Professional Documents
Culture Documents
INDIKATOR DAN INSTRUMEN UNTUK
MENDETEKSI PENGELOLAAN SUMBER
DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN YANG
TIDAK BERKELANJUTAN
P ENDEKATAN A NALISIS K EUANGAN
Oleh
Mulyadi Noto
Universitas Pelita Haparan
Bambang Setiono
Center for International Forestry Research (CIFOR)
ELSDA Institute
Diterbitkan Oleh:
ELSDA Institute
Manggala Wanabakti Building IV/Room 509A
Jl. Gatot Soebroto Jakarta Pusat, 10270, Indonesia
Telepon : +6221‐5711309/ 57902778
Fax : +6221‐5711309
ELSDA Institute, adalah sebuah lembaga yang
terbentuk atas keprihatinan terhadap kondisi
sumberdaya alam Indonesia saat ini. Kami membangun
kekuatan dengan menggalang para professional di
bidang hukum dan akuntansi. Kekuatan kami bertumpu
pada kedua bidang tersebut. Dua bidang yang selama
ini dirasakan belum optimal berperan dalam
penyempurnaan pengelolaan lingkungan dan
sumberdaya alam yang lestari.
ISBN
Hak Cipta © ELSDA Institute, 2008
Cetakan Pertama, Desember 2008
Hak cipta dilindungi Undang‐undang. Dilarang
mengutip atau menyebarkan sebagian atau
keseluruhan isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit.
ii
KATA PENGANTAR
ELSDA institute sebagai Institusi yang peduli terhadap keadaan
lingkungan hidup dalam hal ini hutan, mencoba memberikan
sumbangsih kepada negara dan masyarakat. Sumbangsih yang berikan
kali ini adalah sebuah kajian bersama antara Mulyadi Noto dan Dr.
Bambang Setiono berjudul “Indikator dan Instrumen Untuk Mendeteksi
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Yang Tidak
Berkelanjutan”.
iii
mengindentifikasi indikator umum dan instrumen potensial, fase kedua
adalah analisis bisnis dan analisis hukum, fase ketiga adalah penetapan
indikator umum dan fase keempat adalah penetapan instrumen
pendeteksi.
Derry Wanta
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Pendahuluan 1
Kerangka Pikir Pembentukan Instrumen dan Indikator Umum 4
Dari Kegiatan Usaha Ke Aktivitas Usaha 12
Indikator Umum Pengelolaan SDA dan Lingkungan yang Tidak 16
Berkelanjutan
Studi Kasus 33
Pelajaran yang Dapat Diambil 47
Simpulan dan Rekomendasi 50
Daftar Pustaka 52
v
1. PENDAHULUAN
K
ondisi hutan dan sumber daya alam Indonesia lainnya
seperti pertambangan umum dan migas yang sudah
sedemikian parah dan lahirnya perusahaan‐perusahaan
besar berbasis sumber daya alam adalah anomali
pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan. Disatu sisi
telah terjadi kerusakan lingkungan dan SDA tetapi disisi yang lain
para pengusaha tetap bisa berkembang tanpa harus bertanggung
jawab terhadap kerusakan terhadap lingkungan dan SDA sebagai
akibat operasi dari perusahaan‐perusahaan ini. Jika kondisi ini
dibiarkan berlanjut, kita akan kehilangan dua hal sekaligus yaitu
lingkungan hidup dan SDA dan kekuatan ekonomi dari perusahaan
berbasis SDA. Perusahaan‐perusahaan ini akan gulung tikar karena
kekurangan bahan baku dan mengakibatkan rangkaian kegiatan
kontraksi ekonomi seperti penghapusan hutang, terganggunya
kesehatan bank, dan pemutusan hubungan kerja.
Indikator dan Instrumen
ELSDA Institute
2
ELSDA Institute
3
ELSDA Institute
2. KERANGKA PIKIR PEMBENTUKAN
INSTRUMEN DAN INDIKATOR UMUM
K
erangka pikir ELSDA Institute untuk pembentukan
instrumen dan indikator umum pengelolaan lingkungan
dan SDA dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Secara garis besar, prosesnya mencakup 4 (empat) fase utama.
