You are on page 1of 87

TRAUMA KAPITIS

dr. Sudin Sitanggang, SpS

FK- UKRIDA
Pengertian

• Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala


baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan ggn fungsi neurologis yaitu ggn fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
permanen
Pendahuluan

• Bisa terjadi pada semua usia, puncak kejadian pada


dewasa muda antara 15-24 thn

• Penyebab kematian utama pd usia > 24 thn

• Laki-laki 3x lebih sering dari wanita

• Penyebab paling sering: kecelakaan lalu lintas


Klassifikasi
1. Patologi
- Komosio serebri
- Kontusio serebri
- Laserasio serebri
2. Lokasi lesi
- Lesi diffus
- Lesi kerusakan vaskuler otak
- Lesi fokal
- Kontusio dan laserasi serebri
- Hematoma intrakranial
- Hematoma ekstradural
- Hematoma subdural
- Hematoma intraparenkhimal
- Hematoma subarachnoid
- Hematoma intraserebral
- Hematoma intraserebellar
Derajat trauma kepala berdasarkan GCS

Kategori GCS Gambaran klinis CT Scan otak

Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologi (-) Normal

Ringan 13-15 Pingsan < 30 mnt, defisit neurologik (-) Normal

Sedang 9-12 Pingsan > 30 mnt s/d 6 jam; defisit Abnormal


neurologik(+)

Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal

• Jika ada abnormalitas CT Scan otak berupa perdarahan


intrakranial  trauma kepala berat
Pembagian trauma
• Primary injuries :
– focal injuries (skull fractures, intracranial hematomas,
lacerations, contusions, penetrating wounds).
– diffuse injury (as in diffuse axonal injury).
• Secondary injury:
– are attributable to further cellular damage from the effects of
primary injuries.
– Secondary injuries may develop over a period of hours or days
following the initial traumatic assault.
Patofisiologi Trauma kepala
Epidural Hematom (EDH)
• Perdarahan yg terjadi diantara tabula interna-duramater,
hematom massif, akibat pecahnya a. meningea media atau
sinus venosus
• Tanda klinik
– Lucid interval (+)
– Kesadaran makin menurun
– Late hemiparesis kontralateral
– Pupil anisokor
– Babinski (+) kontralateral
– Fraktur di daerah temporal
CT Scan otak EDH

Gambaran CT Scan Otak : gambaran hiperdens (perdarahan), di


tulang tengkorak dan duramater, umumnya didaerah temporal
dan tampak bikonveks
Subdural hematom (SDH)
• Perdarahan yg terjadi di antara duramater-arachnoid,
akibat robeknya bridging vein
• Jenis
– Akut : interval lucid : 0-5 hari
– Subakut : interval lucid : 5 hari – bbrp minggu
– Kronik : interval lucid : > 3 bulan
CT Scan SDH

Gambaran CT Scan Otak : Gambaran hiperdens (perdarahan)


diantara duramater dan arakhnoid, umumnya karena robekan dari
bridging vein dan tampak seperti bulan sabit
Beda EDH dgn SDH
Fraktur basis kranii
Anterior Media Posterior
Gejala Rhinorhoe( keluar LCS dari Otorrhoe (keluar LCS Battle sign ( bilateral
hidung dari telinga) mastoid ecchymosis)
Perdarahan bilateral Ggn N VII dan VIII
periorbital (raccoon eye)
Anosmia
Diffuse axonal injury (DAI)

• Diffuse axonal injury is characterized by extensive, generalized


damage to the white matter of the brain.
• Strains of the tentorium and falx during high-speed
acceleration/deceleration produced by lateral motions of the
head may cause the injuries.
• Diffuse axonal injury also could occur as a result of
ischemia.[5] In addition, primary blast exposure can lead to
some axonal injury.
• Which can be detected using diffusion tensor imaging (DTI).[15]
Diffuse axonal injury (DAI)

