You are on page 1of 23

Industri Penyamakan Kulit dan dampaknya terhadap lingkungan Posted on Agustus 18, 2008 by zaenabku PENDAHULUAN. A. Latar Belakang.

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Potensi penyamakan kulit di Indonesia pada tahun 1994 terdiri dari 586 jumlah perusahaan ang terdiri dari industri kecil sebesar 489 unit dan industri menengah sebesar 8 unit, dengan kapasitas produksi sebesar 70,994 ton ( Dirjen industri aneka 1995). Pada Pelita VI Industri kulit dan produk kulit mempunyai investasi sebesar 3,746 milyar rupiah dengan penyerapan tenaga kerja 51,399 orang dengan jumlah Produksi 19,122 milyar rupiah dengan nilai ekspor US 7,354 juta. Industri Penyamakan kulit sebagai salah satu Industri yang proses limbah yang masih sering dipermasalahkan, dan mempunyai konsekwen untuk dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya baik melalui air, tanah dan udara. Salah satu contoh kasus terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah Industri Kulit yang ada di Garut. Limbah industri penyamakan kulit di Sungkareng, Kabupaten Garut, Jawa Barat mencemari lingkungan sejak tahun 1920.PemKab Kabupaten Garut terus berupaya menekan sekecil mungkin tingkat pencemaran limbah itu, terutama pencemaran di Sungai Cigulampeng dan Sungai Ciwalen, yang dapt menyebabkan rasa gatal pada kulit manusia, disamping itu limbah yang dihasilkan menimbulkan bau yang kurang sedap dan sangat menyengat hidung. ( http://www.suarapembaharuan.com.News2004/05/26). Kasus pencemaran juga terjadi di Sungai Siak Pekanbaru, dimana terlihat dari tingkat Biologial Oxigen Demand (BOD) maupun Chemical Oxigen Demandnya (COD) yang amat tinggi. Bila di konversi dalam hitungan pertahun tingakat BOD-nya mencapai 8.021 ton . Parameter BOD adalah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk membusukkan partikel- partikel organik yang ada di sungai bersangkutan. Adapun tingkat COD bila di konversi mencapai 18.291 ton pertahun. Pada saat yang sama sungai

yang memiliki rata- rata kedalaman 29 meter tersebut dibebani oleh limbah lemak yang mencapai 56 ton setiap tahunnya.. Parameter COD adalah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi partikel- partikel non- organik. Akibar buangan limbah industri yang mencemari Sungai Siak, tercatat 103 jenis ikan terancam kelestariannya karena spesies- spesies ikan tersebut sangat sensitif terhadap pencemaran limbah, terutama limbah kimia. Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengendalian Pencemaran Lingkungan, menjelaskan bahwa tidak diperkenangkan membuang limbah cair kedalam tanah kecuali mendapat izin dari mentri terkait dan berdasarkan hasil penelitian. Olehnya itu diharapkan bahwa setiap kegiatan industri yang mengeluarkan limbah harus dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah, dengan harapan untuk menekan dampak yang terjadi, sehingga kelestarian lingkungan dapat teratasi. A. Tujuan. 1. Untuk mengetahui sumber dan karateristik limbah cair industri penyamakan kulit. 2. Untuk mengetahui proses pengolahan limbeh cair pada Industri Penyamatan kulit. 3. Untuk mengetahui dampak kesehatan yang ditimbulkan dari industri penyamakan kulit terhadap kesehatan manusia. 4. Untuk mengetahui tekhnik pengendalian pencemaran industri kulit. BAB II TINAJUAN PUSTAKA. A. Proses Produksi Industri Penyamakan kulit. Industri penyamatan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi. Dalam Industri penyamatan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamatan kulit,yaitu: 1. Proses Pengerjaan basah. (beam house). 2. Proses Penyamakan (tanning).

