You are on page 1of 66

Pengertian

Biofarmasetika : mempelajari hubungan sifat

fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat Biofarmasetika bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu

Manfaat Memahami hubungan antara sifat-sifat fisikokimia produk obat & efek farmakologik/klinik

Laju & jumlah obat mencapai sirkulasi sistemik Pelepasan obat dari produk obat Laju pelarutan Bioavailabilitas

Pemakaian
Ketersediaan farmasetik Fase farmakokinetika

Penghancuran sediaan obat, pelarutan bahan berkhasiat


Fase farmasetika
Obat tersedia untuk absorpsi

Absorpsi
Obat tersedia untuk bekerja

Bioavailabilitas

Cadangan

Distribusi Biotransfor masi

Interaksi O-R
Fase farmakodinamika

Ekskresi

Efek
4

Proses pemberian obat oral dalam organisme

Fase biofarmasetika (farmasetika) : Mulai penggunaan sedia obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh ketersediaan farmasi zat aktifnya yaitu obat siap untuk diabsorpsi Fase farmakokinetika Meliputi waktu selama obat diangkut ke organ target setelah obat dilepas dari bentuk sediaan Fase farmakodinamika Bila obat telah berikatan dengan sisi reseptor akan menimbulkan respon biologik optimalisasi efek biologik

Efek obat tidak saja tergantung pada faktor-faktor

farmakologi, melainkan juga tergantung farktor formulasi :


Bentuk fisik zat aktif Keadaan kimiawi (ester, garam, komplek) Eksipien (pengisi, pelekat, pelicin, pelindung) Proses teknik pembuatan (tekanan, emulgator)

Agar diperoleh efek khasnya, maka obat harus berada dalam kadar yang cukup pada tempat aksinya

Meskipun sebagai fungsi jumlah obat yang diminum, kadarnya juga tergantung pada keberadaan dan kecepatan absorpsi, distribusi, ikatan atau lokalisasi dalam jaringan, biotransformasi & ekskresi

Isoproteronol
Iv kenaikan kecepatan denyut jantung
Oral efek tak teramati pada jantung

Availabilitas sistemik obat berbeda menurut rute pemberian Availabilitas sistemik obat berbeda menurut produk obat
Efektivitas terapetik berbeda

Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah

obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik

Bioavaila bilitas

Daya terapetik

Aktivitas toksik

Aktivitas klinik

Biofarmasetik obat oral


Absorpsi sistemik obat ekstravaskuler : Pasien : Sifat anatomik & fisiologik tempat absorpsi Obat : Sifat fisikokimia

Pengendalian
Rancangan produk obat

Rute pemberian
Rancangan produk obat

Bioavailabili tas
Kadar bervariasi

Obat dlm produk


Pelepasan dg penghancuran

Partikel Obat padat Obat dlm larutan

Pelarutan

Absorpsi

Obat dlm tubuh

Disintegrasi dan pelepasan zat aktif Pelarutan zat aktif dalam media aqueous

Absorpsi melewati membran sel ke sirkulasi

sistemik

Pelepasan obat dari sediaan tergantung pada :


Faktor fisiko kimia obat Kelarutan, kemampuan difusi, stabilitas, ukuran molekul, derajat ionisasi Sediaan obat Bentuk, rute pemberiaan, konsentrasi Lingkungan tubuh (biologis) tempat obat pH, kapasitas absorpsi, kecepatan pengosongan lambung Formulasi (farmakoteknik) Keadaan fisik obat, eksipien

12

Rute pemberian
Enteral (oral)
Tablet, kaplet, pil Suspensi Supositoria

Parenteral
Intravena Intramuscukular Intralumbal Intracutan

Menetukan lengkap tiudaknya jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik, cepat tidaknya efek, Efek yang diinginkan (sistemik atau lokal) Kondisi pasien Sifat obat

Rancangan produk obat


Jenis produk obat Sifat bahan tambahan Sifat fisiko kimia zat aktif

Faktor farmasetik terhadap bioavailabilitas


1. Disintegrasi Trokhisi Tablet kulum Sustained release (prolonged-action) Repeat action

Takrif (USP) : keadaan dimana berbagai residu tablet, kecuali fragmen-fragmen penyalut yang tak larut, tinggal dalam saringan alat penguji sebagai masa yang lunakdan jelas tidak mempunyai inti yang teraba

2. Pelarutan Proses bahan kimia/obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut (aqueous) Dipengaruhi oleh : Suhu media (peningkatan energi kinetik molekul & tetapan difusi) Kecepatan pengadukan (penurunan tebal stagnant klayer) Proses : Pelarutan obat pada permukaan partikel padat jenuh di sekeliling partikel Stagnant layer berdifusi ke pelarut kadar tinggi ke rendah

