You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, ISK merupakan penyakit penting pada anak, karena menyebabkan gejala tidak khas. ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi.2 Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya mikroorganisme patogenik pada urin, uretra, kandung kemih, atau ginjal.3 ISK pada anak disebabkan infeksi mikroorganis gram negatif terbanyak e coli. Bisa juga oleh gram positif seperti virus dan jamur. ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki.2 Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar dibanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana ISK pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada lakilaki hanya 0,2%. Dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat. Infeksi Saluran Kemih pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu keadaan yang perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar.1 Dan kerusakan ini dapat berujung pada hipertensi atau menurunnya fungsi ginjal. Bila tidak ditanggulangi secara serius, ISK dapat menyebabkan komplikasi berupa batu saluran kemih, hipertensi, ataupun gagal ginjal yang memerlukan tindakan cuci darah atau cangkok ginjal. Dengan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk mengangkat kejadian ISK sebagai kasus yang perlu mendapat perhatian.

BAB II LAPORAN KASUS


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI I. IDENTITAS PASIEN Seorang anak bernama T berusia 10 tahun, berjenis kelamin perempuan, beragama islam dengan berat badan 27 kg yang beralamat Desa Bunder, Susukan masuk ke rawat inap RSUD Arjawinangun tanggal 27 februari 2011. Orang tua pasien yaitu ayahnya bernama Tn.R yang berwiraswasta dengan pendidikan terakhir yaitu SMA. Sedang ibu pasien bernama Ny. N yang hanya seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir yaitu SD. II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dari Ibu pasien tanggal 28 Februari 2011 Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan utama pasien adalah demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien merasa sakit jika BAK dan menjadi sering BAK, serta nyeri pada ulu hati. Riwayat penyakit sekarang pasien datang ke rumah sakit diantar oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tidak terlalu tinggi yang dirasakan sepanjang hari. Pasien juga mengeluhkan menjadi sering berkemih dan sakit saat berkemih. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati. Ibu pasien mengatakan 3 minggu yang lalu pasien mengalami sakit pada pinggang yang dirasakan selama 7 hari dan menjadi sering mengompol. Riwayat penyakit dahulu pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.

Riwayat pribadi yaitun terbagi menjadi riwayat kehamilan sang ibu, ibu control rutin ke bidan selama kehamilan dan 2x suntik TT. Pada persalinan, ibu mengalami persalinan normal pervaginam dengan usia kehamilan 38 minggu . Bayi lahir dengan jenis kelamin perempuan, berat badan lahir 3200 gram, panjang 47 cm, menangis kuat, gerak aktif dan tidak mengalami sesak serta kebiruan setelah lahir. Riwayat makanan sang anak diberikan ASI eksklusif pada usia 0-4 bulan. Usia 6-10 bulan diberikan ASI ditambah bubur susu serta buah-buahan 2x. pada usia 10 12 anak diberikan ASI ditambah PASI , nasi tim serta buah-buahan. Usia 1 tahun sampai sekarang anak diberikan makanan menu keluarga. Riwayat imunisasi menurut pengakuan ibu pasien lengkap. Pasien di imunisasi BCG pada usia 0 bulan, imunisasi DPT diberikan pada usia 2,3,4 lalu dilakukan booster pada usia 18 bulan, imunisasi polio dilakukan pada usia 1,2,3,4, imunisasi hepatitis B diberikan pada usia 0,1,6 bulan. Terakhir adalah campak pada usia SGM. Social ekonomi dan lingkungan pasien berasal dari lingkungan keluarga ekonomi kebawah. Perkembangan (sejak lahir sampai sekarang) ibu tidak ingat jelas, ibu mengatakan mulai bisa tengkurap pada usia 4 bulan, mulai duduk pada usia 6 bulan, merangkak pada usia 7 bulan, berdiri pada usia 1,5 tahun, berjalan pada usia 2 tahun berbicara pada usia 15 bulan. III. PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Umum ( Tanggal 28 februari 2011 ) Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan compos mentis, tanda vital pasien seperti tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 112 x/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 38,30C, dan pernapasan 20 x / menit. Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan 27 kg dan tinggi badan 137 cm, badan terlihat kurus, tidak tampak edema. Berdasarkan kurva CDC BB/U: 27 / 32 x 100% = 84%, TB/U : 137 / 137 x 100% = 100%, BB/TB: 27/32 x 100% = 84%. Kesimpulan status gizi pasien ini adalah gizi kurang.

