You are on page 1of 26

SARANA DAN PROSES

PRODUKSI
Ketentuan umum
Obat Obat Tradisional
Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya (1) Masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan,
mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat
sediaan farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. (2)
manfaat dan keamanannya. Ketentuan ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal
Pasal 99 ayat (2)) 101 ayat (1) dan (2))
Produsen
Obat Obat Tradisional
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat Pasal 3
diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh
usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan badan usaha yang telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Pasal 4 Ayat (1)


Ketentuan Pasal 3 tidak berlaku bagi Obat Tradisional yang
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Pasal 3) diproduksi perorangan.

Pasal 4 ayat (2)


Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi Obat tradisional oleh
perorangan diatur oleh Menteri

(PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi


dan Alat Kesehatan Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) dan (2))
Izin Produsen
Obat Obat Tradisional
Pasal 1 Ayat (3) Pasal 6 Ayat (1)
Industri Farmasi adalah badan usaha yang Setiap industri dan usaha di bidang Obat Tradisional wajib memiliki
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk izin dari Menteri.
melakukan kegiatan pembuatan Obat atau
Bahan Obat. Pasal 6 Ayat (2)
Kecuali usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan.
Pasal 4 Ayat 1
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib Pasal 8
memperoleh izin industri farmasi dari Drektur Menteri mendelegasikan kewenangan pemberian izin:
Jendral - Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Ekstrak Bahan Alam
(IEBA) oleh Direktur jendral;
(PMK No. 1799 Tahun 2010 Tentang Industri - Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) oleh Dinas Kesehatan Provinsi;
- Usaha Mikro Obat Tradisional oleh Dinas Kesehatan
Farmasi Pasal 1 ayat (3); Pasal 4 ayat (1)) Kabupaten/Kota.

(PMK No. 6 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
Pasal 6 ayat (1), (2); Pasal 8)
Badan Usaha Produksi
Obat Obat Tradisional
Pasal 2 Ayat (1) Pasal 2
Proses pembuatan Obat & Bahan Obat hanya dapat Obat tradisional hanya dapat dibuat oleh industri (IOT dan IEBA)
dilakukan oleh Industri Farmasi. dan usaha (UKOT; UMOT; Usaha Jamu Racikan; dan Usaha Jamu
Gendong) di bidang obat tradisional
Pasal 2 Ayat (2)
Selain Industri Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah Pasal 4
Sakit (IFRS) dapat melakukan proses pembuatan IOT & IEBA adalah PT atau koperasi;
obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan UKOT adalah badan usaha berizin sesuai dengan peraturan
kesehatan di RS bersangkutan. perundang-undangan;
UMOT adalah badan usaha perorangan berizin sesuai dengan
Pasal 5 Ayat(1) peraturan perundang-undangan.
Industri Farmasi berbadan usaha berupa PT.
(PMK No. 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat
(PMK No. 1799 Tahun 2010 Tentang Industri Tradisional Pasal 2, 4)
Farmasi Pasal 2 ayat (1), (2); Pasal 5 ayat (1))
Cara Proses Produksi
Obat Obat Tradisional
Harus dilakukan dengan cara produksi yang baik yang Harus dilakukan dengan cara produksi yang baik yang ditetapkan
ditetapkan oleh Menteri. oleh Menteri.
(PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan (PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
Farmasi dan Alkes Pasal 5 ayat (1) dan (2)) dan Alkes Pasal 5 ayat (1) dan (2))

Untuk rumah sakit: Pembuatan obat tradisional wajib memenuhi pedoman CPOTB
Instalasi farmasi rumah sakit harus memenuhi yang ditetapkan oleh Menteri.
persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat
CPOB (PMK No. 6 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat
(PMK No. 1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi) Tradisional Pasal 1 ddan Pasal 35)
(1) Industri di bidang obat tradisional wajib menerapkan Cara
Untuk Industri:
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
(1) Industri di bidang industri farmasi wajib
(2) penerapan CPOTB untuk industri kecil obat tradisional (IKOT)
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
diatur oleh Kepala Badan
(PKaBPOM HK.00.05.41.1384 BAB III Pasal 6 Ayat 1)
(PKaBPOM HK.00.05.41.1384 BAB III Pasal 6 Ayat 1 dan 2)
Kegiatan Proses Produksi
Obat Obat Tradisional
(1) Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses (1) IOT dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk: tradisional untuk:
a. Semua tahapan; dan/atau a. semua tahapan; dan/atau
b. Sebagian tahapan b. sebagian tahapan.