Instrumen
Potensial
Analisis Analisis Instrumen Pengelolaan
Keuangan Hukum Pendeteksi SDA
Indikator
Umum
FASE PERTAMA: Mengidentifikasi Indikator Umum dan Instrumen
Potensial
4
ELSDA Institute
NO INDIKATOR UMUM
1 Jumlah dan sumber pemakaian bahan baku
2 Jumlah pemakaian bahan perusak lingkungan
3 Jumlah pembayaran pajak dan PNBP
4 Arus kas ke afiliasi
5 Lamanya operasi legal
6 Profil pejabat dan kekayaan normal
7 Jumlah izin produksi kayu yang diberikan
8 Izin yang merusak lingkungan hidup
9 Penyidikan dan penuntutan yang lemah
10 Putusan yang ringan atau bebas
5
ELSDA Institute
ke empat, jumlah arus kas perusahaan yang dialirkan ke luar bisnis
perusahaan di bidang SDA akan memberikan indikasi minimnya
komitmen perusahaan kepada upaya pelestarian SDA dan
kesinambungan usahanya. Jika sebagian besar arus kas perusahaan
yang diperoleh dari bisnis SDA disalurkan ke pihak afiliasi dan pihak
ketiga di bidang non SDA terkait, kemampuan perusahaan untuk
melakukan rehabilitasi dan regenerasi SDA akan sangat kecil.
6
ELSDA Institute
Terakhir, indikator kesembilan dan kesepuluh terkait dengan
kualitas penegakan hukum. Informasi untuk menyusun indikator ini
dapat diperoleh dari hasil persidangan di peradilan dan berita di
media massa.
7
ELSDA Institute
8
ELSDA Institute
FASE KEDUA: Analisis Bisnis dan Analisis Hukum
Dalam fase ini serangkaian analisis keuangan dan analisis
hukum dilakukan terhadap instrumen potensial untuk
mengidentifikasikan relevansi informasi yang dikandung masing‐
masing instrumen terhadap indikator umum yang dihipotesakan.
Analisis keuangan yang dapat dilakukan mencakup Analisis Bisnis,
Analisis Laba dan Arus Kas, Analisis Transaksi Hubungan Istimewa,
Analisis Trasfer Pricing, Analisis Kualitas Pengungkapan, dan Analisis
Kekayaan Pejabat Negara. Sementara itu, analisis hukum meliputi
Analisis Kewajiban KYC dan Melapor, Analisis Kewajiban Perpajakan
dan Non Perpajakan, Analisis Kewajiban Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan, Analisis Perijinan, Analisis Perubahan Kawasan
dan Tata Ruang, Analisis Dakwaan dan Alat Bukti, serta Analisis
Putusan. Dengan menghipotesakan muatan informasi masing‐masing
instrumen potensial, atas sebuah instrumen dapat dilakukan satu
atau lebih analisis keuangan atau satu atau lebih analisis hukum.
FASE KETIGA: Penetapan Indikator Umum
9
ELSDA Institute
FASE KEEMPAT: Penetapan Instrumen Pendeteksi
Berdasarkan analisis keuangan dan analisis hukum yang telah
dilakukan, sejumlah instrumen potensial yang tersedia dapat
ditetapkan menjadi instrumen efektif pendeteksi ketidakpatuhan
pengelolaan kehutanan. Namun demikian, boleh jadi analisis hukum
dan/atau analisis keuangan yang mendalam telah pula
mengidentifikasikan sejumlah kekurangan pengungkapan informasi
yang dikandung sebuah instrumen sehingga menghambat
pemanfaatan instrumen tersebut untuk menjadi instrumen yang
efektif. Nah, pada fase ini kekurangan‐kekurangan pengungkapan
informasi tersebut diidentifikasikan secara jelas dan coba
disodorkan kepada instansi terkait dan berwenang yang
mengeluarkan kebijakan ataupun yang menghasilkan instrumen
terkait. Rekomendasi perbaikan muatan informasi maupun cara
pengungkapan informasi coba diangkat ke permukaan. Contoh,
10
ELSDA Institute
pengungkapan sumber pasokan bahan baku seharusnya diwajibkan
dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan yang bergerak
dalam industri hutan. Rekomendasi ini layak diajukan kepada
instansi terkait dengan pelaporan keuangan, seperti Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), Departemen Keuangan ataupun Badan Pengelola
Pasar Modal (Bapepam).
Instrumen Analisis Analisis Indikator
Pendeteksi Keuangan Hukum Umum
Pengelolaan
SDA
11
ELSDA Institute
3. DARI KEGIATAN USAHA
(AKTIVITAS BISNIS) MENUJU
LAPORAN KEUANGAN
L
aporan keuangan perusahaan merupakan sumber
utama informasi yang tersedia bagi para pihak di luar
perusahaan. Untuk itu, laporan keuangan tak pelak lagi
merupakan instrumen potensial utama yang digunakan untuk
melakukan analisis keuangan. Namun demikian, para analis laporan
keuangan haruslah menyadari faktor‐faktor yang dapat
mempengaruhi muatan informasi dalam laporan keuangan, yang
pada gilirannya menentukan kualitas informasi yang dikandungnya.
Pemahaman mengenai faktor‐faktor tersebut sangat krusial
mengingat kualitas informasi menentukan validitas hasil analisis
keuangan.
