You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERIOPERATIF

1.

Pengertian Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan klien. Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Hancock, 1999). Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya merupakan peristiwa kompleks yang menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Jadi operasi (perioperatif) merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh yang mencakup fase praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif (postoperatif) yang pada umumnya merupakan suatu peristiwa kompleks yang menegangkan bagi individu yang bersangkutan. Tim operasi terdiri dari dokter ahli, asisten dokter ahli, anesthesiologist atau perawat anastesi, circulating nurses dan scrub nurses. butuh kerjasama yang baik dan fasilitas yang memadai untuk keberhasilan operasi

2.

Tipe Pembedahan Diagnostik : biopsi, laparatomi eksplorasi Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi Reparatif (constructive) : memperbaiki luka multiple Rekonstruktif atau kosmetik : mammoplasti, perbaikan wajah Paliatif : menghilangkan nyeri, memperbaiki masalah (gastrostomi ketidakmampuan menelan) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

a. Menurut fungsinya (berdasarkan tujuan) :

b. Menurut luas atau tingkat resiko : Mayor Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien. Contoh : Bypass arteri koroner, total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll Minor Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

Contoh : Operasi katarak, operasi plastik pada wajah, incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi. c. Menurut urgensi : Kedaruratan Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkan diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), dan tidak dapat ditunda. Contoh : Perdarahan hebat, luka tembak atau tusuk, luka bakar luas, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak. Urgen Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 30 jam. Contoh : Infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. Diperlukan Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Katarak, gangguan tiroid, hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih Elektif Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan. Contoh : Hernia simpel, perbaikan vagina, perbaikan skar/cikatrik/jaringan parut. Pilihan Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien) Contoh : Bedah kosmetik.

3.

Prinsip - Prinsip Operatif a. Prinsip kesehatan dan baju operasi Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi. Sehingga keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme patogenik yang harus dilaporkan

Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar ruang operasi Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan, bicara atau penglihatan

Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan. Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan.

b. Prinsip Asepsis Perioperatif Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahaya seperti partikel, debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan gudang peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik. 4. Fase-fase Pengalaman Pembedahan dan Lingkup Aktivitas Perawat a. Fase Praoperatif Peran perawat dimulai ketika keputusan untuk intervensi pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah informed consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit dan petugas kesehatan dari klien dan keluarga mengenai tindakan tersebut. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain : kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan pengangkatan bagian tubuh yang dapat terjadi selama operasi.

Kegiatan pra-operatif yaitu: pendidikan pasien (patient teaching), menyiapkan area operasi (skin preparation) dan pengelolaan obat-obatan. Persiapan yang baik akan mempengaruhi tingkat keberhasilan operasi disamping faktor usia, status nutrisi, penyakit kronis dsb. 1) Proses Keperawatan Fase Praoperatif 1) Pengkajian Persiapan praoperasi a) Persiapan Fisik, mencakup : Status kesehatan fisik umum Status nutrisi Keseimbangan cairan dan elektrolit Pengosongan lambung dan colon Personal hygiene Pencukuran daerah operasi Pengosongan kandung kemih Kondisi fisiologis akan mempengaruhi proses pembedahan. b) Persiapan Mental, diperlukan karena : Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Pembedahan merupakan penyebab kecemasan pasien yaitu takut terhadap nyeri yang akan dialami, takut terhadap keganasan, takut menghadapi ruang operasi dan alat bedah, takut operasi gagal dan cacat, takut meninggal di meja operasi. Hal hal yang perlu digali untuk mengantisipasi masalah kecemasan pasien antara lain : Pengalaman operasi pasien Pengertian pasien tentang tujuan operasi Pengetahuan pasien tentang kondisi kamar operasi Pengetahuan pasien tentang prosedur perioperatif Pengertian yang salah / keliru tentang pembedahan

Faktor pendukung / support system.

c) Pendidikan Praopertif Latihan napas dalam, batuk dan relaksasi Perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif Kontrol dan medikasi nyeri Kontrol kognitif Informasi lain

d) Persiapan penunjang Hasil pemeriksaan Radiologi : Thorax foto, foto abdomen, USG, CT scan, BNO-IVP, Colon in loop, EKG, ECHO Hasil pemeriksaan Laboratorium Informed Consent 2) Diagnosa Keperawatan Praoperatif, yang mungkin terjadi : a. b. Cemas berhubungan dengan pengalaman bedah (anesthesi, nyeri) dan hasil akhir dari pembedahan Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan protokol pre-operatif dan harapan pasca-operatif 3) Perencanaan Tujuan utama asuhan keperawatan pre-operatif pada klien bedah dapat meliputi : menghilangkan ansietas pre-operatif dan peningkatan pengetahuan tentang persiapan pre-operatif dan harapan pasca-operatif. Intervensi Keperawatan Pendidikan pasien (KIE) Puasakan pasien Lavement Pencukuran Monitoring hasil lab dan pemeriksaan penunjang Pre medikasi Lepas perhiasan, dll

4) Evaluasi Pre-operatif : a. b. Ansietas berkurang, yang ditunjukkan oleh penerimaan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pasien memahami prosedur dan protokol pre-operatif.

2) Fase Intraoperatif Perawatan dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktivitas perawat adalah memasang IV-line (infus), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan klien (menggenggam tangan klien, mengatur posisi klien). Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh. Perawatan Intraoperatif meliputi : pengkajian preanastesi, positioning, drapping pada area pembedahan, monitoring hemodinamik dan perawatan post anestesi di RR Diagnosa Keperawatan Intraoperatif , yang mungkin terjadi : a. b. c. Risiko cedera berhubungan dengan efek anastesi, positioning, lingkungan intraoperatif. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka pembedahan. Powerlessness berhubungan dengan efek anastesi.

3) Fase Post operatif Perawatan dimulai dengan dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan. Lingkup aktifitas perawat : Perawatan post operasi di RR : mengkaji efek dari agens anesthesia

Transportasi score post anasthesia Monitoring tanda vital,KU, drainase,tube,komplikasi,infeksi Manajemen luka Mobilisasi dini-ROM Rehabilitasi Discharge Planning

Pemindahan Pasien setelah pembedahan : Pertimbangkan letak insisi, perubahan vaskuler, dan pemajanan Posisi tidur tidak menyumbat drain atau selang drainage Pemindahan harus dilakukan dengan perlahan dan cermat Gown yang basah harus segera diganti dengan gown kering Gunakan selimut yang ringan Pertimbangkan perlunya pengikat di atas lutut dan siku Pertahankan keselamatan dan kenyamanan Pasang pagar pengaman di kedua sisi tempat tidur

4) Perawatan pasien post operasi di RR Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan. Selama belum sadar betul, klien dibiarkan tetap tinggal di RR. Setelah operasi, klien diberikan perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang berkompeten di bidangnya (ahli dan berpengalaman). Tugas perawat di RR : Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernafasan setiap 15 menit, lalu setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik, pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukan setiap 30 menit. Laporkan pula bila ada tanda-tanda syok, perdarahan dan menggigil. Infus, kateter dan drain yang terpasang perlu juga diperhatikan Jagalah agar saluran pernafasan tetap lancar. Klien yang muntah dimiringkan kepalanya, kemudian bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila perlu, suction sisa muntahan dari tenggorokan.

Klien yang belum sadar jangan diberi bantal agar tidak menyumbat saluran pernafasan. Bila perlu, pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala berada dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit lututnya agar perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.

Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks. Tidak perlu segan untuk melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu untuk mendapatkan perhatian, termasuk gejala yang tampaknya tidak berbahaya.