3. Penyelesaian akhir (Finishing). Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki. Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam penyamakan yaitu: a. Penyamakan Nabati. Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll. b. Penyamakan mineral. Penyamak dengan bahan penyamak mineral , misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock). c. Penyamakan minyak. Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll. Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi. Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya sekaligus. Secara garis besar bagab tahapan proses industri penyamakan kulit sbb: 1. TAHAPAN PROSES PENGERJAAN BASAH. ( BEAM HOUSE). Urutan proses pada tahap proses basah beserta bahan kimia yang ditambahkan dan limbah yang dikeluarkan dapat dilihat pada bagan 2 berikut ini.

a. Perendaman ( Soaking). Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit. b. Pengapuran ( Liming). Maksud proses pengapuran ialah untuk. 1) Menghilangkan epidermis dan bulu. 2) Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak. 3) Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak. Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari. Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang terepas. c. Pembelahan ( Splitting). Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah ( Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin

press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit. d. Pembuangan Kapur ( Deliming). Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya : 1) Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah. 2) Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan. Pembuangan kapur akan mempergunakan asam atau garam asm, misalnya H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dekaltal dll. e. Pengikisan Protein ( Bating). Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain: 1) Sisa- sisa akar bulu dan pigment. 2) Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan. 3) Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama. 4) Sisa kapur yang masih ketingglan. f. Pengasaman (Pickling). Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti. Selain itu pengasaman juga berguna untuk: 1) Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.

2) Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi putih bersih. 2. TAHAPAN PROSES PENYAMAKAN ( TANNING). Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan disamakkrom dan sintan, sedangkan untuk kulit yang akan disamak nabati dan disamak minyak tidak melalui proses pickling ( pengasaman). Bagan proses penyamakan dapat dilihat sbb: Fungsi masing-masing proses sbb: a. Penyamakan. Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni: 1) Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati. a). Cara Counter Current Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8
0

be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah kulit tersanak

masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu. b). Sistem samak cepat. Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum. 2). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral. a). Menggunakan bahan penyamak krom Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom

terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar dalam drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma 10-15 menit kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb: - 1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam. - 1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1 jam. -1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam b). Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium (tawas putih). Kulit yang telah diasamkan diputar dengan: - 40- 50 % air. - 10% tawas putih. - 1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selam 1 malam. - Esok harinya kulit diputar lagi selama 1 jam, lalu gigantung dan dikeringkan pada udara yang lembabselama 2-3 hari. Kulit diregang dengan tangan atau mesin sampai cukup lemas. 3). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak. Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin- anginkan selam 7-10 hari. Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.

b. PENGETAMAN (Shaving). Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air mengalir jam. c. PEMUCATAN ( Bleaching). Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asamasam organik dengan tujuan: 1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam. 2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit. Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama - 1 jam. d. PENETRALAN ( Neutralizing). Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya

mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll. Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama - 1 jam.Penetralan dianggap cukup bila - penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali. e. PENGECETAN DASAR ( Dyeing). Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah. Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam: 1). Cat direct, untuk kulit samak krom. 2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati. 3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.

f. PEMINYAKAN (Fat liguoring). Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut: 1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar. 2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya. 3). Membuat kulit tahan air. Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar selama 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda- kuda selama 1 malam. g. PELUMASAN ( Oiling). Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk.. Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran: 1). 1 bagian minyak parafine. 2). 1 bagian minyak sulfonir. 3). 3 bagian air. Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian dikeringkan. h. PENGERINGAN. Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%. i. KELEMBABAN. Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian

dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50- 55

% selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya. j. PEREGANGAN DAN PEMENTANGAN. Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang. 3. TAHAPAN PENYELESAIAN AKHIR ( FINISHING). Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata. BAB III PEMBAHASAN. A. SUMBER DAN KARAKTERISTIK LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT. 1. Sumber dan Karakteristik Limbah cair. Menurut David Winter 1984, penggunaan air untuk proses penyamakan kulit dari tahun ke tahun ada kecenderungan semakin menurun. Dijelaskan pada tahun 1962 pemakaian air 103 l/ kg tahun 1975 sebanyak 71 l/kg tahun 1977 turun menjadi 40 l/kg kulit yang diproses. David Winter 1984 dan Clonvero 1987 cenderung memilih penggunaan air untuk proses ini sebanyak 45 l/kg kulit yang diproses. Di Indonesia sampai saat ini belum ada penelitian khusus tentang penggunaan air untuk tiap 25 kg kulit namun berdasarkan pengamatan pemakaian air berukuran antara 30-70 l/kg kulit mentah. Tabel I Kisaran Pemakaian Air pada Proses Penyamakan Kulit. Macam Proses Kulit besar (hide) samak krom. Kulit besar (hide) samak nabati. Kulitkecil (skin) Pemakaian air l/kg kulit mentah 30- 50 20- 40 30- 60