Seperti nampak dari gambar di bawah ini, laporan keuangan
merupakan ikhtisar keuangan dari seluruh kegiatan usaha (aktivitas
bisnis) yang dilakukan oleh perusahaan untuk periode tahun buku
tertentu. Logikanya, setiap tindakan Ketidakpatuhan pengelolaan
kehutanan yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan usaha
perusahaan seharusnya tercermin dalam angka‐angka dan
penjelasan laporan keuangan perusahaan. Namun demikian,
kenyataan di lapangan adalah bahwa tidak semua realitas ekonomis
dari setiap kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan, termasuk di
dalamnya mungkin tindak Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan,
dapat terungkap dalam laporan keuangan. Ada satu filter penting
12
ELSDA Institute
yang dapat menentukan informasi apa yang ingin dan yang tidak
ingin dimuat dalam laporan keuangan: Sistem Akuntansi
Perusahaan.
Lingkungan Strategi
Kegiatan
Usaha Usaha
Usaha
Lingkungan Strategi
Sistem
Akuntansi Akuntansi
Akuntansi
Laporan
Keuangan
Sumber: Adaptasi dari (Palepu, et al., 2004)
13
ELSDA Institute
Dua faktor penting lain yang harus ditelaah untuk memahami
bagaimana sistem akuntansi merekam kegiatan usaha adalah
lingkungan akuntansi dan strategi akuntansi. Lingkungan akuntansi
merujuk pada sekumpulan aturan‐aturan dan prinsip‐prinsip
akuntansi yang berlaku untuk suatu lingkungan usaha tertentu.
Prinsip akuntansi yang khusus untuk industri kehutanan di
Indonesia mengacu pada PSAK No. 32. Masih terlalu sempit cakupan
PSAK ini dibanding dengan kompleksitas business process industri
kehutanan. Untuk itu, hal‐hal yang belum diatur dalam PSAK
tersebut perlakuan akuntansinya mengacu pada general accepted
accounting principles yang lain. Di dalam prinsip‐prinsip akuntansi
yang berlaku secara umum, pelaku bisnis diperhadapkan pada
berbagai alternatif perlakuan akuntansi yang memiliki dampak yang
tidak seragam terhadap figure laba bersih. Manajemen memiliki
keleluasaan untuk memilih salah satu alternatif perlakuan akuntansi
untuk dijadikan kebijakan akuntansi perusahaan. Dengan strategi
akuntansi yang dipilih, manajemen dapat ‘mengatur’ angka‐angka
dan pengungkapan laporan keuangan.
14
ELSDA Institute
15
ELSDA Institute
4. INDIKATOR UMUM PENGELOLAAN
SDA DAN LINGKUNGAN YANG TIDAK
BERKELANJUTAN PADA INDUSTRI
KEHUTANAN
16
ELSDA Institute
Analisis
Bisnis
Laporan Data
Keuangan Pendukung
Implementasi Sumber Pemenuhan Arus Kas Analisis Laba
Strategi Pasokan Kewajiban Yang Perusahan
Kelestarian Bahan Baku Kepada Dikembalikan
Hutan Negara Ke Hutan
Pengelolaan
SDA
Indikasi
Ketidakpatuhan
Pengelolaan
Kehutanan
17
ELSDA Institute
INDIKATOR 1 : IMPLEMENTASI STRATEGI PERUSAHAAN DALAM
MENJAGA KELESTARIAN HUTAN
» Identifikasi pernyataan strategi kelestarian hutan
Strategi
yang dipublikasikan perusahaan
Kelestarian
Hutan
Implementa » Menelaah implementasi strategi dengan melihat
si Strategi angka‐angka dalam laporan keuangan
Simpulan » Menarik simpulan dari telaah implementasi
strategi kelestarian hutan
Atas
Strategi
18
ELSDA Institute
Strategi mendasar untuk mendapatkan sumber pasokan kayu
bulat yang dapat diperbaharui adalah melakukan investasi yang
memadai dalam Hutan Tanaman Industri (HTI), baik dengan
melakukan investasi langsung (direct investment) maupun dengan
melakukan akusisi terhadap perusahaan HTI. Secara eksplisit,
manajemen perusahaan harus mengungkapkan strategi investasi
dalam HTI ini dalam laporan tahunannya untuk memberikan sinyal
positif bagi para stakeholder mengenai niat serius perusahaan untuk
ikut melestarikan hutan alam. Jika pernyataan eksplisit mengenai
strategi ini tidak diungkapkan dalam laporan tahunan, ELSDA
Institute menganggap perusahaan sudah terindikasi melakukan
pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan dalam
konteks bahwa perusahaan tersebut ikut memperparah kerusakan
hutan alam karena tidak punya niatan menggunakan sumber
pasokan kayu bulat yang dapat diperbaharui dan berkelanjutan.
