You are on page 1of 32

KERATITIS VIRAL

Pembimbing : dr. M Ikhsan , Sp.M


Oleh : Agnesia Feronika (G1A215062) Insert LOGO
ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts
PENDAHULUAN

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan


mata salah satu penyebab utama kebutaan

Kornea merupakan media refrakta, membran pelindung dan jendela


cahaya kerusakan kornea gangguan penglihatan

Keratitis kelainan kornea paling sering ditemukan, dapat


disebabkan berbagai faktor : bakteri, virus, jamur, alergi.
Keterlambatan diagnosis kerusakan yang luas kebutaan
TINJAUAN PUSTAKA

1. Membiaskan cahaya yang paling kuat dibanding sistem optik retaktif lainnya.
2. Untuk penglihatan yang tajam kornea harus jernih, halus dan (+) kelengkunga
n yang tepat
SIFAT KORNEA

Avaskular transaparan dan deturgescence


Kontribusi 74 % (43,25 D) dari total dioptri
Nutrisi : difusi glukosa dari Aquos Humor dan O2 dari lap
isan air mata
(+) densitas saraf terbanyak, sensitifitasnya 100x dibanding
konjungtuva
Sangat sensitive karena banyak serabut sensorik
Permukaan kornea dibentuk oleh epitel skuamosa non ke
ratin yang dapat meregenerasi dengan cepat bila terjadi ker
usakan
KERATITIS

Keratitis ialah peradangan pada kornea, pada salah satu /lebih dari keli
ma lapisan kornea. Gejala patognomik (+) infiltrat di kornea.

Keratitis kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun.

Mata akan tampak merah akibat injeksi pembuluh darah perikorneal

yang dalam atau injeksi siliar.2,3

Peradangan yang dalam pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang


dapat berupa nebula, makula, dan leukoma:1,3
EPIDEMIOLOGI

Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar a


ntara 5,9-20,7 per 100.000 orang/ tahun.

Faktor predisposisi terjadinya keratitis : trauma, pemakaian


lensa kontak (berlebihan) dan perawatan lensa kontak yan
g buruk,, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan t
ubuh yang menurun, serta higienis dan nutrisiyang tidak b
aik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.7,8
MANIFESTASI KLINIS

Infiltrat dapat ada di segala lapisan kornea, dan meneta


pkan diagnosis dan pengobatan keratitis.
Tanda subyektif: fotofobia, lakrimasi, blefarospasme dan
gangguan visus.
Tanda Objektif:
Injeksi perikornea di limbus dan edema kornea.3,4
KLASIFIKASI (CAUSA)

BAKTERI

IDIOPATIK JAMUR

DEF.VIT.A VIRUS

ALERGI
Klasifikasi (tempatnya)
Keratitis Superficial Keratitis Profunda
1. Ulseratif 1. Ulseratif
a. Keratitis pungtata superfisial ulserativa a. Keratitis et lagoftalmus
b. Keratitis flikten b. Keratitis neuroparalitik
c. Keratitis herpetika c. Xeroftalmia
d. Keratitis sicca d. Trakoma dengan infeksi sekunder
e. Keratitis rosasea e. Keratitis gonore
f. Ulkus serpens akut
2. Non-ulseratif g. Ulkus serpens kronis
a. Keratitis pungtata suferfisial Fuchs h. Ulkus ateromatosis
b. Keratitis numularis Dimmer 2. Non-ulseratif
c. Keratitis disiformis Westhoff a. Keratitis interstitial
d. Keratokonjungtivitis epidemika b. Keratitis pustuliformis profunda
c. Keratiis disiformis
d. Keratitis sklerotikans
KERATITIS VIRAL (HSV & H.Zoster)

EPITHELIAL DENDRITIK
KERATITIS

HSV
STROMAL DISKIFORMIS

Penyebab ulkus kornea paling sering dan penyebab kebutaan kornea

Kebanyakan infeksi HSV : disebabkan oleh HSV tipe 1 (herpes labialis) dan
HSV tipe 2 (herpes genitalis). Lesi korneanya tidak dapat dibedakan.