Proses Keperawatan 1) Pengkajian Hal yang perlu dikaji segera setelah pasien di operasi : Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan Kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda vital Anesthetik dan medikasi lain yang digunakan (misal : narkotik, relaksan otot, antibiotik) Segala masalah yang terjadi selama fase pembedahan yang sekiranya dapat mempengaruhi perawatan pasca-operatif (misal : hemorrhagi, syok, dan henti jantung) Patologi yang dihadapi (pemberitahuan kepada keluarga apabila ditemukan adanya keganasan) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian cairan Segala selang, drain, kateter atau alat bantu pendukung lainnya Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anesthesia yang akan diberitahu. Evaluasi saturasi oksigen dengan oksimetri, pengkajian nadi-volumeketeraturan Evaluasi pernafasan : kedalaman, frakuensi, sifat pernafasan Kaji status kesadaran, warna kulit dan kemampuan berespon terhadap perintah. 2) Diagnosa Keperawatan, yang mungkin muncul :

a) Bersihan jalan nafas inefektif b.d efek depresan dari medikasi dan agen anesthetik b) Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif c) Risiko perubahan suhu tubuh d) Risiko cedera b.d status anesthesia e) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh f) Perubahan eliminasi urinarius (retensi urine) b.d penurunan aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan g) Konstipasi b.d penurunan motilitas lambung dan usus selama fase intra operatif h) Kerusakan mobilitas fisik b.d efek depresan dari anesthesia, penurunan intoleransi aktivitas dan pembatasan aktivitas yang diprogramkan i) Ansietas tentang diagnosis pasca operatif j) PK : perubahan perfusi jaringan k) PK : Risiko kekurangan volume cairan l) PK : kerusakan intergitas kulit m)PK : risiko infeksi. 3) Intervensi keperawatan a) Bersihan jalan nafas efektif Membersihkan sekresi dari jalan nafas : membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya, membuka mulut pasien secara manual tetapi hati-hati dengan menggunakan spatel lidah, bila pasien muntah balikkan badan klien dalam posisi miring, bila perlu lakukan suction untuk membersihkan lendir atau sisa muntahan Pengaturan posisi : tempat tidur di jaga agar tetap datar sampai pasien kembali sadar, lutut difleksikan dan bantal diletakkan di antara tungkai Dukungan psikologis : temani pasien, beri informasi secukupnya, eksplorasi ketakutan dan kekhawatiran. b) Menghilangkan ketidaknyamanan pasca operatif Meredakan nyeri : teknik relaksasi, teknik distraksi, anagetik oral / IV / IM, therapi kognitif

Menghilangkan kegelisahan : merupakan gejala defisit oksigen dan hemorrhagi, bisa juga diakibatkan oleh posisi selama fase intra operatif, cara penanganan jaringan oleh ahli bedah, dan reaksi tubuh terhaap pemulihan anesthesia. Dapat dihilangkan dengan analgesik pasca operatif yang diresepkan dan perubahan posisi secara rutin. Menghilangkan mual dan muntah : pengaruh anesthesia untuk mengeluarkan mukus dan saliva dalam lambung yang tertelan selama periode anesthesia. Bila berlebihan dapat dihilangkan dengan agens anesthestik dan antiemetik. Posisi pasien selama mual-muntah adalah dengan dibalikkan miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan drainage mulut, mencegah aspirasi muntahan, dan suction jika diperlukan. Jika muntah tidak kunjung berhenti, maka perlu dilakukan pemasangan NGT. Menghilangkan distensi abdomen : diakibatkan oleh akumulasi gas dalam saluran intestinal. Penanganannya dengan memasang selang kateter rektak, selang NGT, meminta pasien untuk sering berbalik, melakukan latihan dan mobilisasi dini jika keadaan pasien memungkinkan. Menghilangkan cegukan : diakibatkan oleh spasme intermitten diafragma dan dimanifestasikan dengan adanya bunyi hik(bunyi koarse), akibat dari vibrasi pita suara yang tertutup ketika udara secara mendadak masuk ke dalam paru-paru. Terbukti bahwa sebenarnya tidak ada tindakan yang paling efektif untuk mengatasi cegukan. Remedi paling tua dan sederhana adalah dengan menahan nafas, terutama pada saat minum. Selain itu penggunaan medikasi fenotiasin, dengan menekankan jari tangan pada kelopak mata yang tertutup selama beberapa menit dan dengan merangsang muntah dapat berhasil pada beberapa kasus c) Mempertahankan suhu tubuh normal : ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman dan penggunaan selimut untuk mencegah kedinginan. d) Menghindari cedera : restrain boleh digunakan hanya bila keadaan pasien benar- benar mendesak untuk menggunakannya. Meski begitu, penggunaan restrain harus diawasi jangan sampai mencederai pasien, mengganggu terapi IV, selang dan peralatan pemantau. Apabila kegelisahan disebabkan oleh nyeri, maka dianjurkan penggunaan analgesik dan sedatif.

e) Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat mentoleransi diet yang biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal akan pulih kembali. Ambulasi dini dan latihan di tempat tidur dapat membantu memperlancar kembalinya fungsi GI tract. Cairan merupakan substansi pertama yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus buah dan teh dapat diberikan sebagai asupan selanjutnya jika tidak terjadi mual dan muntah (bukan es atau cairan hangat). Setelah itu makanan secara bertahap diberikan mulai dari yang paling lunak sampai pada makanan padat biasa sesuai dengan toleransi pasien. f) Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir di kran dan kompres hangat pada perineum merupakan upaya yang dianjurkan untuk merangsang eliminasi pasien. Masukan dan haluaran harus terus dicatat. g) Meningkatkan eliminasi usus : auskultasi abdomen dengan stetoskop digunakan untuk mendeteksi adanya bising usus, sehingga jika bising usus telah terdengar, diet pasien secara bertahap dapat ditingkatkan. h) Memulihkan mobilitas : pasien dengan mobilitas terbatas harus dibalik dari posisi satu ke posisi lainnya setiap 2 jam. i) Ambulasi dini : ditentukan oleh kestabilan sistem cerebro vaskuler dan neuromuskuler pasien, tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, dan sifat pembedahan yang dilakukan. Ambulasi dini dapat menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini tidak diperkenankan melebii toleransi pasien. Kondisi pasien menjadi faktor penentu dan kemajuan langkah diikuti dengan memobilisasi pasien : pasien diminta untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk dampai semua tanda pusing telah hilang (dengan menaikkan bagian kepala temapt tidur), pasien dapat dibaringkan dengan posisi benar-benar tegak dan dibalikkan sehingga kedua tungkai menjuntai di atas tepi tempat tidur dan setelah persiapan ini, pasien dapat dibantu untuk berdiri di sisi tempat tidur. j) Pengaturan posisi : posisi telentang tanpa menaikkan kepala, berbaring miring ke salah satu sisi dengan lengan atas ke depan, posisi fowler-posisi paling umum tetapi juga merupakan posisi yang paling sulit untuk dipertahankan. k) Latihan di tempat tidur : a. Latihan nafas dalam untuk menyempurnakan ekspansi paru b. Latihan lengan melalui rentang gerak penuh, dengan perhatian khusus pada abduksi dan rotasi eksternal bahu

c. Latihan tangan dan jari d. Latihan kaki untuk mencegah foot drop dan deformitas dan untuk membantu dalam mempertahankan sirkulasi yang baik e. Latihan fleksi dan mengangkat tungkai untuk menyiapkan pasien untuk membantu aktivitas ambulasi f. Latihan kontraksi abdomen dan gluteal. l) Mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial a. Dukungan psikologis selama fase post operatif b. Kunjungan keluarga dekat selama beberapa saat c. Eksplorasi kekhawatiran pasien tentang hasil pembedahan dan pikiran tentang masa depannya d. Jawab pertanyaan-pertanyaan pasien dengan meyakinkan tanpa masuk ke dalam suatu pembahasan yang mendetail e. Berada di dekat pasien untuk mendengarkan, mempertegas penjelasan dokter, dan memperbaiki miskonsepsi yang ada f. Instruksikan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan

4) Intervensi Kolaboratif Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Tanda dan gejala : penurunan tekanan darah, saturasi O2 yang tidak adekuat, pernafasan cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi, gelisah, respon melambat, kulit dingin-kusam-sianosis, denyut perifer menurun atau tidak teraba, haluaran urine kurang dari 30 ml/jam Tindakan kolaboratif dan mandiri : Penggantian cairan Terapi komponen darah Medikasi untuk memperbaiki atau mendukung fungsi jantung misalnya : antidisritmia Pemberian oksigen Latihan tungkai untuk menstimulasi sirkulasi

Mempertahankan volume cairan adekuat Selama fase intra operatif, kehilangan cairan yang berlebihan banyak terjadi bersamaan dengan pembedahan sebagai akibat meningkatnya perspirasi, sekresi mukus dalam paru-paru, dan kehilangan darah. Tindakan : Penggantian cairan dan elektrolit per IV Penggantian cairan per oral secara bertahap setelah mual-muntah menghilang dan bising usus terdengar Pencegahan infeksi Kebanyakan infeksi terjadi pada salah satu dari empat tempat anatomi : luka bedah, saluran kemih, aliran darah atau saluran pernafasan. Infeksi dapat terjadi karena adanya hal-hal berikut : Penggunaan selang dan kateter, proses penyakit, atau oleh prosedur pembedahan Efek ansethesia dan bedah mengurangi daya tahan tubuh terhadap infeksi Pasien dapat terpajan pada agen infeksius selama hospitalisasi Organisme yang ditemukan pada infeksi yang didapat di RS menyebar luas dan resisten (kebal) terhadap antibiotik Terjadi pelanggaran dalam teknik aseptik dan praktik mencuci tangan yang tidak baik. Tindakan pengendalian : Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektif serta sering mengubah posisi Penggunaan peralatan steril Antibiotik dan antimikroba Mempraktikkan teknik aseptik Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Pencegahan kerusakan kulit Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal Pantau adanya perdarahan

Perawatan insisi dan balutan Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

5) Evaluasi post operatif Fungsi pulmonal tidak terganggu Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah Orientasi tempat, peristiwa dan waktu Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam Mual dan muntah dalam kontrol, nyeri minimal.

Komplikasi pasca operatif Syok Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme. Tanda-tandanya : pucat, kulit dingin dan terasa basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan nadi, tekanan darah rendah dan urine pekat. Pencegahan : Terapi penggantian cairan Menjaga trauma bedah pada tingkat minimum Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan menggunakan narkotik secara bijaksana Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi) Ruangan tenang untuk mencegah stres Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi Pemantauan tanda vital

Pengobatan : Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan Pemantauan status pernafasan dan CV

Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika diindikasikan Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma) Penggunaan beberapa jalur intravena Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)

Hemorrhagi Jenis : 1) H. Primer : terjadi pada waktu pembedahan 2) H. Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat 3) H. Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage. Tanda - tanda : Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dinginbasah pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan : Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi Inspeksi luka bedah Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi Transfusi darah atau produk darah lainnya Observasi Vital sign.

Trombosis Vena Profunda (TVP) Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Manifestasi klinis : Nyeri atau kram pada betis

Demam, menggigil dan perspirasi Edema Vena menonjol dan teraba lebih mudah Pencegahan : Latihan tungkai Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama

Pengobatan : Ligasi vena femoralis Terapi antikoagulan Pemeriksaan masa pembekuan Stoking elatik tinggi Ambulasi dini.

Embolisme Pummonal Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca operatif. Retensi urine Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina. Delirium Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddart. 2002. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Barbara C Long. 1989. Praktek Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Dondoes, E. Marilyn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC http://yenibeth.wordpress.com/category/keperawatan/ http://torazone.blog.com/2490503/ http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/01/keperawatan-perioperatif_22.html http://lensaprofesi.blogspot.com/2009/01/konsep-dasar-operasi.html

You might also like