You are on page 1of 46

TRAUMA KEPALA SUBDURAL

Tania Agustini Maharani


1310211 124
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
DEFINISI
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit
kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tembus
Menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma
jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio /
memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,
dengan derajat yang bervariasi tergantung pada
luas daerah trauma

Tabel 1 : Klasifikasi Cedera Otak


Mekanisme
Tumpul

Tembus
Kecepatan tinggi (tabrakan mobil)
Kecepatan rendah (jatuh,dipukul)

Luka tembak
Cedera tembus lain
Beratnya
Ringan
Sedang
Berat
GCS 14 15.
GCS 9 13
GCS 3 - 8
Morfologi
Fraktur tulang
tengkorak
Dasar tengkorak

Lesi intrakranial
Difus
Fokal
Terbuka / tertutup
Dengan / tanpa kebocoran CSS

Epidural
Subdural
Hipoksia / iskemik dll
HEMATOMA SUBDURAL
DEFINISI
Perdarahan sub dural

Merupakan perdarahan
antara duramater dan
arakhnoid, yang biasanya
meliputi perdarahan vena.
Perdarahan subdural
dibedakan atas akut,
subakut, dan kronis

ETIOLOGI

Etiologi subdural hematom ialah:
6

a) Trauma
b) Non-traumatic: (Markwalder
1981)
9

Arteri-vascular malformasi
Hemoragik diathesis
Neoplasma (meningioma,
meningeal carcinomatosis)
Spontan intracranial hipotensi
15

Rupture granulasio Pacchini
Kontusio cerebri
1


EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia belum ada catatan catatan nasional
mengenai morbiditas dan mortalitas perdarahan
subdural.
Di Amerika serikat frekuensinya berbanding lurus
terhadap kejadian cedera kepala. Perdarahan
subdural adalah bentuk yang paling sering terjadi dari
lesi intrakranial, kira kira sepertiga dari kejadian
cedera kepala berat
Penderita adalah kebanyakan laki laki dan
kebanyakan umurnya lebih tua dari
penderita penderita cedera kepala
lainnya.
Penyebab yang predominan pada
umumnya ialah kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh
dan perkelahian, merupakan cedera
terbanyak , sebagian kecil disebabkan
kecelakaan olah raga dan kecelakaan
industri (Sone JL et al, 1983).

FAKTOR RISIKO
Hipertensi
Obat-obatan(anti-koagulan)
Atheroma
Usia lanjut


subdural secara umum dibagi menjadi bentuk:

1. Perdarahan subdural akut
2. Perdarahan subdural subakut
3. Perdarahan subdural kronik

Perdarahan subdural akut

Menimbulkan gejala neurologik yang penting dan
serius dalam 24-48 jam setelah cedera.

Gejala klinis:
- berupa sakit kepala,perasaan kantuk, dan
kebingungan, respon yang lambat, dan gelisah.
Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan
reaksi ipsilateral pupil.
Perdarahan subdural subakut,

Perdarahan subdural bubakut menyebabkan defisit
neurolodik bermakna dalam waktuvlebih dari 48
jam tapi kurang dari 2minggu setelah cedera.


Perdarahan subdural kronik,

terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil
memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian
menumpuk di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan
meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa
mingggu atau bulan.

Tanda dan gejala:
Perubahan progesif dalam tingkat kedaran termasuk
apati,
Letargi
Menurunnya kemampuan untuk mempergunakan
kecakapan kognitif
Keadaan ini pada proses yang lama akan terjadi
penurunan reaksi pupil dan motorik.
GEJALA KLINIS
a. Nyeri kepala penurunan kesadaran
b. Mual dan muntah
c. Gangguan motorik
d. Anisokor pupil
PATOFISIOLOGI
EPIDURAL HEMATOMA
Patofisiologi
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

EPIDURAL HEMATOM
NEOPLASMA





Stroke
Encephalitis


DIAGNOSIS
Anamnesis
trauma kapitis dengan /atau tanpa gangguan kesadaran
atau dengan interval lucid, perdarahan/otorrhea/
rinorrhea serta amnesia traumatika.
Pemeriksaan
fisik
secara umum dari kepala hingga kaki
menentukan tingkat kesadaran
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium
Radiologi: foto polos kepala, CT scan, MRI
DIAGNOSA
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
kesadaran
GCS : 14-15 = cidera kepala ringan
GCS : 9-13 = cidera kepala sedang
GCS : 3-8 = cidera kepala berat
Tanda vital
Kepala
Battle Sign ( warna biru / ekimosis dibelakang telinga
diatas mastoid )
Abdomen
Cullen sign
Ekstremitas

EXTERNAL SIGNS

STATUS NEUROLOGIS
Pemeriksaan Nervus kranialis.
Nervus I, II, IV, VI , VIII, IX, X, XI, XII (kompos mentis)

Nervus III
Nervus VII
NERVUS KRANIALIS
Nervus I (olfaktorius): Kondisi kompos mentis
normosmia
Parosmia
Kakosmia
Halusinasi penciuman
Nervus II (optikus) : Kondisi kompos mentis
Pengelihatan sentral
Pengelihatan parifer

Nervus III (okulomotorius) :
Refleks pupil mata
Retraksi kelopak mata: Kondisi KOMPOS MENTIS
Ptosis: Kondisi SADAR
Nervus IV dan VI : Kondisi KOMPOS MENTIS
Gerakan bola mata
Nervus V: Kondisi KOMPOS MENTIS
sensibilitas
1: dahi, mata, hidung, kening, mulosa hidung dll
2: rahanng atas, bibir atas, pipi atas, mukosa hidung
3: rahang bawah, bibir bawah dll