B.Pemeriksaan Khusus Kulit pasien berwarna sawo matang, memiliki turgor kulit baik, tidak tampak ikterus, dan tidak ada petechiae. Bentuk kepala normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut. Mata bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak cekung, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya positif. Telinga bentuk normal, simetris kanan dan kiri, CAE lapang, dan tidak tampak serumen. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada. Mulut bentuk tidak ada kelainan, bibir merah tidak kering, sianosis tidak ada, tidak ada tremor, tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, gigi geligi tidak ada karies. Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea di tengah, tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan thorax, didapatkan inspeksi bentuk dada normal, simetris keadaan stasis dan dinamis. Pada palpasi ditemukan fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri, tidak krepitasi (-), fraktur (-), massa (-). Pada perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru. Sedangkan pada auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa ronki maupun wheezing. Pada pemeriksaan Jantung, didapatkan inspeksi tidak tampak pulsasi ictus cordis. Pada palpasi teraba pulsasi ictus cordis. Pada perkusi terdengar redup, sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I - II reguler, tidak ada murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi simetris datar, tidak tampak gambaran vena kolateral. Pada palpasi teraba supel, nyeri tekan pada kuadran kanan bawah dan kiri bawah, Undulasi (-). Pada Perkusi terdengar timpani diseluruh lapang abdomen, shifting dullness (-). Pada auskultasi terdengar bising usus dalam frekuensi normal, terdengar pula pulsasi aorta abdominalis Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien perempuan, tampak ada tanda-tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, lutut teraba hangat. IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 27 Februari 2011 didapatkan kadar Leukosit 16.000 l, Limfosit 6500, Monosit 210 l, Granulosit 1200 l, Hamoglobin

l0,8 g/dl, Hematokrit 33,8 %, MCV 69,9 hm3 , MCH 22,6 Trombosit 227 103/l. KGDS 31 mg/dl

Hpg, MCHC

32,4g/dl,

Pada pemeriksaan urin lengkap tanggal 28 Februari 2011 didapatkan warna kuning,PH 6, berat jenis 1,020, nitrit (-). Protein (+1), glaukosa (-), keton (+1), bilirubin (+1), urobilinogen (+1). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+5-6), eritrosit (+3-4), epitel (+4-5), tidak ada Kristal dan silinder. V. RESUME Pasien perempuan berusia 10 tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan febris sejak 7 hari SMRS. Febris dirasakan sepanjang hari. Keluhan ini disertai dengan batuk kering sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan di epigastrium yang disertai mual. Pasien juga mengeluh. Ibu pasien mengatakan 3 minggu sebelumnya pasien mengalami nyeri pada pinggang selama 7 hari dan enuresis. Keluhan berkurang setelah meminum obat dari warung. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan compos mentis, tanda vital pasien seperti tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 120 x/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 38,3 0C, dan pernapasan 28 x / menit. Pada pemeriksaan thorax dan jantung tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah dan kiri bawah. Pada pemeriksaan genitalia eksterna dan ekstremitas tampak tanda-tanda radang. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 27 Februari 2011 didapatkan kadar Leukosit 13000 l, Hamoglobin 10,8 l g/dl, Hematokrit 33,8l%, MCV 69,9 hm3 , MCH 22,6Hpg, MCHC 32,4g/dl, Trombosit 661 103/l. KGDS 31 mg/dl Pada pemeriksaan urin lengkap tanggal 28 Februari 2011 didapatkan warna kuning,PH 6, berat jenis 1,020, nitrit (-). Protein (+1), glaukosa (-), keton (+1), bilirubin (+1), urobilinogen (+1). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+5-6), eritrosit (+3-4), epitel (+4-5), tidak ada Kristal dan silinder VI. DIAGNOSIS KERJA Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang, Anemia e.c susp. Defisiensi FE dan hipoglikemi. 5

VII.

DIAGNOSIS BANDING Demam Typhoid

VIII. RENCANA PENGELOLAAN A. Rencana Pemeriksaan Rencana usulan pemeriksaan lanjutan adalah dilakukan biakan urin B. Rencana terapi dan Diit Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine 2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv. Diet makanan yang diberikan adalah makanan lunak 2240 kkal/hari. IX. PROGNOSIS Prognosis pada pasien ini pada quo ad vitam adalah ad bonam, prognosis quo ad fungtionam adalah ad bonam, dan prognosis quo ad sanationam adalah ad bonam.

FOLLOW UP Tanggal 28/02/2011 Pada hari pertama tanggal 28 februari 2011 pasien masih demam, nyeri ulu hati, nyeri saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, vital sign seperti suhu 38,30c, nadi 84 x/menit, RR 28 x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg. Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, nyeri tekan pada kuadran kanan bawah da kiri bawah, BU(+). Pada pemeriksaan genital tampak tanda-tanda radang pada genitalia eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan edema. Pemeriksaan darah rutin ulang didapatkan hasil hemoglobin 12,4 g/dl, hematokrit 39,1 vol %, leukosit 16.000/l, trombosit 227.000/l. Pemeriksaan urin lengkap didapatkan warna kuning,PH 6, berat jenis 1,020, nitrit (-). Protein (+1), glaukosa (-), keton (+1), bilirubin (+1), urobilinogen (+1). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+5-6), eritrosit (+34), epitel (+4-5), tidak ada Kristal dan silinder. Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang, dan hipoglikemi. Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine 2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv. Diet makanan yang diberikan adalah makanan lunak 2240 kkal/hari. Saran dilakukan pemeriksaan biakan urin. Tanggal 1/3/2011 Pada hari pertama tanggal 1 maret 2011 pasien sudah tidak demam, namun pasien masih merasakan nyeri ulu hati dan nyeri saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, vital sign seperti suhu 37,50c, nadi 84 x/menit, RR 24 x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg. Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, nyeri 7