Gejala dan tanda klinis


• Koma lama pasca trauma ( prolonged coma)
• Disfungsi saraf otonom
• Demam tinggi
• CT Scan otak
– Awal normal (tdk ada perdarahan, edema, kontusio)
– Ulangan setelah 24 jam : edema luas.
• Tingkatan klinis
– Ringan : Koma 6-24 jam
– Sedang : Koma > 24 jam, tanpa tanda-tanda lesi batang otak
– Berat : Koma > 24 jam + tanda batang otak : postur desebrasi,
dekortikasi, hipertermia, hipertensi
Neuropathologic findings in patients with diffuse
axonal injury were graded by Gennarelli and
colleagues, as follows :
• Grade 1 - Axonal injury mainly in parasagittal white
matter of the cerebral hemispheres
• Grade 2 - As in Grade 1, plus lesions in the corpus
callosum
• Grade 3 - As in Grade 2, plus a focal lesion in the
cerebral peduncle
Penanganan

A. Penilaian awal ( initial assessment)


– Nilai dan stabilkan : A:B:C
 Hipoksia dan hipotensi memperberat cedera kepala
 Intubasi bila hipoksia atau respiratory distress
 Hipotensi dikoreksi dgn cairan isotonik atau nomal saline, ringer
solution, atau transfusi.
 Hipotensi bisa akibat
 Perdarahan intra-abdomen, thorak, rongga retroperitoneal, sekitar
jaringan tulang yg fraktur
 Spinal shock
 Hipertensi
 Hati –hati akibat peningkatan TIK
 Hipertensi, bradikardia, bradipnoe ( Cushing reflex)
– Penggolongan tingkat keparahan cedera kepala
Pemeriksaan klinis umum dan neurologis

• Penilaian kesadaran dgn GCS


• Penilaian fungsi vital, tensi, nadi, pernafasan
• Otorhoe, rhinorhoe, ecchymosisi periorbital bilateral
• Battle’ s sign
• Ggn fokal neurologik
• Fungsi motorik: lateralisasi, reflek tendon, reflek Babinski
• Pemeriksaan fungsi batang otak
• Pupil, RC, reflek kornea, Doll’s eye phenomen
• Monitor pola pernafasan
Kriteria rawat untuk trauma kepala

1. Hasil CT Scan otak ditemukan perdarahan otak atau ada


fraktur tengkorak
2. Konfusi, agitasi, kesadaran menurun
3. Defisit neurologi (+)
4. Kejang post trauma kepala
5. Intoksikasi alkohol atau obat-obatan
6. Adanya penyakit komorbid
7. Lingkungan rumah tidak memungkinkan untuk di observasi
Penanganan
– Penggolongan tingkat keparahan cedera kepala

Low Moderate High


Normal neurology exam. Failure to reach GCS score of 15 GCS score of 3-8 (comatose)
No concussion wihtin 2 hour of injury Progressive decline in level of
No drug or alkohol intoxication Concussion concussion
May complain of headache and Coagulopathy Focal neurologic signs
dizziness Anterograde amnesia > 30 mnt Penetrating skull injury or
Absence of noderate or severe Vomiting, seizure palpable depressed skull fracture
injury criteria Sign of possible basilar or open
skull fracture
Dangerous mechanism of injury
Alcohol or drug intoxication
Unreliable historian or no history
of injury
Age < 2 year or > 65 yaer
Penanganan