(2) untuk sebagian tahapan harus berdasarkan (2) untuk sebagian tahapan harus mendapat persetujuan dari
penelitian dan pengembangan yang menyangkut Kepala Badan.
produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. (PMK RI No. 006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat
Tradisional Pasal 3 ayat (1), (2), (3))
(3) Produk hasil penelitian dan pengembangan
dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan
oleh Industri Farmasi di Indonesia.

(PMK No. 1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi


Pasal 3 ayat (1), (2), (3))
Larangan Produksi
Obat Obat Tradisional
a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia
hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat;
b. obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata,
sediaan parenteral, supositoria (kecuali untuk wasir)
c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang
mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1%.

(PMK No. 6 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat


Tradisional Pasal 37)
Laporan Proses Produksi
Obat Obat Tradisional
(1) Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan (1) IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT wajib menyampaikan laporan
industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya: secara berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah
bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil
a. sekali dalam 6 (enam) bulan meliputi jumlah produksi.
dan nilai produksi setiap Obat atau Bahan Obat yang (2) IOT dan IEBA melapor ke Direktur Jendral dengan tembusan
dihasilkan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
b. sekali setahun (3) UKOT melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
(2) Laporan Disampaikan kepada Direktur Jendral dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
dengan tembusan kepada Kepala Badan. (4) UMOT melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan
(3) Laporan jenis a disampaikan maksimal pada 15 Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai
Januari dan 15 Juli. setempat.
(4) Laporan jenis b maksimal pada 15 Januari. (5) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Direktur
(5) Laporan bisa secara elektronik. Jendral.

(PMK No. 1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi (Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional BAB VI LAPORAN
Pasal 23) Pasal 42 ayat (1), (2), (3), (4), (5))
SDM
Sumber Daya UU No. 3 Tahun Pasal 16 Ayat 4
Manusia di 2014 Tentang Sumber daya manusia Industri meliputi:
Industri Perindustrian a. wirausaha Industri; b. tenaga kerja Industri; c. pembina Industri; dan d. konsultan Industri.

Tenaga Kerja UU No. 13 Definisi


Tahun 2003 Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
Tentang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Ketenagakerjaan

Kompetensi UU No. 13 Pasal 18


Tenaga Kerja Tahun 2003 (1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja
Tentang yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau tempat
Ketenagakerjaan kerja.
(2) Pengakuan kompetensi kerja dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja.
(3) Sertifikasi kompetensi kerja dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.
(4) Pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja dilakukan oleh badan nasional sertifikasi profesi yang
independen.
(5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang indepen diatur dengan Peraturan Pemerintah
Definisi Tenaga UU No. 36 Pasal 8
Kesehatan Tahun Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas: a. Tenaga Kesehatan; dan b. Asisten Tenaga Kesehatan.
2014
Tentang
Tenaga
Kesehatan

Kualifikasi UU No. 36 Kualifikasi Tenaga Kesehatan


Tenaga Tahun Pasal 9
Kesehatan 2014 (1) Tenaga Kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis.
Tentang (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Tenaga Kualifikasi Asisten Tenaga Kesehatan
Kesehatan Pasal 10
(1) Asisten Tenaga Kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan.
(2) Asisten Tenaga Kesehatan hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga Kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Asisten Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.

UU No. 36 Pasal 24
Tahun (1)Tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan,
2009 dan standar prosedur operasional.
tentang
Kesehatan
Pengelompokan UU No. 36 Pasal 11
Tenaga Kesehatan Tahun 2014 (1) a. tenaga medis; b. tenaga psikologi klinis; c. tenaga keperawatan; d. tenaga kebidanan; e. tenaga
Tentang kefarmasian; f. tenaga kesehatan masyarakat; g. tenaga kesehatan lingkungan; h. tenaga gizi; i. tenaga
Tenaga keterapian fisik; j. tenaga keteknisian medis; k. tenaga teknik biomedika; l. tenaga kesehatan tradisional;
Kesehatan dan m. tenaga kesehatan lain.

Pengembangan UU No. 36 Pasal 30


Tenaga Kesehatan Tahun 2014 (1) Pengembangan meningkatkan mutu dan karier Tenaga Kesehatan dan (2) dilakukan melalui
Tentang pendidikan dan pelatihan serta kesinambungan dalam menjalankan praktik. (3) Kepala daerah dan
Tenaga pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan yang sama
Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan dengan mempertimbangkan penilaian kinerja.