tekan pada kuadran kanan bawah da kiri bawah, BU(+). Pada pemeriksaan genital tampak tanda-tanda radang pada genitalia eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan edema. Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi kurang, dan Hipoglikemi. Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine 2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv(jika perlu). Diet makanan yang diberikan adalah makanan lunak 2240 kkal/hari. Tanggal 2/3/2011 Pada hari pertama tanggal 2 maret 2011 pasien sudah tidak ada demam, tidak nyeri ulu hati, dan tidak nyeri saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, vital sign seperti suhu 37,30c, nadi 84 x/menit, RR 24 x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg. Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, tidak ada nyeri tekan, BU(+). Pada pemeriksaan genital tidak tampak tanda-tanda radang pada genitalia eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan edema. Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang, dan hipoglikemi. Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine 2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv(jika perlu). Diet makanan yang diberikan adalah makanan lunak 2240 kkal/hari. Pasien direncanakan pulang dan kontrol ke poli untuk konsul dokter.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA INFEKSI SALURAN KEMIH Pendahuluan Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat berkembangbiaknya mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada saluran kemih.1,2 ISK merupakan salah satu infeksi yang paling sering dijumpai baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju sekalipun. ISK dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin dengan frekuensi dan gejala yang berbeda-beda pada tiap kelompok umurnya.2 ISK pada anak-anak merupakan hal yang perlu diwaspadai karena memiliki gejala yang tidak spesifik sehingga diagnosa sering terlambat, padahal resiko kerusakan ginjal yang progresif pada jangka panjangnya sekitar 25%. Untuk ISK diperlukan perhatian yang khusus oleh para dokter pada lini depan dan pengertian terhadap bahaya ISK pada bayi dan anak. Bila hal ini tidak terdeteksi banyak diantaranya yang akan mengalami ISK berulang yang dapat menyebabkan timbulnya parut pada ginjal bahkan kerusakan ginjal yang permanen.3 Mengingat batasan tersebut, maka diagnosis ISK memerlukan biakan mikroorganisme sebagai golden standar diagnosis.1-3 Kuman penyebab ISK yang paling sering ialah golongan Enterobacteriacceae yang berasal dari perineum dan saluran percernaan. E.Coli merupakan bakteri penyebab 80% kasus ISK selain golongan Klebsiella, Proteus, Enterobacter, Pseudomonas, Streptococcus, dan golongan Staphylococcus.1 Epidemiologi Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Angka rasio kejadian infeksi saluran kemih pada anak dilaporkan untuk rasio bayi laki laki dan perempuan pada awal kehidupan bayi adalah antara 3 : 1 dan 5 : 1. setelah masa bayi, anak perempuan lebih sering mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan laki laki yaitu dengan rasio L/P 1 : 4 9

untuk infeksi yang simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang asimtomatis pada anak usia sekolah, diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam hal ini. Data prevalensi rumah sakit RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995) didapatkan 212 kasus ISK, dengan rata-rata 70 kasus baru per tahun. Data studi kolaboratif pada 7 rumah sakit pusat pendidikan dokter di Indonesia dalam kurun 5 tahun (1984-1989) dilaporkan angka kejadian kasus baru ISK pada anak berkisar antara 0,1- 1,9% dari seluruh kasus pediatric yang dirawat . Jumlah ISK kompleks di Jakarta lebih sedikit dari ISK simpleks yaitu 22,2% dari 42 kasus ISK. Meskipun lebih sedikit perlu mendapat perhatian khusus karena dapat bersifat progresif. 3 Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak perempuan 30% pada tahun pertama dan 50% dalam 5 tahun kedepan. Sedangkan pada anak laki-laki angka kekambuhan sekitar 1520% pada tahun pertama dan setelah umur 1 tahun jarang ditemukan kekambuhan. ISK yang terjadi nosokomial di rumah sakit pernah dilaporkan sebanyak 14,2% per 1000 penderita anak, hal ini terjadi biasanya karena pemakaian kateter urin jangka panjang.3 Etiologi Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yaitu sekitar 80% 90% kasus kasus ISK dan kuman patogen lainnya meliputi Klebsiella-Enterobacter spp., Proteus spp., Enterococcus faecalis, dan stafilokokus koagulase-negatif. Pada infeksi saluran kemih kronis sering kali berkaitan dengan Pseudomonas spp., Proteus spp., enterokokus atau Candida spp 2. Patogenesis Patogenesis ISK sangat kompleks karena menyangkut interaksi dari berbagai faktor, baik dari pihak penjamu ( host ) dan dari faktor virulensi kuman. Pada bayi, terutama neonatus biasanya bersifat hematogen sebagai akibat terjadinya sepsis. Sedangkan pada anak-anak infeksi biasanya berasal dari daerah perineum yang kemudian menjalar secara ascendens sampai ke kandung kemih, ureter atau ke parenkim ginjal.1

10

Bukti terjadinya ISK dengan jalur asendens adalah ditemukannya strain bakteri yang sama didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada anak normal. Pada anak lakilaki yang tidak disirkumsisi, bakteri patogen berasal dari flora di bawah preputium dan frekuensi terjadinya ISK juga lebih besar.3 Faktor Penjamu (Host) Tiap individu memiliki kerentanan yang berbeda beda terhadap ISK. Hal ini dapat diterangkan oleh adanya faktor-faktor hospes, seperti produksi antibodi uretra dan servikal (IgA), dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus dan uretra.4 Tomm- Horsfall glikoprotein dan IgA sekretori mencegah perlekatan bakteri pada uroepitel. Pada anak dengan ISK berulang kadar IgA sekretori lebih sedikit dibandingkan dengan anak normal. Hal ini menunjukkan adanya defek respon imun terhadap infeksi.3 Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronis adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bila organisme dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri.4 Refluks vesiko ureter (RVU) merupakan factor penjamu utama untuk terjadinya pielonefritis pada anak. RVU ditemukan pada 25-50% ( rata-rata) penderita ISK. Pada pasien dengan ISK yang disertai RVU,80% menunjukkan gambaran parut ginjal pielonefritik Obstruksi dan beberapa kelainan uronefrotapi kongenital juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ISK. Obstruksi paling sering terjadi pada hubungan pelvio ureter, vesiko ureter dan uretra posterior. Demikian pula kelainan fungsional saluran kemih seperti buli-buli neurogenik dan non neurogenerik dapat menimbulkan retensio urin atau inkontinesia yang dapat menimbulkan ISK.3 Faktor Virulensi Bakteri3 Bakteri virulen berarti mempunyai kemampuan untuk menimbulkan infeksi. Bakteri uropatogen adalah strain bakteri yang mempunyai faktor virulensi spesifik untuk meninbulkan kolonisasi pada uroepitel. 11

Tahap awal timbulnya infeksi adalah terjadi perlekatan bakteri pada sel epitel. Tahap berikutnya baru terjadi penetrasi bakteri ke jaringan, proses inflamasi dan kerusakan sel. E.Coli mempunyai daya melekat pada uroepitel karena adanya zat adhesion di membran luar bakteri,pada rambut-rambut spesifik yang disebut fimbrie. E. Coli pieloenefritogenik mempunyai fimbrie yang dapat mengaglutinasi eritrosit golongan darah P1, oleh kerena ISK disebut Pfimbrie. Ada 2 tipe fimbrie yaitu tipe I dan II. I ditemukan pada hampir semua E.Coli. karena perlekatan tipe I pada sel dapat dihambat oleh D Mannosa, disebut mannose sensitif. Perlekatan tipe II tidak dapat dihambat oleh D Mannosa karena ISK disebut Mannosa resisten. P- fimbrie termasuk tipe II dan hanya ditemukan pada strain E.Coli tertentu. Reseptor untuk Pfimbrie adalah suatu glikosfingolipid yang terdapat pada membrane sel uroepitel, yaitu galaktosa a 14-galaktosa a (gal-gal pili). E.Coli dengan P-fimbrie inilah yang dapat menyebabkan pielonefritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa E. Coli pielonefritogenik 76-94% mengandung P-fimbrie, sedangkan pada yang menyebabkan sistitis hanya ditemukan pada 1923%. Faktor virulensi lain yang ditemukan pada E.Coli adalah: 1. Antigen K : suatu polisakarida pada kapsul yang dapat melindungi bakteri terhadap lisis oleh komplemen dan fagositis. Juga lebih banyak ditemukan pada anak dengan pielonefritis daripada sistisis. 2. Antigen O : bersifat toksik dan menyebabkan terjadinya dema, dan inflamasi. 3. Hemolisin : protein sitotoksik yang pada percobaan invitro dapat merusak sel epitel (tubulus) 4. Colisin (Colisin-V) : jenis protein yang dapat membunuh bakteri lain. 5. Aerobaktin : protein yang dapat mengikat dan menumpuk zat besi yang berguna untuk pertimbunan kumam.

