You are on page 1of 27

PERDARAHAN SALURAN CERNA

BAGIAN ATAS

Noviana Rahmawati
Dokter Internsip
RSUD Simo Boyolali
Perdarahan Saluran Cerna
Salah satu kegawatdaruratan medis yang
paling umum dijumpai 1 perhatian khusus
dalam bidang gastroenterologi karena keluhan
dapat ringan hingga fatal2

1. Djojoningrat D. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. 5th ed.


2. Bestari MB. Endoscopic Therapy in the Management of Non Variceal Bleeding. Makalah Simposium Indonesian Digestive Disease Week.
2013
Klasifikasi Perdarahan Saluran
Cerna
Berdasarkan lokasi: ligamentum Treitz
Proksimal PSC Atas , Distal PSC Bawah
Manifestasi Klinis

1. Djojoningrat D. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 288-89
2. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrisons Princ Intern
Med. 18th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
Perdarahan Saluran Cerna
Atas
DEFINISI
Perdarahan yang berasal dari
organ traktus
gastrointestinalis yang
terletak proksimal dari
Ligamentum Treitz
Perdarahan Saluran Cerna
Atas
Etiologi di Amerika Serikat dan Eropa :
Tukak peptik akibat penggunaan obat anti-
inflamasi non steroid (50-79%)
Pecahnya varises esofagus (7-20%).
Etiologi di Indonesia :
Varises esofagus ( 70-75%)
Perdarahan tukak peptik, gastritis erosiva,
gastropati hipertensi portal, esofagitis,
tumor, dan angiodisplasia. 3

1. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 291-95
2. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrisons Princ Intern
Med. 18th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
ETIOLOGI
Ulkus peptikum (35-62%)
Varises esofagus (4-31%)
Sindrom Mallory-Weiss tear (4-13%)
Gastritis erosif (3-11%)
Varises lambung
Kanker lambung (1-4%)
Lesi vaskuler
Esofagitis
Angiodisplasia
Gastropati kongestif
PATOFISIOLOGI
ULKUS PEPTIKUM
Gangguan keseimbangan antara faktor asam dan
pepsin (mukus, bikarbonat, aliran darah) mukosa
dinding lambung melemah pecah perdarahan
Infeksi kuman Helicobacter Pylori peradangan
langsung pada mukosa lambung dan duodenum
produksi asam berlebih membebani lapisan mukosa
lambung
Obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSAID),
misalnya aspirin, ibuprofen, naproxen, dan diklofenak
Konsumsi dalam jangka waktu yang panjang
merusak lapisan mukosa ulkus peptikum
PATOFISIOLOGI
VARISES ESOFAGUS
Obstruksi sistem vena portal
tekanan portal meningkat
pelebaran pembuluh darah di
anastomosis varises esofagus
dinding varises pecah perdarahan
Varises Esofagus
PATOFISIOLOGI
MALLORY-WEISS TEAR
Kenaikan tekanan intragastrik
yang tiba-tiba atau prolaps
lambung ke esofagus timbul
laserasi longitudinal di mukosa
lambung maupun esofagus
sumber perdarahan
Mallory-Weiss tear
ANAMNESIS
Hematemesis (muntah darah), muntah berwarna
coffee ground dan melena (tinja seperti aspal/tar).
Pasien dengan hematoskezia dan disertai tanda
gangguan hemodinamik (sinkop, hipotensi
postural, takikardia dan syok) harus dicurigai PSCA.
Tanda dan gejala nonspesifik (nausea, vomitus,
nyeri epigastrik, fenomena vasovagal dan sinkop)
Penyakit komorbid dan riwayat penggunaan obat-
obatan NSAID harus diketahui.
Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya
hematemesis sangat mendukung kemungkinan
adanya sindroma Mallory Weiss.
PEMERIKSAAN FISIK
Penilaian hemodinamik

Evaluasi jumlah perdarahan.

Stigmata penyakit hati kronis (ikterus,spider nevi,

asites, splenomegali, eritema palmaris, edema


tungkai, dll)
Rectal toucher (warna feses)

Aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).


DIAGNOSIS
Upper endoskopi
Push Enteroskopi
Angiografi/Arteriografi
Blood Flow Scientigraphy
(Nuclear Scientigraphy)
Operasi Laparatomi Eksplorasi
PSCA Varises Esofagus
Salah satu komplikasi yang banyak ditemui pada pasien
dengan gangguan hati, terutama sirosis hati.
25-35% pasien sirosis hati varises esofagus sehingga
akhirnya rentan terhadap pecahnya varises.

