You are on page 1of 10

Konjungtiva Anemis

Anemia viskositas darah menurun resistensi aliran darah perifer penurunan transport O2 ke jaringan hipoksia, pucat, lemah

ANEMIA
A. Pengertian Anemia Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997). Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium. B. Etiologi Anemia Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain : a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan. c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi. d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi. C. Tanda dan Gejala Anemia 1. Pusing 2. Mudah berkunang-kunang 3. Lesu 4. Aktivitas kurang 5. Rasa mengantuk 6. Susah konsentrasi 7. Cepat lelah 8. prestasi kerja fisik/pikiran menurun 9. Konjungtiva pucat 10. Telapak tangan pucat 11. Iritabilitas dan Anoreksia 12. Takikardia , murmur sistolik 13. Letargi, kebutuhan tidur meningkat 14. Purpura 15. Perdarahan

Gejala khas masing-masing anemia: 1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisioensi besi 2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik 3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan. D. PATOFISIOLOGI Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia. Anemia viskositas darah menurun resistensi aliran darah perifer penurunan transport O2 ke jaringan hipoksia, pucat, lemah beban jantung meningkat kerja jantung meningkat payah jantung

A.

Klasifikasi Anemia Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis: 1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi: a. Anemia aplastik Penyebab:

agen neoplastik/sitoplastik terapi radiasi, antibiotic tertentu obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason benzene infeksi virus (khususnya hepatitis) Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi) Hambatan humoral/seluler Gangguan sel induk di sumsum tulang Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai Pansitopenia Anemia aplastik Gejala-gejala: Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat. Morfologis: anemia normositik normokromik

b. Anemia pada penyakit ginjal Gejala-gejala: Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl Hematokrit turun 20-30% Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin c. Anemia pada penyakit kronis Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan d. Anemia defisiensi besi Penyebab: Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi Gangguan absorbsi (post gastrektomi) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.) gangguan eritropoesis Absorbsi besi dari usus kurang sel darah merah sedikit (jumlah kurang) sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi Gejala-gejalanya: Atropi papilla lidah Lidah pucat, merah, meradang Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut Morfologi: anemia mikrositik hipokromik e. Anemia megaloblastik Penyebab: Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol. Sintesis DNA terganggu Gangguan maturasi inti sel darah merah Megaloblas (eritroblas yang besar) Eritrosit immatur dan hipofungsi

2.

Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah: Pengaruh obat-obatan tertentu Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase Proses autoimun Reaksi transfusi Malaria Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit Antigesn pada eritrosit berubah Dianggap benda asing oleh tubuh sel darah merah dihancurkan oleh limposit Anemia hemolisis

1. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG a. Kadar porfirin eritrosit bebas ---- meningkat b. Konsentrasi besi serum ------- menurun c. Saturasi transferin ------ menurun d. Konsentrasi feritin serum ---- menurun e. Hemoglobin menurun f. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ---- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi besi

g. Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) ---- menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat. h. Selama pengobatan jumlah retikulosit ---- meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif. i. Dengan pengobatan, hemoglobin------- kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat. Penatalaksanaan Anemia Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu : 1. Anemia aplastik: Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin ( ATG ) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet ( Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995 ). 2. Anemia pada penyakit ginjal o Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat o Ketersediaan eritropoetin rekombinan 3. Anemia pada penyakit kronis o Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat. 4. Anemia pada defisiensi besi Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %. Pada defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari. 5. Anemia megaloblastik o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM. o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi. o Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi. 6. Anemia pasca perdarahan ; Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia. 7. Anemia hemolitik ; Dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis. MASALAH KEPERAWATAN a. Inefektif perfusi jaringan b. Intoleransi Aktifitas c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh d. Kelelahan/ fatigue e. Risiko infeksi 1. MASALAH KOLABORASI a. PK Anemi b. PK : Trombositopenia C.

D.

F.

KOMPLIKASI ANEMIA 1. Gagal jantung 2. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar , Kesemutan ) RENPRA ANEMIA

No 1

Diagnosa Perfusi jaringan in efektif b/d.penurunan konsentrasi HB dan Darah

Tujuan

Intervensi 1. Monitor tenda-tanda vital 2. Atur posisi dengan kepala datar atau tubuh lebih rendah 3. Hindari pergerakan yang berlebihan 4. Awasi kesadaran dan tanda-tanda terhadap penurunan kesadaran 5. Manajemen terapi tranfusi sesuai terapi 6. Pemberian O2 pernasal sesuai program 7. Monitoring keefektifan suplai O2 1. Ukur vital sign 2. Kaji penyebab intoleransi aktivitas klien 3. Latih ROM bila keadaan klien memungkinkan 4. Ajarkan klien teknih penghematan energi untuk beraktivitas 5.Tingkatkan aktivitas klien sesuai dengan kemampuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kaji status nutrisi pasien kaji masukan selama perawatan per shift Kaji terhadap ketidaknyamanan (mual,muntah) Beri makanan dalam kondisi hangat,porsi kecil tapi sering Motivasi anak untuk menghabiskan makanan dengan melibatkan orang tua. Lakukan oral hygene Kolaborasi dengan ahli gizi akan kebutuhan kalori, protein dan cairan sesuai ndengan penyakit, usia dan kebutuhan metabolisme