Virus ini menetap secara laten di ganglion trigeminum.


KERATITIS HERPETIK
INFEKSI PRIMER INFEKSI SEKUNDER

(-) Ab HSV (+) Ab HSV


usia 6 bulan 6 tahun Kelainan epitel :
(+/-) gejala. ulkus dendritikus,
(+) sembuh sendiri / infeksi Ulkus geografik
laten, yang dapat kambuh jika
keratitis interstitialis
(+) trigger mechanisem
keratitis disiformis
seperti demam, terkena sinar
ultraviolet, sinar matahari, uveitis
stress psychis
Recurrent Infection
Temuan klinis
Gejala : iritasi, fotofobia, mata berair, gangguan penglihatan jika meng
enai kornea central.

Lesi. Gambaran yang khas : lesi dendritik di epitel kornea, (+) percaba
ngan linear khas dengan tepian kabur, memiliki bulbus terminalis pada
ujungnya.4 Akan tetapi ada juga bentuk lain yaitu bentuk ulserasi geog
rafik yaitu sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya
berbentuk lebih lebar.5
Diagnosis

Pemeriksaan diagnosis yang biasa dilakukan adalah :

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Pemeriksaan slit-lamp (biomikroskop), penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar;


jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan yang terang.

Respons reflex kornea

Goresan ulkus untuk analisis dan kultur

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi, dapat memperjelas lesi epitel superficial yang
tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas
Diagnosa Banding

Herpes simplex virus (HSV) epithelial ker


atitis
Recurrent epithelial erosion
Corneal abrasion
Acanthamoeba keratitis
Penatalaksanaan
Mengatasi
Memperbaiki
Komplikasi
Tajam Penglihatan

Menekan
Peradangan Mempercepat
penyembuhan
defek epitel

Eradikasi Penyebab Keratitis

Evaluasi keadaan klinis keratitis meliputi:


Nyeri, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus
dan luasnya infiltrat.
TATALAKSANA

1. Debridement
2. Terapi Farmakologi
3. Terapi Bedah
4. Kauterisasi
5. Pengendalian mekanisme pemicu yang
mereaktivasi infeksi HSV
PROGNOSIS

Bila diobati sedini dini mungkin dengan pengobatan adekuat maka


prognosis akan baik.

Tetapi dapat kambuh kembali jika terdapat mekanisme trigger.

Antibiotik yang terbentuk didalam badan tidak mencegah timbulny


a kekambuhan , hanya mengubah manifestasi di kulit dan konjungt
iva tetapi tidak yang dikornea.

Tidak ada obat yang dapat mematikan virus secara tuntas sehingga
kekambuhan dapat terjadi berulang-ulang. 10
Keratitis Herpes Zoster

Primer Manifestasi mata ( jarang)


(Varicella)

Sekunder Relatif dijumpai manifestasi pada


(H.Zoster) mata

Etiologi : V. Herpes zoster yang menyerang ganglion Gass


eri dan melalui ramus oftalmikus timbul kelaianan kulit fr
ontal dan hidung dimana terdapat vesikel di kulit mata, k
adang-kadang di palpebra unilateral. Mengenai stroma d
an uvea anterior sejak awal terjadinya.
HSV kelainan kulit terjadi bilateral dan umumnya hany
a mengenai epitel.
Pada kornea tampak infiltrat yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea. Infiltrat
ini dapat mengalami ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltratini ini dapat me
mbentuk keratitis disiformis.

Hal ini berbeda dengan keratitis disiformis pada herpes simplek yang letaknya didalam str
oma. Kadang-kadang tampak edema kornea disertai lipatan-lipatan dari membrane desch
ment. Keratitis ini dapat sembuh dalam beberapa minggu, tetapi anesthesia dari kornea
dapat belangsung lama, sehingga mata dapat mudah terkena trauma, tanpa disadari pend
erita dan menimbulkan keratitis neuroparalitika. Kadang-kadang timbul penyulit : iridosikli
tis, gloukoma, neuritis optika, skleritis, parase atau paralisis otot-otot muka ( jarang).
Herpes zoster oftalmikus

Definisi
Infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian gang
lion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang o
ftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang ditandai dengan er
upsi herpetik unilateral pada kulit.1
Insidensi
Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi duni
a dan 10 % diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus.
2
Manifestasi klinik

Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah meng


alami penyakit varisela beberapa waktu sebelumnya.

Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri yang b


iasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi r
asa nyeri ini kadang-kadang dapat berlangung berbulan
-bulan bahkan bertahun-tahun.
Subyektif : rasa nyeri serta edema kulit yang tampak kemerahan p
ada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai denga
n vesikel.
Obyektif tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang
oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewa
ti garis median. Rima palpebra tampak menyempit bila kelopak at
as mata mengalami pembengkakan. Bila cabang nasosiliar nervus
trigeminus yang terkena , maka erupsi kulit terjadi pada daerah hi
dung dan rima palpebra biasanya tertutup rapat.
Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena maka timbul lakrimasi
, mata silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang parah.

Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang te


rsebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan strom.

Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapt menimbulkan
iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder.

Komplikasi lain adalah paresis otot penggerak mata serta neurirtis optic
. 2,4,5
Diagnosis banding
Diagnosis banding herpes zoster oftalmikus antara lain
bells palsy, luka bakar, episkliritis, erosi kornea persisten
pada herpes simpleks.2
Penegakan diagnosis
(+) riwayat menderita cacar air,
Manifestasi nyeri dan gambaran ruam kulit seperti vesik
el dengan karakteristik distribusi sesuai dermatom.
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan Tzanck / Multinuc
leated Giant Epithelial cells/ Pap Smear/ Immune detecti
on/ Elisa, PCR
TATALAKSANA
Acyclovir salep mata 3% 5 x1 dan acyclovir tablet 800mg 5 x1 (10-14
hari) atau valacyclovir 1 g (3x1) selama 7-10 hari.

Sedative, analgetik jika sakit.

Obat-obat neurotropik, seperti neurobion peroral atau parenteral kare


na yang diserang saraf.

Local diberi sulfas atropine 1% 3 x1 (satu tts)

Salep antibiotic atau tetes ataupun injeksi subkonjungtiva untuk menc


egah infeksi sekunder.

Isoprenosin obat globulin imun, diberikan setiap 2 -3 jam satu tablet.

Kalau sudah sembuh mata harus dilindungi terus dengan kacamata k


arena masih sensitive. 10
Prognosis
Prognosis quo ad vitam : bonam.

Prognosis quo ad fungsionam : dubia ad bonam tergantung jenis keratitis dan lesi
pada keratitis apakah superficial atau berlanjut hingga menjadi ulkus kornea. Jik
a telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka prognosis fungsionam a
kan semakin buruk. Hal ini terjadi akibat :

tatalaksana sebelumnya kurang adekuat

kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan

terdapat penyakit sistemik lain

mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar, misal
nya karena sinar matahari ataupun debu.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and cornea. San Fransisco.
2008-2009. Hal 179-90
2. Biswell R, MD. Kornea. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan P, ed. Oftalmologi Umum . E
disi ke-17. Jakarta : EGC. 2009. Hal 125-49
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2011.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jaka
rta : Balai Penerbit FKUI; 2008. Hal. 1-3
5. Guyton A.Sifat Optik Mata dalam Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta. E
GC; 2007
6. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata Edisi kelima. Jakarta. 1989
7. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medi
cal Association; 144:1544-1549. Available at :http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/ser
vice/cornea/cornea.htm
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-Hill. 2002.
9. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S. M. Lai.New Treat
ments for Bacterial Keratitis. Department of Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Ho
ng Kong. 2012
10. Suhardjo. 1999. Penggunaan Asiklovir Oral pada Herpes Zoster Oftalmikus. Cermin Du
nia Kedokteran No.122; 36-38. Available at : http//cermin Dunia Kedokteran2.mht

You might also like