You are on page 1of 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Wire and Tube Exchanger Wire and tube heat exchanger ialah alat penukar panas yang sering digunakan pada mesin kulkas. Tipe condensor ini terdiri dari sebuah tube yang dilekukkan menyerupai lekukan ular dengan berpasang-pasang wire yang di las pada kedua sisi yang berlawanan dari tube untuk memperluas permukaan transfer panas. Alat ini dapat dioperasikan secara natural maupun force konveksi. Natural konveksi wire and tube biasanya dipasang pada bagian belakang mesin kulkas. Alat ini dilapisi cat hitam untuk meningkatkan emisivitas sehingga perpindahan panas secara radiasi meningkat pula.

II.2 Natural Konveksi Heat Transfer Natural konveksi terjadi saat permukaan solid kontak dengan gas atau liquid yang mana temperature antara fluida dan permukaan padat ini berbeda. Perbedaan densitas pada fluida meningkat seiring dengan naiknya suhu dan menyebabkan timbulnya gaya apung pada fluida. Natural atau konveksi bebas terjadi akibat dari pegerakan fluida yang diakibatkan oleh gaya apung. Seperti pada gambar II.1, sebuah plate vertikal yang dipanaskan dan membentuk boundary konveksi bebas. Fluida bergerak ke atas dengan gaya apung membentuk aliran laminar, lapisan fluida pada permukaan solid mempunyai kecepatan nol. Namun pada jarak yang agak jauh dari pusat panas, aliran dapat menjadi turbulen. Suhu permukaan solid dinyatakan dengan Tw (K) sedangkan suhu bulk fluid dinyatakan dengan Tb(K). Neraca momentum yang dapat dibuat dari natural konveksi ini yang dinyatakan pada arah x dan y. gaya pendorong berupa gaya apung fluida yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi, persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut: ( ) ( ) (2.1)

Dimana

adalah densitas dari bulk fluida pada kondisi Tb sedangkan

pada

kondisi T. untuk neraca energy dituliskan sebagai berikut:

(2.2)

Untuk menyelesaikan persamaan ini akan terlalu rumit jika menggunakan metode analitis. Untuk itu dilakukan pendekatan-pendekatan antar fasa dengan menggunakan korelasi empiris untuk koefisien perpindahan panas. Untuk vertical plane dan silinder koefisien heat transfer dinyatakan dalam persamaan umum berikut: ( ) ( ) (2.3)

Dimana

dan

merupakan konstanta yang telah didapat melalui penelitian dan

disajikan pada referensi seperti pada buku Geancoplis edisi 3 tahun 1993. Dimana merupakan perbedaan antara suhu permukaan solid dan bulk fluida. Semua property seperti densitas, konduktivitas panas di evaluasi pada kondisi suhu film, ) (

. Untuk geometri-geometri lain maka persamaan dan konstanta yang digunakan

berbeda-beda pula.

II.3 Penambahan Luas Pada Exchanger Penambahan fin pada bagian luar heat exchanger berfungsi untuk mempertinggi koefisien heat transfer. Penurunan persamaan untuk mendapatkan efisiensi dari fin adalah sebagai berikut. Sebuah fin yang diekspose pada lingkungan sekitar dengan suhu ambient seperti pada gambar II.1 dengan dasar tube dengan suhu dan pada tiap

titk x dinyatakan sebagai T. pada kondisi steady state, rate panas yang dipindahkan pada elemen x adalah dan sama dengan rate dari konduksi ditambah dengan konveksi. (2.4)

Gambar II.1 Skema Perpindahan Panas Pada Fin

Dengan mensubstitusi persamaan fourier untuk konduksi dan konveksi maka diperoleh persamaan: ( )( ) (2.5)

Dimana A adalah luas penampang dan w adalah lebar fin dan

adalah area

konveksi. dengan menyusun ulang persamaan di atas maka akan dihasilkan persamaan berikut: ( ) (2.6)

Dengan mengganti (

maka persamaan tersebut menjadi: (2.7)

Batas pertama dari persamaan di atas adalah pada saat x = 0 maka ( ) dan untuk batas kedua persamaan di atas perlu diintegralkan terlebih dahulu. dan kasus ke dua panas keluar secara ( ). Dalam hal ini jika