Pelatih Tenaga UU No. 36 Pasal 31


Kesehatan Tahun 2014 (1) Pelatihan Tenaga Kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
Tentang Masyarakat dan (2) harus memenuhi program pelatihan dan tenaga pelatih yang sesuai dengan Standar
Tenaga Profesi dan standar kompetensi serta diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pelatihan yang
Kesehatan terakreditasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggara pelatihan Tenaga Kesehatan, program dan tenaga pelatih diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Registrasi UU No. 36 Pasal 44
Tenaga Tahun 2014 (1) wajib memiliki STR yang (2) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan. (3)
Kesehatan Tentang Persyaratan meliputi: a. ijazah pendidikan di bidang kesehatan; b. Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. surat
Tenaga keterangan sehat fisik dan mental; d. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan e. membuat
Kesehatan pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. (4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.

Perizinan UU No. 36 Pasal 46


Tenaga Tahun 2014 (1) Pada bidang pelayanan wajib memiliki izin. (2) dalam bentuk SIP. (3) SIP diberikan oleh pemerintah daerah
Kesehatan Tentang kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kesehatan
Tenaga praktik. (4) Persyaratan SIP: a. STR yang masih berlaku; b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan c. tempat praktik. (5)
Kesehatan SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat dan (6) masih berlaku sepanjang: a. STR masih berlaku; dan b. tempat praktik
masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. (7) Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.

Penempatan UU No. 36 Pasal 23


Tenaga Tahun 2009 (1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
Kesehatan tentang Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan penempatan Tenaga Kesehatan setelah melalui proses seleksi. (2)
oleh Kesehatan Penempatan Tenaga Kesehatan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara: a. pengangkatan
Pemerintah Pasal 26 sebagai pegawai negeri sipil; b. pengangkatan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja; atau c. penugasan
Daerah khusus.
Hak UU No. 36 Pasal 57
Tenaga Tahun 2014 a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar; b. memperoleh informasi yang
Kesehatan Tentang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya; c. menerima imbalan jasa; d. memperoleh
Tenaga pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
Kesehatan kesusilaan, serta nilai-nilai agama; e. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya; f. menolak keinginan
Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan,
Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan g. memperoleh hak lain sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Kewajiban UU No. 36 Pasal 58
Tenaga Tahun 2014 (1) a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima
Kesehatan Tentang Pelayanan Kesehatan; b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang
Tenaga akan dilakukan, c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan; d. membuat dan menyimpan catatan
Kesehatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan e. merujuk Penerima Pelayanan
Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai. (2) Kewajiban huruf b dan
huruf d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan.
Tanggung UU No. 36 Pasal 60
Jawab Tahun 2014 a. mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki; b. meningkatkan Kompetensi; c. bersikap dan berperilaku
Tenaga Tentang sesuai dengan etika profesi; d. mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau kelompok; dan e.
Kesehatan Tenaga melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya dalam menyelenggarakan upaya kesehatan.
Kesehatan
Wewenang UU No. 36 (1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Tenaga Tahun 2009 (2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Kesehatan Tentang (3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.
Kesehatan (4) Selama memberikan pelayanan kesehatan dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.
Pasal 23

Kelalaian UU No.36 Pasal 29


Tenaga Tahun 2009 Jika ada kelalaian dalam menjalankan profesi, harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Kesehatan Tentang
Kesehatan
UU No.36 Pasal 58
Tahun 2009 Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
Tentang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya
Kesehatan
Penegakan UU No.36 Pasal 49
Disiplin Tahun 2014 (1) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
Tenaga Tentang Tenaga Kesehatan. (2) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dapat memberikan sanksi disiplin berupa: a. pemberian
Kesehatan Tenaga peringatan tertulis; b. rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
Kesehatan institusi pendidikan kesehatan. (3) Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas putusan sanksi disiplin kepada
Menteri.
Pembinaan dan UU No. 36 Pasal 80
Pengawasan Tahun 2014 Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan Tentang dengan melibatkan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan Organisasi Profesi sesuai dengan
Tenaga kewenangannya.
Kesehatan Pasal 81
(1) Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk: a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh Tenaga Kesehatan; b. melindungi Penerima Pelayanan Kesehatan dan masyarakat atas
tindakan yang dilakukan Tenaga Kesehatan; dan c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan
Tenaga Kesehatan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

UU No.36 Pasal 59
Tahun 2009 Pelayanan kesehatan tradisional dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan
Tentang manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama
kesehatan
Definisi PP 51 Tahun 2009 Pasal (1) Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga
Tenaga 1 dan 33 Teknis Kefarmasian.
Kefarmasian (33) Tenaga Kefarmasian terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Teknis Kefarmasian terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
Kualifikasi PP No. 51 Tahun 2009 Harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang harus dilaksanakan dengan
Tenaga tentang Pekerjaan menerapkan Standar Profesi. Kewenangan harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional
Kefarmasian Kefarmasian Pasal 35 yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.