Namun demikian, kalaupun penyataan eksplisit terhadap strategi
investasi dalam HTI telah diungkapkan dalam laporan tahunan,
ELSDA Institute perlu mencermati dulu implementasi strategi
tersebut sebelum memberikan simpulan mengenai ada tidaknya
indikasi pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan
oleh perusahaan.
Secara menyeluruh, analisis keuangan yang dilakukan ELSDA
Intitute untuk mencermati implementasi strategi perusahaan dalam
menjaga kelestarian hutan diilustrasikan dalam diagram di atas.
Dalam analisis implementasi ini, ELSDA Intitute akan mencermati
angka‐angka laporan keuangan yang berkaitan dengan mutasi pos
HTI Dalam Pengembangan dan mutasi pos Hutan Tanaman Industri
itu sendiri.
19
ELSDA Institute
HTI Dalan Hutan Tanaman
Pengembangan Industri
» Divestasi » Divestasi
Informasi mengenai mutasi tambah dan kurang pada pos HTI
Dalam Pengembangan dan pos Hutan Tanaman Industri barulah
menunjukkan besaran rupiah dari HTI yang dikelola perusahaan dan
belum memperlihatkan mutasi dalam satuan luas area HTI yang
dikelola. Sungguh merupakan informasi yang berguna apabila dalam
Catatan Atas Laporan Keuangan untuk perusahaan‐perusahaan di
bidang kehutanan menyajikan angka‐angka tersebut. Sebenarnya
PSAK No. 32 tentang Akuntansi Kehutanan sudah mensyaratkan
perusahaan untuk menyajikan data area HTI yang dikelolanya.
20
ELSDA Institute
INDIKATOR 2 : STRUKTUR JUMLAH DAN SUMBER PASOKAN BAHAN
BAKU KAYU BULAT
21
ELSDA Institute
Analisis
Analisis
Bahan Baku
Struktur Harga
Pokok
Penjualan
Jumlah
Penggunaan
Bahan Baku
Sumber Bahan Kewajiban
Baku Pada Negara
Penyalahgunaan HPH Undestatement Kewajiban
Pembalakan liar Kurang Bayar Kewajiban
22
ELSDA Institute
Penggunaan
Bahan Baku
‐
Analisis Bahan Baku Bahan Baku
Kapasitas HTI yang Dipasok = yang Dipasok
Hutan Alam
‐
Analisis Bahan Baku Bahan Baku
Kapasitas HPH yang Dipasok = yang Dipasok
Pembelian
‐
Analisis Dipasok
Dokumen Pembelian
Pembelian Legal
=
Penyalahgunaan Dipasok Dari
HPH Pembalak Liar
23
ELSDA Institute
bahan baku yang dibeli secara legal, dan bahan baku yang diperoleh
secara ilegal.
24
ELSDA Institute
INDIKATOR 3 : PEMENUHAN KEWAJIBAN KEPADA NEGARA
Analisis Bahan
Baku
Analisis
Struktur Harga
Pokok
Jumlah
Penggunaan
Bahan Baku
Ketentuan Tarif Kewajiban
DR PSDH Kepada Negara
25
ELSDA Institute
Jumlah
Penggunaan
Bahan Baku
Ketentuan Tarif Kewajiban
DR PSDH Kepada Negara
Analisis DR dan Jumlah Jumlah
PSDH Kewajiban Kewajiban Yang
Yang Dipenuhi Belum Dipenuhi
Analisis Neraca,
Laba Rugi dan
Arus Kas
26
ELSDA Institute
hanya dapat diketahui dari mutasi angka‐angka neraca dan laporan
arus kas. Masalah juga akan muncul apabila dalam laporan arus kas,
perusahaan tidak secara eksplisit menyajikan arus kas keluar untuk
pembayaran kewajiban DR dan PSDH kepada negara. Kembali,
hubungan logis antara neraca dan laporan laba rugi untuk pos DR
dan PSDH dapat digunakan untuk menghitung realisasi pemenuhan
kewajiban kepada negara tersebut.
INDIKATOR 4 : ARUS KAS YANG MASUK KEMBALI KE DAN KELUAR
DARI HUTAN
Analisis Arus
Kas
Kembali Ke Tidak Kembali
Hutan Ke Hutan
Investasi Pada Transfer Price
HTI
Pemenuhan Investasi di Luar
Kewajiban Industri Hutan
Kepada Negara
27
Money
Reinvestasi Laundering
Dalam
Perusahaan
ELSDA Institute
28
ELSDA Institute
bahan baku kayu bulat dan/atau pengeluaran biaya produksi di atas
jumlah yang wajar dengan maksud menutupi tujuan sebenarnya
yaitu membawa kas keluar dari industri kehutanan.