Untuk kasus pertama dimana saat x=L ; konveksi pada permukaan atas sehingga

kasus pertama yang digunakan hasil integralnya ialah:


[ ( )]

(2.8)

Dimana

Panas konduksi yang dipindahkan fin adalah: (2.9)

Dengan menurunkan persamaan di atas dan menggabungkannnya akan dihasilkan persamaan: ( )

(2.10)

Fin efisiensi dinyatakan sebagai perbandingan panas

yang sebenarnya

dipindahkan dari wire dengan panas yang dipindahkan bila wire berada pada suhu tube. Berdasarkan definisi tersebut akan diperoleh efisiensi sebagai fungsi geometri dari fin yaitu:
( ( ) ( )( ) )

(2.11)

II.4 Perpindahan Panas Secara Radiasi Setiap benda secara konstan memancarkan energy dalam bentuk radiasi gelombang elektro magnetic. Perubahan intensitas energy yang dipancarkan tersebut tergantung pada suhu dari benda dan suhu lingkungan pada permukaan benda. Untuk benda yang sangat panas, perpindahan panas secara radiasi ini sangatlah berperan penting. Sedangkan benda yang lebih dingin radiasinya dapat diabaikan jika dibandingkan dengan konveksi ataupun konduksi. Besarnya energy yang dipancarkan sebanding dengan pangkat empat suhu absolute benda. Radiasi termal ini terjadi pada range spectrum gelombang elektro magnetic. Sebagian besar spectrum radiasi infrared menjadi penyebab perpindahan panas secara radiasi ini. Berikut ialah table beberapa range spectrum yang ada di lingkungan sekitar.

Table II.1 spektrum panjang gelombang beberapa sinar

Characterization Cosmic rays Gamma rats X rays Ultraviolet light Visible light Near Infrared radiation Far infrared radiation Millimeter waves Microwaves Shortwave radio & TV Longwave radio

Wavelength, < 0.3 pm 0.3 - 100 pm 0.01 - 30 nm 3 - 400 nm 0.4 - 0.7 m 0.7 - 30 m 30 - 1000 m 1 - 10 mm 10 - 300 mm 300 mm - 100 m 100 m - 30 km Thermal Radiation 0.1 - 1000 m

Black body (benda hitam) merupakan model untuk perfect radiator. Benda ini menyerap semua radiasi yang diterimanya tanpa merefleksikan. Definisi benda hitam ini akan sangat berpengaruh terhadap perpindahan panas secara radiasi. Misalkan sebuah radiasi panas mengenai benda tembus cahaya yang merupakan bukan benda hitam. Sebagian fraksi dari total energy, , akan diserap oleh benda, sebagian lagi, , dipantulkan dan sisanya, , diteruskan oleh benda. Sehingga total fraksi jika dijumlahkan adalah 1. Untuk benda hitam semua energy akan diserap optimal sehingga =1. Berikut akan dijelaskan pada gambar II.2.

Gambar II.2 Radiasi pada benda bukan hitam sempurna

Untuk memahami lebih lanjut mengenai perpindahan panas secara radiasi maka dapat mengikuti hukum yang dipublikasikan oleh Stefan-boltzman. Besarnya energy yang diradiasikan dari sebuah benda sebanding dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh benda tersebut. ( ) ( ) (2.12)

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Stefan-boltzman mereka mengemukakan bahwa besarnya energy yang dipancarkan ialah bergantung pada T (suhu) benda dan mengikuti persamaan yang mereka buat yaitu: ( ) Dimana ialah konstanta boltzman 5,67 x 10-8 W/m2K4 . Pertukaran panas secara radiasi. Misalkan suatu objek a hanya meradiasikan energy panas ke objek b. Begitu pula dengan objek b hanya meradiasikan energinya ke objek a. Sehingga net energinya dapat dituliskan sebagai berikut: ( ) (2.14) (2.13)