Faktor-faktor pecahnya varises esofagus :


(1) tekanan dalam varises (3) ukuran varises
(2) tekanan di dinding varises (4) beratnya penyakit hati.

2 aspek utama diagnosis varises esofagus :


Tanda perdarahan saluran cerna atas berupa hematemesis,
hematokezia (pada perdarahan masif), melena, penurunan
tekanan darah, anemia.
Tanda-tanda sirosis hati,

Kusumobroto H. Penatalaksanaan Perdarahan Varises Esofagus. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 222-26
PSCA Nonvarises
Ulkus peptikum nyeri khas setelah
makan
Gastritis erosiva riwayat penggunaan
OAINS
Gastropati hipertensi porta
Keganasan

Diagnosis kerja pada PSCA pemeriksaan


endoskopi gastrointestinal selalu dilakukan.

1. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 291-95
2. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrisons Princ Intern
Med. 18th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
Diagnosis dan
Tatalaksana
Pemeriksaan awal (primary survey) :
Kesadaran, TD dan nadi saat berbaring,
perubahan ortostatik, akral dingin, nafas,
produksi urin.
Stabilisasi hemodinamik :
Cairan kristaloid dan pemasangan CVP
Pemeriksaan lanjutan : anamnesis,
pemeriksaan fisik
Klasifikasi perdarahan saluran cerna atas
atau bawah
Tata laksana berdasarkan diagnosis kerja
1. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 291-95
2. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrisons Princ Intern
Med. 18th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
Tata Laksana

1. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrisons Princ Intern
Med. 18th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
Tata Laksana
Terapi Non-Endoskopis
Mekanis
Kumbah lambung membilas lambung dengan memasukan air suhu
kamar Distensi lambung yang akhirnya memperbaiki proses hemostatik.
Balon Tamponade ( Sengstaken-Blakemore Tube)
Medikamentosa
Vitamin K perdarahan pada penyakit hati kronis
Somatostatin dan analog (Octreotide) lebih spesifik dibanding vasopressin
Golongan vasopresin efek vasokonstrikisi terhadap arteri splanknik
Terapi Endoskopis
contact thermal : energi panas elektrokoagulasi
non-contact thermall : laser
non-thermal : ligasi, suntikan adrenalin, sklerosan (alkohol,
polidokanol)

Ligasi varises pada bagian distal dekat dengan cardia dilakukan


secara spiral setiap 1-2 cm 3,4,5

1. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 291-95
2. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrisons Princ Intern
Med. 18th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
PENATALAKSANAAN
NON ENDOSKOPIS
Stabilisasi keadaan umum
Vitamin K 1 mg/kgBB/i.m. (maks. 10 mg) bila ada
koagulopati
Tranfusi bila diperlukan
Pembilasan lambung : Dilakukan melalui NGT dengan 50-
100 ml NaCl 0,9% berulang kali tiap 1-3 jam tergantung
perdarahannya sampai cairan lambung sebersih mungkin.
Bolus vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit, dan
dapat diulang tiap 3-6 jam. Atau setelah pemberian
pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit.
Untuk menurunkan aliran darah splanknik dapat diberikan
bolus Somatostatin 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250
mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti.
PENATALAKSANAAN
Bila ada ulkus peptikum dan erosif pada
mukosa :
Omeprazole 80 mg/iv, kemudian dilanjutkan per
infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam.
Antasida diberikan tiap 1-2 jam dengan dosis 0,5
ml/kgBB/dosis (maks. 30 ml/dosis) untuk
mempertahankan pH > 5 H2 reseptor antagonis
Simetidin : 7,5 ml/kgBB tiap 6 jam atau Ranitidin :
1,25-2 mg/kgBB tiap 12 jam
Bila ada varises esofagus Pemasangan
Sengstaken-Blackmore tube (SB-tube) untuk
menghentikan perdarahan
PENATALAKSANAAN
ENDOSKOPIS
Contact thermal (monopolar atau bipolar
elektrokoagulasi, heater probe)
Noncontact thermal (laser)
Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin,
polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau
pemakaian klip)
PENATALAKSANAAN
TERAPI RADIOLOGI
Penyuntikan vasopressin
Embolisasi arterial
TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic
Shunt)

PEMBEDAHAN
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik
Gagal ginjal akut
Infeksi
Reaksi tranfusi
Perforasi abdomen
Aspirasi pneumonia
Sindrom hepatorenal koma hepatikum
Anemia karena perdarahan
TERIMA KASIH

You might also like