1.1. Sifat fisika kimia obat (Berpengaruh pada


kinetika pelarutan) Luas permukaan (bentuk geometri) Derajat kelarutan dalam air (garam, anhidrat) Bentuk zat (kristal, serbuk, amorf)

1.2. Formulasi
Bahan tambahan

Mengubah media tempat Bereaksi dengan obat sendiri viskositas naik laju pelarutan turun menolak air pelarutan turun Kadar rendah tegangan permukaan turun pelarutan naik Kadar tinggi membentuk micelles dengan obat laju pelarutan turun

Bahan Pensuspensi

Bahan pelincir

Surfaktan

Bioavailability (ketersediaan hayati)


Jumlah obat dalam prosentase dari bentuk sediaan

yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif serta kecepatannya dan tersedia untuk melakukan efek terapetiknya

19

1. Faktor obat :
Fisiko-kimia

Formulasi obat

2. Faktor penderita 3. Faktor interaksi dalam absorpsi di GI

Faktor yang memperngaruhi bioavailabilitas obat oral


20

Faktor obat vs bioavailabilitas


A Fisiko-kimia MENENTUKAN JUMLAH OBAT TERSEDIA UNTUK ABSORPSI Stabilitas pH lambung, stabilitas thd ensim pencernaan Stabilitas thd flora usus
MENENTUKAN KECEPATAN ABSORPSI

Kelarutan, ukuran partikel Derajat ionisasi pada pH lambung Kelarutan bentuk nonionik dalam lemak
21

MENENTUKAN JUMLAH OBAT MENCAPAI SIRKULASI

SISTEMIK

Stabilitas thd ensim dalam dinding saluran cerna Stabilitas thd ensim di hati

22

B. Formulasi obat Keadaan fisik obat


Ukuran partikel Bentuk partikel dll Zat pengisi Zat pengikat Pelicin Penyalut dll Tekanan (kopresi) dll

Eksipien

Teknik pembuatan

23

Faktor penderita vs bioavailabilitas


pH GI, fungsi empedu kecepatan disolusi &

disintegrasi obat Kecepatan pengosongan lambung (motilitas, pH lambung, makanan, postur tubuh, aktivitas fisik, stres, nyeri ulkus dll) kecepatan absorpsi & jumlah obat Waktu transit (motilitas GI & gangguannya) jumlah obat Perfusi GI (makanan, aktivitas fisik, kardiovaskuler) kecepatan & jumlah absorpsi

24

Kapasitas absorpsi (luas permukaan, sindroma

malabsorpsi, lansia) kecepatan & jumlah absorpsi


Metabolisme di lumen GI (pH lambung, ensim, flora

usus) jumlah obat tersedia untuk absorpsi


Kapasitas metabolisme dalam dinding GI & hati

(aktivitas ensim, genetik, aliran darah portal, penyakit hati) jumlah obat mencapai sirkulasi sistemik

25

Interaksi di tempat absorpsi


Adanya makanan Perubahan pH (penggunaan antasida)

Perubahan motilitas (katartika, opiat, antikolinergik)


Perubahan perfusi (obat kardiovaskuler) Gangguan fungsi normal mukosa usus (neomisin,

kolkisin) Interaksi langsung (khelasi, adsorpsi, larut dalam cairan tak terabsorpsi, terikat resin)

26

Pelarutan (Laju)

Ketersediaan obat dlm plasma (Laju)

Waktu absorpsi
Waktu obat diabsorpsi

Absorppsi (Laju)

Data absorpsi

Data pelarutan

In vitro
Formulasi obat Terlarut

Terlepas

In vivo
Kadar puncak Konsentrasi obat dlm plasma

Rancangan bentuk sediaan obat (BSO)


Pertimbangan utama :
Keamanan (safety)

Bahan aktif Bahan eksipien Keefektifan (efective) Pelepasan obat ke tempat sasaran (target site) eficacy Tidak menambah ESO/ROTD

Pertimbangan lain :
Kebutuhan dokter /

terapetik Kebutuhan penderita Biaya produksi

Batasan sifat fisika, kimia dan biologi obat

pKa & profil pH Ukuran partikrel Polimorfisma Higroskopisitas Koefisien partisi Interaksi bahan pengisi Profil stabilitas obat