Dimana benda 1 (objek a) dianggap memiliki suhu yang lebih tinggi disbanding benda 2 (objek b). Untuk objek yang bukan merupakan benda hitam, maka pada persamaan di atas perlu ditambahkan factor emitan, , yang besarnya 0<<1. Sehingga persamaan tersebut menjadi: ( ) (2.15)

Koefisien perpindahan panas secara radiasi. Pada persamaan di atas dapat digunakan konatanta lain untuk menyatakan persamaan yang sama yaitu koefisien perpindahan panas radiasi hr. ( ) (2.16)

Dengan mengkombinasikan persamann di atas dengan persamaan sebelumnya maka diperoleh persamaan dari hr yaitu:
( )

(2.17)

10

II.5 Permodelan Pada Sisi Liquid Perpindahan panas antara liquid dengan dinding tube tempat liquid mengalir diatur oleh perbedaan temperature dan koefisien heat transfer. Untuk tiap-tiap elemen dari condenser seperti yang ditunjukkan pada gambar II.3 maka persamaan laju perpindahan panas tiap elemen dapat dituliskan sebagai berikut: ( )

(2.18)

Berdasarkan energy balance perubahan entalphi pada liquid pada tiap elemen ialah sama dengan rate panas yang dipindahkan elemen ke lingkungan. Energy balance untuk system yang digambarkan pada gambar II.3 adalah sebagai berikut;
Qele To H|x+x m in do Tliquid in H|x Tliquid Rata-rata Tliquid Rata-rata m out Tliquid out

pw
Gambar II.3 Energi balance elemen

(2.19) ( )

(2.20)

untuk x mendekati 0 maka persamaan menjadi: ( )

Dimana To merupakan fungsi dari T liquid dan T liquid merupakan fungsi dari x. untuk metode finite elemen, dimana x = pw, suhu liquid dianggap konstan sama dengan suhu liquid out (Tliquid out). Sehingga persamaan 2.21 menjadi:

11

( dan

) ( ( ) ) (2.21)

Untuk menghitung Qele pada kondisi steadi state, perpindahan panas tiap elemen dari liquid ke dinding tube haruslah sama dengan perpindahan panas overall dari liquid ke udara. Sehingga untuk memodelkan perpindahan panas liquid ke udara pada condenser, koefisien perpindahan panas harus dikalkulasi untuk liquid yang mengalir melalui tube. Banyak teori maupun hubungan empiris telah dikembangkan pada tahuntahun sebelumnya untuk memodelkan koefisien heat transfer untuk parameter geometri yang berbeda, daerah aliran, jenis refrigerant, maupun kondisi operasi. UAele yang dimaksud di atas dapat dijelaskan sebagaimana gambar II.4.

Gambar II.4 (a) skema wire and tube condenser. (b) unit elemen condenser. (c) parameter geometri condenser.

( )

(2.22)

Persamaan di atas merupakan fungsi dari koefisien perpindahan panas dari dalam tube, perpindahan panas secara radial pada tube, serta perpindahan panas pada bagian terluar tube. Panjang dari tiap-tiap elemen tube sama dengan jarak antar wire z = pw (gambar II.4). Sedangkan luas permukaan luar tiap elemen A0 didefinisikan dengan persamaan berikut:

12

(2.23)

Perhitungan koefisien transfer panas secara konveksi pada bagian luar elemen memerlukan pengetahuan tentang efisiensi dari wire, w yang nilainya tergantung pada distribusi suhu sepanjang wire karena konveksi maupun konduksi. Diasumsikan bahwa koefisin perpindahan panas pada tiap-tiap elemen ialah konstan. Maka fin efisiensi dapat dituliskan sebagai persamaan berikut:
* * ( + )+

dimana

(2.24)

Pada awalnya, harga koefisien perpindahan panas konveksi pada wire hw ditebak sehingga memberikan efisiensi sebesar 0,9 untuk memulai iterasi. Secara definisi, fin efisiensi merupakan perbandingan perbedaan suhu antara wire dan ambient dengan perbedaan suhu antara tube dan ambient.
( ( ) )

atau

(2.25)

Pada awalnya harga Tt,o diasumsi sebesar 0,5 lebih kecil dari suhu masuk Liquid. Nilai ini akan diiterasi setelah harga perpindahan panas tiap elemen dihitung.