Sementara itu, arus kas keluar dari industri kehutanan dalam
bentuk money laundering dapat dikaji indikasinya dari arus kas dari
kegiatan pembiayaan. Di sini, perusahaan dapat saja melakukan
pemberian uang muka ataupun pinjaman lunak kepada perusahaan
afiliasi dengan maksud membiayai ataupun mengaburkan tindakan
bisnis ilegal yang dilakukan perusahaan afiliasi. Uang muka dan
pinjaman ini kemudian secara perlahan tapi pasti dihapus dari
pembukuan perusahaan dengan alasan bahwa uang muka dan
pinjaman itu berusia sudah terlalu lama dan tingkat penagihannya
kembali semakin kecil.
29
ELSDA Institute
INDIKATOR 5 : LABA TIDAK NORMAL PERUSAHAAN
Analisis
Laba
Struktur
Laba Rugi
Kesinambungan Indikasi Transfer Price
Laba Ketidakpatuhan
Pengellolaan Kebijakan
30
Kehutanan Akutansi
Garbage Bin
ELSDA Institute
Akuntansi yang berlaku bagi industri kehutanan, seperti juga
untuk industri yang lain, adalah akuntansi yang berbasis akrual.
Pendapatan dan beban yang dilaporkan dalam Laporan Laba Rugi
merupakan pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan saat hak
dan kewajiban muncul bukan berdasarkan kapan kas diterima
ataupun dikeluarkan. Dengan demikian, besar laba yang dilaporkan
perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan akuntansi yang
dipilih oleh perusahaan. ELSDA Institute patut mempertanyakan
kebijakan akuntansi yang dipilih perusahaan apabila abnormalitas
figur laba yang ditampilkan sangat signifikan. Salah satu contoh
penting kebijakan akuntansi yang dapat ditelaah adalah kebijakan
memperlakukan pengeluaran biaya untuk pengembangan Hutan
Tanaman Industri menjadi beban perusahaan seluruhnya padahal
PSAK 32/1994 mengharuskan beberapa pengeluaran harus
dikapitalisasi. Kebijakan akuntansi yang demikian akan
membengkakkan beban perusahaan yang akan menurunkan jumlah
laba yang dilaporkan.
31
ELSDA Institute
32
ELSDA Institute
5. STUDI KASUS PADA PT XYZ, TBK
B agian ini ingin menjelaskan bagaimana analisis keuangan
dilakukan dengan menggunakan Laporan Keuangan dari
perusahaan yang nyata. Tujuan dari ilustrasi ini adalah
untuk menggambarkan bagaimana informasi dalam laporan
keuangan dapat memberdayakan indikator umum Ketidakpatuhan
pengelolaan kehutanan untuk mampu menyodorkan sejumlah red
flag yang dapat memicu penelaahan lebih jauh untuk sampai pada
simpulan ada tidaknya Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang
telah dilakukan oleh perusahaan.
» Laporan keuangan data relevan lainnya
Instrumen
Potensial
Analisis Analisis Instrumen Pengelolaan
Keuangan
Hukum Pendeteksi SDA
Indikator Indikasi
Umum Ketidakpatuhan
Pengelolaan
» Strategi
Kehutanan
» Kewajiban pada negara
» Arus kas ke hutan » Pembalakan liar
» Laba » Manipulasi DR PSDH
» Arus kas keluar hutan
33
ELSDA Institute
5.1. PENJELASAN SINGKAT MENGENAI PT XYZ, TBK.
PT XYZ, Tbk didirikan pada tanggal 4 April 1979 di
Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan nama PT BRPMK. Sejak
tahun 1990, setelah mengalami beberapa kali pergantian nama
perusahaan, PT BRPMK menjadi PT XYZ. Saat ini PT XYZ, Tbk. Telah
berkembang menjadi sebuah holding company dengan mencakup
sekitar 17 perusahaan afiliasi yang membentuk sebuah perusahaan
industri kayu terpadu, yang secara konsisten menghasilkan produk‐
produk kayu berkualitas tinggi untuk pasar internasional. Saat ini,
sekitar 85% produksi PT XYZ, Tbk. diekspor ke manca negara dalam
bentuk kayu lapis, blockboard, woodworking dan particleboard.
Pencapaian kinerja seperti ini diraih karena dukungan lebih dari
6.000 sumber daya manusia berkualitas PT XYZ, Tbk. di seluruh
wilayah Indonesia.
