Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa:
1. Tingkat kejadian bullying di sekolah masih cukup tinggi namun sedikit siswa yang mencari bantuan
2. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya perilaku mencari bantuan korban bullying adalah stigma sosial dan ketakutan akan harga diri
3. Mencari bantuan dapat membantu korban bullying menemukan solusi masalah dan mencegah dampak jangka
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa:
1. Tingkat kejadian bullying di sekolah masih cukup tinggi namun sedikit siswa yang mencari bantuan
2. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya perilaku mencari bantuan korban bullying adalah stigma sosial dan ketakutan akan harga diri
3. Mencari bantuan dapat membantu korban bullying menemukan solusi masalah dan mencegah dampak jangka
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa:
1. Tingkat kejadian bullying di sekolah masih cukup tinggi namun sedikit siswa yang mencari bantuan
2. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya perilaku mencari bantuan korban bullying adalah stigma sosial dan ketakutan akan harga diri
3. Mencari bantuan dapat membantu korban bullying menemukan solusi masalah dan mencegah dampak jangka
Latar belakang Das Sein (realita) Das solen (ideal)
Pembahasan variabel Dinamika permasalahan
Referensi penelitian sebelumnya
Daftar pustaka Latar belakang Maraknya kasus bullying dan rendahnya perilaku mencari bantuan Penelitian dari Yayasan Semai Jiwa Aminin (SEJIWA) diketahui bahwa tidak ada satupun sekolah di Indonesia yang bebas dari tindakan kekerasan. SEJIWA dan Plan Indonesia melakukan survey yang melibatkan sekitar 1500 orang siswa pelajar SMP dan SMA di 3 kota besar, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya pada tahun 2008. Survei menunjukkan bahwa 67,9% pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) pernah melalukan tindak kekerasan. Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan berupa pengucilan. Latar belakang Dewasa ini problem psikologis dan interpersonal semakin banyak dialami individu, namun seringkali tidak diiringi dengan keinginan dan upaya untuk mencari bantuan dari ahlinya (Corrigan, 2004). Hanya 1/3 dari seluruh penderita gangguan mental yang mencari bantuan psikologis di layanan kesehatan mental profesional (Andrews dkk, 1999). Konseling bahkan dianggap sebagai sebagai keputusan terakhir dan dilakukan apabila sudah tidak ada pilihan untuk mengatasi masalah (Hinson dan Swanson, 1999, Maniar dkk, 2001). Data Berdasarkan penelitian dari Yayasan Semai Jiwa Aminin (SEJIWA) diketahui bahwa tidak ada satupun sekolah di Indonesia yang bebas dari tindakan kekerasan. SEJIWA dan Plan Indonesia melakukan survey yang melibatkan sekitar 1500 orang siswa pelajar SMP dan SMA di 3 kota besar, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya pada tahun 2008. Survei menunjukkan bahwa 67,9% pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) pernah melalukan tindak kekerasan. Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Selanjutnya berdasarkan data laporan kasus yang masuk ke Komnas per November 2009 setidaknya terdapat 98 kasus kekerasan fisik, 108 kekerasan seksual dan 176 kekerasan psikis pada anak yang terjadi di lingkungan sekolah (dalam Reni, 2015) Sementara di Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa tahun 2013 setidaknya terdapat 2,339 kasus kekerasan fisik, psikologis dan seksual terhadap anak, dimana 300 diantaranya adalah kasus bullying. Menurut hasil penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO) dibeberapa negara berkembang menunjukkan bahwa 30 50 % yang berobat ke sarana pelayanan kesehatan umum ternyata menderita gangguan atau masalah kesehatan yang berlatar belakang mental emosional. Oleh karena itu, diperlukan suatu tindakan atau intervensi untuk menangani masalah kesehatan mental tersebut secara dini. Hanya 1/3 dari seluruh penderita gangguan mental yang mencari bantuan psikologis di layanan kesehatan mental profesional (Andrews dkk, 1999). Konseling bahkan dianggap sebagai sebagai keputusan terakhir dan dilakukan apabila sudah tidak ada pilihan untuk mengatasi masalah (Hinson dan Swanson, 1999, Maniar dkk, 2001). DAS SEIN (REALITA)