12

Faktor Predisposisi Faktor predisposisi terjadinya ISK3 Anak perempuan Anak laki-laki tidak disirkumsisi Disfungsi miksi Obstipasi kronik Instrumentasi uretra Pemasangan kateter (buli-buli)jangka panjang Infestasi cacing kremi Buli-buli neurogenik dan non neurogenik Membersihkan feses dari bawah keatas Mandi busa Kelainan anatomi saluran kemih Uropati Obstruktif Adhesi labia Refluks vesiko ureter Batu saluran kemih

13

Manifestasi klinis Infeksi saluran kemih dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi baru lahir gejala dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis. Pada masa bayi gejala sering berupa panas yang tidak diketahu penyebabnya, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan berkurang, kadang kadang diare atau kencing sangat berbau. Pada usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan mengompol. Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol, sering kencing sakit waktu kencing, atau sakit pinggang 4. Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter, pielum, dan ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah ( kandung kemih dan uretra) biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing mengedan, tanpa demam. Pada infeksi kronis atau berulang dapat terjadi tanda tanda gagal ginjal menahun atau hipertensi serta ganguan pertumbuhan. Secara umum gejala klinis dari infeksi saluran kemih berbeda beda yaitu tergantung dari umurnya, berikut uraiannya : Umur 0 1 bulan : Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma,

panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya Umur 1 24 bulan: Panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan,

anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air kemih berbau / berubah warna, kadang kadang disertai nyeri perut /pinggang. Umur 2 6 tahun : Panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan

kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia. Umur 6 18 tahun : Nyeri perut / pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat

menahan kencing, polikisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.

14

Diagnosis 1 Pada Infeksi saluran kemih yang simptomatis, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan dan dengan adanya jumlah bakteri yang bermakna dalam urin yang seharusnya steril dengan atau tanpa disertai piuria. Bila ditekan silinder leukosit, maka kemungkinan pielonefritis perlu dipertimbangkan. Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis Infeksi saluran kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urine lengkap. 1. Biakan urin penanpungan urin untuk pembiakan dapat dilakukan dengan 3 cara : 1. Urin pancaran tengah (midstream urien) 2. Kateterisasi kandung kemih 3. Pungsi kandung kemih (supra public puncture,SPP) Sebelum pengambilan contoh urin perlu dilakukan tindakan asepsis. Pada pengambilan cara a dan b. genetalia eksterna dibersihkan dulu dengan air bersih atau larutan sublimate 1%. Pada anak perempuan labia minor harus dibuka dan pada anak laki- laki preputium perlu ditarik kebelakang pada saat pembersihan. Pungsi kandung kemih dilakukan sebagai berikut: daerah suprapubis dibersihkan dengan larutan jodium 2 dan alcohol 70%. Sebelumnya anak disuruh menahan kencing selama 1 jam dan dilanjurkan banyak minum. Pungsi dilakukan dengan jarum semprit 5 atau 10 ml, pada tempat kira-kira 0,5-1 cm diatas simfisis pubis. Dengan cara a dan b, biakan urin dianggap positif atau bermakna bila didapat jumlah kuman 100.000 atau lebih per-mililiter urin. Jumlah kuman antara 10.000-100.000/ml urin dianggap meragukan dan perlu diulang. Bila jumlah kurang dari 10.000/ml urin maka hasil ini dianggap sebagai kontaminasi. Sebaiknya biakan urin dilakukan dua kali berturut-turut agar didapatkan hasil yang lebih pasti (derajat kepastian 95%). Hasil biakan urin dengan cara pengambilan pungsi kandung kemih dianggap positif atau bermakna bila ditemukan 200 kuman atau lebih per-mililiter urin. 15