Kulit kecil (skin) berbulu tersamak Sumber data: Clanfero 1993

50- 100

Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan kulit dapat dibedakan pertahapan proses sbb: a. Perendaman ( Soaking). Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu, dan kotoran lain atau bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah cairnya berbau busuk, kotor, dengan kandungan suspended solid 0,05- 0,1 %. Menurut ESCAP 1982, volume limbah soaking berkisar antara 2,5- 4 l/kg kulit, pH 7,5- 8. Total Solid 8.000- 28.000 mg/l. Suspended Solid 2.500- 4.00 mg/l. Selain itu UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS. a. Buang bulu dan pengapuran ( Unhairing dan liming). Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat, pH air limbah pada proses ini berkisar antara 9-10, mengandung kalsium , natrium, sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan lemak. Suspended solid 36%. Menurut CTTE 1979, ESCAP 1982, bahwa air limbah pada proses unhairing mengandung total solid 16.00045.000 mg/l, suspended solid 4.500-6.500 mg/l. BOD 1.100-2.500 mg/l, pH berkisar 1012.5. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut adalah bahwa air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan udara. Pengaruh terhadap air terutama pada BOD, COD,SS, alkalinitas, sulphida, N-Organik, N- ammonia. Adanya gs H2S pada pencemaran ini menyebabkan terjadinya pencemaran udara. a. Air limbah buanagan kapur ( Deliming). Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut CTTE 1979,ESCAP 1982, air limbah pada proses tersebut mempunyai pH 3-9, total solid 1.200- 12.000 mg/l, suspended solid 200- 1.200 mg/l dan BOD 1.000- 2.000 mg/l. UNEP menambahkan bahwa air limbah

tersebut akan menyebabkan pencemaran air berupa BOD,COD, DS, dan N- ammonia. Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran udara. a. Air limbah pengikisan Protein (Degreasing). Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang ditunjukkan dengan tingginya nilai COD,BOD,DS dan lemak. (UNEP 1991). a. Air limbah Pikel ( Pickling) dan Krom ( Tanning). Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-0,02 % ( Koziowroski dan Kucharski 1972). Sedangkan CTTE 1979, ESCAP 1982, membedakan antara air limbah partikel dengan penyamakan chorome sbb: 1). Air limbah pikel volume 2-3 l/kg kulit, pH 2,9-4, total solid 1.6000- 45.000 mg/l, suspended solid 16.000- 45.000 mg/l, dan BOD 800- 2.2000 mg/l. 2). Air lmbah samak chrome, volume 4-5 l/kg, pH 2,6-3,2, total solid 2.400- 12.000 mg/l, suspended solid 300-1.000 mg/ l dan BOD 800- 1.200 mg/l. 3). Selain yang tersebut diatas UNEP menambahkan bahwa air limbah pikel dan krom akan menimbulkan pencemaran air berupa BOD, COD, SS, DS,, asam garam krom, dan sisa samak nabati. a. Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian. Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk volume air 3035 l/kg, pH berkisar antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l, suspended solid 1.250- 6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000 mg/l. Untuk lebih jelasnya beban pencemaran air limbah penyamatan kulit dari beberapa tahapan proses dapat dilihat pada table berikut ini. Tabel 2 Beban Pencemaran air limbah penyamakan kulit dari beberapa tahapan proses. Parameter. COD BOD S CR N.NH3 Lemak TSS pH

Jenis air Limbah Soaking Pengapuran Buang bulu Pikel Samak Krom

(mg/l)

(mg/l)

(mg/l)

(mg/l)

(mg/l)

(mg/l)

(mg/l)

