Professional Documents
Culture Documents
AEROB-ANAEROB
BAMBANG WIDIONO-POLINEMA
AERASI
Adalah proses dimana gas dibebaskan atau dilepaskan dari air atau diserap atau dilarutkan. Di dalam pengolahan air minum, aerasi merupakan salah satu pengolahan pendahuluan (preliminary treatment) yang tujuan utamanya adalah meningkatkan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen), sehingga mencegah terjadinya proses anaerobik pada proses-proses selanjutnya. Proses ini dapat juga digunakan untuk mengurangi kandungan H2S, Fe dan Mn, CO2 bebas, dan detergen yang terdapat pada air baku. memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah
Aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai bentuk variasi operasi:
(1) Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut. (2) Pembuangan karbon dioksida (3) Pembuangan hydrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan rasa. (4) Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme serupa.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen; (Mengoksidasi BO, Memerlukan O2 sebagai aseptor elektron) 2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor); mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi, Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch( effisiensi penurunan BOD lebih tinggi dan lumpur yang dihasilkan sedikit ) dan kontakstabilisasi waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak termasuk jenis reaktor ini Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor), mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya (trickling filter, cakram biologi, filter terendam dan reaktor fludisasi )
Jenis teknologi pengolahan air limbah biologis aerobic, dibagi dalam kategori tata cara pemberian oksigennya dan bentuk pertumbuhan mikrobianya
AEROBIK
1. Pertumbuhan tersuspensi/tercampur (suspended growth)
Activated sludge Sequenzing batch reactor Contact stabilization Aerobic digestion Aerated tagoons Parit oksidasi 2. Pertumbuhan melekat (attached growth) Tricking filter (filter menetes) Rotating biological contractors Intermittent sand filter Submerged fixed bio-filter Fluidized bed filter Kolam tanaman
Cat : reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya
ANAEROBIK
1. Pertumbuhan tersuspensi Anaerobik digestion Anaerobic contact process Upflow anaerobic sludge - blanked Pertumbuhan melekat Anaerobic filter process Expanded bed
2.
Anaerobic respiration refers to the oxidation of molecules in the absence of oxygen to produce energy. These processes require another electron acceptor to replace oxygen. Anaerobic respiration is often used interchangeably with fermentation, especially when the glycolytic pathway exists in the cell. However, certain anaerobic prokaryotes generate all of their ATP using an electron transport system and ATP synthase.
The word & symbol equation for the anaerobic respiration of glucose is:
Glucose ---> Lactic Acid + Energy (ATP)
C6H12O6 ---> 2C3H6O3 + 2 ATP The energy released is about 120kJ per mole Glucose.
Karakteristik Limbah
Proses pengolahan secara anaerob sangat cocok untuk konsentrasi COD tinggi dan temperatur yang tinggi. Hal ini dikarenakan (1) tidak membutuhkan aerasi sehingga menghemat biaya energi (2) menghasilkan padatan dalam jumlah yang sedikit, misalnya pada limbah dari makanan dan limbah dari penyulingan minyak dengan konsentrasi COD 3.000-30.000 mg/l. Selain itu, contoh lain misalnya pada limbah dengan kandungan toksik yang tinggi, debit yang bervariasi, dan mengandung konsentrasi inorganik yang tinggi. Proses pengolahan secara anaerob mampu dengan cepat digunakan walaupun dalam waktu lama tidak dilakukan penambahan substrat. Pada beberapa kasus, pengolahan limbah secara anaerob dapat digunakan untuk mengolah limbah buangan domestik pada saat musim panas.
Alkalinitas
Proses pengolahan limbah secara anaerob membutuhkan penambahan alkali untuk menghasilkan pH yang netral. Dengan jumlah CO2 tinggi yang dihasilkan dari proses pengolahan secara anaerob, membutuhkan alkali sekitar 2.000-4.000 mg/l sebagai CaCO3. Jumlah alkali yang dibutuhkan kadang-kadang juga terkandung dalam influen limbah dan dalam beberapa kasus juga dapat dihasilkan dari degradasi protein dan ammonia acid.
Proses pengolahan air limbah secara anaerob ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan :
Energi yang Dibutuhkan Energi yang dibutuhkan pada proses pengolahan air limbah secara anaerob lebih sedikit dari pada proses pengolahan air limbah secara aerob. Produksi Lumpur yang Dihasilkan Karena energi yang dibutuhkan sedikit, maka produksi lumpur yang dihasilkan juga bertambah sedikit. Sedikitnya produksi lumpur ini akan sangat menguntungkan dalam proses pengolahan lumpur selanjutnya. Sehingga diharapkan akan dapat menghemat biaya untuk pengolahan lumpur. Nutrisi yang Dibutuhkan Kebanyakan industri cukup kekurangan dalam menyediakan nutrien untuk mendukung proses pertumbuhan secara aerob. Tetapi dalam proses pengolahan secara anaerob, nutrien yang dibutuhkan lebih sedikit karena lumpur yang dihasilkan juga sedikit.