Dewasa ini problem psikologis dan interpersonal
semakin banyak dialami individu, namun seringkali tidak diiringi dengan keinginan dan upaya untuk mencari bantuan dari ahlinya (Corrigan, 2004). Hanya 1/3 dari seluruh penderita gangguan mental yang mencari bantuan psikologis di layanan kesehatan mental profesional (Andrews dkk, 1999). Konseling bahkan dianggap sebagai sebagai keputusan terakhir dan dilakukan apabila sudah tidak ada pilihan untuk mengatasi masalah (Hinson dan Swanson, 1999, Maniar dkk, 2001). DAS SEIN (REALITA)
Alasan yang mungkin untuk menghindari bantuan
adalah bahwa banyak orang melihat pencarian bantuan sebagai sebuah pengakuan bahwa mereka tidak dapat menyelesaikan masalah sendiri. Karena itu, meminta bantuan mungkin situasi yang memalukan, dan siswa meminta bantuan mungkin takut terlihat bodoh (Karabenick & Knapp, 1991; Newman, 1990). Dengan demikian, mencari bantuan mungkin merupakan potensi ancaman terhadap harga diri seseorang (Newman, 1998). DAS SEIN (REALITA)
Tidak setiap orang yang memerlukan
bantuan memiliki niat atau intensi untuk mencari bantuan pada pihak lain untuk memecahkan masalahnya (Chang, H., 2000; Mo & Mak, 2009). Das Solen (ideal) Menurut Bedel & Lennox (1994), Problem solving adalah proses yang dapat membantu seseorang untuk menemukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling efektif. Dengan adanya problem solving, korban bullying diharapkan dapat menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya, yaitu bullying. Sehingga korban bullying mendapatkan kehidupan yang nyaman, aman seperti manusia pada umumunya. Namun, apabila korban bullying tidak menemukan solusi dari masalah bullying maka masalah tersebut akan terus menerus ada dalam kehidupan korban. Sehingga memerlukan bantuan orang lain dalam menyelesaikan masalah tersebut. Das Solen (ideal) Mencari bantuan dalam konteks tingginya permasalahan menjadi kebutuhan individu karena terbatasnya kompetensi emosi yang dimiliki (Wilson dkk, 2003 dan Rickwood dkk, 2005). Berbagai studi menunjukkan bahwa mencari bantuan dari sumber bantuan yang tepat dapat mencegah munculnya distress, menimbulkan penyesuaian yang lebih baik, dan mengurangi problem emosi serta perilaku (Raviv dkk, 2000). Sebaliknya, penundaan tritmen justru berisiko pada munculnya episode gangguan mental yang lebih berat (WHO, 2004). Das Solen (ideal) Mencari bantuan penting dilakukan oleh orang orang yang tidak mampu menyelesaikan sendiri masalahnya, oleh karena perilaku mencari bantuan tersebut memiliki dampak positif bagi kesehatan mental (Liang, dkk, 2005). Sekilas tentang Bullying Menurut American Psychiatric Association (APA) (dalam Stein dkk., 2006), bullying adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan 3 kondisi yaitu: (a)perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan (b)perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu (c)adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak pihak yang terlibat. PEMBAHASAN VARIABEL Asley & Vangie (2005) mendefinisikan help seeking behavior sebagai seeking assistance of others has obvious instrumental benefits for the person in need; for example, it is likely to expedite the solution of ones problem, (suatu pencarian bantuan kepada orang lain yang jelas memiliki peran karena akan menguntungkan bagi orang yang membutuhkan, misalnya, kemungkinan untuk mempercepat penemuan solusi dari masalah yang dialami seseorang). Perilaku mencari bantuan juga didefinisikan oleh Rickwood et. al sebagai salah satu komunikasi seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan bantuan dalam memahami, memberi saran, memberi informasi, mengobati, dan memberi bantuan secara umum dalam menanggapi masalah atau pengalaman menyedihkan yang Dinamika Permasalahan Menurut hasil penelitian Supra Wimbarti , perilaku mencari bantuan pada korban KDRT PENELITIAN SEBELUMNYA Penelitian yang dilakukan oleh Siswati, (2009) dengan judul Fenomena Bullying di sekolah Dasar Negeri Semarang. Total sampel dari penelitian ini adalah 78 murid dari kelas 3 sampai kelas 6. Hasil penelitian menunjukan bahwa 37,55% murid menjadi korban dari bullying. 