Hal lain yang perlu dilakukan ialah waktu antara pengiriman bahan dan penanaman dalam media biakan. Bila urin dibiarkan dalam suhu kamar selama jam atau lebih maka cepat membiak sehingga akan menberikan hasil yang positif palsu. Bila urin tidak segera dikirim kelaboratorium, maka harus disimpan selama 24-48 jam tanpa merubah jumlah kuman. Cara lain yang lebih mudah dan sederhana untuk mendeteksi bakteri urin ialah dengan pemeriksan bakteriologis semikuantitatif misalnya dengan microstix (Ames,co). caranya ialah dengan mencelupkan microstix ke dalam urin yang tampung seperti pada biakan konvensional, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Dengan cara ini ternyata ditemukan korelasi yan tinggi dengan hasil biakan secara konvensional dengan kepekaan sebesar 93,8% dan spesifitas 95,5%. 1. Pemeriksaan urin lengkap Bila pada pemeriksaan sediment urin ditemukan piuria pada 50% kasus ISK. Tidak ada korelasi yang pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi pada seiap kasus dengan piuria haruslah dicurigai kemungkinan adanya ISK. Pemeriksaan yang penting dilakukan ialah Pielografi intravena (PIV) dan Miksio-sistouretrografi (MSU). Kedua pemeriksaan tersebut sedapat mungkin dilakukan pada semua penderita ISK. Pemeriksaan PIV dapat memberikan gambaran tentang kemungkinan terjadinya pielonefritis kronis dengan melihat bentuk dan besarnya kedua ginjal, adanya gambaran yang asimetri antara kedua ginjal karena perbedaan bentuk dan ukurannya, kalises yang tumpul dan atau melebar atau terbentuknya jaringan parut. Juga dapat ditemukan tanda tanda kelainan kongenital maupun kelainan obstruktif atau kelaianan anatomis. Pada pemeriksaan MSU dapat ditemukan tandatanda refluks vesiko-ureter atau penyempitan pada muara uretra. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar ureum dan kratinin darah atau yang lebih teliti lagi bila diperiksa klerens ureum dan kratinin untuk mengetahui derajat fungsi ginjal.

16

ISK bagian atas dan bawah Dalam penanganan dan pengobatan perlu diketahui apakah infeksi terdapat pada traktus urinarius bagian atas (ureter,pielim dan ginjal) atau hanya pada bagian bawah (kandung kencing dan uretra). ISK bagian atas dianggap lebih berat karena dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Menbedakan kedua lokasi infeksi ini tindaklah mudah pada seorang anak, terutama pada bayi. Pemeriksaan langsung terhadap infeksi bagian atas dapat dilakukan dengan biakan urin yang diambil dengan kateterisasi dari kedua ureter, namun hal ini jarang dilakukan pada anak karena dapat bersifat traumatis. pemeriksaan secara tidak langsung yang memberi petunjuk kearah ISK baian atas adalah terdapatnya gejala demam, sakit pinggang, terdapatnya silinder leukosit diurin, laju endap darah yang meninggi dan peninggian kadar protein C-reaktif. pemeriksaan lain yang lebih sukar adalah biakan urin dengan bladder washout technique (penampungan urin setelah pencucian buli-buli dengan larutan aseptic), antibodi coated bacteria (pemeriksaan bakteri yang diliputi oleh antibodi ) dan sebagainya. Penurunan pungsi ginjal, hipertensi, azotemia dan terdapatnya parut ginjal (pyelonephiritic scaming) pada pemeriksaan radiology menjurus pada ISK bagian atas. ISK bagian bawah biasanya lebih ringan, umumnya tanpa gejala demam, hanya ditandai dengan gejala lokal seperti disuria, polakisuria atau kencing mengedan. Pada pemeriksaan sedimen urin sering ditemukan leukosit yang berkelompok. Pengobatan dan pelaksanaan 1. Pengobatan secara umum, yaitu terhadap panas, muntah, dehidrasi dan lain-lain. Disamping ISK anak juga dianjurkan untuk banyak minum dan jangan menbiasakan menahan kencing. Pengobatan simtomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan penazofiridin (piridium) 7-10 mg/kgbb/hari. Disamping ISK perlu juga mencari dan mengurangi atau menghilangkan factor predisposisi seperti obstipasi, alergi, investasi cacing dan memberikan kebersihan perineum meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang tidak selalu berhasil.10

17

2. Pengobatan khusus Penanggulangan ISK ditujukan terhadap 3 hal, yaitu: 1. pengobatan terhadap infeksi akut 2. pengobatan dan pencegahan infeksi berulang 3. Mendeteksi dan melakukan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis, congenital maupun yang didapat, pada traktus urinarius. 1. pengobatan infeksi akut. Pengobatan yang segera dan adekuat pada fase akut dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan timbulnya pielonefritis kronis. Pada keadaan berat atau panas tinggi dan keadaan umum yang lemah, pengobatan segera dilakukan tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Pada infeksi akut yang simpleks (uncomplicated infection) diberikan antibiotika /kemoterapi oral. Obat yang sering dipakai sebagai pilihan utama (primary drug) ialah ampisilin, kontrimoksazol, sulfisoksazol, asam nalidiksat dan nitrofurantion. Sebagai pilihan kedua (secondary drug) dapat dipakai obat galongan aminoglikosid (gentamisin, sisomisin, amikasin dan lain-lain); sefakleksin, doksisiklin dan sebagainya. Pengobatan diberikan selama 7 hari.6 2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang Dalam pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut. Bila relaps atau reinfeksi terjadi lebih ari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan pengobatan profilaksis, dengan obat-obat anti septis urin, yaitu nitrofurantion, kontrimoksazol, sefaleksin atau metenamin mandelat. Pada umumnya diberikan seperempat dosis normal, satu kali sehari pada malam hari slama 3 bulan. Bila infeksi traktus urinarus disertai dengan kelainan 18