Menghasilkan Produksi Gas Metan Pada proses pengolahan secara anaerob, dihasilkan produksi gas metan yang sangat bermanfaat sebagai sumber energi. Volume Reaktor yang Dibutuhkan Pada proses pengolahan secara anaerob, volume reaktor yang dibutuhkan lebih kecil dari pada proses pengolahan secara aerob. Polusi Udara Pada proses pengolahan secara anaerob, terjadinya polusi udara karena timbulnya gas-gas dapat dieliminasi. Pada proses pengolahan secara anaerob, substrat dengan cepat dapat langsung digunakan setelah sekian lama tidak dilakukan feeding.
Kekurangan : Membutuhkan waktu yang lama dalam start-up perkembangan biomassa yang akan digunakan. Membutuhkan penambahan alkali. Membutuhkan pengolahan lanjutan Tidak memungkinkan untuk mendegradasi nitrogen dan pospor Memberikan efek yang kurang baik pada temperatur rendah pada saat reaksi. Lebih rentan untuk mengolah limbah yang toksik Berpotensi untuk menghasilkan bau dan gas korosi.
PENCERNAAN ANAEROBIK
Waktu retensi padatan lama (15-20 hari) Padatan yang dihasilkan minimum Reaksi endogenes metabolisme dominan Dalam digesteranaerobik (aerasi tidak terlalu intensif) Cocok untuk menangani limbah/sludge dari proses lumpur aktif/jenis limbah yang pekat Reduksi padatan menguap 40-60% Keuntungan VS pencernaan aerobik:
Tidak perlu insulasi, panas tambahan penutup Punya kemampuan untuk menangani konsentrasi lumpur
Faktor penting dan karakteristik limbah yang diperlukan dalam menentukan desain pengolahan secara anaerob
Dilution method
To ensure that all other conditions are equal, a very small amount of micro-organism seed is added to each sample being tested. This seed is typically generated by diluting activated sludge with deionized water. The BOD test is carried out by diluting the sample with oxygen saturated de-ionized water, inoculating it with a fixed aliquot of seed, measuring the dissolved oxygen (DO) and then sealing the sample to prevent further oxygen dissolving in. The sample is kept at 20 C in the dark to prevent photosynthesis (and thereby the addition of oxygen) for five days, and the dissolved oxygen is measured again. The difference between the final DO and initial DO is the BOD. The apparent BOD for the control is subtracted from the control result to provide the corrected value. The loss of dissolved oxygen in the sample, once corrections have been made for the degree of dilution, is called the BOD5. For measurement of carbonaceous BOD (cBOD), a nitrification inhibitor is added after the dilution water has been added to the sample. The inhibitor hinders the oxidation of nitrogen.
Manometric method
This method is limited to the measurement of the oxygen consumption due only to carbonaceous oxidation. Ammonia oxidation is inhibited. The sample is kept in a sealed container fitted with a pressure sensor. A substance that absorbs carbon dioxide (typically lithium hydroxide) is added in the container above the sample level. The sample is stored in conditions identical to the dilution method. Oxygen is consumed and, as ammonia oxidation is inhibited, carbon dioxide is released. The total amount of gas, and thus the pressure, decreases because carbon dioxide is absorbed. From the drop of pressure, the sensor electronics computes and displays the consumed quantity of oxygen.
The main advantages of this method compared to the dilution method are: simplicity: no dilution of sample required, no seeding, no blank sample direct reading of BOD value continuous display of BOD value at the current incubation time.
BOD is similar in function to chemical oxygen demand (COD), in that both measure the amount of organic compounds in water. However, COD is less specific, since it measures everything that can be chemically oxidised, rather than just levels of biologically active organic matter.
Biochemical oxygen demand only measures the amount of oxygen consumed by microbial oxidation and is most relevant to waters rich in organic matter. It is important to understand that COD and BOD do not necessarily measure the same types of oxygen consumption.
For example, COD does not measure the oxygenconsuming potential associated with certain dissolved organic compounds such as acetate. However, acetate can be metabolized by microorganisms and would therefore be detected in an assay of BOD. In contrast, the oxygen-consuming potential of cellulose is not measured during a short-term BOD assay, but it is measured during a COD test.
Chemical oxygen demand is measured as a standardized laboratory assay in which a closed water sample is incubated with a strong chemical oxidant under specific conditions of temperature and for a particular period of time. A commonly used oxidant in COD assays is potassium dichromate (K2Cr2O7) which is used in combination with boiling sulfuric acid (H2SO4). Because this chemical oxidant is not specific to oxygen-consuming chemicals that are organic or inorganic, both of these sources of oxygen demand are measured in a COD assay.