You are on page 1of 36

MALPRAKTEK MEDIK

Disusun Oleh :
1. Selvia Ferina

2. Intan Mutia

3. Epi Elianti

Pembimbing : dr. Netty Herawati,M.ked(For) Sp.F


MALPRACTICE

MEDICAL MALPRACTICE PROFESI LAIN

ETHICAL MALPRACTICE YURIDICAL MALPRACTICE

CRIMINAL MALPRACTICE

CIVIL MALPRACTICE

ADMINISTRATIVE
MALPRACTICE
DEFINISI MALPRAKTEK

Malpractice adalah praktik kedokteran


yang salah atau tidak sesuai dengan
standar pelayanan,standar profesi atau
standar prosedur operasional.
CRIMINAL
MALPRACTICE
Terjadi bila seorang dokter menangani
suatu kasus telah melanggar hukum dan
menyebabkan dia dituntut oleh negara
Pada Criminal Malpractice, tanggung jawabnya
bersifat individual dan personal.
CIVIL MALPRACTICE
Civil Malpractice adalah tipe malpractice
dimana dokter karena pengobatannya dapat
mengakibatkan pasien meninggal atau luka
tetapi dalam waktu yang sama tidak melanggar
hukum pidana. Sementara negara tidak dapat
menuntut secara pidana, tetapi pasien atau
keluarganya dapat menggugat dokter secara
perdata untuk mendapatkan uang sebagai ganti
rugi.
Pada Civil Malpractice tanggung gugat dapat
bersifat individual atau korporasi.
ADMINISTRATIVE MALPRACTICE
Didalam U RI No.29 Tahun 2004 dan didalam
PERMENKES NO.512/MENKES/PER/IV/2007
Dijelaskan bahwa seorang dokter yang praktik
harus punya Sertifikat Kompetensi, Surat Tanda
Registrasi, dan Surat Ijin Praktik kalau seorang
dokter tidak mempunyainya selain dokter
mendapat sanksi pidana, sanksi perdata juga
sanksi administratif
Malpraktek menurut hukum di Indonesia
Menurut UU RI No. 23 Tahun 1992
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya
dapat dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan
diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan
tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 32
4. Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan
ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.

Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana
kesehatan tertentu.

Pasal 35
1. Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu.
Pasal 36
1. Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh
manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana
kesehatan tertentu.

Pasal 37
1. Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan itu dan dilakukan di
sarana kesehatan tertentu.
Pasal 53
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien.

Pasal 70
1. Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat
dilakukan bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit
dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga kesehatan.
2. Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
Menurut UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 29
1. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda
registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin
praktik.
Pasal 41
1. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin
praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang
papan nama praktik kedokteran.
Pasal 45
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

Pasal 48
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional.
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional.
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya.
d. Menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis
pasien.
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan.
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
d. Melakukan pertolongan darurat atau dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan
mampu melakukannya.
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 52
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,
mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3.
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
d. Menolak tindakan medis.
e. Mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,
mempunyai kewajiban:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya.
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
SANKSI PIDANA
KUHP 359
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang
dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan
selama-lamanya satu tahun.

KUHP 360
1. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka
berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
tahun atau hukuman kurungan selam-lamanya satu tahun.
2. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka
sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara
atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya
sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam
bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp.4500,-
KUHP 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
dilakukan dalam melakukan sesuatu jabatan atau
pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan
sepertiganya dan sitersalah dapat dipecat dari
pekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan itu
dilakukan dan hakim dapat memerintahkan supaya
keputusannya itu diumumkan.
UU RI No. 23 Tahun 1992
Pasal 80
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan
tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2,
dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000,- (lima puluh juta
rupiah)
Pasal 81
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan
sengaja:
a. Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan
tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1.
b. Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.
c. Melakukan bedah plastik dan rekonstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak
Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).
Pasal 82
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan
sengaja:
a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 4.
b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat 1.
c. Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat 1.
d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1.
e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat 2.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 75
1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin
praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 1.
b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1.
c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
SANKSI PERDATA
KUH Perdata 1366
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian
yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas
kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang
hati-hatinya.

KUH Perdata 1367


Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan
untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh
kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau
bawahannya.
KUH Perdata 1370
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain)
dengan sengaja atau kurang hati-hatinya seseorang, maka suami
dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua korban yang
biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai
hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut
kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut
keadaan.
KUH Perdata 1371
Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan
sengaja atau kurang hati-hati, memberikan hak kepada korban,
selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut
penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat
tersebut.
UU RI No. 23 Tahun 1992
Pasal 55
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
SANKSI ADMINISTRATIF
UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 66
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan
secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Identitas pengadu

b. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau

dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan.


c. Alasan pengaduan.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dan ayat 2 tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
memeriksa dan memberikan keputusan terhadap
pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter
dan dokter gigi.
Pasal 69
1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil
Kedokteran Indonesia.
2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi
disiplin.
3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat
berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau
surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
PERMENKES NO 512/MENKES/PER/IV/2007
Pasal 21
1. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,
Pemerintah Daerah, dan organisasi profesi
melakukan pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan fungsi,
tugas dan wewenang masing-masing.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diarahkan pada
pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan
yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi.
Pasal 22
1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
dapat mengambil tindakan administratif
terhadap pelanggaran peraturan ini.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
ayat 1 dapat berupa peringatan lisan, tertulis
sampai pencabutan SIP.
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
dalam memberikan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu
dapat mendengar pertimbangan organisasi
profesi.
Pasal 23
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat
mencabut SIP dokter dan dokter gigi dalam hal:
a. Atas dasar rekomendasi MKDKI
b. STR dokter atau dokter gigi dicabut oleh Konsil
Kedokteran Indonesia.
c. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIP-nya
dan
d. Dicabut rekomendasinya oleh organisasi profesi
melalui sidang yang dilakukan khusus untuk itu
Pasal 24
1. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota wajib disampaikan kepada dokter dan
dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
keputusan ditetapkan.
2. Dalam hal keputusan dimaksud pada pasal 23 huruf c
dan d tidak dapat diterima, yang bersangkutan dapat
mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi untuk diteruskan kepada Menteri Kesehatan
dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diterima.
3. Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana
dimaksud ayat 2 meneruskan kepada Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling
lambat 14 (empat belas) hari.
Pasal 25
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
melaporkan setiap pencabutan SIP dokter dan
dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Ketua
Konsil Kedokteran Indonesia dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, serta tembusannya
disampaikan kepada organisasi profesi setempat.

You might also like