Dengan orientasi untuk mengembangkan industri pengolahan
kayu di dalam negeri, PT XYZ, Tbk. mengembangkan usaha dalam
industri kayu terpadu yang berintikan kayu lapis. Dengan didukung
oleh dana investasi yang segar menyusul keberhasilan perusahaan
melakukan penawaran perdana (IPO) pada tahun 1993, PT XYZ, Tbk.
terus melaksanakan pengembangan usaha ke bidang hutan tanaman
industri antara lain di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, sebagai
upaya penyediaan bahan baku yang lestari bagi industri. Saham PT
XYZ, Tbk. Mulai tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya pada 1 Oktober 1993. Nilai kapitalisasi pasar pada tanggal
31 Desember 2005 telah mencapai figur Rp 1.439.602.886.700,‐
dengan sekitar 945 pemegang saham.
5.2. ANALISIS 1 : IMPLEMENTASI STRATEGI PERUSAHAAN DALAM
MENJAGA KELESTARIAN HUTAN
34
ELSDA Institute
“Kelompok Usaha PT XYZ Tbk berupaya untuk menjadi pemimpin di
bidangnya dan berusaha untuk tetap kompetitif di pasar internasional,
dimana dalam hal ini Perseroan telah menerapkan berbagai strategi
jangka panjang untuk mengantisipasi resiko kelangkaan kayu
gelondongan dari hutan alam.
Sampai akhir Desember 2003, Perseroan telah membangun HTI seluas
243.600 Ha yang tersebar di Sumatera Selatan, Kalimantan, Sulawesi
dan Maluku. Spesies tanaman yang digunakan adalah Paraserianthes
falcataria, Gmelina arborea, Acacia mangium dan Duabanga
molucana. Nantinya PT XYZ Tbk menggunakan kayu gelondongan dari
hasil hutan alam hanya untuk meningkatkan nilai tambah produk
produk Perseroan. “
Menyadari kondisi bisnis di bidang kehutanan yang belum pulih
sampai dengan saat ini, manajemen Perseroan
mengimplementasikan dua program strategis, yaitu:
1. Efisiensi
35
ELSDA Institute
Sehubungan dengan pembatasan jatah tebang bagi industri,
mengakibatkan industri kayu mengalami kekurangan bahan
baku, menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan
tersebut, Perseroan melakukan langkah langkah antisipasi
sebagai berikut:
1. Menghentikan fasilitas industri yang mengalami kesulitan
bahan baku.
2. Menutup campcamp pengusahaan hutan yang tidak
produktif.
3. Penjualan aset yang tidak produktif.
4. Melaksanakan berbagai program penghematan biaya
rutin.
2. Merumuskan kembali strategi Bisnis Perseroan.
Manajemen melakukan perumusan kembali strategi
bisnisnya dengan melakukan upayaupaya sebagai berikut:
1. Strategi Operasional.
2. Strategi Investasi.
36
ELSDA Institute
a. Mutasi Pos HUTAN TANAMAN INDUSTRI
2003 2004 2005 2006
Biaya Perolehan
Saldo Awal 426.689,49 85.995,56 100.584,10 92.246,24
Penambahan 85.995,56 14.588,54 ‐ ‐
Pengalihan (426.689,49) ‐ ‐ ‐
Saldo Akhir 85.995,56 100.584,10 100.584,10 92.246,24
Akumulasi Amortisasi
Saldo Awal 48.851,33 1.843,15 5.163,60 8.337,86
Penambahan 4.893,98 3.320,45 3.174,26 (5.470,59)
Pengalihan (51.902,16) ‐ ‐
Saldo Akhir 1.843,15 5.163,60 8.337,86 2.867,27
Nilai Bersih 84.152,41 95.420,50 92.246,24 89.378,97
b. Mutasi Pos HTI DALAM PENGEMBANGAN
2003 2004 2005 2006
Saldo Awal 150.972,99 68.982,52 54.446,85 57.003,23
Penambahan 7.771,13 2.298,68 2.556,37 385,76
Pengurangan
Penghapusan ‐ (2.245,81) ‐ (1.712,06)
Pengalihan (85.995,56) (14.588,54) ‐ (37.739,77)
Pemindahan ke (3.766,04) ‐ ‐
HTI
Saldo Akhir 68.982,52 54.446,85 57.003,23 17.937,16)
Dari mutasi tambah dan kurang yang terjadi pada pos Hutan
Tanaman Industri dan HTI Dalam Pengembangan secara jelas dapat
diketahui bahwa implementasi strategi kelestarian hutan PT XYZ
Tbk tidaklah selantang pernyataan strategi yang dituangkan dalam
laporan tahunannya. Investasi yang dikucurkan untuk
mengembangan HTI dari tahun ke tahun terus menurun, di mana
37
ELSDA Institute
dalam tahun terakhir hanya Rp. 385,76 juta yang disisihkan untuk
mengembangkan HTI. Perusahaan justru melakukan divestasi HTI
dengan cara melepas anak perusahaan pengelola HTI. Akibatnya,
nilai HTI Dalam Pengembangan turun drastis dari Rp. 68,9 milyar di
tahun 2003 menjadi Rp. 17,9 milyar di tahun 2006. Sementara itu,
pertambahan area HTI yang siap ditebang mengalami stagnasi
ditandai dengan tidak adanya penambahan area HTI siap tebang
dalam dua tahun terakhir. Hasilnya, HTI terus mengalami
penurunan.