Pertimbangan terapetik
Segera/ kronik
Nyeri hebat

Waktu menuju
Sasaran

Akut
Asma bronkhial Intensitas respon

Tolbutamid

Kadar gula darah Absorpsi cepat Penurunan cepat

Garam

Lebih Larut

Basa

Kurang larut

Absorpsi lambat

Penurunan lambat & terkendali

Simpatomimetik bronchodilator
Laju absorpsi
Cepat Bertahap
Screening

ESO
Takhikardi Tanpa takhikardi

Penderita Dosis
Rasa Ukuran Frekuensi Individual Universal

pemberian

Frekuensi
Luas Waktu

paruh eliminasi

permukaan tubuh Berat badan

ESO di GI
Makanan Antasida

Formulasi Obat larutan (cap. Gelatin) Eksipien Salut enterik

Iritasi lambung Mualmuntah

Menunda / menurunkan jumlah absorpsi obat

Data Bioavaibilitas
1. Data plasma Waktu kadar plasma (darah) mencapai puncak (t maks) Kadar plasma puncak (Cp maks) AUC kadar obat dalam plasma-waktu 2. Data urin Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du) Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt) Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t) 3. Efek farmakologi akut 4. Pengamatan klinik

1. Data plasma
t maks Waktu yg diperlukan kadar obat dalam plasma mencapai puncak setelah pemberian obat untuk memperkirakan laju absorpsi Cp maks Kadar plasma puncak kadar obat dalam plasma mencapai puncak setelah pemberian obat oral Cp maks efek farmakologis & kadar toksik obat AUC Area di bawah kurva obat dalam plasma-waktu Cermin jumlah total obat atif mencapai sirkulasi sistemik

2. Data urin
Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin

berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorpsi


Urin berkala kadar obat dalam urin/waktu plot

kadar kumulatif obat yang diekskresi vs waktu

dDu/dt = K x Cp T : waktu total yang diperlukan untuk absorpsi &

ekskresi obat secara sempurna setelah pemberian obat


Studi bioekivalensi beberapa produk obat

3. Efek farmakologi akut


Efek diameter pupil
Kecepatan denyut jantung Tekanan darah

Grafik efek farmakologik vs waktu

Dosis-respon

Respon klinik
Alasan Perbedaan farkin & fardin individu hubungan obat dengan reseptor (afinitas obat, kadar obat & kadar protein/resptor) Faktor perilaku fardin : Umur Toleransi obat Interaksi obat Patofisiologik

Cara pemberian obat


Menentukan cepat lambat & lengkap tidaknya absorpsi Pertimbangan : Efek lokal/sistemik Status pasien Sifat fisiko-kimia

42

Penentuan Rute Pemberian


Rute pemberian Fi siologik Laju absorpsi Lama kerja

Oral : First pass effect Intra muskular : - pelepasan obat tak menentu - rasa sakit - iritasi lokal - anatomi/alir darah tempat injeksi (absorpsi di deltoid > Gluteus maksimum)

Pemberian Obat
Intravaskular Infusi IV (IV drip) Injeksi IV (IV bolus) Injeksi intraraterial Ekstravaskular Enteral (oral, sublingual, bukal, rektal) Parenteral Injeksi IM, subkutan, intradermal, intratekal Inhalasi Transdermal

Pemakaian obat parenteral


Efek : lebih cepat, kuat & lengkap (teratur)

Penderita :
tidak kooperatif, tidak sadar, muntah, emergensi

Sifat obat :
iritatif, tak tahan asam lambung, tidak diabsorpsi
45

Kerugian
Relatif mahal Aseptis Rasa nyeri Bahaya penularan Sukar dilakukan sendiri

46

Intravena
Keuntungan Tak mengalami tahap absorpsi, kadar dalam darah cepat, tepat sesuai respon pasien Kerugian Kadar obat plasma tinggi & jaringan mudah tercapai Efek toksis

Dilakukan perlahan-lahan & respon diawasi Khusus larutan iritatif pembuluh darah kurang sensitif & suntikan perlahanlahan & diencerkan darah Tidak untuk obat dalam minyak mengendapkan konstituen darah & hemolisis

47

Intramuskular
Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan &

kelengkapan absorpsi Obat sukar larut cairan fisiologis (digoxin, fenitoin, diazepam) mengendap di tempat suntikan absorpsi lambat, tidak lengkap & tidak teratur Obat larut air absorpsi cukup cepat & tergantung aliran darah setempat Lebih cepat di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus Obat larut minyak/suspensi (depot penisilin) absorpsi sangat lambat & konstan
48

Subkutan
Untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan

Absorpsi lambat & konstan efek lama


Sediaan Suspensi semakin lambat Kombinasi dengan vasokonstriktor semakin

lambat Obat tanam (implan) dapat diabsorpsi selama beberapa minggu atau bulan

49

Intratecal
Suntikan langsung ke dalam ruang subaraknoid spinal
Diinginkan efek cepat & setempat pada selaput otak atau sumbu serebrospinal Anestesi spinal, infeksi saraf sentral akut

