You are on page 1of 6

MENGENAL LINGKUNGAN DAN PERKEMBANGAN HAMA PASCAPANEN

Lenny Hartati Harahap, SP. MSi. POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Belawan ABSTRAK
Hingga batas tertentu, kenaikan suhu lingkungan meningkatkan aktivitas makan. Fluktuasi suhu harian juga berpengaruh. Serangga yang hidup pada suhu konstan tinggi masa perkembangannya lebih singkat daripada suhu fluktuatif (walaupun dengan rata-rata suhu yang sama tinggi). Sementara itu pada suhu konstan rendah, masa perkembangannya lebih lama dibandingkan suhu fuktuatif dengan rata-rata sama rendah. Kadar air bahan simpan/kelembaban udara mempengaruhi lama stadium larva,. Kadar air bahan simpan yang rendah memperlama stadium larva, tetapi stadium telur dan pupa tidak terpengaruh sehingga hal ini mengubah keseimbangan struktur umur dalam populasi yang sudah stabil. Suhu lingkungan dan kelembaban di penyimpanan bisa saja sebagai sebab atau akibat dari keberadaan hama. Serangga membutuhkan kisaran suhu dan kelembaban optimum untuk perkembangannya. Sementara itu metabolisme serangga juga menghasilkan kalor dan uap air ke lingkungannya. Terakhir, misalnya pada Sitophilus dan Tribolium terdapat variasi masa perkembangan antarindividu yang cukup besar. Keragaman intrinsik seperti ini biasanya menguntungkan secara ekologis

Kata Kunci : Lingkungan, hama, pascapanen

PENDAHULUAN

Sifat struktur penyimpanan secara umum adalah kondisinya yang stabil dibandingkan lingkungan alami dan ketersediaan pangan yang melimpah. Karakter penyimpanan ini menguntungkan hama gudang, walaupun adakalanya terjadi kelangkaan sumber makanan. Serangga hama di penyimpanan, terutama hamahama penting adalah serangga yang telah teradaptasi pada lingkungan penyimpanan dengan baik, karena: Habitat penyimpanan merupakan reservoir alaminya Toleransinya yang tinggi terhadap faktor fisik di penyimpanan Keragaman perilaku makan pada berbagai bahan simpan Laju reproduksi yang tinggi Kemampuan yang tinggi dalam menemukan lokasi sumber makanan Kemampuan bertahan hidup dalam kondisi tanpa pangan

Adaptasi morfologi (ukuran kecil, bentuk pipih, gerakan cepat dll.)

Studi ekologi yang dilakukan pada kondisi yang mirip dengan tempat penyimpanan lebih berguna untuk mengembangkan program pengendalian. Dengan demikian dapat diperoleh lebih banyak gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi dan kelimpahan hama pada kondisi nyata.

Pengaruh kadar air terhadap perkembangan serangga hama dan kerusakan bahan pangan pascapanen.

Masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur serangga hama pascapanen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Laju populasi serangga dapat meningkat sebagai hasil dari masa perkembangan yang singkat, ketahanan hidup yang meningkat atau produksi telur yang lebih banyak. Dalam kondisi normal, gudang adalah sumber

MENGENAL LINGKUNGAN DAN PERKEMBANGAN HAMA PAS1 APANEN C Lenny Hartati Harahap, SP. MSi. POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Belawan