38
ELSDA Institute
5.3. ANALISIS 2 : STRUKTUR JUMLAH DAN SUMBER PASOKAN
BAHAN BAKU KAYU BULAT
Dari lima tahun laporan keuangan PT XYZ Tbk yang ditelaah,
tidak satupun laporan keuangan yang secara lengkap menyajikan
jumlah total pemakaian bahan baku dalam strukur harga pokok
produksinya. Bahkan untuk tiga tahun terakhir, biaya bahan baku
disajikan secara angka global sehingga sulit untuk dianalisis lebih
lanjut. Hanya dalam laporan keuangan tahun 2003 saja struktur
harga pokok produksi disajikan secara detail. Untuk tahun buku
2003, jumlah biaya pemakaian bahan baku kayu bulat telah
diklasifikasikan menjadi pasokan kayu bulat dari HTI dan dari HPH.
Termasuk dalam HPH ini adalah pembelian kayu bulat oleh
perusahaan dari perusahaan HPH lainnya. Rincian lebih lanjut
mengenai struktur sumber bahan baku tidak tersedia dalam laporan
keuangan. Oleh karena itu, jumlah dan sumber pasokan bahan baku
PT XYZ Tbk hanya dapat dikaji dari dua sumber tersebut, seperti
yang ditampilkan dalam table berikut ini.
39
ELSDA Institute
TABEL 3: P ENGGUNAAN K AYU B ULAT
40
NA
HPH Pembalak Liar
ELSDA Institute
5.4. ANALISIS 3 : PEMENUHAN KEWAJIBAN KEPADA NEGARA
41
ELSDA Institute
Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa, untuk tahun buku
2003, jumlah pembebanan DR dan PSDH yang telah dilakukan
perusahaan adalah sebesar Rp. 32,91 milyar. Jika angka ini
dibandingkan dengan jumlah kewajiban DR dan PSDH yang
seharusnya dibayar oleh perusahaan, yakni sebesar Rp. 458,13
milyar, hal ini berarti perusahaan mengalami kurang melakukan
pemenuhan kewajiban sebesar Rp. 425,22 milyar. Adanya figur
defisit ini mengindikasikan bahwa PT XYZ Tbk telah melakukan
tindak Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan, berupa kealpaan
melakukan pemenuhan kewajiban kepada negara. Investigasi lebih
lanjut perlu dilakukan untuk menentukan apakah angka defisit ini
hanya disebabkan oleh kurang melakukan perhitungan kewajiban
atau karena memang perusahaan sengaja melakukan manipulasi
jumlah kewajiban kepada negara.
5.5. ANALISIS 4 : ARUS KAS YANG MASUK KEMBALI KE DAN
KELUAR DARI HUTAN
42
ELSDA Institute
TABEL 5: A RUS K AS K E H UTAN
43
ELSDA Institute
Begitu besarnya porsi arus kas keluar yang digunakan untuk
membiayai kegiatan operasional dapat menyulut perhatian yang
khusus mengenai kemungkinan adanya praktik markup dalam
pembayaran berbagai pos‐pos biaya. Dengan menggelembungkan
pos‐pos biaya ini, arus kas yang keluar dari hutan bukan merupakan
hal yang mustahil. Jika dilakukan markup sebesar 20 persen
misalnya, arus kas yang keluar dari hutan dalam bentuk larinya kas
ke kantong‐kantong oknum akan mencapai angka 20 persen.
Sayangnya, ELSDA Institute belum dapat menemukan rasio normal
Beban Operasional/Penjualan untuk industri kehutanan. Akibatnya,
sulit bagi ELSDA Institute untuk menentukan ada tidaknya indikasi
praktik markup yang telah dilakukan oleh manajemen PT XYZ, Tbk.
5.6. ANALISIS 5 : LABA TIDAK NORMAL PERUSAHAAN
Tingkat pertumbuhan PT XYZ, Tbk. memperlihatkan angka
negatif untuk hampir seluruh indikator utama pertumbuhan: jumlah
penjualan, jumlah laba usaha ataupun jumlah aktiva perusahaan.
Secara normal kecenderungan ini mengindikasikan ketidakpastian
44
ELSDA Institute
Sebagaimana telah diungkap pada bagian sebelumnya tulisan
ini, dikaitkan dengan konteks indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan
kehutanan, analisis terhadap struktur laba PT XYZ, Tbk. dapat
mengidentifikasikan abnormalitas dari laba yang diperoleh
perusahaan tersebut. Adalah suatu yang tidak normal apabila PT
XYZ, Tbk. secara konsisten menunjukkan laba yang negatif tetapi
perusahaan yang bersangkutan terus dapat beroperasi secara
45
ELSDA Institute
normal. Jika hal itu terjadi pada PT XYZ, Tbk., ELSDA Institute patut
mempertanyakan sejumlah aspek yang pada akhirnya dapat
menjurus pada indikasi tindak Ketidakpatuhan pengelolaan
kehutanan yang dilakukan oleh PT XYZ, Tbk., yang mungkin
merupakan tindak Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang
tidak langsung (tidak seperti illegal logging misalnya).
46
ELSDA Institute
6. PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL
DARI STUDI KASUS PADA PT XYZ,
TBK
A
nalisis keuangan terhadap laporan keuangan PT XYZ, Tbk.
memberikan begitu banyak pelajaran kepada ELSDA
Institute. Barangkali pelajaran yang terpenting adalah
bahwa informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan
perusahaan industri kehutanan belumlah secara optimal mendukung
penghitungan indikator umum pengelolaan SDA dan lingkungan
yang tidak berkelanjutan yang mengarah pada indikasi
Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan. Begitu banyak informasi
yang dibutuhkan namun belum semuanya tersedia secara eksplisit
dalam laporan keuangan sehingga indikasi tindak Ketidakpatuhan
pengelolaan kehutanan belum secara lengkap dapat diungkap.
Berikut ini adalah beberapa dari hal‐hal yang missing dalam laporan
keuangan PT XYZ, Tbk. yang patut disorot konsekuensinya.
47
ELSDA Institute
Luas area HPH yang dikelola dan HTI yang dikembangkan dan
mutasinya dari tahun ke tahun. Juga, potensi m2 kayu bulat yang
dimiliki masing‐masing HPH dan HTI umumnya tidak diungkapkan
dalam laporan keuangan. Seperti telah diuraikan dalam paragraf
sebelumnya, ketiadaan informasi ini menyebabkan Analisis
Kapasitas HTI dan Analisis Kapasitas HPH belum dapat dilakukan.
Dengan demikian, indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan
dalam bentuk penyalahgunaan ijin penebangan pada area HTI dan
HPH tidak dapat dideteksi.
48
ELSDA Institute
49
ELSDA Institute
7. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
K
ondisi hutan dan sumber daya alam Indonesia lainnya
seperti pertambangan umum dan migas yang sudah
sedemikian parah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
yang sungguh‐sungguh untuk menghentikan proses penghancuran
lingkungan dan SDA tersebut. Kebijakan pembangunan ekonomi
untuk mendorong lahirnya industri berbasis sumber daya alam perlu
dimonitor dan dikaji agar lebih berpihak kepada upaya‐upaya
pelestarian lingkungan dan sumber daya alam.
50
ELSDA Institute
Namun demikian, analisis keuangan dan analisis hukum juga
sekaligus dapat mengidentifikasikan KEKURANGANKEKURANGAN
yang inheren dalam data dan informasi (instrumen pendeteksi) yang
sekarang tersedia. Dalam konteks tulisan ini yang mencoba
melakukan analisis keuangan terhadap laporan keuangan PT XYZ,
Tbk., kekurangan pengungkapan dalam laporan keuangan yang
menyebabkan hasil analisis belum menghasilkan informasi yang
lengkap. Untuk itu, sejumlah rekomendasi berkenaan dengan
perbaikan muatan informasi yang harus diungkap dalam laporan
keuangan dapat diajukan kepada pihak‐pihak yang berwenang
seperti: Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Departemen Keuangan,
Badan Pengelola Pasar Modal (Bapepam). Beberapa defisiensi
muatan informasi sudah diungkap dalam bagian sebelumnya tulisan
ini. Jika laporan keuangan telah mengandung seluruh informasi yang
diperlukan bagi analisis bisnis, laporan keuangan akan menjadi
INSTRUMEN yang efektif untuk menghasilkan sejumlah INDIKATOR
UMUM untuk mendeteksi tindak pengelolaan SDA dan lingkungan
yang tidak berkelanjutan yang dapat mengarah pada indikasi tindak
ketidakpatuhan dalam pengelolaan SDA dan lingkungan.
51
ELSDA Institute
DAFTAR PUSTAKA
Palepu, Krishna G., Paul M. Healy dan Victor L. Bernard, Business
Analysis and Valuation Using Financial Statements, Edisi 3,
Thomson South‐Western, Ohio, 2004.
PT XYZ, Tbk., Annual Report 2003
PT XYZ, Tbk., Annual Report 2004
PT XYZ, Tbk., Annual Report 2005
PT XYZ, Tbk., Laporan Keuangan 2006
52