You are on page 1of 15

Disusun Oleh S16 C :

Berliana Sukmawati(S16137) Dita Pramiati Firdaus(S16141)


Dedek May Elawati(S16138) Dwi Krisma Dayanti(S16142)
Diah Ayu Tri Wartami(S16139) Eka Nur Rani(S16143)
Dimas Pandu Dewangga(S16140) Eldha Ayu Kumalasari(S16144)
A. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa
di Dunia

Zaman Mesir Kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan
karena adanya roh jahat yang bersarang diotak. Oleh karena itu,
cara menyembuhkannya dengan membuat lubang pada
tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang
diotak tersebut.
Zaman Yunani (Hypocrates)
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu
penyakit. Pada waktu itu, orang sakit jiwa yang miskin
dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi,
rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat
penampungan orang gangguan jiwa yang miskin.
Zaman Vasalius

Varsalius bisa menunjukan adanya perbedaan antara manusia
dan binatang. Sejak saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa
adalah suatu penyakit. Namun kenyataannya, pelayanan dirumah
sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang yang mengalami gangguan
jiwa dirantai, karena petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.
Revolusi Prancis I
Revolusi Prancis ini dikenal dengan revolusi humanism dengan
semboyan utamanya Liberty, Equality, Fraternity. Ia meminta
kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan
jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, pinel menggunakan
alasan revolusi, yaitu jika tidak, kita harus siap diterkam binatang
buas yang berwajah manusia.
Revolusi Kesehatan Jiwa II

Pada saat ini, Qubius menuntut agar gangguan jiwa masuk dalam
bidang kedokteran. Oleh karena itu, gangguan jiwa dituntut mengikuti
paradigma natural sciences, yaitu adalah taksonomi (penggolongan
penyakit) dan nosologi (ada tanda atau gejala penyakit). Akhirnya,
Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda
gangguan jiwa.
Revolusi Kesehatan Jiwa III
Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih
berorientasi pada berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada
perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis komunitas
(community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental
komunitas (community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F.
Kennedy pada saat inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.
B. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa
di Indonesia

Zaman Kolonial

Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para gangguan jiwa
ditampung di RS sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang, Surabaya. Yang
ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Pemerintah Hindia
Belanda mengenal 4 macam tempat perawatan penderita psikiatrik yaitu:
1. RS Jiwa (kranzinnigengestichten) di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang
2. RS Sementara (Doorgangshuizen) : Tempat penampungan sementara bagi
pasien psikotik yang akut, dipulangkan setelah sembuh..
3. Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
4. Koloni
Tempat penampungan pasien psikiatrik yang sudah tenang pasien dapat
berkerja dalam bidang pertanian serta tinggal di rumah penduduk, tuan rumah
diberi uang kos, dan masih berada dibawah pengawasan. Rumah-rumah
semacam ini dibangun jauh dari kota dan masyarakat umum. Perawatan bersifat
isolasi dan penjagaan (custodial care).
Zaman setelah Kemerdekaan
Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesehatan jiwa,
Oktober 1947 Pemerintah RI membentuk jawatan Urusan Penyakit Jiwa,


karena masih terjadi revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik.

Metode pengobatan penderita gangguan jiwa telah banyak mengalami


kemajuan dari jaman ke jaman.
Kesehatan Jiwa berkembang pesat pada perang dunia II karena
menggunakan pendekatan metode pelayanan publik Health service.
Konsekuensinya, peran perawat Jiwa juga berubah dari peran pembantu
menjadi peran aktif dalam tim kesehatan untuk mengobati penderita
Gangguan Jiwa lebih difokuskan pada basis komunitas.
Pada masa kini, perawatan penderita Gangguan Jiwa ini sesuai
dengan hasil konferensi Nasional I Keperawatan Jiwa (Oktober 2004)
bahwa pengobatan akan lebih difokuskan dalam hal tindakan prefentif.
C. Upaya Perkembangan Keperawatan Jiwa
di Indonesia


Selama tahun 1940 sampai dengan 1990 terjadi berbagai gerakan
perubahan kesehatan mental, diantaranya:
Tahun 1946: peluncuran Undang-Undang Kesehatan Mental; Perubahan
yang terjadi: Terbentuknya farmasi institut nasional kesehatan mental yang
mendukung penelitian tentang intervensi, diagnosa psikiatri, dan
pencegahan serta pengobatan gangguan jiwa.
Tahun 1961: Komisi Presiden kesehatan dan gangguan jiwa.
Perubahan yang terjadi: Dukungan legislatif untuk pendidikan bagi tenaga
profesi kesehatan jiwa termasuk perawat, pekerja sosial, psikiatri, dah
psikolog.
Tahun 1963: Peluncuran Undang-Undang tentang pusat kesehatan jiwa
masyarakat. Perubahan yang terjadi: Deinstitusionalisasi klien gangguan
jiwa kronik pindah dari institusi (RSJ) ke pusat rehabilitasi masyarakat.

Tahun 1970-1980: munculnya minat pada aspek biologi dan neurobiologi
daari gangguan jiwa dan pengobataannya. Perubahan yang terjadi:
Munculnya generasi ketiga obat psikotropika popularitas terapi biologi
meningkat.
Tahun 1990-an: dekade otak. Perubahan yang terjadi:
- Semakin berkembangnya neurobiologi dan teknologi.
- Identifikasi penelitian-penelitian diagnostik yang inovatif khususnya
untuk skizoprenia dan gangguan mood.

Tahun 1990-awal abad ke-20: terjadinya perubahan pada ekonomi dan
sosial reformasi pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi:
- Meningkatnya jumlah tunawisma.
- Kurangnya dukungan dana legislatif untuk pencegahan primer,
sekunder dan tersier.
- Epidemik global AIDS.
- Perlunya pemberian pelayanan kesehatan yang sistematis.
- Berkembangnya resiko tinggi gangguan jiwa pada wanita hamil.
- Kekerasan pada wanita anak-anak, orang tua, dan pengguna obat-
obat terlarang.
D. Konseptual Model Keperawatan
Kesehatan Jiwa


Berdasarkan konseptual model keperawatan, maka dapat
dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu:
Psycoanalytical (Freud, Erickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada
seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak
nafsu atau insting).
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi
bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu.
Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan
tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-
pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian
mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna
pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi,
diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa
pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik
setelah terjalin trust (saling percaya).

Interpersonal ( Sullivan, peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul
akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan
(Anxiety).
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security
(berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship
and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling
percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain
sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya
melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang
biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain),
therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap
empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien).
Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien
dalam berhubungan dengan orang lain.

Social ( Caplan, Szasz)
Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa
atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan
factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada
seseorang
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model
ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya
modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial)
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini
adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber
yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga
atau suami-istri.

Existensial ( Ellis, Rogers)
Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau
gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan
tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya.
Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi- image-
nya .
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu
agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat
hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai
panutan.
Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan
serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari
dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui
terapi aktivitas kelompok

Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor
biopsikososial dan respo maladaptive saat ini.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi
coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya
menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk
menyiapkan coping klien yang adaptif.
Medica ( Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat
multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan
factor sosial.
Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam
melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist
berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi,
menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
digunakan.

You might also like