B. Perawatan
1. Simple head injury
• Pemeriksaan status umum dan neurologi
• Perawatan luka
• Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama 48 jam antara lain:
Pasien cenderung mengantuk
Sakit kepala semakin memberat
Muntah proyektil
 pasien kembali ke RS
• Pasien dirawat apabila
Ada gangguan orientasi
Sakit kepala dan muntah
Tidak ada yg mengawasi dirumah
Letak rumah jauh atau sulit utk kembali ke RS
2. Sedang dan berat dirawat.
Akibat cedera kepala
• Increased intracranial pressure (ICP)
The severity of a TBI tends to increase due to heightened ICP, especially if
the pressure exceeds 40 mm Hg. Increased pressure also can lead to
cerebral hypoxia, cerebral ischemia, cerebral edema, hydrocephalus, and
brain herniation.
• Cerebral edema
Edema may be caused by the effects of the above-mentioned
neurochemical transmitters and by increased ICP. Disruption of the blood-
brain barrier, with impairment of vasomotor autoregulation leading to
dilatation of cerebral blood vessels, also contributes.
• Hydrocephalus
a. The communicating type of hydrocephalus is more common in TBI than is the
noncommunicating type. The communicating type frequently results from the
presence of blood products that cause obstruction of the flow of the cerebral
spinal fluid (CSF) in the subarachnoid space and the absorption of CSF through
the arachnoid villi.
b. The noncommunicating type of hydrocephalus is often caused by blood clot
obstruction of blood flow at the interventricular foramen, third ventricle,
cerebral aqueduct, or fourth ventricle.
Tekanan Intrakranial
Brain herniation
Supratentorial herniation is attributable to direct mechanical compression by an
accumulating mass or to increased intracranial pressure. The following types of
supratentorial herniation are recognized:
• Subfalcine herniation - The cingulate gyrus of the frontal lobe is pushed beneath
the falx cerebri when an expanding mass lesion causes a medial shift of the
ipsilateral hemisphere. This is the most common type of herniation.
• Central transtentorial herniation - This type of injury is characterized by the
displacement of the basal nuclei and cerebral hemispheres downward while the
diencephalon and adjacent midbrain are pushed through the tentorial notch.
• Uncal herniation - This type of injury involves the displacement of the medial edge
of the uncus and the hippocampal gyrus medially and over the ipsilateral edge of
the tentorium cerebelli foramen, causing compression of the midbrain; the
ipsilateral or contralateral third nerve may be stretched or compressed.
• Cerebellar herniation - This injury is marked by an infratentorial herniation in
which the tonsil of the cerebellum is pushed through the foramen magnum and
compresses the medulla, leading to bradycardia and respiratory arrest.
Penyebab dan terapi pd peningkataan TIK
Penyebab dan terapi pd peningkataan TIK
Prognosis mortalitas trauma kepala
Clinical finding Mortality (%)
Score GCS
15 <1
11-14 3
8-10 15
6-7 20
4-5 50
3 80
Age
16-35 y 30
36-45 40
46-55 50
> 56 60
CT Abnormalities
None 10
Intracranial pathology without diffuse swelling of midline shift 15
Intracranial pathology with diffuse swelling (cisterna compressed or
absent 35
Intracranial pathology with midline shift (> 5 mm) 55
Prognosis mortalitas trauma kepala

Clinical finding Mortality (%)


Intracranial pressure
< 20 mm Hg 15
> 20 mm Hg, reducible 45
> 20 mm Hg, not reducible 90
Pathology entity
EDH 5-15
Gunshot wound 55
Acute subdural hematoma
• Simple 20-25
• Complicated 40-75
• Bilateral 75-100
Trauma Medula Spinalis
Pendahuluan
• Trauma tlg belakang  lesi med spinalis defisit neurologi
dan menimbulkan cacat permanen atau meninggal
• Perlu penanganan segera
• Insiden meningkat sesuai dgn peningkatan mobilitas dgn
transportasi
• Lokasi vertebra plg sering
– Servical : C5, C4, C6
– Thorakal 12, L 1 dan Th 10
Pengertian

• Trauma med .spinalis (spinal cord injury): trauma langsung


atau tdk langsung thp med spinalis yang menyebabkan
kerusakan medula spinalis
• Mekanisme
– Fraktur vertebra/dislokasi
– Luka penetrasi/tembus
– Perdarahan epidural/subdural
– Trauma tdk langsung
– Trauma intramedular/kontusio
• Whiplash injury : gerakan tiba-tiba hiperekstensi kmd diikuti
hiperfleksi servical menyebabkan cedera jaringan lunak spinal,
tdk ada kerusakan medula spinalis
Potongan melintang
Gambaran MS
Klasifikasi
1. ASIA /IMSOP ( American Spinal Injury Association/
International Medical Society Of Paraplegia).
– Klasifikasi tingkat dan keparahan trauma med. spinal
ditegakkan pd saat 72 jam – 7 hari setelah trauma
a. Berdasarkan impairment scale
Grade Tipe Ggn Med spinal ASIA/IMSOP
A Komplit Tdk ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5
B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen
sakral S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama
masih punya kekuatan <3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik utama
punya kekuatan >3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
b. Berdasarkan tipe dan lokasi trauma
i. Complete spinal cord injury (Grade A)
• Unilevel
• Multilevel
ii. Incomplete spinal cord (Grade B,C,D)
• Cervico medullary syndrome
• Central cord syndrome
• Anterior cord syndrome
• Posterior cord syndrome
• Brown Sequard syndrome
• Conus Medullary syndrome
iii. Complete cauda equina injury (Grade A)
iv. Incomplete cauda equina injury (Grade B,C,D)
2. Sindroma Trauma spinal
Hubungan letak lesi dgn ggn fungsi nafas