KEADAAN KOMPOS MENTIS

KOMPOS MENTIS

KOMPOS MENTIS

KOMPOS MENTIS
TEST SENSORY(KONDISI SADAR)
1. Sentuhan rungan
2. Nyeri dan suhu
3. Sensasi
4. Sensasi vibrasi

TEST MOTORIK
Inspeksi : posisi lengan dan tungkai simetris. Ada
atrofi apa tidak
Palpitasi : hipertonus atau hipotonus

REFLEKS FISIOLOGI
REFLEK PATOLOGI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT SCAN
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan
utama bila disangka terdapat suatu lesi
paska trauma, karena prosesnya cepat, mampu
melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat
membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial
dan ekstra-aksial
X-Ray tengkorak
Angiografi

MRI
Pemeriksaan MRI memiliki keunggulan untuk
melihat perdarahan kronis maupun kerusakan otak
yang kronis. Dalam hal ini MRI T2 mampu
menunjukkan gambaran yang lebih jelas terutama
lesi hipodens pada CT Scan atau lesi yang sulit
dibedakan densitasnya dengan korteks.
2


PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum
ABS (Airway, Breathing, Sirkulasi)




TERAPI MEDIKAMENTOSA PADA CEDERA OTAK
1. Intravena
- Cairan yang dianjurkan garam fisiologis atau RL
-Kadar Natrium serumperlu diperhatikan pada pasien
cedera kepala
-Keadaan hiponatremia dapat menimbulkan edema
otak
ringer laktat atau NaCl 0,9%.
FARMAKO
2. Hiperventilasi
- Hiperventilasi dilakukan untuk menurunkan
kadar pCO2 dan akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah otak
- Hiperventilasi yang lama akan menyebkan
iskemik otak
- Terutama bila pCO2 dibiarkan < 30 mmHg
- Umumnya pCO2 dipertahankan 35 mmHg
Manitol digunakan untuk menurunkan TIK
Dosis yang diberikan 0,25-1 gr/KgBB diberikan
secara bolus intravena
Dosis tinggi jangan diberikan pada pasien yang
HIPOTENSI
Efek samping manitol diureis osmotik
Indikasi pemberian manitol pada pasien yang
mengalami dilatasi pupil, hemiparesis, atau
kehilangan kesadaran. Pemberian diberikan secara
cepat dalam waktu 5 menit

3. MANITOL

Diberikan bersamaan dengan manitol untuk
menurunkan TIK
Dosis yang diberikan 0.3 0.5 mg/KgBB secara
intravena
Furosemik jangan diberikan pada pasien yang
mengalami hipotensi

4. FUROSEMIK
5. Steroid
Penggunaan steroid pada pasien cedera
kepala tidak dianjurkan
Barbiturat bermanfaat diberikan untuk
menurunkan TIK yang refrakter terhadap
obat-obat lain
Tidak diberikan pada pasien yang
mengalami hipotensi
Pemberian barbiturat tidak diindikasikan
pada fase akut resusitasi
6. BARBITURAT
CITOCOLINE

Epilepsi pasien pasca trauma terjadi pada 5% yang
dirawat di RS dg cedera kepala tertutup dan 15% pada
cedera kepala berat
Faktor penyebab epilepsi :
1. Kejang awal yang terjadi dalam minggu pertama
2. Perdarahan intrakranial
3. Fraktur depresi
Fenitoin obat yang digunakan pada fase akut
Dosis 1 gr diberikan dg kecepatan yang tidak begitu
cepat dari 50 mg/menit
Dosis pemeliharaan biasanya 100 mg/8 jam
Pasien kejang yang lama dapat ditambahkan diazepam
Kejang yang berlangsung lama 30 60 menit dapat
menyebabkan cedera otak sekunder
7. ANTIKONVULSAN

1. Non-operatif / Medikamentosa
Intubasi dan oksigenasi
Elevasi kepala 30
Cairan isotonis untuk resusitasi
Manitol 0,25-1 g/kgBB
Furosemid 0,3-0,5 mg/kgBB
Antikonvulsan (Fenitoin) untuk mengatasi kejang 15-20
mg/kgBB
Neurotropik
Citicoline 1 g/hari
Piracetam 24-30 mg/hari
PENATALAKSANAAN
NON FARMAKO
OPERASI
PAsien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10mm
atau pergeseran midle shift > 5mm pada ct scan
Semua pasien SDH dengan GCS <9 harus dilakukan
monitoring TIK
Pasien SDH dengan GCS <9, dengan ketebalan
pendarahan <10mm dan pergeseran midline shift . jika
mengalami penurunan GCS >2 poin antara saat kejadian
sampai saat masuk RS
Pasien SDH dengan GCS < 9, dan didapati pupil dilatasi
asimetris
Pasien SDH dengan GCS < 9, dan TIK >20mmhg
KOMPLIKASI
a. Medis : kejang dan infeksi (16,9%)
b. Operasi : Komplikasi medis, seperti
kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi
lain, terjadi pada 16,9% kasus.
Komplikasi operasi, seperti massa
subdural, hematom intraparenkim, atau
tension pneumocephalus terjadi pada
2,3% kasus.

c. Meningitis atau abses serebri (< 1 %)

PROGNOSIS
Semua pasien harus ditangani dengan cepat dan
secepatnya dikonsultasikan dengan bedah
neurologi
faktor yang memperlambat proses penyembuhan
adalah terlibatnya saraf motorik dan sensorik
sekaligus, usia lanjut, kerusakan jaringan sekitar.
REFERENSI
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/356
15/4/Chapter%20II.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
iskandar%20japardi37%20.pdf
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Kuliah/modul%
20/Modul%20B3%20-
%20Pemeriksaan%20Saraf%20Kranialis.pdf
www.scribd.com
Patofisiologi sylvia

You might also like