Perhitungan koefisien secara konveksi maupun radiasi memerlukan evaluasi terhadap suhu rata-rata dari condenser, Tex. Ini dapat diekspresikan sebagai fungsi dari suhu permukaan tube Tt,o dan suhu rata-rata dari wire Tw.
( )

(2.26)

Dengan mensubstitusi persamaan 2.3, 2.5 dan 2.6 maka akan diperoleh Tex
( ( ( ) ) )

(2.27)

Dimana GP ialah parameter geometri yang dapat dituliskan sebagai:

)( )

(2.28)

13

II.6 Permodelan Koefisien Heat Transfer Terluar Elemen Untuk setiap segment dari tube, persamaan koefisien transfer panas teluar (ho) didiskripsikan dengan persamaan berikut: (2.29)

Dimana hr adalah koefisien transfer panas secara radiasi yang dapat diperoleh nilainya menggunakan persamaan:
( )

(2.30)

Dimana adalah konstanta Stefan-Boltzman 5,67 x 10-8 W K4 m2, app merupakan fungsi yang komplek dari emisifitas tiap-tiap elemen yang mana merupakan sifat radiasi dari suatu permukaan alat penukar panas. Sebagaimana yang Bansal dan Chin lakukan nilai app ialah 0,8 untuk memudahkan dalam proses permodelan optimasi dimana nilai ini cukup baik untuk dibandingkan dengan hasil eksperimen yang telah ada. Sedangkan untuk nilai-nilai lainnya, penyimpangan model dengan eksperimen cukup tinggi. Perhitungan koefisisen heat transfer secara konveksi melibatkan dua bagian pada condenser. Yaitu bagian X-Y dan bagian Y-Z (gambar II.3(a)). Dimana untuk bagian XY (bagian vertical) akan digunakan persamaan yang telah disederhanakan untuk mencari hc yaitu: ( ) (2.28)

Persamaan 2.11 di atas merupakan persamaan yang diusulkan oleh Mc Adam dan cukup akurat untuk memprediksi koefisien perpindahan panas konveksi bebas pada kondisi tertentu. Berikut table persamaan yang sudah disederhanakan berdasar geometri dan batasan kondisi operasi:

14

Table II.2 Persamaan Untuk Koefisien Perpindahan Panas Konveksi

Untuk bagian Y-Z merupakan bagian utama dari wire and tube condenser, koefisien perpindahan panas konveksi dihitung menggunakan model yang

dikembangkan oleh Tagliafico dan G Tanda. Suatu persamaan semi empiris yang dikorelasikan dengan bilangan Nusselt dan telah ditest pada 42 alat penukar panas dengan geometri yang berbeda sebanyak 126 kali. Korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut: (2.31) Dimana, berdasarkan percobaan tersebut Tagliafico dan G Tanda membuat hubungan bilangan Nusselt dengan geometri wire and tube sebagai berikut: ( ) { [ ( ) ] ( )} (2.32)

Dimana Ra adalah bilangan rayleight didefinisikan sebagai berikut:

15

(2.31)

ialah parameter yang berhasil dikembangkan G.Tanda dkk. Dari hasil eksperimen yang mereka lakukan maka diperoleh hasil persamaan sebagai berikut: ( ) ( ) [ ( )]

(2.33)

Dimana st dan sw merupakan parameter geometri alat penukar panas wire and tube didefinisikan sebagai: dan (2.34)

Setelah nilai Koefisien heat transfer terluar, ho selanjutnya dibandingkan dengan koefisien heat transfer wire, hw jika selisih antara keduanya lebih besar dari 0,01 W m2 K, maka set ho = hw pada persamaan 2.21 untuk menghitung . Pengambilan nilai ini

karena effisiensi kawat dianggap berkisar antara 0.9 sampai 1. Selanjutnya perhitungan akan diulangi mulai dari awal untuk memperoleh ho yang konvergen. Proses iterasi ini disebut loop outer koefisien heat transfer (ho loop). Persamaan yang dikembangkan oleh Tagliafico dan G Tanda ini mempunyai batasan-batasan aplikasi yaitu 4.3<sw<14.6, 1.7<st<7.8, 0.45<H< 1.1 m dan 17 K<(TtT)<48 K. dengan range parameter tersebut bilangan Nusselt menghasilkan eror sebesar 6%. Mereka juga menggambarkan secara visual pengaruh tinggi wire and tube terhadap bentuk aliran udara, bagian mana yang laminar dan mana yang turbulen.

