You are on page 1of 31

APPENDIKSITIS AKUT

DISUSUN : AGUS KARYANTO


DEFENISI
Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks
dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang
paling sering ditemui (Mansjoer et al, 2000) . Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Apendisitis perforasi terjadi ketika sekresi mukus terus
berlanjut, dan tekanan dalam ruang appendiks terus
meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, bakteri menembus dinding apendiks, lalu
arteri terganggu dann terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene dan pecahnya dinding
apendiks yang telah rapuh. (Yucel et al, 2012)
ETIOLOGI

Apendisitis akut disebabkan oleh proses


radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan
oleh fekalit, parasit dan cacing.

Photograph of the operative specimen with the scalpel pointing to the fecalith protruding from the
lumen of the appendix Sumber: Sanda et al (2011) Perforated appendicitis in a septuagenarian.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor
patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli,
Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-
bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya
malformasi yang herediter dari organ apendiks
yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak
baik dan letaknya yang memudahkan terjadi
apendisitis
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan
pola makanan sehari-hari
Adapun Penyebab terjadinya perforasi menurut
Baretto et al (2010) adalah:
Lambatnya diagnosis dan penentuan kebutuhan pembedahan
(penundaan pembedahan karena dianggap tidak memiliki
komplikasi)
Pada pria, tingginya resiko terjadi appendicular faecoliths and
calculi meningkatkan resiko apendisitis perforasi
Perubahan kekuatan dinding kolon termasuk dinding appendix
seiring bertambahnya usia menjadi penyebab tingginya kejadian
apendisitis perforasi pada lansia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Penfold et al (2008) pada
anak usia 2 20 tahun, penundaan terapi selama 12-20 jam atau
bahkan 48 jam menjadi faktor penyebab terjadinya apendisitis
perforasi pada penderita apendisitis akut.
Pada sebuah laporan kasus oleh Chen et al (2011) didapatkan
bahwa salah satu penyebab apendisitis akut yang kemudian
menjadi apendisitis perforasi adalah tumor jinak pada apendiks
dan menyebabkan obstruksi lumen dan merangsang produksi
mucus pada apendiks hingga terjadi rupture dinding apendiks.
Meski demikian, tumor jinak apada apendiks sangat jarang
ditemukan.
PATOFISIOLOGI
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang
disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa
faktor pencetus, kemungkinan oleh fekalit (massa keras
dari feses), tumor atau benda asing Obstruksi pada lumen
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat.
Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora
kuman di kolon mengakibatkan sembelit, Hal ini menjadi
pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari
apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit, yang
meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi
oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat
pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas
normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa
dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi (Corwin,2000 ; Guyton & Hall,
2006).
Pada anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang menjadi kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan
pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinis dari appendisitis yaitu :
Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam,
mual, dan sering kali muntah.
Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara
umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan
setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian
bawah otot rectum kanan.
Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks
mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan
konstipasi atau diare
Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi
kuadran kiri bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran
kanan bawah)
Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi
lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus
paralitik dan kondisi memburuk.
KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks
Infeksi luka post operatif terutama pada operasi open
apendektomi yang memungkinkan terjadinya
kontaminasi dinding abdomen terhadap bagian
apendiks yang mengalami inflamasi selama prosedur
(Yagmurlu,et al, 2006).
Intraabdominal abses
Obstruksi intestinal
Septicemia
Peritonitis
Pylephlebitis, a septic thrombophlebitis of the portal
vein
Enterocutaneous fistulae
Fever
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis


didasarkan atas anamnesa ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lainnya.
A. Gejala appendicitis ditegakkan dengan
anamnesa, ada 4 hal yang penting adalah :

Nyeri mula mula di epeigastrium (nyeri visceral)


yang beberapa waktu kemudian menjalar keperut
kanan bawah.
Muntah oleh karena nyeri visceral
Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu
makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan di perut terasa nyeri.
B. Pemeriksaan yang lain
1.Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh
perut,tetapi paling terasa nyeri pada titik Mc Burney.
2.Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3. Tanda rovsing (+)
Melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
4. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan.
Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas
mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri
Pemeriksaan Laboratorium
1. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang pada
appendicitis akut dan perforasi akan terjadi
leukositosis yang lebih tinggi lagi.
2. Hb (hemoglobin) nampak normal
3. Laju endap darah (LED) meningkat pada
keadaan appendicitis infiltrat
4. Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi
pada ginjal
Pemeriksaan Radiologi
Foto tidak dapat menolong untuk
menegakkan diagnose appendicitis akut,
kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang
kala dapat ditemukan gambaran sebagai
berikut :
Adanya sedikit fluid level disebabkan
karena adanya udara dan cairan
Kadang ada fekolit (sumbatan)
Pada keadaan perforasi ditemukan
adanya udara bebas dalam diafragma
PENATALAKSANAAN
a) Perawatan prabedah perhatikan tanda tanda khas dari nyeri:
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri
tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif,
nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat
tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai
diberikan, obat obatan seperti laksatif dan antibiotik harus
dihindari jika mungkin.

b) Terapi bedah :
Appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan
setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting. Bisa
dengan open appendectomy, laparaskopi, atau midline laparatomy.

c)Terapi antibiotik,
Terapi antibiotic ini diberikan tetapi anti intravena harus diberikan
selama 5 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
Sirkulasi
Tanda: Takikardi
Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awal awitan, Diare,
penurunan bising usus atau bahkan peristaltik
dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri
lepas, kekakuan.
Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia , mual, muntah
Nyeri / kenyamanan

Gejala :Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan


umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi
pada titik McBurney (setengah jarak antara umbilicus
dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-
tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks

Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring kesamping


atau telentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya
nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak.

