mengganti beternak ikan lele di kolam yang ada di sekitar lahan bedengan yang ditanami rumput gajah dan kangkung. !ada ternak ikan lele, cara pemeliharaannya adalah memberi makan ikan lele dengan menggunakan kotoran puyuh dan membersihkan kolam. Sebelum dimanIaatkan untuk pakan ikan lele, kotoran-kotoran puyuh tersebut didiamkan terlebih dahulu selama tiga hari. Setelah tiga hari, kotoran-kotoran puyuh yang didiamkan tersebut akan dihinggapi belatung dengan bantuan lalat sebagai indikatornya. Kotoran-kotoran puyuh yang telah didiamkan tersebut memiliki protein yang tinggi yaitu sebanyak 80 sampai 90. !rotein yang dihasilkan dari kotoran-kotoran puyuh yang didiamkan tersebut besarnya tiga kali lipat dari pakan ikan lele yang berada di toko-toko, karena pakan ikan lele yang kecil hanya mengandung protein sebesar 32 dan pakan ikan lele yang besar mengandung protein sebesar 2 sampai 28. Kotoran puyuh yang dimanIaatkan untuk pakan ikan lele tersebut diberikan dua kali sehari, yaitu pada waktu pagi dan sore hari. Dengan dimanIaatkannya kotoran puyuh yang didiamkan dan berprotein tinggi sebagai pakan ikan lele, maka ikan lele yang dibudidayakan mengalami pertumbuhan yang pesat. Selain itu, dengan diberikannya pakan puyuh yang telah didiamkan dan dihinggapi belatung tersebut, maka akan diperoleh keuntungan yang maksimal karena dengan adanya pakan dari kotoran puyuh tersebut dapat meminimkan biaya pakan ikan lele. Dalam jangaka waktu 30 hari, ikan lele yang dibudidayakan menjadi agak besar karena mengalami pertumbuhan yang pesat. Setelah ikan lele yang dibudidayakan oleh Bapak Suryono besar- besar, ikan lele tersebut telah siap untuk dipanen. Satu petak kolam ikan lele luasnya 8, meter dengan jumlah bibit lele sebanyak 200 bibit per kolam, sehingga jumlah bibit lele tersebut adalah 100 bibit per kolam. 100 bibit ikan lele yang dibudidayakan tersebut mempunyai berat sejumlah 10 kg. !ada modal awal, dikeluarkan biaya sebanyak Rp 90.000,- untuk membeli bibit ikan lele sebanyak 100 bibit dengan harga Rp 0,- per bibit. enurut keterangan Bapak Suryono, modal utama bagi pebisnis adalah jaringan dan kepercayaan. Dengan adanya pengahsilan yang cukup besar tersebut, beliau meminjam modal yang digunakan untuk memulai bisnis ikan lele dengan 1 kolam dan dengan harapan agar bisa dilakukan panen per minggu. Dan menurut beliau, berdasarkan anggaran maka akan panen 10 kg dengan berat 1 ons per ekor, jika tiap kg berharga Rp 10.000 maka penerimaan yang diperoleh sebanyak Rp 1.00.000 dengan total biaya sebesar Rp 300.000 maka pendapatan bersihnya Rp 1.200.000 perminggu sehingga Rp 4.800.000 tiap bulan. !anen dilakukan 30 hari setelah bibit diternakan. Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang ikan lele adalah penyakit moncong putih. Untuk mencegah agar puyuh tidak terserang penyakit, maka perlu diberi vaksin yang diberikan dengan cara dijemur di pagi hari. Sedangkan untuk mencegah agar ikan lele tidak terserang penyakit moncong putih, maka setelah panen, kolam ikan lele disemprot kemudian setelah 3 sampai 4 hari kolam tersebut bisa diisi bibit ikan lele lagi. b)Gurame Selain beternak ikan lele, Bapak Suryono juga melakukan ternak ikan gurame sebanyak petak kolam dengan ukuran x meter dan dengan kedalaman 1 meter serta dengan jumlah bibit 300 sampai 400 bibit ikan gurame yang dibudidayakan. Ikan gurame yang dibudidayakan tersebut diberi makan daun kangkung. Tanaman kangkung tersebut ditanam di sekitar kolam. Tanaman kangkung yang ditanam di sekitar kolam disiram dengan menggunakan air kolam ikan lele yang mengandung unsur hara dari lumut yaitu dengan cara membuka saluran air yang terdapat pada kolam ikan. !ada ternak ikan gurame, waktu panen bisa dilakukan 8 sampai 10 bulan. Harga jual ikan gurame sebesar Rp 20.000,- per kg dan pada saat harga turun, harga jual ikan gurame menjadi Rp 18.000,-. !ada waktu panen biasa dihasilkan bibit 1800 ekor dengan berat 8 ons maka seluruhnya seberat 1440 kg dalam 8 bulan, jika dihitung perbulan ada 180 kg sedangkan harga per kg Rp 20.000 maka pendapatan bersih Rp 3.00.000,- per bulan. Sasarannya ada 10 petak yang bila dihitung perbulan bersih Rp .000.000,-. c) !uyuh enurut keterangan Bapak Suryono, salah satu pengelola sistem pertanian terpadu di daerah !alur tersebut, beliau pertama kali beternak puyuh pada tahun 2001 di dekat rumahnya yang berada di daerah !alur. Kemudian beliau memindahkan ternak puyuh tersebut di sebuah lahan yang berada di Desa Gunung ijil, Ngringo dengan modal tiga kandang puyuh dan lahan yang sedikit di dekat kolam. !ada budidaya puyuh, saat panen, apabila harga tinggi, harga jual puyuh per ekor tersebut Rp 4,- sampai Rp 0,- per hari. Namun, ketika harga jual turun dan harga pakan puyuh mahal seperti sekarang ini, harga jual puyuh tersebut menjadi Rp 30,- sampai Rp 32,,- per hari. Apabila dihasilkan produksi puyuh sebanyak 10.000 per hari dengan asumsi ketika harga turun, maka akan diperoleh penghasilan Rp 32.000,-. Dalam sebulan, akan diperoleh penghasilan dari produksi puyuh tersebut sebesar Rp 9.0.000,-. enurut keterangan Bapak Suryono, salah satu pengelola sistem pertanian terpadu di daerah !alur, beliau mempunyai kandang puyuh sebanyak tiga petak kandang. !ada ketiga kandang puyuh tersebut, biasanya dihasilkan produksi puyuh secara berturut-turut sebanyak 000 unit, 000 unit, dan 8000 unit per hari. !ada kandang pertama dihasilkan produksi sebanyak 000 unit dengan haraga jual Rp 32,,- sehingga jumlahnya adalah Rp 19.000,- per hari. Sedangkan pada kandang kedua dihasilkan produksi puyuh sebanyak 000 unit dan jumlah penghasilan yand diperoleh sebesar Rp 19.000,-. Dan pada kandang yang terakhir, dihasilkan produksi puyuh sebanyak 8000 unit dengan asumsi harga ketika turun yaitu sebesar Rp 32,,-, sehingga akan diperoleh penghasilan Rp 20.000,- per hari. Dari ketiga kandang puyuh yang dikelola oleh Bapak Suryono tersebut, akan diperoleh penghasilan sebesar Rp 0.000,- per hari. Sehingga dalam satu bulan, beliau memperoleh penghasilan sebesar Rp 19.00.00,-. Adanya perubahan cuaca dapat menyebabkan stress dan penyakit pada puyuh, sehingga hal tersebut mengakibatkan produksi puyuh mengalami penurunan. Untuk mengantisipasi agar puyuh tidak terkena stress dan penyakit pada puyuh tersebut maka perlu diberi vitamin dan antibiotik. !enyakit yang biasanya menyerang puyuh antara lain adalah penyakit Ilu burung, ND, xenod, dan lain sebagainya. !uyuh dalam Iase reproduksi tidak mengalami reproduksi secara kawin. !uyuh mulai produktiI pada umur 3 hari. enurut keterangan Bapak Suryono, apabila kita ingin menetaskan puyuh, maka digunakan perbandingan antara puyuh betina dan puyuh jantan yaitu dengan perbandingan 4 : 1.
d)Katak Hijau Dalam penerapan konsep sistem pertanian terpadu yang dikelola oleh Bapak Suryono, beliau belum membudidayakan katak hijau. elihat dari adanya peluang dari usaha ini dan permintaan yang cukup besar maka pembudidayaan katak hijau akan dicoba. Katak hijau untuk makan manusia dan ternak. !akan dari katak hijau dari serangga yang ada di lokasi, maka tidak perlu mambeli dari luar. Diketahui harga jual katak hujau Rp 28.000/kg. enurut Bapak Suryono, salah satu pengelola sistem pertanian terpadu, dengan adanya penerapan budidaya rumput gajah, kangkung, ternak ikan lele dan gurame, ternak puyuh serta ternak katak hijau secara terpadu, maka diharapkan petani bisa mendapatkan penghasilan yang tinggi karena biaya pakan ternak dapat diminimalkan dan adanya pemanIaatan limbah organik sebagai pakan ternak.
DAFTAR PUSTAKA Ahira, H. 2011. Nutrisi Tanaman. http://www.anneahira.com/nutrisi- tanaman.html. Diakses pada tanggal 19 April 2011 Aldrich.R.J, 2004. ahan Potensial /an ahan Kritis. odul GeograIi SU. Bandung. Basukriadi, Adi . 2010. !opulasi, Ekosistem, BiosIir. http://repository.ui.ac.id/ contents/koleksi/11/ce430d4I0ee3049ee31b8880I4db98de2.pdI. Diakses pada tanggal 19 April 2011 Darius. 2009. Konsep-Konsep Pemasaran. Balai !ustaka. Jakarta Endarwati. 200. Karakteristik /an Pengelolaan Tanah sawah. edan: Universitas Sumatera Utara !ress. Fatmawati. 200. Pengelolaan Tanaman Terpa/u. Universitas ercu Buana. Kartasapoetra. 2001. Hama Hasil Tanaman Dalam Gu/ang, Rineka Cipta Jakarta. Kotler, !hilip, 2002, Manafemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi ilenium, Jakarta, !rehallindo. Kusmayadi, A. 200. Pengaruh Derafat Sosoh Dan Jenis kemasaman Terha/ap Pertumbuhan populasi S.:eamays. !rogram Nasional !engendalian hama Terpadu sekertariat !HT pusat Departemen !ertanian, Jakarta Selatan urtijo, BA. 2000. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta Nugroho. 2011. Prinsip Dasar Manafemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. !T Raja GraIindo !ersada : Jakarta. !earson. 19. Contextual Teaching an/ earning Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: !ramono, J., S. Kartaatmadja, dan H. Supadmo. 2001. Efisiensi Pemanfaatan Sumber/aya pa/a Usahatani Pa/i Sawah. akalah Seminar Nasional !engembangan. Teknologi !ertanian. ataram. Rahardian. 200. Penerapan Pertanian Organik. !enerbit Kanisius. Yogyakarta. Ridwan, 200. Kotoran Ternak Sebagai Pupuk Dan Sumber Energi. Harian Independe. Singgalang. Robert J.Kodoatie, 200, Makalah okakarya PenyelamatanAir TanahDi In/onesiaKonservasiAir Tanah, Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan !ertambangan, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya ineral, DESD, FTUNDI!Bandung. Saptadji. 2010. Pengelolaan Air Terpa/u. Jakarta. Sudiarto, Bambang. 2010. Pengelolaan imbah Peternakan Terpa/u /an Agribisnis Yang Berwawasan ingkungan. !usat !enelitian dan !engembangan !eternkan. Susila, A.D. 200. Pan/uan Bu/i/aya Tanaman Kangkung. F! I!B Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik. Menufu Pertanian Alternatif /an Berkelanfutan. !enerbit Kanisius. Yogyakarta. Tantri. 200. Pengelolaan Tanaman Terpa/u. Agronomy Agriculture. Yogyakarta. Untung. K, 1993. Pengantar Pengelolaan Hama /an Tanaman Terpa/u. Gajah ada University !ress. Zailani (1993). Kangkung Darat. ajalah Trubus. Zaini, ZulkiIli, WS, Diah, dan Syam ahyuddin. Meningkatkan Hasil /an Pen/apatan Menfaga Kelestarian ingkungan. Jurnal !engelolaan Tanaman Terpadu Vol 3 (1) (2002) pp 4-1.