42,5% murid menderita karena disebabkan oleh bullying mental/psikologis. Berdasarkan penelitian Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), ternyata bullying masih kurang disadari sepenuhnya oleh para guru. Penelitian dilakukan terhadap guru- guru di 3 SMA di dua kota besar di Pulau Jawa menunjukkan 1 dari 5 guru menganggap penggencetan dan olok-olok adalah hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu diributkan. Selain itu, 1 dari 4 guru berpendapat bahwa sesekali penindasan tidak akan berdampak buruk pada kondisi psikologi siswa. Sebuah studi yang dilakukan oleh ahli pendidikan Amy Huneck hanya ada 1 dari 10 orang dewasa yang diwawancarai merasa bullying adalah masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Rohmah Nurhayati (2013) dengan judul Sikap dan Intensi mencari bantuan dalam menghadapi masalah pada sampel 1510 sampel dari 14 penelitian yang menggunakan meta analisis menghasilkan bahwa sikap terhadap perilaku memiliki efek sedang terhadap perilaku mencari bantuan, dan dapat dipercaya sebagai predictor dari perilaku mencari bantuan untuk meningkatkan intensi mencari bantuan yang tidak bisa diselesaikan sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Sylvia Lindinger & Sternart (2015) dengan judul Help Seeking Behaviors of Men for Mental Health and the Impact of Diverse Cultural Background menghasilkan bahwa terdapat perbedaan pada perilaku mencari bantuan antara laki laki dan perempuan. Perbedaan tersebut sangat dipengaruhi oleh latarbelakang budaya, stigma dan peran gender. Daftar Pustaka Adilla, Nissa. (2009). Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 5 No I Februari 2009. Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Prilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Aulia, Fitria. (2014). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol 3 No. 1 2014. Studi Deskriptif Help Seeking Behavior Pada Remaja yang Pernah Mengalami Parental Abuse Ditinjau dari Tahap Perkembangan (Masa Awal Anak Masa Remaja) dan Identitas Gender. Anam, Choirul. (2014). Jurnal Empathy Vol. 2 No. 2 Desember 2014. Kemampuan Interaksi Sosial antara Remaja yang tinggal bersama keluarga. Arumwardhani, Arie. (2011). Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Galangpress. Crter, Bonnie B., & Vicky G. Spencer. International Journal of Special Education Vol 2 No. 1 2006. The Fear Factor: Bullying and Student with Disabilities. Izzaty, Rita Eka. (2010). Jurnal Psikologi Vol 6 No. 2 Desember 2010. Pemecahan Masalah Sosial sebagai Faktor Penting dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Lindinger, Sylvia & Sternart. (2015). International Journal of Social Science Studies Vol. 3, No. 1; January 2015. Help Seeking Behaviors of Men for Mental Health and the Impact of Diverse Cultural Background. Purwakania, Aliah B., dkk. (2013). Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Humaniora Vol. 2 No. 2 September 2013. Efektifitas Pelatihan Anti Bullying terhadap Pengetahuan Penanganan Kasus Bullying di Sekolah pada Guru Guru Nani, Karman La. (2012). Prosiding ISBN: 978-979-16353-8-7. Konstruksi Self Regulation Skill dan Help Seeking Behavior dalam Pembelajaran Matematika. Sari, Reni Novrita, & Ivan Muhammad A. (2015). Jurnal Psikologi Vol. 11 No. 1 Juni 2015. Pemaafan dan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa Korban Bullying. Simbolon, Mangadar. (2012). Jurnal Psikologi Vol. 39 No. 2 Desember 2012: 233, Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama. Subandi, & Muhana Sofiati Utami. (1996). Jurnal Psikologi No. 2 1996: 1 10. Pola Perilaku Mencari Bantuan Pada Keluarga Pasien Gangguan Jiwa. Surilena. (2016). Jurnal CDK 236 Vol. 43 No. 1 2016. Perilaku Bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja. https://www.academia.edu/5647333/BULLYING_DALAM_PENDIDIKAN diakses pada 20 Oktober 2016 pukul 07:02. http://eprints.ums.ac.id/26682/3/4.BAB_II.pdf diakses pada 19 Oktober 2016 pukul 20:33. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47777/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 19 Oktober 2016 pukul 20:38.
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri