You are on page 1of 16

Perancangan Teras dan Prediksi Erosi Pada Lahan

(Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan I Konservasi)

Disusun : Kelompok 3

Khoerullah J.S

150510090183

Lara Pamungkas 150510090194 Brilliant Pratama 150510090202 Rizky Fadillah 150510090212

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat serta karuniaNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan I (Konservasi) tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dosen mata kuliah konservasi yang telah membimbing kami kepada teman-teman agroteknologi E atas bantuannya baik moril maupun materiil sehingga kami dapat emnyelesaikan tugas ini. Demikianlah makalah ini kami buat guna memenuhi nilai tugas mata kuliah konservasi. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab itu kami selaku penyusun makalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

Jatinangor, Mei 2012

Penyusun

PENDAHULUAN

Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus kontur. (Yuliarta et al., 2002). Sedangkan menurut Sukartaatmadja (2004), teras adalah bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang mengurangi memperbesar berkurang. Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian erosi berkurang. (Arsyad, 1989). Menurut Yuliarta et al (2002), manfaat teras adalah mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis terhadap tanah dan erosi diperkecil, memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung dan mengendalikan kecepatan dan arah aliran permukaan menuju ke tempat yang lebih rendah secara aman. lereng. Tujuan pembuatan air, teras adalah (run off) untuk dan tanah kecepatan peresapan aliran permukaan sehingga

kehilangan

Permodelan erosi adalah proses penggambaran secara matematik proses proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah diatas permukaan lahan. Paling tidak terdapat tiga alasan dilakukan permodelan erosi : a) sebagai alat ukur/prdiksi untuk menilai kehilangan tanah yang berguna untuk perencanaan konservasi tanah, perencanaan proyek(project planning), inventarisasi erosi tanah dan, untuk dasar pembuatan peraturan (regulation), dan c) model matematik yang didasarkan pada proses fisik dapat memprediksi dimana dan kapan erosi terjadi, sehingga dapat membantu perencanaan konservasi tanah dalam menentukan target untuk menurunkan erosi, c) model dapat dijadikan alat untuk memahami proses proses dan interaksi erosi

PEMBAHASAN
Penggunaan lahan di Indonesia dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Ladang berpindah: petani hanya memanfaatkan lahan untuk beberapa musim tanam saja, kemudian membuka lahan yang baru lagi untuk ditanami. Jenis ini dapat merusak tanah, dan menjadi sumber global warming karena biasanya ladang berpindah membuka hutan dengan pembakaran sehingga menimbulkan polusi udara dan meninggalkan lahan begitu saja tanpa memperbaiki lahan tersebut. b. Ladang yang cukup untuk memenuhi kebutuhanya sendiri: biasanya masih mulai para petani belum sudah mulai tetap dalam yang yang menggunakan lahan akan tetapi komoditas yang digunakan terbatas mengenal merupakan alat-alat komoditas pertanian mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pada jenis ini sudah penggunaan mendukung budidaya. c. Lahan komersial: lahan jenis ini sudah mulai menggunakan alat-alat pertanian yang modern dan komoditas yang ditanam biasanya berupa tanaman dengan nilai ekonomi yang tinggi , padat modal dan tenaga kerja.

Kelompok ini mengambil contoh lahan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran di Ciparanje yang merupakan kebun campuran dengan jenis lahan merupakan lahan yang cukup untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, dikarenakan komoditas yang ditanam di areal lahan tersebut bukan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Komoditas yang ditanam yaitu tanaman singkong dengan beberapa vegetasi lain yaitu, terdapat pohon jati, pohon mahoni, pohon mindi, pohon pisang, pohon jambu mete disekelilingnya. Jenis penerapan metode konservasi di lahan ini dengan menggunakan teras bangku. Pada lahan ini terlihat adanya degradasi tanah dengan ciriciri terdapat perubahan warna tanah dari atas lahan ke bawah dengan merah ke hitam (lahan paling bawah tanahnya berwarna hitam). Dimana degradasi merupakan penurunan produktivitas akibat terjadinya erosi yang dapat menimbulkan kerusakan fisik, kimia dan biologi sehingga menimbulkan lahan menjadi kritis (Tim Dosen, 2012). Degradasi penggunaan dapat disebabkan oleh pengelolaan daya atau

yang

tidak

memperhatikan

dukung,

kemampuan dan konservasi tanah. Seperti penanaman pohon singkong pada lahan tersebut seharusnya tidak boleh, karena lahan pada Pos 3 berupa lereng dan tanaman tanah singkong sehingga merupakan tanaman dengan organ target akar yang dapat menyebabkan turunnya kualitas agregat mempertinggi tingkat erosi. Erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk di Indonesia. Erosi dapat menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Adanya vegetasi yang lain dapat berpengaruh terhadap terjadinya erosi; menghalangi jatuhnya air

hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah sehingga kekuatan air hujan untuk menghancurkan tanah dapat dikurangi, makin rapat vegetasi makin efektif mencegah terjadinya erosi. Menghambat aliran permukaan (run off) dan memperbanyak air infiltrasi, penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi melalui vegetasi. Sistem terrasering yang diterapkan pada lahan ini adalah teras bangku tanpa saluran pembuangan air sehingga menimbulkan degradsai tanah dan sistem ini belum sesuai apabila melihat vegetasi yang tumbuh pada lahan tersebut. Teras bangku adalah bangunan teras yang dibuat sedemikian rupa sehingga bidang olah miring ke belakang (reverse back slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali (Sukartaatmadja, 2004). Teras bangku adalah serangkaian dataran yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai. Bangunan ini dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan ditanami dengan rumput untuk penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring ke luar dan miring ke dalam (Priyono, et al., 2002). Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau bangku. Teras jenis ini dapat datar atau miring ke dalam. Teras bangku yang berlereng ke dalam dipergunakan untuk tanah-tanah yang permeabilitasnya rendah dengan tujuan agar air yang terinfiltrasi tidak mengalir ke luar melalui talud. Teras bangku sulit dipakai pada usaha pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian yang besar dan memerlukan tenaga dan modal yang besar untuk membuatnya (Arsyad, 1989).

Gambar 4. Penampang Melintang Teras Bangku (Sumber: Soil Conservation Handbook,1995 dalam Priyono, et al. 2002) Pemeliharaan teras bangku dilakukan dengan: (a) mengeruk tanah yang menimbun (menutup) selokan teras, (b) memelihara guludan dan talud dengan cara memperbaiki bagian yang longsor, (c) mengulam dan memangkas tanaman penguat teras dan tanaman talud. Keuntungan teras bangku adalah: (a) efektif dalam

mengendalikan erosi dan aliran permukaan, (b) menangkap tanah dalam parit-parit yang dibuat sepanjang teras dan tanah yang terkumpul itu dapat dikembalikan ke bidang olah, (c) mengurangi panjang lereng, dimana setiap 2 3 meter panjang lereng dibuat rata menjadi teras sehingga mengurangi kecepatan air mengalir menuruni lereng, (d) dalam jangka panjang akan meningkatkan kesuburan tanah, (e) bidang olah yang agak datar memudahkan petani melakukan budidaya tanaman utama, (e) tanaman penguat teras dapat menjadi sumber pakan ternak, bahan organik untuk tanah dan kayu bakar. Namun teras bangku ini juga memiliki kelemahan: (a) pada awalnya cukup menganggu keadaan tanah, mengurangi produksi selama 2 3 tahun pertama, (b) tenaga kerja / biaya untuk pembuatannya cukup tinggi, makin curam lahannya makin banyak tenaga kerja dan biaya yang diperlukan, (c) untuk membuat teras

bangku tanaman

yang utama

baik lebih

diperlukan besar

ketrampilan

khusus, dengan

(d)

berkurangnya luas permukaan lahan efektif untuk budidaya dibandingkan teknik konservasi tanah yang lain, makin curam lerengnya, makin besar berkurangnya luas tersebut, (e) bidang olah yang terbentuk pada bagian galian mempunyai tingkat kesuburan yang lebih buruk daripada bidang olah yang terbentuk pada bagian timbunan. Dalam penerapan teras bangku, setidaknya terdapat dua faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi ini, yaitu faktor biofisik dan faktor sosial ekonomi. Faktor biofisik yang mempengaruhi adalah: (a) teras bangku tidak cocok digunakan pada tanah yang dangkal, pada tanah yang lapisan bawahnya (subsoil) mempunyai kandungan alumunium yang tinggi, dan pada tanah yang mudah longsor seperti grumusol (vertisol), (b) untuk tanaman-tanaman yang peka terhadap drainase lambat seperti tomat, kentang, cabe, perlu dibuat bedangan-bedengan tinggi pada bidang olah. Sedangkan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi

adalah: (a) di daerah-daerah tertentu, keterbatasan jumlah tenaga kerja / modal menyulitkan petani untuk mengadopsi teras bangku, (b) status lahan yang kurang pasti menyebabkan petani penyakap / penggarap lahan milik orang lain enggan mengadopsi bangunan jangka panjang seperti teras bangku karena mereka belum tentu menikmati keuntungan-keuntungan dalam jangka panjang, (c) tanaman penguat teras jenis semak / pohon dapat menyaingi tanaman semusim, menyebabkan tanaman penguat tersebut dibongkar petani, (d) petani yang tidak memiliki ternak pemakan rumput (ruminansia) enggan menanam rumput pada bibir / tampingan teras, (e) pada lahan yang buruk keadaan tanahnya, keuntungan pembuatan teras sangat kecil dibandingkan dengan investasinya.

Perancangan teras bangku yang sesuai pada lahan tersebut dapat dihitung atau direncanakan dengan rumus sebagai berikut : VI = 0,12s + 0,3 = 0,12(10) +0,3 = 1,2 + 0,3 = 1,5 m VI = Tinggi teras (m) S = kemiringan lahan (%) HI =
VI S

X 100%

= 1,5 / 10 X 100% = 15 m HI = Lebar bidang olah (m)

Model-model prediksi erosi : Model dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : a) model empiris, b) model fisik, c) model konseptual

Model empiris berdasarkan variabel - variabel penting yang diperoleh dari pengamatan saat proses erosi terjadi, dan contohnya adalah Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi lembar atau alur. Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah - daerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976) dalam Risse et al. (1993) mengatakan bahwa metode USLE didesain untuk digunakan memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu juga didesain untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam panjang. Akan tetapi kelemahan model ini waktu yang adalah tidak

dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu unit lahan (Hidayat, 2003), khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan (LS). Sistem dengan Informasi USLE Geogra_ juga bisa (SIG) merupakan teknologi dalam berbasis spasial yang sangat populer saat ini. Prediksi erosi metode menggunakan SIG perhitungannya. Pemanfaatan SIG berbasis pixel sebagai alat pemodelan spasial dalam memprediksi erosi bisa membantu keakuratan data yang dihasilkan khususnya pada lahan-lahan yang mempunyai keadaan topogra_ yang kompleks (Larito et al., 2004). Selain itu SIG dapat memanejemen data yang bereferensi geogra_ dengan cepat sehingga membuat studi tentang erosi bisa lebih mudah, khususnya bila harus mengulang menganalisis datadata pada daerah yang sama (Amorea et al., 2004). Menghitung faktor panjang lereng (L) menjadi masalah yang sangat rumit saat pengaplikasian SIG berbasis pixel dalam perhitungan erosi dengan metode USLE (Kinnell, 2008). Perhitungan erosi dengan metode USLE menggunakan data

panjang lereng hasil observasi lapangan dan sangat tidak mungkin menghitung seluruh panjang lereng pada setiap bentuk lereng di daerah tangkapan air. Berbeda dengan faktor kemiringan lereng (S) yang bisa diperoleh dengan mudah dari data SIG. Perbaikan model USLE adalah RUSLE (revised universal soil loss equation) memprediksi erosi lembar atau alur yang dihubungkan oleh aliran konservasi dilakukan pada suatu lahan usaha tani Model fisik merupakan model yang berhubungan dengan

hokum kekekalan energy, persamaan kontinuitas digunakan dan diaplikasikan untuk erosi tanah pada suatu segmen tanah pada lahan berlereng. Model ini dikenal dengan model input output dalam kondisi homogen (seragam). Model konseptual dirancang untuk mengetahui proses internal dan mekanisme fisik yang berhubungan dengan hukum fisika umumnya berbentuk tidak linear, bervariasi dalam waktu, dan parameternya mutlak diukur, model ini mengabaikan aspek spasial dalam proses hujan dan aliran permukaan Model USLE menggunakan persamaan model empiris

sebagai berikut : A = RKLSCP Faktor mengukur hasil erosivitas hujan (R) dapat yang dan diperoleh dengan oleh hujan besar energy energy kinetiknya kinetic hujan ditimbulkan intensitas

intensitas hujan. Dalam model USLE, R atau El30 diperoleh dari perkalian maksimum selama 30 menit (l30) atau energi kinetik hujan dari intensitas hujan lebih besar dari 25mm dalam satu jam di perlukan data yang diperoleh dari pencatatan hujan secara otomatis

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

besarnya ditentukan oleh

tekstur, struktur, pemeabilitas dan bahan organik tahan dihitung dengan menggunakan rumus Wischmeier(1971) sebagai berikut : 100 K = 1,292[2,1 M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b2)+2,5(c-3)] M = parameter ukuran butir debu diperoleh dari (%debu+%pasir sangat halus)(100%-%liat) a = % bahan organic (%C x 1,724 b = kode struktur tanah c = kode permeabilitas penampang tanah

Faktor panjang dan kemiringan lahan (LS) dihitung dengan menggunakan rumus (Morgan,1979)

LS =

LS = faktor panjang dan kemiringan lahan S = kemiringan lahan (%) L = panjang lereng (m) Rumus berlaku pada kemiringan < 22% untuk lahan kemiringan lebih curam digunakan rumus Gregory (1977)

T=(

.C.(cos a)1,503.0,5.(sin a)1,249+(sin a)2,249

T = faktor topografi = panjang lereng m = 0,5 untuk lereng 5% atau lebih 0,4 untuk lereng 3,5% - 4,9%

0,3 untuk lereng < 3,4% C = 34, 7046 a = sudut kemiringan lahan, dalam derajat

KESIMPULAN

Menurut Schwab et al (1966), tujuan utama dari teras datar

adalah konservasi air / kelembaban tanah, sedangkan pengendalian erosi adalah tujuan sekunder. Saluran di dalam teras guludan berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah menuju saluran pembuang air.
faktor pengelolaan tanaman (C) untuk mengukur nilai C

sangat sulit karena mempertimbangkan sifat perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan sifat perlindungan tanaman harus dinilai dari pengelolaan tanah hingga panen. Faktor tindakan konservasi tanah (P) tindakan tidak hanya konservasi tanah secara mekanis dan fisik saja, tetapi dalam berbagai macam usaha tani yang bertujuan mengurangi erosi, untuk mengetahui teknik konservasi tanah di suatu unit lahan, melalui interpretasi foto udara dengan skala 1 : 50.000 Atau lebih kecil agar sukar untuk mengatasi kekurangannya dilakukan uji medan maupun informasi yang tersedia akan sangat membantu

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman. 2008. Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis Berdasarkan Piksel di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UNIVERSITAS UDAYANA Wijaya,Andi. 2011. Terrasering (Teras). (http://andiariewijakusuma.blogspot.com/2011/04/terasering.html) http://intandita9d.blogspot.com http://yohannessudarsono.blogspot.com http://bebasbanjir2025.worldprss.com www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-IV.pdf

You might also like