anatomis (disebut ISK kompleks atau complicated urinary infection), maka hasil pengobatan biasanya kurang memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila perlu sampai 2 tahun.10 3. Koreksi pembedahan Bila pada pemeriksaan radioogis ditemukan obtruksi, maka perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari derajat stadiumnya. Refluks stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksinya. Pada stadium IV perlu dilakukan koreksi bedah yaitu dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih (ureteroneosistostomi). Pada keadaan-keadaan tertentu misalnya pada pionefritis atrofik kronik, tindakan nefrektomi kadang-kadang perlu dilakukan.8 Antibiotika 5 * Neonatus ampisilina : 50-100 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 3-4 dosis Gentamisin : 5-7 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 2-3 dosis Tobramisin : 5-7 mg/kg BB/24 jam im/1V ,dibagi 2-3 dosis

Antibiotika diberikan selama 10-14 hari * Anak Kotimoksazol Ampisilina Amoksilina Safaleksin Asam nalikdisat : 4-8 mg TMP /kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 2dosis : 50-100 mg/kg BB/24 JAM IM/1V ,dibagi 3-4 dosis : 50-100 mb/kg BB/24 jam IM/1V ,dibagi 3-4 dosis : 50-100 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 3-4 dosis : 50 mg/kg BB24 jam IM/1V , dibagi 3 dosis 19

Nitrofurantoin

: 3-5 mg/kg BB/jam IM/1V ,dibagi 3 dosis

Pemantauan Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK umumnya menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan.8 Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis (lihat lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis akut.10 Komplikasi Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal ginjal kronik (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor predisposisi).7 Prognosis ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang andekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Pognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang andekuat dan dilakukan koreksi bedah , hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah ke fase gagal ginjal kronis 1.

20

Jenis dan dosis antibiotik untuk terapi ISK11 Tabel : Dosis antibiotika pareneteral (A), Oral (B), Profilaksis (C) Obat (A) Parenteral Ampisilin Dosis mg/kgBB/hari 100 Frekuensi/ (umur bayi) tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)

Sefotaksim

150

tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu) dibagi setiap 6jam.

Gentamisin Seftriakson Seftazidim

5 75 150

tiap 12 jam (bayi < 1 minggu) tiap 8 jam (bayi > 1 minggu) sekali sehari dibagi setiap 6 jam

Sefazolin

50

dibagi setiap 8 jam

Tobramisin

dibagi setiap 8 jam

Ticarsilin

100

dibagi setiap 6 jam

(B) Oral Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar) Amoksisilin 20-40 mg/Kg/hari

q8h

Ampisilin

50-100 mg/Kg/hari

q6h 21

Amoksisilin-asam klafulanat 50 mg/Kg/hari

q8h

Sefaleksin Sefiksim

50 mg/Kg/hari 4 mg/kg

q6-8h q12h

Nitrofurantoin*

6-7 mg/kg

q6h

Sulfisoksazole*

120-150

q6-8h

Trimetoprim*

6-12 mg/kg

q6h

Sulfametoksazole
*

30-60 mg/kg

q6-8h

Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginja

(C) Terapi profilaksis Nitrofurantoin*

1 -2 mg/kg

(1x malam hari)

Sulfisoksazole*

50 mg/Kg

22

Trimetoprim*

2mg/Kg

Sulfametoksazole

30-60 mg/kg

BAB IV PEMBAHASAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat berkembangbiaknya mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada saluran kemih.1,2 Pada kasus ini organ yang terinfeksi adalah saluran kemih. 23

Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Setelah masa bayi, anak perempuan lebih sering mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan laki laki yaitu dengan rasio L/P 1 : 4 untuk infeksi yang simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang asimtomatis pada anak usia sekolah, diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam hal ini. Usia dan jenis kelamin pasien pada kasus ini sesuai dengan literatur tersebut. Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yang merupakam flora normal di saluran pencernaan. Infeksi biasanya berasal dari daerah perineum yang kemudian menjalar secara ascendens sampai ke kandung kemih, ureter atau ke parenkim ginjal.1 Bukti terjadinya ISK dengan jalur asendens adalah ditemukannya strain bakteri yang sama didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada anak normal Penulis mendiagnosa pasien ini dengan infeksi saluran kemih, karena pada anamnesa didapatkan adanya febris 7 hari, disuria, polysuria, nyeri pada epigastrium. Menurut alloanamnesa, adanya riwayat sakit pada pinggang dan eneuresis 3 minggu sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada hipogastrium. Hasil yang didapat dari anamnesa sesuai dengan literature. Berdasarkan literature gejala klinis ISK sesuai umur 6 18 tahun yaitu nyeri perut / pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polikisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan dan dengan adanya jumlah bakteri yang bermakna dalam urin yang seharusnya steril dengan atau tanpa disertai piuria. Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis Infeksi saluran kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urin lengkap Pada pemeriksaan laboratorium pasien ini didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan leukosituria dan eritrosituria. Pemeriksaan biakan urin pada kasus pasien ini tidak dikerjakan karena pasien sudah terlebih dulu pulang paksa. Penatalaksanaan pada ISK dibagi 2 yaitu pengobatan secara umum dan pengobatan khusus. Pengobatan secara umum (simptomatik) yaitu pengobatan terhadap demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain.. Pengobatan khusus yaitu memberikan antibiotik untuk eradikasi kuman. 24