40.576,48 10.964.64 18.555.36 7.454,9

17.000 3.500 5.800 2.400

991.1. 448 86.75 147.2

0 0 0 6.254

207.68 16.35 57.68 217.28

944 632 12.547 10.120

31.204 4.154 27.085 17.084

12 12 5 4

Sunaryo,dkk 1993. 2. Sumber dan Karateristik Limbah Padat. Didalam proses penyamakan disamping limbah cairjuga menghasilkan limbah padat sebagai hasil samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnyasebagai bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk, kerajinan, dan bahan bangunan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lainbulu, sisa trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan Lumpur. B. PROSES PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT. Limbah cair industri penyamakan kulit nampak paling menonjol dibandingkan limbah padat maupun gasnya karena volumenya yang cukup banyak yaitu 30-70 l / kg bahan baku yang diolah dari awal. Disamping volume yang banyak, zat- zat pencemaran yang terkandung dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan dampak yang paling cepat berpengaruh adalah berbau busuk dan kadang- kadang secara visual nampak berbuih banyak. Secara umum air limbah penyamakan kulit mengandung bagian- bagian dari kulit seperti bulu, sisa daging, potongan kulit dan bahan kimia sisa dari yang ditambahkan dalam proses penyamakan kulit. Seperti yang terjadi pada pada kasus pencemaran Limbah Industri Kulit Sungkareng , Kabupaten Garut Jawa Barat., yang mencemari lingkungan sejak tahun 1920.Selain tantangan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan membuka pasar, ada satu hal lagi yang juga menjadi tantangan sejak tiga dekade terakhir yaitu, limbah. Persoalan limbah sering kali menjadi isu penting. Sejak digunakannya bahan kimia untuk penyamakan kulit, pada saat itu pula persoalan limbah muncul. Bahan chroom yang digunakan untuk menyamak kulit ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama sekali pada kulit manusia. Dampak dari limbah Sukaregang sangat dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir sungai Ciwalen, yang notabene bukan kalangan

penggiat bisnis kulit. Protes pun mulai bermunculan karena banyaknya warga di daerah hilir yang mengalami gangguan kesehatan kulit. Untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah yang dibuang ke sungai, pada awal 1980-an, saat Garut dipimpin oleh Bupati Taufik Hidayat, ada rencana untuk merelokasi sentra industri kulit Sukaregang, namun tidak terealisasi. Oleh penerusnya, Bupati Toharudin Gani rencana tersebut kembali dicoba diwujudkan namun tak juga berhasil. Karena berbagai hambatan itu, akhirnya yang dapat dilaksanakan adalah revitalisasi. Artinya, lokasi Sukaregang akan ditata sedemikian rupa, termasuk ditetapkannya zona-zona industri serta pembatasan jumlah industri dengan dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Untuk revitalisasi ini pemerintah pusat memberi bantuan untuk membangun dua buah instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) pada 1992 agar air dari Sukaregang dapat kembali bersih saat dialirkan ke sungai. IPAL tersebut baru dapat beroperasi pada 1994, namun persoalan limbah tidak selesai karena jumlah IPAL yang ada tidak sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkan industri kulit Sukaregang. Kesadaran masyarakat pengusaha akan persoalan limbah ini juga kurang mendukung. Hingga kini hanya beberapa yang mau membangun IPAL sendiri. Padahal, untuk menangani masalah limbah idealnya setiap perusahaan memiliki satu mesin recovery sendiri. (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0104/13/0806.htm). Untuk lebih jelasnya instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Penyamakan kulit dapat dilaihat pada gambar dibawah ini. INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

Secara garis besar proses pengolahan limbah cair penyamakan kulit adalah sbb:

Dalam proses produksi Industri penyamakan kulit ada beberapa tahapan proses pengolahan yaitu: 1. Pemisahan Padatan Kasar. 2. Segresi. 3. Ekualisasi. 4. Koagulasi. 5. Proses pengolahan limbah cair. Agar supaya setiap tahapan pengolahan dapat berlangsung secara efektif maka sebaiknya aliran yang khas dan pekat dipisahkan untuk melewati tahap pengolahan terlebih dahulu, yaitu penghilangan sulfida, penghilangan krom kemudian dijadikan satu dalam bak ekualisasi, aliran limbah ( efluent) dengan kandungan maupun aliran keluar untuk tahahp primer. Dari bak ekualisasi air limbah tersebut diatur pH kemudian ditambahkan larutan penggumpal dan pengendap yang selanjutnya endapan dapat dilakukan penanganan lumpur ( primer). Penanganan lumpur harus hati- hati agar tidak terlarut pada proses selanjutnya. 1. Pemisahan Padatan Kasar. Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran- saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan. 2. Segresi. Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan. Adapun cairan- cairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu dipisahkan adalah: a. Cairan limbah pengapuran (buang bulu). Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau NaHS sisa dari proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/ rambut. Sebelum proses pengolahan segresi air limbah pada proses buang bulu berwarna putih kehijauan dan kotor, dengan konsntrasi pH 10-12,5 dengan total solid 16.000- 45.000 mg/l. Namun setelah proses

pengolahan dapat menetralisir asam, serta kandungan slfida yang terkandung didalamnya dapat teratasi. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara: 1) Oksidasi Katalitik Sulfida, yaitu dengan aerasi dan pemberian mangan sebagai katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap hari untuk menghindari bau busuk (H2S) dari air limbah tampungan. Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang memanjang keatas (tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui difusir atau dapat juga memakai aerator. 2). Pengendapan Langsung. Fero sulfat dan feri klorida dapat digunakan untuk menghilangkan sulfida dari larutan denganpengendapan. Pengolahan ini akan menurunkan pH karena hidroksidanya mengendap. a. Cairan limbah Krom. Pengendapan krom relatif mudah dilakukan, pengendapan limbah krom dapat mempengaruhi biaya produksi/ pengolahan limbahnya. Pada pengolahan ini menghasilkan cairan supernatan yang hampir bebas krom dan juga dapat menurunkan BOD. 3. Ekualisasi. Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih lanjut. Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah. Praktek pencampuran ini meberi kesempatan terjadinya proses netralisasi dan pengendapan. Oleh karena itu sebaiknya air limbah dicampur dengan baik dan intensif, misalnya dengan mixer atau blower mengingat dalam bak ini padatan tersuspensinya dijaga jangan samapai mengendap dan kondisi air limbahnya harus aerobik, hal ini dapat dicapai dengan menghembuskan udara dari dasar bak melaluai beberapa difuser untuk memasok O2 yang intensif. Tenaga yang diperlukana untuk mengaduk kira- kira 30 watt/m2 air limbah. Jika dilakukan injeksi udara pada bak sedalam 2-4 m, aliran udara optimalnya 3-4 m3/jam per m2 permukaan bak. Dalam bak ekualisasi dapat dilakukan pergantian garam- garam

aluminium maka penghilangan Nitrogen melalui proses nitrifikasi/ denitrifikasi perlu dilakukan.Pada tahapan ini untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah. 4. Koagulasi. Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya. Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk dibuang. Efesiensi penggumpalan dapat diperoleh dengan penambahan larutan pengendap yang berupa larutan polyelektrolit anionik rantai panjang dengan konsentrasi 1-10 mg/l. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Skema pengolahan limbah cair dengan Proses Fisika Kimiawi. 5. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis. Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pegolahan sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit sbb: a. Filter biologis. Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan. a. Lumpur aktif (kolam oksidasi). Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif). Pengolahan dengan lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai untuk air limbah penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi kolam PASVEER.

a. Lumpur aktif konvensional. Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam oksidasi PASVEER relatif lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka dioprasikan sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah terolah dengan BOD , 20 mg/l. Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat dipilih dengan cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat tebatas. Oksidasi berlangsung terus menerus dalam bk aerasi karena itu kebutuhan aerasinya juga agak intensif ( sampai kra- kira 1 Kw/ kg BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam sudah cukup. a. Lagun (kolam) . Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah. Ada beberapa pilihannya : 1) Kolam aerob Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari, namun biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara dan memungkinkan terbentuknya kembali sulfida bersamaan dengan terlepasnya gas H2S. Hal ini sesuai bila hanya untukpemanfaatan ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut rendah, sedangkan yang diperlukan hanya membuat kedalaman 3 meter. 2) Kolam Fakultatif. Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob (yang ada di atas, berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob (zone di bawahnya). Biasanya berukuran lebih besar dari an aerob dan kurang efektif.Kolam ini lebih mengandalkan kekuatn fotosintetik dengan demikian tergantung pada perubahan musim dan tidak dapat diperiksa/ dipantau dengan baik.