Lesi C1-C2 : Vital capacity hanya 5-10 % dari


normal, tdk bisa batuk
Lesi C3-C6: Vital capacity 20 % dari normal, batuk
lemah dan tdk efektif
Lesi Thorakal atas Th2-Th4 : VC 30-50 % dari normal,
batuk lemah
Patofisiologi
Proses sekunder
Penanganan
Penanganan

• Prehospital
– Stabilisasi manual
– Membatasi fleksi dan gerakan lain
– Penanganan immobilisasi vertebra dgn Cervical coller
dan Vertebra brace
Penanganan
• UGD
– A ( Airway) : Jaga jalan nafas tetap lapang
– B ( Breathing) : Mengatasi ggn pernafasan, k/p lalukan
intubasi dan alat bantu nafas utama lesi servikal atas.
– C (Circulation) : Tanda hipotensi ok saraf simpatis
• Syok hipovolemik
– TD turun, takikardi, ekstremitas dingin/basah
– Terapi : Cairan kristaloid ( NaCl 0,9%,RL. k/p Koloid Albumin 5 %)
• Syok neurogenik
– TD turun, bradikardi, ekstremitas hangat/kering
– Hati2 pemberian cairan berlebihan bisa edem paru
– Berikan obat Vasopressure
» Dopamin menjaga MAP > 70, dosis 2-5 mcg/kgBB/mnt
» K/p Adrenalin 0,2 mg sc
– Cairan yg diberikan Kristaloid
• Keberhasilan penanganan neurogenik shock ditandai dgn
perfusi yg adekuat dgn parameter:
– TDS 90-100 mmHg, dan hindari episode hipotensi
– Tercapai oksigensai dan perfusi yg adekuat  pemberian
oksigen dan atau ventilasi mekanik jika dibutuhkan
– Irama jantung 60-100 x/mnt dgn sinus ritme
– Hemodinamik stabil dgn bradikardi berikan Atropine
– Produksi urin > 30 cc per jam,  pasang foley kateter utk
monitor urine dan dekompresi pd neurogenik bladder
– Cegah hipotermia
Penanganan
• Selanjutnya
– Pasang foley kateter : monitor urin dan cegah retensi
urin
– Pasang NGT ( hati-hati cedera servikal)
• Dekompresi lambung
• Kepentingan nutrisi enteral
• Pemeriksaan umum dan neurologi
– Jika ada fraktur/dislokasi
• Servikal : fiksasi leher, jgn manipulasi dan pasang bantal pasir kanan-kiri
• Thorakal : fiksasi dgn torakolumbal brace
• Lumbal : fiksasi dgn korset lumbal
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium
– DPL, UL, GDS, Ureum/kreatinin, Analisa gas darah

• Radiologi
– Foto vertebra AP/Lat/Odontoid dgn sesuai letak lesi
– CT Scan/ MRI vertebra bila dgn foto konvensional masih
ragu
• EKG terutama bila ada aritmia jantung
Pemberian kortikosteroid

• Diagnosis < 3 jam


– Methylprednisolon 30 mg/KgBB IV bolus selama 15 menit
– setelah 45 menit berikan infus Methylprednisolon dengan
dosis 5,4 mg/KgBB/jam selama 23 jam.
• Diagnosis 3-8 jam
– Methylprednisolon 30 mg/KgBB IV bolus selama 15 menit
– setelah 45 menit berikan infus Methylprednisolon dengan
dosis 5,4 mg/KgBB/jam selama 47 jam.
• Diagnosis > 8 jam
– Tidak dianjurkan pemberian methylprednisolon
Operasi
• Waktu operasi
– Operasi antara 24 jam – 3 minggu
– Tindakan operasi awal < 24 jam lebih bermakna
menurunkan perburukan neurologis, komplikasi, dan
keluaran skor motorik satu tahun paska trauma