50

Penulisan resep sering beberapa obat secara bersamaan (polifarmasi) gangguan pada pasien
Kerja berlawanan/memperlemah Memperkuat

Interaksi
Farmasetik (inkompatiobilitas Farmakokinetik Farmakodinamaik

Interaksi farmakodinamik
Sinergis Antagonis organ sasaran

Dampak yang ditimbulkan


pengaruh berlawanan terhadap kadar gula darah Tetrasiklimn vs guanetidin
pengaruh berlawanan terhadap tekanan darah Antidepresiva vs metildopa Peningkatan nefrotoksis & ototroksis Aminoglikosida vs furosemid Peningkatan relaksasi otot Relaksan otot vs antibiotika Peningkatan toksisitas glikosida jantung

Peningkatan toksisitas glikosida jantung


Hiperkalemia & hipokelemia vs glikosida

jantung (Laksantiva, Saluretika , glukokortikoid, amfoterisin B) Peningkatan kecenderungan perdarahan Dikumarol vs asam salisilat

Interaksi farmakokinetik
Interaksi pada proses absorpsi
Perubahan pH Perpanjangan/pengurangan waktu transit di

saluran cerna (pembentukan komplek) Perubahan flora usus (antibiotika spektrum luas) gangguan siklus enterohepatik senyawa terkonjugasi)

Interaksi pada proses distribusi


Persaingan di tempat ikatan protein plasma

pengusiran dari ikatan protein (fenilbutazon vs antikoagulan ADO vs asam salisilat (fen ilbutazon)

Interaksi proses biotransformasi


Terjadi persaingan terhadap ensim

biotransformasi (Inhibisi/induksi terhadap ensim) Fenitoin/tolbutamid vs INH/kloramfenikol/antikoagulan Barbiturat vs antikoagulan/kontrasepsi oral Interaksi pada proses eliminasi Perubahan pH urin Asida vs basa lemah ekskresi turun Basa vs asam lemah ekskresi naik

Interaksi farmasetik
Interaksi obat pada saat formulasi
Tak tercampurkannya obat (inkompatibilitas obat) Terjadi akibat
sifat fisika obat
Sifat kimia obat (reaksi kimiawi)

Perubahan yang terjadi


Pembentukan garam (asam vs basa)
Pelelehan/campuran basah (piramidon vs asetosal, kinin vs asetat) Pengendapan larutan (bromida asetanilid) Reduksi-oksidasi (senyawa ferri, vitamin C) Peruraian (asetat vs sulfida)

Pembentukan gas CO2 (karbonat vs asam)


Pembentukan senyawa berwarna (garam ferri vs asetat)

Antagonis (sulfa vs anestesin) Penyabunan (parasetamol vs alkali kuat)

Penggumpalan (vitamin C vs aminofilin)


Peledakan (asam nitrat vs alkohol, gliserin.iodium/sulfur vs pikrat)

Perubahan rasa (asam salisilat vs asan borat)


Pembentukan semen (asam salisilat vs ZnO) Pembentukan arang ( asam sulfuricum vs senyawa

organik)

Hidrolisis (glerin cum amylo vs asam tartrat)


Pembentukan garam asam yang sukar larut (asam tartrat vs kalium asetat)

Pelarutan (asam vs logam)


Tengik (minyak vs oksodator) Adsorpsi ( bolus alba/carbo adsorben vs alakloid)

Pemisahan (etanol vs KBr)


Menarik air ( etanol vs zat kolidal) Pemecahan (etanol vs emulsi)

Pemusnahan khasiat (etanol vs pepsin)


Membebaskan NH3 (zat alkalis vs garam amonium)

Mempertinggi kelarutan (alkaloid vs khloral hidrat)

Tak larut (garam alkaloid vs minyak/larutan spiritus)


Dipeptisasi (antasida)

Pembentukan halogen yang dapat meledak (amonia liq vs halogen)


Daya emulsinya hilang (amonia liq vs infusum

Senegae) Pemisahan (NH4Cl vs Na barbital) Irasional (codein vs NH4Cl)

Membebaskan H2 (asam vs ferrum pulv/reductum)

Membebaskan O2 (asam vs peroksida)


Membebaskan gas H2S (K trisulfid vs asam) Membebaskan NO2 (Na nitras vs asam)

Tak bekerja/rusak (basitrasin vs logam/fenol/oksidator)


Mencegah peruraian (cahaya vs Ferro

Br/Cl/I/lactas)

Gelatinisasi (NaBr vs ferri albuminata sol)


Pembentukan garam rangkap yang beracun (NaCl vs

HgCl2) Menimbulkan panas (ol. Eucalypti/citri vs iodium) Tak tercampour (ol. Olive vs balsam peruvianum) Merusak khasiat (pancreaticum/amilase vs asam)

You might also like