Jimmy MARSELINO CRISTIAN (024866511) ZulKiflly (024864177) Chandra Bayu Kristian (024862933) PENGERTIAN TANAH Penatagunaan Tanah Tanah dipaki dalam berbagai arti, maka dalam penggunaannya perlu mengetahui batasan dari pada tanah, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Tanah dalam arti yuridis, menurut undang-undang pokok agrarian (UUPA) pasal 4 disebutkan, bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang. 1. Asas penatagunaan tanah Asas penatagunaan tanah sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 meliputi : a. Ketrpaduan adalah bahwa penatagunaan tanah dilakukan untuk mengharmonisasikan penguasaa, penggunaan dan pemanaatan. b. Berdayaguna dan berhasil guna adalah bahwa penatagunaan tanah harus dapat mewujudkan peningkatan nilai tanah yang sesuai dengan fungsi ruang. c. Serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penatagunaan tanah menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing pemegang ha katas tanah atau kuasanya sehingga meminimalkan benturan kepentingan antara penggunaan atau pemanfaatan tanah. d. Berkelanjutan, adalah bahwa penggunaan tanah menjamin kelestarian fungsi tanah demi memperhatikan kepentingan antara generasi. e. Keterbukaan, adalah bahwa penatagunaan tanah dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. f. Persamaan, keadilan dan perlindungan hukum adalah bahwa dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah tidak mengakibatkan diskriminasi antara pemilik tanah sehingga ada perlindungan hukum dalam menggunakan pemanfaatan tanah. 2. Tujuan penata gunaan tanah Tujuan penatagunaan tanah sebagai mana dimaksud pada pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 adalah : a. Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah. b. Penatagunaan tanah sebagai mana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kegiatan dibidang pertanahan dikawasan lindung dan kawasan budidaya. Penatagunaan tanah sebagai mana dimaksud pada Ayat (1) diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Dasar dan sumber hukum utama pengaturan penggunaan tanah terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA, yakni dalam pasal 2, 13, 14, dan 15. Kebijakan penggunaan tanah yang diatur dalam UU tersebut secara garis besar merupakan kekuasaan dari Negara untuk mengatur dan menyelenggarakan penggunaan dan pemeliharaan bumi, air termasuk ruang angkasa sebagai upaya untuk meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat serta menjamin bagi setiap warga Negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, bagi diri sendiri, maupun keluarganya. Penggunaan tanah menurut UUPA diprioritaskan untuk keperluan Negara, pribadatan, keperluan social, kebudayaan, memperkembangkan produksi pertanian, peternakan, perikanan, industry, transmigrasi, dan pertambangan. Dalam upaya untuk mewujudkan misi penggunaan tanah sebagai mana terkandung dalam UUPA, pemerintah kemudian mengeluarkan berbagai peraturan yang merupakan oprasionalisasi dari ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam UUPA. Peraturan yang berkaitan secara langsung diantaranya :
1. UU No. 26 Tahun 2007 tentang 2. PP No. 16 Tahun 2004 tentang
Penataan Ruangan Penatagunaan Tanah Menurut keputusan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 1981, tugas dan fungsi Tata Guna Tanah dilaksanakan oleh Direktorat Tata Guna Tanah, sebagai pelaksanaan sebagian tugas pokok Direktorat Jendral Agraria dibidang Tata Guna Tanah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Jendral Agraria (Pasal 853 Kepmendagri No. 72 Tahun 1981). Pada dasarnya wewenang pelaksanaan tugas pokok tata guna tanah berada pada Direktorat Tata Guna Tanah sedangkan didaerah-daerah hanya bersifat pengumpulan dan pengolahan data penggunaan tanah. Sedangkan pelaksanaan pemberian fatwa tata guna tanah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1978 tentang Fatwa Tata Guna Tanah. Dasar hukum konsolidasi tanah terdapat dalam Pasal 14 UUPA tentang kewajiban untuk menyusun suatu rencana mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah pada tingkat nasiona, regional, dan local. Peraturan pelaksanaannya terdapat dalam Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 yang mengatur tentang Konsolidasi Tanah sebagai pengganti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 590/5648/Agr tanggal 9 Oktober 1985 dan No. 592/6365/Agr tanggal 22 Desember 1986. Dalam Pasal 1 Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan peningkatan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi rakyat. Konsolidasi tanah mempunyai arti sosial positif karena setiap pemilik tanah yang turut serta, baik pemilik tanah luas maupun pemilik tanah sempit diwajibkan memberikan sebagian dari luas tanah sebagai sumbangan pematangan tanah dan persediaan prasarana lingkungan. Dari segi ekonomi, dengan diadakan pembangunan melalui konsolidasi tanah, beban pemerintahan dalam pembiayaan menjadi kecil sebab pembiayaan diharapkan dilakukan oleh para pemilik tanah yaitu dari pajak sebagai kompensasi kenaikan harga tanah akibat konsolidasi dan penjualan tanah sebagai kontribusi dari para pemilik tanah. Sedangkan bagi daerah pedesaan, konsolidasi tanah bermanfaat untuk menata kembali daerah- daerah pertanian sehingga menjadi daerah yang lurus- lurus perbatasannya dan dalam bentuk yang sama. Dalam melaksanakan tugas tata guna tanah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 14 dan 15 UUPA dan penyesuaian dengan ketntuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Penyelenggaraan Penatagunaan Tanah sebagai mana diatur dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 meliputi kegiatan: 1. Pelaksanaan inventaris penguasaa, penggunaan dan pemanfaatan tanah. 2. Penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan. 3. Penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam rangka pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, Pemerintah Kabupaten/Kota menerbitkan Pedoman Teknis. Dalam melaksanakan tugas tata guna tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan 15 UUPA serta fungsi-fungsi tata guna tanah dimaksud dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri, maka yang menjadi tugas pokok tata guna tanah adalah pengaturan persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah (termasuk kemampuannya). 1. Pemberian fatwa tata guna tanah (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1978). 2. Data penggunaan tanah. 3. Penyusunan Rencana Tata Guna Tanah Kabupaten/Kota. 1. Pasal 3 ayat (3) UUD 1945, dimana dalam pasal tersebut terkandung prinsip-prinsip sebagai berikut : Bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh Negara. Bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia harus menggunakan BARA + K tersebut untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa hubungan antara Negara dengan BARA + K merupakan hubungan menguasai. 2. Sebagai pelaksanaan dari pasal 33 ayat (3) UUD 45 adalah pasal 14 dan 15 UUPA pasal 14 menentukan agar pemerintah membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan BARA + K untuk kepentingan- kepentingan yang bersifat politisi, ekonomis, sosial dan keagamaan. Dalam poin 8 dinyatakan bahwa : Akhirnya untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara diatas dalam bidang agrarian perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan, pengunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk keperluan berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana umum (National Planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya planning itu maka pengunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat. 3. No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. 4. UU No. 4 Tahun 1982 tentang Pengolaan Lingkungan Hidup. 5. UU No. 38 Prp Tahun 1960 jo UU No. 20 Tahun 1964 tentang Penggunaan dan Penetapan luas tanah untuk tanaman-tanaman tertentu. Mengenai penertiban/pemanfaatan. 6. UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau kuasanya. 7. Instruksi Mendagri No. 2 Tahun 1982 tertanggal 30. 8. Keputusan Mendagri No. 268 Tahun 1982 tertanggal 17 Januari 1982 Mengenai Fatwa tata guna tanah diatur dalam Peraturan Mendagri No. 3 Tahun 1972 jo No.6 Tahun 1986. 9. PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.