• Indikasi operasi
– Ada fraktur, pecahan tulang menekan medula spinalis
– Gambaran neurologis progresif memburuk
– Fraktur, dislokasi yg labil
– Terjadi herniasi diskusi intervertebralis yg menekan
medula spinalis.
Kegawat-daruratan pada stroke
Pendahuluan

• Stroke : Adanya defisit neurologi yg mendadak atau


ggn neurologi akut yg diakibatkan oleh terputusnya
atau ggn aliran darah pd area tertentu diotak.
• Merupakan kegawatan dlm bidang neurologi
• Keterlambatan penanganan akan berakibat besar utk
kerusakan sel neuron.
• Terdapat 780,000 kasus stroke setiap tahun di AS.
• Stroke penyebab kematian no 3 dan penyebab catat
yang paling banyak

• STROKE is an Emergency ACT FAST!


Pembagian stroke
• Stroke iskemik 70-80 %
– Cardiac-emboli stroke 15-30 %
– Athero-sclerotic stroke 14-25 %
– Lacunar stroke 15-30 %
– Cryptogenic stroke 20 %
– Penyebab lain < 5 %

• Stroke perdarahan
– Intra-parenchimal haemorrhagic (ICH): 20%
– Subarachnoid haemorrhagic (SAH): 5-10%
Diagosis stroke
• Klinis
• Radiologis
Diagnosis klinis stroke
A. Algoritma Gajah Mada
- Kesadaran menurun
- Nyeri kepala
- Reflek Babinski
 Jika ada 2 dari diatas diagnosis Stroke
hemorrhagik
B. Siriraj Stroke Score (SSS)

No Gejala/Tanda Penilaian Indeks

1 Kesadaran (0) Kompos mentis X 2,5


(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
SSS ≥ 1 Stroke perdarahan: SSS ≤ 1 Stroke iskemik
2 Muntah (0) Tidak X2
(1) Ya

3 Nyeri kepala (0) Tidak X2


(1) Ya

4 Tek darah Diastolik X 10 %

5 Ateroma (DM, Angina (0) Tidak X (-3)


pektoris, klaudicatio intermt (1) Ya

6 Konstante - 12

Total SSS SSS > 1 Stroke perdarahan


SSS < 1 Stroke iskemik
Lokasi dan gejala klinis
Lesi batang otak
Penilaian derajat stroke NIHSS

Score [3] Stroke Severity


0 No Stroke Symptoms
1-4 Minor Stroke
5-15 Moderate Stroke
16-20 Moderate to Severe Stroke
21-42 Severe Stroke
Radiologi
• Stroke iskemik : terlihat gambaran hipodens (
lebih gelap)
• Stroke perdarahan: terlihat gambaran
hiperdens (lebih terang)
Gambaran Radiologis

Stroke infark Stroke perdarahan intracerebral Stroke perdarahan


subarachnoid
Penanganan stroke
1. Penanganan stroke pre hospital
– Deteksi : mengenal cepat dan reaksi thp tanda-tanda stroke
dan TIA ( FAST)

– Pengiriman pasien panggil ambulans


– Transportasi/ambulans
– Utamakan ke pelayanan stroke komprehensif, Stroke unit, ICU
Penanganan stroke
Evaluasi dan management stroke prehospital
Ruang emergensi (ED)