makanan sehingga permasalahan utama bagi serangga adalah suhu dan kadar air/kelembaban. Walaupun demikian, sebagian besar serangga hama pascapanen dapat hidup pada berbagai bahan simpan dan terdapat variasi kelimpahan serangga pada tiap-tiap bahan simpan Suhu lingkungan dan kadar air bahan simpan merupakan faktor utama yang mempengaruhi masa perkembangan. Pada coleoptera, kadar air lebih dominan pengaruhnya dibanding suhu dan makanan, demikian pula pada lepidoptera. Lepidoptera pascapanen menghabiskan sebagian besar masa perkembangannya sebagai larva. Stadium larva lepidoptera pascapanen lebih lama daripada larva coleoptera karena nutrisinya digunakan untuk produksi telur. Imago lepidoptera sendiri berumur pendek dan tidak makan. Coleoptera berumur panjang (Cryptolestes, Oryzaephilus, Sitophilus, Tribolium, Rhyzopertha) makan selama periode imago, karena itu dapat memproduksi telur selama hidupnya. Seperti lepidoptera, stadium larva coleoptera berumur pendek (Callosobruchus, Lasioderma, Stegobium) cenderung lebih lama (walaupun tidak selama lepidoptera), akibatnya produksi telurnya pun tidak sebanyak lepidoptera. Hingga batas tertentu, kenaikan suhu lingkungan meningkatkan aktivitas makan. Hal ini menjelaskan sebagian pengaruh suhu terhadap pemendekan masa perkembangan serangga pascapanen. Fluktuasi suhu harian juga berpengaruh. Serangga yang hidup pada suhu konstan tinggi masa perkembangannya lebih singkat daripada suhu fluktuatif (walaupun dengan rata-rata suhu yang sama tinggi). Sementara itu pada suhu konstan rendah, masa perkembangannya lebih lama dibandingkan suhu fuktuatif dengan rata-rata sama rendah. Kadar air bahan simpan/kelembaban udara mempengaruhi lama stadium larva,. Kadar air bahan simpan yang rendah memperlama stadium larva, tetapi stadium telur dan pupa tidak

terpengaruh sehingga hal ini mengubah keseimbangan struktur umur dalam populasi yang sudah stabil. Seperti dijelaskan sebelumnya, suhu lingkungan dan kelembaban di penyimpanan bisa saja sebagai sebab atau akibat dari keberadaan hama. Serangga membutuhkan kisaran suhu dan kelembaban optimum untuk perkembangannya. Sementara itu metabolisme serangga juga menghasilkan kalor dan uap air ke lingkungannya. Terakhir, misalnya pada Sitophilus dan Tribolium terdapat variasi masa perkembangan antarindividu yang cukup besar. Keragaman intrinsik seperti ini biasanya menguntungkan secara ekologis. Ketahanan hidup Serangga biasanya memiliki kisaran suhu optimum. Sedikit saja di luar kisaran suhu tersebut, terjadi penurunan populasi yang sangat besar Contohnya pada Tribolium, suhu optimum pertumbuhan adalah 25-37.5C. Ketahanan hidup akan turun drastis di luar kisaran tersebut. Kematian terbesar terjadi pada larva instar awal. Pola serupa tampaknya terjadi pada spesies Rhyzopertha, Oryzaephilus, Cryptolestes dan Tribolium (coleoptera berumur panjang) . Kadar air biji berkorelasi positif dengan ketahanan hidup. Kadar air meningkat, kondisi lingkungan makin baik untuk serangga sehingga ketahanan hidupnya pun meningkat. Sebaliknya, ketahanan hidup hama pascapanen menurun bila kadar air biji rendah. Implikasinya, kalaupun pengendalian hama tidak bisa dilakukan dengan menurunkan suhu (pendinginan), pengeringan dan pemanasan dapat pula bermanfaat.

MENGENAL LINGKUNGAN DAN PERKEMBANGAN HAMA PAS2 APANEN C Lenny Hartati Harahap, SP. MSi. POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Belawan