PP No. 51 Tahun 2009 (3) Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas:
tentang Pekerjaan a. komponen kemampuan akademik; dan
Kefarmasian Pasal 36 b. kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan Kefarmasian
ayat (3) dan (4) (4) Standar pendidikan profesi apoteker disusun dan diusulkan oleh Asosiasi di bidang pendidikan farmasi dan ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 37 Harus memiliki sertifikat kompetensi apoteker

Pasal 39 wajib memiliki surat tanda registrasi a. Apoteker berupa STRA; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.

Pasal 57 wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja, dapat berupa:
a. SIPA untuk apoteker di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
b. SIPA untuk apoteker sebagai Apoteker pendamping;
c. SIK untuk apoteker diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau
d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.
Tugas Tenaga PP 51 Tahun Melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada:
Kefarmasian 2009 Pasal 34 - Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri
obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk
menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu;
- Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar
Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
- Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik, toko obat, atau praktek bersama.

PP 51 Tahun Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
2009 Pasal 13 harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan
pengawasan mutu.
PP 51 Tahun Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau
2009 Pasal 18 Penyaluran Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang distribusi atau penyaluran.
PP 51 Tahun Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
2009 Pasal 28 wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta
teknologi.
Pekerjaan Kefarmasian
Obat Obat Tradisional
Tenaga kefarmasian melakukan pekerjaan kefarmasian Farmasis membuat, mengendalikan mutu, pengamanan,
membuat, mengendalikan mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau obat, pengolahan, pelayanan obat tradisional
penyaluran obat, pengolahan, pelayanan obat atas
resep, pelayanan informasi obat serta (PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
pengembangan obat dan Alat Kesehatan)

(PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan


Farmasi dan Alat Kesehatan )
Jumlah Apoteker Penanggung Jawab
Obat Obat Tradisional
Pasal 7 Pasal 7
Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus
Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab memiliki Apoteker penanggung jawab dan dapat dibantu
dan dapat dibantu Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan Kefarmasian

Pasal 9 Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki


(1) Industri Farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai
Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing Penanggung jawab.
pada bidang pemastian mutu, produksi dan
penawasan mutu setiap produksi sediaan Farmasi (PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan)
(PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan)
Perizinan Tenaga Kesehatan
Obat Obat Tradisional
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, Tenaga pengobatan tradisional harus memiliki surat terdaftar
tenaga kesehatan wajib memiliki izin surat izin sebagai tenaga pengobat tradisional di Dinas
dari pemerintah Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
(UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 23)
(PMK No. 003/MENKES/PER/I/2010 )
Pengembangan SDM
Obat Obat Tradisional
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. keterampilan yang dimiliki.

(UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 27) (UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 27)

SDM yang diperlukan untuk berbagai lembaga terkait di bidang


obat tradisional harus memadai dari segi jumlah maupun
kompetensi perlu dilakukan upaya peningkatan dan
pengembangan SDM secara sistematis, berkelanjutan
disesuaikan dengan perkembangan IPTEK.

(KMK 381 Tahun 2007 huruf J Pengembangan Sumber Daya


Manusia)
Pengembangan SDM
Obat Obat Tradisional
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. keterampilan yang dimiliki.

(UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 27) (UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 27)

SDM yang diperlukan untuk berbagai lembaga terkait di bidang


obat tradisional harus memadai dari segi jumlah maupun
kompetensi perlu dilakukan upaya peningkatan dan
pengembangan SDM secara sistematis, berkelanjutan
disesuaikan dengan perkembangan IPTEK.

(KMK 381 Tahun 2007 huruf J Pengembangan Sumber Daya


Manusia)
Sumber Daya UU No 44 Pasal 12
Manusia di tahun 2009 (1) Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi: tenaga medis dan penunjang medis, tenaga
Rumah Sakit Tentang keperawatan,tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga non-kesehatan.
Rumah Sakit (2) Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
(3) Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan praktik atau pekerjaan dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit.
(4) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Perizinan UU No 44 Pasal 13
Tenaga tahun 2009 (2) Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan
Kesehatan Tentang peraturan perundang-undangan.
Rumah Sakit Rumah Sakit (3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
(4) Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kegiatan UU No 44 Pasal 15
Kefarmasian tahun 2009 (1) Harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman
Tentang dan terjangkau.
Rumah Sakit (2) Pelayanan sediaan farmasi di rumh sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian.
(3) Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan
oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu.
(4) Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan
kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian diatur dengan Peraturan Menteri.

Yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Yang dimaksud dengan alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus, mesin, serta implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

You might also like