• Pasien yg dicurigai stroke harus diperlakukan sama seperti


akut miokard infark dan trauma berat tanpa memperhatikan
beratnya defisit neurologi
Ruang emergensi (ED)
A. Penanganan diruang gawat darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
• Anamnesis ( gejala awal, waktu awitan, dll)
• Pem. Fisik ( pernafasan, sirkulasi, oksimetri, suhu tubuh),
• Pemeriksaan neurologis dan skala stroke ( NIHSS)
2. Terapi umum
• Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
– Pantau terus-menerus thp status neurologis, TD, Suhu, Sat O2 selama 72 jam
– Beri O2 bila sat <95%
– Perbaiki jalan nafas termasuk pasang pipa orofaring
– Intubasi ETT (endotracheal tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
• Stabilisasi hemodinamik
– Berikan cairan kristaloid
– Optimalkan Tek darah
– Bila TDS < 120 dan cairan cukup berikan Vasopressor serta Dopamin dgn target TDS
sekitar 140 mmHg
Ruang emergensi (ED)
Penanganan umum di ruang rawat
1. Cairan.
– Cairan isotonis 0,9% Salin  euvolemia
– Kebutuhan cairan 30 cc/kgBB/hari
– Hitung balance cairan tiap hari
– Periksa elektrolit
2. Nutrisi
– Nutrisi entral paling lambat sdh diberikan dlm 24 jam,
pemberian peroral harus didahului dgn test menelan dgn baik
– Bila tdk bisa menelan/kesadaran terganggu berikan nutrisi
lewat NGT
3. Pencegahan komplikasi
– Mobilsasi
– Cegah dekubitus, DVT
Kedaruratan medik pada stroke akut
A. Penatalaksanaan Hipertensi pada stroke akut
1. Stroke iskemik
• Tanpa pemberian trombolitik, Tek darah diturunkan 15% dlm 24 jam pertama
bila TDS ≥ 220 mmHg atau TDD ≥ 120 mmHg
• Dengan trombolitik TD diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110
mmHg, selanjutnya dipantau TD <180/<105 mmHg selama 24 jam setelah
pemberian rtPA.
• Obat-obatan: Labetolol, Nikardipin, Diatiazem
2. Stroke perdarahan
• Bila TDS > 200 mmHg atau MAP >150 mmHg, dgn antihipertensi intravena
dipantau tiap 5 menit
• Dgn peningkatan TIK, TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg.
– Pantau TIK
– TD diturunkan dgn IV, pantau secara kontinyu
– Pantau tek perfusi cerebral ≥ 60 mmHg
• TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg,tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan TIK, TD turunkan hati-hati dgn antihipertensi IV atau intermitten
dipantau tiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau TD 160/90 mmH.
Kedaruratan medik pada stroke akut
B. Penatalaksanaan peningkatan TIK
– Pantau thp pasien dgn risiko edema cerebri, dgn memperhatikan
keluhan (nyeri kepala, muntah dan penurunan kesadaran), serta
perburukan klinis.
– Monitor TIK bila GCS < 9
– Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
– Penanganan meliputi
• Tinggikan posisi kepala 20-30°
• Hindari penekanan vena jugular
• Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
• Hindari hipertermia
• Pemberian osmoterapi
– Manitol 20% 0,25-0,5 gr/kgBB, selama > 20 menit diulang setiap 4-6 jam dgn target ≤ 310
mOsm/L
– Kalau perlu Furosemide dgn dosis awal 1 mg/kgBB IV
• Intubasi utk menjaga normoventilasi dgn PCO2 35-40 mmHg
• Drainase ventrikel pd hidrocephalus
• Dekompresif pd iskemik serebellar yg menimbulkan efek massa
Pengobatan khusus stroke

A. Stroke iskemik
1. Trombolisis
2. Pemberian antikoagulan
3. Pemberian antiplatelet
CRITERIA FOR THE USE OF I NTRAVENOUS TPA IN ACUTE
ISCHEMIC STROKE"
Inclusion criteria

• Acute ischemic stroke with measurable neurologic deficit


• Onset of symptoms less than 3 h before institution of treatment
(all preliminary diagnostic tests must be completed )
• Onset of symptoms between 3 and 4.5 h and patient younger
than 80 years, and with NIH stroke score below 25,
nondiabetic, and having received no recent anticoagulant
medication, regardless of INR'
• Age over 18 years
Pemberian IV rtPA

• Pemberian IV rtPA dosis 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg), 10