16

Gambar II.5. Bentuk aliran udara pada tiap-tiap posisi

Terlihat bahwa pada posisi awal wire and tube aliran ialah laminar namun semakin menjauh dari titik awal akan terjadi aliran turbulen yang mana koefisien perpindahan panas akan meningkat pada kondisi turbulen ini.

II.7 Koefisien Heat Transfer Dalam Tube Koefisien heat transfer dalam pipa sangat tergantung pada jenis aliran di dalamnya, biasanya dibagi menjadi tiga yaitu keadaan laminar, transisi serta turbulen. Hal ini karena lapisan film pada dinding pipa merupakan tahanan panas yang paling berpengaruh dalam konveksi dan lapisan ini sangat tergntung pada Nre dari fluida. Berikut adalah hubungan antara Nre dengan Nu untuk menghitung besarnya h(koefisien perpindahan panas konveksi) yang telah dikembangkan oleh Sieder dan Tate. Untuk aliran laminar pada pipa horizontal dengan Nre < 2100 ( )

(2.35)

Dimana D = diameter pipa dalam meter, L = panjang pipa sebelum terjadi pencampuran (saat kondisi laminar) dalam meter, b ialah viskositas fluida pada kondisi bulk temperature dalam Pa.s, w = viskositas fluida pada dinding pipa dalam Pa.s, cp = kapasitas perpindahan panas dalam J/Kg.K, k = konduktifitas termal fluida dalam W/m.K dan h ialah koefesian perpindahan panas konveksi rata-rata dalam W/m2K.

17

Semua parameter di atas dicari pada kondisi bulk temperature kecuali w. Bilangan reynold dan Prandalt didefinisikan sebagai: (2.36) (2.37) Persamaan tersebut juga dapat digunakan untuk aliran laminar pada pipa vertical. Sedangkan untuk aliran turbulen pada pipa horizontal maupun vertical koefesien heat transfer dapat diperoleh dengan persamaan berikut: ( )

(2.38)

Setelah menemukan koefisien heat transfer bagian dalam dan luar wire and tube condenser, Qele laju perpindahan panas tiap-tiap elemen dapat dihitung. Dalam kondisis steady state, laju perpindahan panas dari fluida ke ambient haruslah sama dengan laju perpindahan panas fluida ke permukaan terluar tube. Sehingga suhu permukaan terluar Tto dapat dihitung melalui persamaan: (
( )

(2.39)

Nilai ini selanjutnya dibandingkan dengan harga awal Tto. Jika eror lebih besar dari 0,050C, maka Tto yang baru selanjutnya disubstitusikan kembali ke persamaan 2.22. Perhitungan ini dilakukan hingga diperoleh hasil yang konvergen. Loop ini disebut sebagai loop temperature flowchart untuk perhitungan ini akan ditunjukkan seperti pada gambar II.4. Sedangkan entalpi fluida outlet tiap elemen ialah sama dengan: (2.40) Laju perpindahan panas total merupakan penjumlahan dari laju perpindahan panas tiap-tiap elemen. Perhitungan dilakukan untuk masing-masing elemen berikutnya. Dimana kondisi inlet dari elemen tertentu sama dengan kondisi keluar elemen sebelumnya. Metode perhitungan ini digunakan untuk menghitung panas total yang dipindahkan wire and tube ke lingkungan. Secara overall perhitungan panas total dalam wire and tube digambarkan dalam flowchart berikut: (2.41)

18

Start Tebak hw dan Tto=Tfluida-0.5

Hitung w , Tex , hc dan hr

Set hw = hudara No Tt Loop

ho = hc + hr

I ho hwI < 0,01 W/(m2 K)