Pada kasus ini, pasien diberikan terapi antibiotik Ceftriaxone. Antibiotik ceftriaxon dipilih karena merupakan antibiotik spektrum luas. Indikasi pengobatan antibiotik profilaksis diberikan pada anak dengan ISK berulang > 3x atau pada yang disertai RVU , pada kasus ini pasien tidak diberikan terapi profilaksis karena pasien baru menderita ISK dan tidak disertai kelainan organ. Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga hygiene saluran kemih, berkemih secara teratur serta sirkumsisi pada anak laki-laki. Disamping ISK anak juga dianjurkan untuk banyak minum dan jangan menbiasakan kencing. Prognosis pada pasien ini ad bonam karena ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah ke fase gagal ginjal kronis 1.

BAB V KESIMPULAN
Anak dengan diagnosis ISK dievaluasi secara sistematik. Jenis pemeriksaan bergabung kepada umur dan manifestasi klinik. Bayi dan anak dibawah 2 tahun perlu dilakukan pemeriksaan USG dan MSU. Pencitraan skan DMSA merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk melihat pielonefritis dan parut ginjal. 25

Terapi antibiotik idealnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan resistensi kuman. Pada anak dengan gejala penyakit yang berat antibiotik dapat diberikan segera, tetapi sebelumnya diambil urin untuk pemeriksaan biakan. Anak dengan gejala ISK yang ringan cukup diberi terapi antibiotik oral selama 7 hari. Pada anak dengan pielonefritis akut lama pengobatan 10-14 hari. Bila ditemukan gejala toksik atau disertai muntah muntah anak perlu perlu dirawat dan diberikan antibiotik parenteral. Neonatus dengan ISK harus dirawat dan diberikan antibiotik parenteral selama 14 hari. Pengobatan antibiotik pada bakteriuria asimtomatik tidak perlu diberikan. Pengobatan antibiotik profilaksis diberikan pada anak dengan ISK berulang > 3x atau pada yang disertai RVU. Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga hygiene saluran kemih, berkemih secara teratur serta sirkumsisi pada anak laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak 2,Infomedika, Jakarta. 2. Sjahrurachman Agus, Mirawati T.,et al.,2004, Etiologi Dan Resistensi Bakteri penyebab Infeksi Saluran Kemih Di R.S. Cipto Mangunkusomo Dan R.S. Metropolitan Medical Center Jakarta 2001-2003 dalam Naskah lengkap the 4th Jakarta Nephrology And Hypertension Course, pp 51-63, Pernefri 2004, Jakarta. 26

3. Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta. 4. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson, 1996, Nelson Textbook Of Pediatrics, 15th en,pp 1863-5, WB Saunders Compay, Philadelphia, Pennysilvania. 5. Noer Sjaifullah, 1994, Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak,pp 119-121, Falkutas kedokteran UNAIR, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 6. Anonim. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Kapita selekta kedokteran edisi ke 3 jilid 2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani, WI, Setiowulan, W (editor). 2005. Jakarta: Media Aesculapius 7. Anonim. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Panduan pelayanan medis departemen ilmu kesehatan anak. Sastroasmoro S, et al. 2007. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo 8. Edlich RF,. Hill LG,. Mahler CA, Cox MJ,. Becker G,. Horowitz J H,. Nichter LS, Martin ML, &. Lineweaver WC. Management and Prevention of Tractus Urinarius Infection. Journal of Long-Term Effects of Medical Implants.2003. 13(3):139154 9. Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten kota. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. 2005.hal 70 10. Practice Parameter: The Diagnosis, Treatment, and Evaluation of the Initial Urinary Tract Infection in Febrile Infants and Young Children. PEDIATRICS Vol. 103 No. 4 April 1999, pp. 843-852. Available from http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;103/4/843 11. Michael M, Hodson EM, Craig JC, Martin S, Moyer VA. Short versus standard duration oral antibiotic therapy for acute urinary tract infection in children (Cochrane Review). The Cochrane Library, Issue 3, 2005. Available from http://www.updatesoftware.com/abstracts/ab003966.htm

27

You might also like