3) Kolam Aerasi Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan membutuhkan tenaga 10 30 w/m3 yang biasanya digunakan adalah aerator permukaan mekanik. A. DAMPAK INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT TERHADAP KESEHATAN MANUSIA. Didalam Industri Penyamakan kulit menggunakan bahan- bahan pembantu yang tersusun dari senyawa- senyawa kimia. Ada yang berwujud bubuk, kristal, maupun cair, semi liguid yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Bahan- bahan kimia tersebut akan kontak dengan pekerja Industri Penyamakan Kulit dengan berbagai macam cara, yaitu melalui kontak dengan kulit atau dengan cara penghirupan dalam bentuk gas atau uap.. Bahan bahan yang bersifat korosif dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum, tertelan, maupun terhirup ke paru- paru. Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila kontak dengan bahan- bahan yang bersifat korosif/ beracun. 1. Natrium Sulfida (Na2S), berfungsi pada buangan bulu pada industri penyamakan kulit. Berupa kristal putih atau kekuningan. Bereaksi dengan karbon. Bersifat tidak stabil, sehingga dalam proses penyimpanannya harus dijaga agar terhindar dari pemanasan karena dapat meledak. 2. Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap jaringn kulit. Kontak dengan kulit menyebabkan terbakar, sehingga merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga menyebabkan bronkitis, dan bila kontak dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kolaps. 3. Asam Klorida (HCL), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang sangat kuat.Berbahaya jika terkena panas. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin dalam darah serta akan merusak butir- butir darah merah pada akhirnya akan merusak buah ginjal juga otot- otot hati.

4. Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, membran mukosa. 5. Amonium Hidroksida (NH4OH), suatu bahan apbila dipanaskan akan mengeluarkan racun yang berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat racun. 6. Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat korosif pada kulit manusia apabila kontak terlalu lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia. Penghisapan pada hidung dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa. 7. Senyawa Benzidin (NH2 C6 H4 NH2), apabila kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi, dapat menyebabkan kerusakan pada darah (hemolisis), apabila terhisap menyebabkan mual, muntah-muntah dan pada akhirnya diikuti dengan kerusakan hati. 8. Kalium Permanganat (KMNO4), sangat iritasif, debu KMNO4 sangat beracun, dapat terhisap melalui pori-pori, dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru, pernafasan pada bagian atas . 9. Formalin (HCHO)., iritasi pada kulit mata membran mukosa apabila tertelan dapat menyebabkan muntah, diare, kolaps. Bersifat karsinogenik terhadap paru-paru. 10. Arsen (AS), arsen bila tdapat terhisap melaluerhisap maka dapat menimbulkan menyebabkan muntah, mual dapat terhisap melalui maka dapat menimbulkan menyebabkan muntah, mual, diare. Kerusakan arsen menyebabkan kelainan sistem syaraf , kerusakan hati, gangguan sistem pembuluh darah, pigmentasi kulit serta dapat menyebabkan kanker. 11. Naftol (C10HOH), apabila terhisap dapat menyebabkan mual, muntah, diare, bahkan anemia. Naftol dapat diserap oleh kulit. 12. Phenol (C6H3OH), penyerapan larutan phenol pada kulit terjadi dengan cepat. Kontak dengan larutan phenol selama 30 menit sampai beberapa jam dapat menyebabkan kematian, untuk kontak dengan kulit seluas 64 inchi. Gejala yang timbul apabila seseorang keracunan phenol yaitu pusing, otot lemah, pandangan kabur, telinga berdengung, napas terengah-engah. 13. Krom (Cr), yang bersifat asam sangat bersifat korosif pada kulit serta membran mukasid (selaput lendir). Kontak dengan Cr secara langsung dan terus menerus bagi