Yes Hitung UAele, selanjutya Qele

Loop Qele No

Selanjutnya evaluasi Tto Yes

I Tto Tto,guess I < 0,05 K


Tto, Qele. Tfluida baru Qtot= Qele

End

Gambar II.6 Flowchart untuk menghitung koefisien heat transfer bagian luar h o serta heat load dari wire and tube secara konveksi natural

II.8 Optimasi Optimasi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mencari kondisi yang optimum, dalam arti yang paling menguntungkan. Optimasi bisa berupa maksimasi atau

19

minimasi. Bila berhadapan dengan masalah keuntungan, keadaaan optimum ialah keadaan yang memberikan keuntungan yang maksimum (maksimasi), sedangkan bila menghadapi masalah pengeluaran, keadaan optimum adalah yang memberikan pengeluaran yang minimum (minimasi). Secara umum fungsi yang akan dioptimumkan disebut objective function, sedangkan harga-harga yang berpengaruh dan bisa dipilih disebut sebagai variabel (perubah). Secara analitis, nilai maksimum atau minimum dari suatu persamaan: y = f(x) dapat diperoleh pada harga x yang memenuhi y(x) = f(x) (2.43) (2.42)

Namun, untuk fungsi yang sukar diturunkan atau mempunyai turunan yang sukar dicari akar-akarnya, proses optimasi dapat diakukan secara numeris. Metode optimasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Optimasi tanpa batas (satu variabel atau multi variabel) 2. Optimasi dengan batasan tertentu.

Untuk menyelesaikan optimasi tanpa batas dengan satu variabel metode numeris yang sering digunakan ialah metode golden section. Sedangkan untuk menyelesaikan optimasi dengan banyak variabel lebih sering digunakan metode Hooke-Jeeves.

Secara teoritis penjelasan dari metode ini dapat dilihat pada gambar II.7.

20

Gambar II.7 Strategi penyelesaian Hooke-Jeeves

Dalam metode ini melibatkan ekstrapolasi jika arah dari peningkatan atau pengurangan variabel dengan delta tertentu mengalami sukses-sukses ataupun selalu failure. Jika pada kondisi selalau failure, maka delta akan diganti dengan yang lebih kecil untuk bisa menemukan hasil yang optimum. Untuk penentuan titik awal metode ini dapat dipilih sembarang nilai begitu juga delta yang digunakan. Proses iterasi dihentikan saat pengerjaan pada kondisi failure serta delta yang digunakan sudah cukup kecil nilainya. Namun hasil dari metode ini tidak menjamin bahwa nilai maksimal atau minimal merupakan yang paling puncak dari suatu persamaan. Hal ini karena jika persamaan mempunyai banyak puncak maka hasil yang didapat ialah tergantung pemilihan titik awal serta delta awal. Untuk delta yang kecil, hasil maksimal atau minimal merupakan nilai yang berada disekitar titik awal yang dipilih. Sedangkan untuk delta yang besar tergantung pada posisi terakhir titik saat delta sudah menjadi cukup kecil. Berikut gambaran dari pengaruh penentuan nilai awal terhadap hasil akhir optimasi metode Hooke-Jeeves.

21

Keterangan:

Arah maksimasi

Arah minimasi

C A B D H G

F E

Gambar II.8. Pengaruh penentuan titik awal pada hasil optmasi

Untuk delta yang kecil, sebut saja 1 untuk gambar II.8 maka penentuan titik awal menjadi sangat besar pengaruhnya terhadap hasil akhir optimasi. Jika titik awal dimulai dari titik A maupun B maka proses maksimasi akan bergerak ke atas dan hasil maksimasi ialah titik C. untuk titik awal D atau E hasil maksimasi ialah titik F. Begitu juga dengan minimasi, untuk titik awal A minimasi akan bergerak turun dan hasilnya ialah titik G. Titik awal B maupun D akan menghasilkan minimal di titik H. Namun untuk delta yang besar (missal 10) maka pengaruh titik awal tidak begitu signifikan. Bila titik awal adalah titik A (pada zona puncak 1) dengan delta 10 maka akan berpindah pada titik tertentu pada zona puncak 2. Hasil optimal (maksimal ataupun minimal) tergantung posisi akhir titik saat delta sudah kecil.

You might also like