Keamanan : Demam > 38,00C


Pernapasan :Takipnea, pernapasan dangkal.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan penekanan ujung-ujung saraf,


pelepasan mediator kimia (histamine, bradikinin,
prostaglandin), distensi jaringan usus oleh inflamasi
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan
muntah, mual, pembatasan makanan dan cairan, kadang-
kadang diare
4. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan perforasi
atau ruptur appendiks, peritonitis, pembentukan abses
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Fisiologis :
Demam, mual, posisi, nyeri.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Nyeri akut berhubungan dengan:
kerusakan jaringan
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Nyeri berhubungan dengan penekanan ujung-ujung saraf,
pelepasan mediator kimia (histamine, bradikinin,
prostaglandin), distensi jaringan usus oleh inflamasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
INTERVENSI
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi


Hipertermia
Berhubungan dengan :
penyakit/ trauma
dehidrasi

DO/DS:
kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
serangan atau konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
Kulit teraba panas/ hangat

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC:
Thermoregulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:
Suhu 36 37C
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

INTERVENSI
NIC :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola Antibiotik:..
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan
muntah, mual, pembatasan makanan dan cairan,
kadang-kadang diare
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Resiko Defisit Volume Cairan

Berhubungan dengan:
Kehilangan volume cairan secara aktif

DS :
Haus

DO:
Penurunan turgor kulit/lidah

Membran mukosa/kulit kering

Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan

nadi
Pengisian vena menurun

Perubahan status mental

Konsentrasi urine meningkat

Temperatur tubuh meningkat

Kehilangan berat badan secara tiba-tiba

Penurunan urine output

HMT meningkat

Kelemahan
Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan perforasi atau
ruptur appendiks, peritonitis, pembentukan abses

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi


Risiko penyebaran infeksi

Faktor-faktor risiko :
Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
Peningkatan paparan lingkungan patogen
Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma
jaringan, gangguan peristaltik)
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

INTERVENSI
NIC :
Pertahankan teknik aseptif

Batasi pengunjung bila perlu

Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

Tingkatkan intake nutrisi

Berikan terapi antibiotik:.................................

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

Pertahankan teknik isolasi k/p

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

Monitor adanya luka

Dorong masukan cairan

Dorong istirahat

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Gangguan pola tidur berhubungan dengan


Fisiologis : Demam, mual, posisi, nyeri
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
Fisiologis : Demam, mual, posisi, nyeri.
DS:
Bangun lebih awal/lebih lambat
Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur
DO :
Penurunan kemempuan fungsi
Penurunan proporsi tidur REM
Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur.
Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur
Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC:
Anxiety Control
Comfort Level
Pain Level
Rest : Extent and Pattern
Sleep : Extent ang Pattern

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . gangguan pola tidur pasien

teratasi dengan kriteria hasil:


Jumlah jam tidur dalam batas normal
Pola tidur,kualitas dalam batas normal
Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat
Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur

INTERVENSI
NIC :
Sleep Enhancement
Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)
Ciptakan lingkungan yang nyaman
Kolaburasi pemberian obat tidur

DAFTAR PUSTAKA
Baretto,et al. (2010). Indian Journal of Medical Sciences, Vol. 64. Acute Perforated Appendicitis:
An Analysis Of Risk Factors To Guide Surgical Decision Making. <
http://content.ebscohost.com/pdf 1821/ pdf/2010/IJM/01Feb10/4949718.pdf >
Chen,YG et al. (2011). BMC Gastroenterology vol 11 (35). Perforated acute appendicitis resulting

from appendiceal villous adenoma presenting with small bowel obstruction: a case report
<http://www.biomedcentral.com/1471-230X/11/35>
Corwin, Elizabeth. ( 2001). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. (2006). Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi: 9. Jakarta: EGC.

Levin, T. (2007). Pediatric Radiologi Journal vol 37. Nonoperative management of perforated

appendicitis in children: can CT predict outcome? <http://Springer Science+Business Media,


Inc.com>
Masjoer, A., dkk., (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Penfold et al (2008). International Journal of Health Geographics vol 7:56. Geographic disparities

in the risk of perforated appendicitis among children in Ohio: 20012003(


http://creativecommons.org/licenses/by/2.0 ),
Sanda,RB et al. (2011). Annals of African Medicine Vol. 10 (3). Perforated appendicitis in a

septuagenarian. www.annalsafrmed.org
Yagmurlu,A et al (2006). Surgical Endoscopy vol (20). Laparoscopic appendectomy for perforated

appendicitis: a comparison with open appendectomy.: <http://Springer Science+Business Media,


Inc.com>
Yazkan, R & Han,S . (2010). Tberkloz ve Toraks Dergisi vol. 58 (3). Pathophysiology, clinical

evaluation and treatment options of spontaneous pneumothorax.


Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic, Kriteria

Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.


TERIMA KASIH

You might also like