kulit yang sensitif akan menyebabkan koreng (ulcer) selebar ujung pensil di sekitar kuku maupun punggung tangan. A. TEKHNIK PENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT. 1. Penerapan Cleaner Production. Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pereventif dan terpadu yang perlu dilaksanakan secara terus menerus pada proses produksi sehingga mengurangi risiko negative terhadap manusia dan lingkungan. Produksi bersih pada proses produksi berarti meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengguanaan bahan baku, energi, dan sumber daya lainnya, serta mengganti atau mengurangi jumlah dan toksitas seluruh emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. Pencegahan, pengurangan, dan penghilangan limbah atau bahan pencemaran pada sumbernya merupakan elemen utama di produksi bersih. Kegiatan yang merupakan produksi bersih adalah: a. Penghematan pemakaian air pencucian/ pembilasan. b. Penghematan penggunaan zat kimia misalnya penyamakan dengan menggunakan garam krom dengan kadar larutan cuku dengan 8% tidak perlu dipakai 12%. c. Modifikasi proses, seperti pada proses pengapuran menggunakan drum dengan jumlah bahan-bahan yang dipakai dapat dikurang ( air, kapur, sulfida) atau dengan pemisahan cairan pada proses buang bulu dan pengpuran. d. Pemakaian tekhnologi dan peralatan yang tepat. 1. Pemisahan Krom. Krom dapat dipisahkan dari cairan buangan dengan jalan penyaringan yang kemudian di daur ulang dengan cara sbb : Air buangan dari penyamakan kromdan air pencucian (sebanyak 2 x 100 % air) yang sudah bebas dari padatan diberi larutan magnesium hidroksida, dan diendapkan kira-kira 10 jam, yang kemudian cairan dipindahkan ke bak lain (dengan pipa penyedot, tetapi jangan sampai endapannya ikut tersedot). Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari endapan akan mengandung krom kurang dari 2 ppm sehingga bias langsung dibuang atau dipakai untuk daur ulang.

Endapan yang terjadi kemudian ditambah asam sulphat yang sesuai, endapan tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan akan memberikan suatu larutan krom sebesar 50 gram krom oksida/liter. Pada daur ulang proses selanjutnya masih membutuhkan penambahan krom kira-kira sejumlah 30 %. BAB IV PENUTUP. A.KESIMPULAN. 1. Sumber dan karateristik limbah industri penyamakan kulit ditentukan oleh masingmasing tahapan dalam proses produksi, yang diawali dengan proses perendaman, buang bulu dan pengapuran, deliming, degresing, pickling dan tanning serta proses gabungan air limbah pencucian. 2. Proses pengolahan limbah industri penyamakan kulit terdiri dari 5 tahapan yaitu pemisahan padatan kasar, segresi, ekualisasi, koagulasi, dan proses pengolahan limbah cair dengan proses biologis. 3. Dampak industri penyamakan kulit terhadap Kesehatan disebabkan kontak dengan bahan- bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. 4. Teknik pengendalian industri penyamakan kulit dapat dilakukan dengan penerapan produksi bersih dan pemisahan krom. B. SARAN. 1. Setiap industri yang menghasilkan limbah yang berbahaya baik terhadap kesehatan manusia maupun lingkungan, harus melakukan pengendalian dan pengolahan limbah sesuai dengan jenis dan karakteristik limbahnya. 2. Perlu diberikan sanksi hukum dengan tegas bagi pihak industri yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA. Anonim, 1996. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Penyamakan Kulit, Bapedal, Jakarta. Anonim, 1999. Kurus Pengelolaan Kualitas Air. Proyek PCI, Jakarta. Jhony Wahyudi, 1996. Dampak Industri Penyamakan Kulit. Jakarta.

Anonim.

Industri

Pengolahan

Air

Limbah

Industri

Penyamakan

Kulit.

http:wwwkimpraswil.go.id/balitbang. Diakses 3 oktober 2005. Anonim. Limbah Industri Kulit Garut Cemari Lingkungan Sejak 1920.

http:www.suarapembaharuan.com diakses 26 Oktober 2005. Anonim. Pengolahan dan Pemanfaatan Industri Penyamakan Kulit. http:www. Kompas.com cetak 0302/06., diakses 26 Oktober 2005. Anonim. Pemerintah Kota Pekanbaru Panggil Pengusaha Pencemaran Sungai

Siak.http:///rds.yahoo.com/ylt=AjxOaAgN, diakses 4 November 2005. Udin Djabu, dkk. 1990. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja dan Air Limbah. Pusdiknakes, Jakarta. by zaenab Wijayadi Swarnam. 2005. Teknologi Limbah Edisi Spesial. Pusat Pengembangan Teknologi Limbah Cair. Jakarta.

You might also like