Kematian hama pascapanen pada suhu rendah merupakan fungsi dari laju pendinginan, lama waktu pendinginan, suhu dan spesies. Serangga akan punya kesempatan menyesuaikan diri (aklimasi) bila laju pendinginan lambat. Produksi telur Serangga memerlukan nutrisi yang cukup untuk memproduksi telur. Lepidoptera biasanya mengakumulasi nutrisi pada saat larva, dan memproduksi telur dalam jumlah banyak hanya pada hari-hari pertama menjadi imago. Coleoptera biasanya hidup lebih lama dan memproduksi telur sepanjang hidupnya dalam proporsi yang lebih merata. Dengan demikian, coleoptera berumur panjang membutuhkan nutrisi sepanjang hidupnya. Peningkatan suhu dan kadar air bahan simpan meningkatkan produksi telur, hanya saja produksi telur tertinggi dan ketahanan hidup tertinggi tidak terjadi pada satu titik suhu atau kadar air yang sama. Pada Tribolium, kombinasi ketahanan hidup dan produksi telur yang menghasilkan tingkat reproduksi maksimum terjadi pada suhu 27 0C dan kadar air 16%. Sejumlah ngengat diketahui meningkat produksi telurnya bila menemukan sumber air, demikian pula kumbang Dermestes. Callosobruchus juga meningkat produksi telurnya karena nutrisi. Gabah atau beras adalah suatu jenis komoditas utama di Indonesia, dan mampu disimpan dalam gudang dalam jangka waktu yang relative lama, hal ini bisa mengakibatkan serangan hama pasca panen didalam penyimpanan yaitu salah satunya yaitu Sitophilus oryzae. Semua spesies Sitophilus mempunyai bentuk luar yang sama. S. zeamays dan S. oryzae hanya dapat dibedakan dengan baik dengan cara membedah dan melihat alat genetalia dibawah mikroskop. Semua spesies mempunyai moncong (rostrum) dengan ciri tertentu.serangga ini

berwarna coklat hingga hitam , panjang 3-4 mm. ukuran serangga dewasa beragam tergantung pada ukuran bebijian tempat serangga itu hidup. Serangga yang hidup pada bebijian berukuran besar cenderung berukuran lebih besar daripada serangga yang berkembang pada bebijian yang lebih kecil seperti beras. Pada dasarnya hama ini juga tidak hanya menyerang pada gabah saja tetapi pada beras yang disimpan dalam jangka waktu yang agak lama. Apabila beras tersebut disimpan dalam jangka waktu yang relative lama maka beras itu akan dimakan oleh hama gudang tersebut, dan hasilnyapun beras tersebut menjadi pecah dan kebanyakan menjadi bubuk. Pada gabah yang disimpan hama tersebut menyerang pada bagian berasnya, hama tersebut melubangi gabah dan memakan beras yang berada didalamnya. Apabila gabah tersebut digiling maka beras yang dihasilkan akan pecah-pecah dan mengalami susut yang relative besar. Akibat dari serangan hama pasca panen tersebut beras atau gabah akan menjadi berlubang kecil- kecil, karena beras atau gabah tersebut disimpan dalam jangka waktu yang relativ lama maka beras atau gabah tersebut menjadi butiran, pecah dan remuk bagaikan tepung. Hal ini sering kita temukan pada butiran beras yang terserang, dalam keadaan rusak dan bercampur tepung dipersatukan oleh air liur larva sehingga kualitas beras menjadi rusak sama sekali. Pada control tidak terjadi penyusutan jumlah biji, pada gabah kering hanya terjadi penyusutan berat yang terjadi pada pengamatan yang terakhir yaitu 0 gr, dan pengurangan kadar air dari15,2% menjadi 14,1%, sedangkan pada gabah basah hanya terjadi penyusutan berat yang terjadi pada pengamatan yang pertama dan terakhir yaitu hanya 6gr dan 3gr, dan

MENGENAL LINGKUNGAN DAN PERKEMBANGAN HAMA PAS3 APANEN C Lenny Hartati Harahap, SP. MSi. POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Belawan

pengurangan kadar air dari 22,4% menjadi 18,3% Hal ini dimungkinkan penurunan berat karena pengaruh kadar air yamg di kandung oleh gabah tersebut, semakin lama gabah tersebut disimpan maka kadar air tersebut semakin menghilang/berkurang dan akhirnya menjadikan gabah tersebut menjadi susut dan berkurang beratnya. Hal ini karena tidak ada peran dari hama gudang yang dipakai sebagai control. Karena dalam penyimpanan juga mempengaruhi kadar air yang dikandungnya, dari factor- factor didalam penyimpanan tersebut, misalnya suhu, kelembapan, dan lain sebagainya. Pada perlakuan terjadi penyusutan jumlah biji, pada gabah kering terjadi penyusutan biji dari 2065 menjadi 1962, pada pengamatan pertama dan terjadi penyusutan biji dari 1875 menjadi 1796 pada pengamatan yang kedua, hal itu dikarenakan biji tersebut dimakan oleh serangga hama yang digunakan sebagai sample yaitu Sitophilus oryzae sebanyak 5 pasang. Penyusutan berat pada gabah basah dan intensitas serangan menunjukan lebih tinggi dibanding dengan gabah kering ini disebabkan pada gabah basah kadar airnya masih tinggi sehingga bahan masih terlalu lunak sehingga mudah untuk di rusak.