% dari dosis total diberikan sebagai bolus initial, dan sisanya
diberikan sebagai infus selama 60 menit.
• Pasien dirawat di ICU atau stroke unit
• Lakukan penilaian neurologis tiap 15 mnt selama pemberian
infus dan 30 menit setelah selam 6 jam berikutnya, kemudian
tiap jam selama 24 jam terapi
• Bila ada nyeri kepala hebat, hipertensi akut, mual atau
muntah, hentikan infus( bila rtPA sedang dimasukkan) dan
lakukan CT Scan otak segera
• TD periksa tiap 15 mnt selam 2 jam pertama dan 30 mnt
selama 6 jam dan setiap jam selama 24 jam setelah terapi
• Monitor TD lebih sering bila TDS ≥ 180 mmHg atau TDD ≥ 105
mmHg dan berikan obat anti hipertensi sesuai target.
• Lakukan CT Scan otak utk follow up dlm 24 jam sebelum
pemberian antikoagulan atau antiplatelet
2. Pemberian antikoagulan

a. Heparin
Biasa diberikan pada iskemik akut dgn resiko
tinggi terjadi reembolisasi, disseksi arteri, atrial
fibrilasi, CAD, kelainan katup jantung dan DVT

b. Warfarin
Melanjutkan pemberian Heparin
3. Pemberian Antiplatelet

a. Aspirin dosis 50 – 325 mg


Kerja menghambat cyclo-oxigenasi
b. Clopidogrel dosis 1 x 75 mg
Kerja : Inhibisi reseptor ADP
c. Ticlopidin dosis 2 x 250 mg
Inhibisi reseptor ADP
d. Cilostazol dosis 2 x 100 mg
Kerja : Meningkatkan c-AMP & inhibisi fosfodiesterase III
e. Trifusal dosis 1 x 600 mg
Kerja : Inhibisi COX dan Fosfodiesterase III, naik c-AMP
B. Penanganan stroke hemorhagik

1. Konservatif
2. Operatif
Indikasi dan kontraindikasi operasi pasien SH

1. Indikasi operasi
– Perdarahan serebellum > 3 cm dengan penurunan kesadaran
atau CT Scan adanya penekanan batang otak atau
hydrocephalus ok obstruksi ventrikel
– Perdarahan intrakranial yg akibat aneurysma, AVM, cavernosus
malformasi
– Usia muda dgn perdarahan lobar yg moderate atau besar dgn
adanya perubahan klinik
2. Tdk operasi
– Perdarahan kecil atau defisit neurologi minimal
– Pasien dgn GCS < 5, kecuali pd perdarahan cerebellum dgn
penekanan batang otak
Prognosa SH

Komponen Point
GCS
3-4 2
5-12 1
13-15 0 Score 30-day mortality (%)
Volume ICH 0 0
≥ 30 cc 1 1 13
< 30 cc 0 2 26
3 72
Intraventrikel hemorrhagik 4 97
Ya 1 5 100
Tdk 0
Berasa dari Infratentorial
Ya 1
Tdk 0
Usia ≥ 80 thn
Ya 1
Tdk 0
Total score 0-5
C. Perdarahan Subarachnoid

1. Klinis nyeri kepala hebat dan tiba-tiba.


2. Lakukan CT Scan otak segera, bila tdk terlihat
perdarahan lakukan LP.
3. Utk melihat aneurysma lakukan angiografi serebral
4. Tindakan pencegahan perdarahan ulang
– Monitor TDS sekitar 140-160 mmHg
– Bedrest ditempat tidur
– Terapi antifibrinolitik
• Epsilon-aminocaproic acid 4 mg dilanjutkan kontinyu 1 gr/jam
• Asam traneksamat 1 gr dilanjutkan 4 x 1 gr IV
C. Perdarahan Subarachnoid

5. Pencegahan Vasospasme
– Pemberian Nimodipine 1-2 mg/jam iv selama 3 hari atau oral
Nimodipin 6 x 60 mg selama 21 hari
– Pertahankan euvolemia
– Jika ada tanda vasospasme lakukan terapi hiperdinamik
dengan triple H ( Hypervolemia-Hypertensive-Hemodilution).
Hunt and Hess Grading scale for acut SAH.

Derajat Characteristic

0 Tdk ada gejala dan aneurysma blm ruptur

1 Sakit kepala ringan

2 Sakit kepala berat dgn rangsang meningeal (+), kemungkinan ada defisit
saraf kranial

3 Kesadaran menurun dgn defisit fokal neurologi ringan

4 Stupor, hemiparesis sedang – berat, awal deserebrasi

5 Koma dalam, deserebrasi

You might also like