Perfusi jaringan terpenuhi setelah dilakukan tindakan perawatan. Kriteria Hasil : Kulit tidak pucat,tanda vital dalam batas normal, nilai Hb dan eritrosit dalam rentang normal Intoleransi Setelah dilakukan aktivitas tindakan keparawatan berhubungan selama 3x24 jam klien dengan dapat meningkatkan berkurangnya toleransi aktivitas suplay oksigen ke dengan kriteria : susunan saraf - Bebas dari kelelahan pusat. setelah beraktivitas - Keseimbangan kebutuhan aktivitas dan istirahat - Adanya peningkatan toleransi aktivitas Ketidak Setelah dilakukan seimbangan tindakan keperawatan nutrisi kurang dari selama 3x24 jam klien kebutuhan terpenuhi kebutuhan berhubungan nutrisinya dengan dengan mual; kriteria hasil : muntah; - Intake nutrisi anoreksia. adekuat. - Mual, muntah, anoreksi hilang - Bebas dari tandatanda malnutrisi. - Tidak terjadi penurunan BB Kelelahan/ Keletihan berhubungan dengan kondisi

4 Konservasi energi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam , Monitor intake nutrisi adekuat. Monitor tanda vital dan respon klien (wajah pucat, konjunctiva). Tentukan kativitas yang mampu dilakukan klien

fisik kurang

kelelahan dapat teratasi dengan keriteria hasil : klien menunjukkan peningkatan aktivitas bertahap klien tidak tampak lelah. TTV dbn. Aktivitas klien berjalan normal. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan kriteria : - Tidak terdapat tanda-tanda infeksi. - Vital sign dalam batas Normal - Angka lekosit dan differensial dalam batas normal. Perawat diharapkan dapat meminimalkan komplikasi dari adanya trombositopenia dengan kriteria : - Trombosi dalam keadaan normal (350-450 rb/mmk)

sesuai dengan petunjuk dokter. Ajarkan mobilisasi bertahap dan peningkatan aktivitas fisik yang sesuai Dorong kemandirian klien.

Resiko infeksi dengan faktor risiko penurunan imunologis

Ukur vital sign monitor adanya tanda-tanda infeksi Monitor hasil laboratorium (angka lekosit dan differensial) Lakukan teknik aseptik dan septik setiap melakukan tindakan pada klien. Observasi pada daerah / tempat pemasangan infus, kateter Ajarkan pada klien dan keluarga tentang cara pencegahan infeksi serta tanda-tanda terjadinya infeksi Kolaborasi pemberian antibiotika Observasi keadaan umum Klien Monitor hasil laboratorium (angka trombosit) Observasi adanya tanda-tanda perdarahan Kolaborasi pemberian tranfusi trombosit

PK : Trombositopenia

http://ppniklaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:anemia&catid=38:ppni-akcategory&Itemid=66

Mekanisme Eritropoesis
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang b e r a d a p a d a s u m s u m tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yangakan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).P a d a e r i t r o p o e s i s , C F U - E m e m b e n t u k b a n y a k s e l P r o e r i t r o b l a s s e s u a i d e n g a n rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merahmatur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnyasel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan se l yang sudah dipenuhi

denganhemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akanmenghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur. 3.Sel Seri Eritropoesis Rubriblast Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam seleritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru.

Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblastdalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti Prorubrisit Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaankromatin inti tamp ak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikitkemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4% dari seluruh sel berinti. Rubrisit Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel inimengandung kromatin yang kasar dan m e n e b a l s e c a r a t i d a k t e r a t u r , d i b e b e r a p a t e m p a t tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebihkecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karenak a n d u n g a n a s a m r i b o n u k l e a t ( r i b o n u c l e i c a c i d - R N A ) d a n m e r a h k a r e n a k a n d u n g a n hemoglobin, tetapi warna merah b i a s a n y a l e b i h d o m i n a n . J u m l a h s e l i n i d a l a m s u m s u m tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %. Metarubrisit Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung le bih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dariRNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %. Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,masih diperluka n beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses m a t u r a s i a k h i r , e r i t r o s i t selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung b e r b a g a i fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau e r i t r o s i t p o l i k r o m . R e t i k u l u m y a n g terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan

pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintikbintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainanw a r n a e r i t r o s i t y a n g k e b i r u - b i r u a n d a n b i n t i k - b i n t i k b a s o f i l p a d a e r i t r o s i t s e b e n a r n y a disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1 -2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit. Eritrosit Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 umd a n t e b a l 1 , 5 - 2 , 5 u m . B a g i a n t e n g a h s e l i n i l e b i h t i p i s daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena m e n g a n d u n g hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat b e r u b a h b e n t u k s e l a m a b e r e d a r d a l a m sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnyaoleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik m e n g a l a m i trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di m a k a n o l e h Parasit.

www.scribd.com/doc/81345175/ERITROPOESIS

You might also like