bahan simpan yang berkualitas buruk yang memiliki kelembaban marginal (relatif tinggi) atau telah kadaluwarsa. Hama insidental sebenarnya hanya secara kebetulan saja ditemukan di penyimpanan (belalang, lalat, dsb) dan umumnya tidak menimbulkan kerusakan kuantitatif, namun keberadaannya dianggap sebagai kontaminan yang menurunkan kualitas bahan simpan. Serangga menguntungkan, misalnya parasitoid dan predator serangga biasa ditemukan pada bahan simpan yang terserang hama pascapanen. Serangga ini dikembangkan sebagai alternatif pengendalian hama di penyimpanan. Walaupun demikian, beberapa spesies hama bisa menjadi predator fakultatif bahkan kanibal karena kelangkaan makanan.

Klasifikasi hama pascapanen


Serangga yang menginfestasi biji-bijian maupun produk olahan yang disimpan dapat diklasifikasikan menurut arti penting/statusnya secara ekonomi dalam menimbulkan kerusakan. Hama penting adalah spesies yang seringkali menimbulkan kerusakan besar pada bahan simpan dan biasanya teradaptasi untuk berkembang dalam lingkungan penyimpanan. Hama minor meliputi sejumlah besar spesies yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan kadang-kadang mendekati status hama penting. Umumnya berkembang dalam

Klasifikasi lain yang umum dilakukan berdasarkan perilaku makan dan siklus perkembangan hama. Spesies yang sebagian besar siklus hidupnya berada di dalam biji yang menjadi sumber makanannya digolongkan sebagai infestor internal. Sebaliknya spesies yang mengkonsumsi bahan simpan dari permukaan luar dikategorikan sebagai infestor eksternal. Klasifikasi ini paralel dengan pengertian hama primer (primary colonizer) dan hama sekunder (secondary colonizer). Infestor internal disebut juga hama primer karena membutuhkan bijibijian yang masih utuh untuk makanan dan perkembangannya. Infestor eksternal identik dengan hama sekunder karena sering ditemukan pada biji-bijian yang telah pecah karena perlakuan mekanis maupun

MENGENAL LINGKUNGAN DAN PERKEMBANGAN HAMA PAS4 APANEN C Lenny Hartati Harahap, SP. MSi. POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Belawan

serangan hama primer. Hama sekunder juga sering menyerang produk olahan seperti tepung, mie kering, keju, dsb. Spesies ini tidak mempunyai kemampuan menembus pelindung alamiah biji simpan seperti halnya hama primer, namun pada produk olahan bisa terbentuk semacam liang gerekan. Infestor internal/hama primer sering kali menjadi hama penting pascapanen karena tingginya tingkat kerusakan, apalagi bila embrio biji juga dikonsumsi. Sifat infestasinya yang tersembunyi (hidden infestation) juga menyebabkan hama ini sulit dideteksi dan dibersihkan saat pemprosesan bahan simpan. Infestor internal terdiri dari: Kumbang moncong (famili curculionidae). Yang umum ditemukan adalah tiga spesies yaitu Sitophilus zeamais, S. oryzae dan S.

bersaing dengan kelompok kumbang di atas bila ditemukan bersama-sama. Eksternal infestor/hama sekunder dalam keadaan tertentu dapat hidup pada bijibijian utuh namun tetap saja menyerang dari permukaan luar dan tampaknya menyukai bagian embrio/lembaga. Kelompok hama ini terdiri dari berbagai famili dari ordo coleoptera, lepidoptera, psocoptera dan tungau.

Interaksi antarindividu dan antar spesies


Intraspesifik (antarindividu) Interaksi antarindividu dalam satu spesies menentukan distribusi dan kelimpahan serangga. Pada kepadatan populasi rendah, laju pertumbuhan biasanya kecil karena kesulitan untuk menemukan pasangan seksual misalnya. Ketika populasi bertambah, laju pertumbuhan meningkat secara eksponensial karena kelimpahan sumber makanan dan kesesuaian lingkungan. Sejalan dengan pertambahan populasi yang tinggi, terjadi kompetisi/persaingan untuk makan dan perkawinan sehingga menimbulkan efek negatif bagi populasi. Pada spesies tertentu bahkan terjadi kanibalisme terhadap serangga dalam stadium inaktif (telur dan pupa). Walaupun demikian, tekanan populasi seperti ini jarang terjadi karena kecenderungan migrasi bila populasi meningkat. Kompetisi umumnya terjadi pada populasi di penyimpanan yang kosong, sarana transportasi maupun peralatan pengolahan di mana jumlah makanan relatif sedikit. Interspesifik (antarspesies) Interaksi antarspesies juga mempengaruhi laju pertumbuhan suatu

granarius.

Kumbang benih (famili bruchidae), yang terpenting sebagai hama pascapanen adalah Callosobruchus, Zabrotes, dan genus Caryedon. Genus Bruchus, Bruchidius dan Specularius adalah kelompok hama di pertanaman dan tidak bertahan lama dalam lingkungan penyimpanan.

Rhyzopertha dominica yang menjadi hama

Kumbang penggerek (famili bostrichidae).

penting khususnya pada biji-bijian yang kecil seperti gandum dan beras. Dua spesies lainnya biasa ditemukan pada komoditi yang tidak sempurna pengeringannya yaitu Prostephanus truncatus yang menyerang jagung yang masih bertongkol serta Dinoderus spp. (penggerek bambu). Famili scolytidae juga merupakan kumbang penggerek, namun sangat jarang bisa berkembang biak pada biji simpan, contohnya Hypothenemus hampei. Ngengat penggerek (famili gelechiidae), yaitu Sitotroga cerealella yang biasanya kalah

MENGENAL LINGKUNGAN DAN PERKEMBANGAN HAMA PAS5 APANEN C Lenny Hartati Harahap, SP. MSi. POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Belawan

spesies serangga. Berbagai pola interaksi ditemukan di penyimpanan, yaitu: Suksesi, yaitu pergantian dominansi spesies pada pernyimpanan kerena perubahan lingkungan dan sumber makanan. Pada saat awal yang dominan adalah hama primer, kemudian digantikan hama sekunder, selanjutnya mungkin serangga pemakan cendawan atau sisa-sisa. Kompetisi, terjadi bila dua spesies hama memiliki relung ekologis yang sama (bandingkan dengan suksesi dimana masingmasing spesies memiliki peran berbeda.) Predasi, bisa oleh spesies predator (misal kepik Xylocoris sp.) atau spesies hama yang menjadi karnivor fakultatif pada kondisi ekstrim. Parasitisme, kebanyakan Hymenoptera famili Trichogrammatidae, Bethylidae, dan Pteromalidae menjadi parasitoid hama gudang. Termasuk parasitisme adalah serangan mikroorganisme seperti protozoa, bakteri dan cendawan entomophaga penyakit terhadap hama pascapanen

Daftar pustaka Kartasaputra. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. PT RINKA: Jakarta. Pracaya, Ir. 1995. Hama dan Penyakit Tanaman. PENEBAR SWADAYA: Jakarta. Toekidjo, Martoredjo. 1986. Ilmu Penyakit Lepas Panen. GHALIA INDONESIA: Jakarta.

MENGENAL LINGKUNGAN DAN PERKEMBANGAN HAMA PASCAPANEN 6 Lenny Hartati Harahap, SP. MSi. POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Belawan

You might also like