You are on page 1of 61

ASPEK DINAMIKA DARI VENTILASI

(Diterjemahkan dari Physiologic and


Pharmacologic Bases
of Anasthesia, Edited by Collins, VJ.)

Oleh :
NELLY
Pembimbing :
dr. HASNIH

Supervisor :
dr. Syamsul Hilal Salam, Sp.An
ASPEK DINAMIKA DARI
VENTILASI

3 prinsip terjadinya ventilasi :


1. Hubungan antara tekanan-
volume
2. Hukum gas alveoli dan

3. Ekuilibrium kapilari-alveoli
(difusi).
HUBUNGAN ANTARA
TEKANAN DAN VOLUME

 Merupakan masalah mekanis


yang berhubungan dengan
tekanan dan regangan.
 Hukum fisika dasar dari
elastisitas dimana tekanan
berbanding terbalik debgan
regangan dan akan
menghasilkan bilangan konstan
 Pada penanganan ventilasi pulmo, stress
= tekanan dan regangan = sebagian
perubahan volume.
 Otot respirasi berusaha membesarkan
perubahan, yang melalui 3 kekuatan
yaitu :
1. Elastisitas sistem paru-thoraks = 60%
2. Perlawanan non elastik oleh berat dan
gaya gesekan = 30%
3. Resistensi terhadap jalan napas = 30%
melawan resistensi.
 Pada inspirasi dan ekspirasi pasif nilai
tekanan—volume dihubungkan dengan
“Kurva Tekanan Relaksasi”, yang
membentuk huruf “S” dapat diperoleh
dengan
1. Mengukur perubahan volume akibat
tekanan yang berbeda
2. Mengukur perubahan tekanan yang
pada volume yang berbeda
yang dilakukan Rahn dkk, dengan
langkah langkah :
 Subyek membesarkan dada hingga
volumre teretentu
 Paru-paru dihubungkan dengan
monometer melalui pipa yang
dimasukkan melalui saluran
pernapasan
 Dada yang dikembangkan kemudian
diistirahatkan dan tekanannya diukur
Kurva tekanan relaksasi.
Pengukuran yang tepat diurutkan
oleh Gaensler sebagai berikut :
 Bentuk thoraks yang utuh

 Kelumpuhan otot

 Tidak terdapat pergerakan atau


aliran gas saat pengukuran.
Daya Regang

 Daya Regang ∆V/∆P = ml


gas/cmH2O
 Secara fisiologis, sistem daya
regang normal = 100 ml /
cmH2O (120 ml / mmHg)
 Pada pria sehat, nilai daya
regang selama kisaran fisiologis
dari perubahan volume adalah
sebagai berikut :
 Untuk sistem paru thoraks :
100 ml / cm H20
 Untuk daya regang paru :
200 ml / cm H20
 Untuk daya regang kerangka
thoraks : 200 ml / cmH20
Elastisitas

 Pada keadaan normal, paru-


paru meregang, paru-paru
masih dapat berkontraksi pada
tekanan 5 mmHg
 Elastisitas sistem pernapasan
memiliki 2 komponen, elastisitas
paru dan elastisitas thoraks.
Gambar 2.1
 Gambar 2-1 menunjukkan kurve tekanan
relaksasi dada, menggambarkan
hubungan antara tekanan volume paru-
paru dan thoraks secara terpisah.
 Titik Vr = volume relaksasi, yaitu tekanan
yang diberikan paru-paru dan thoraks
sama besar dan saling berlawanan.
 Jika kurva menyentuh axis vertikal adalah
thoraks mencapai kondisi istirahat pada
53% dari kapasitas vital.
Gaya Tekanan Permukaan
pada Paru-paru
 Penciutan paru-paru = serat jaringan
elastis, dan pada permukaan khusus
yang meliputi alveoli.
 Tekanan permukaan untuk paru-
paru yang mengembang penuh = 50
dynes/cm
 Tekanan pada volume paru-paru
normal = 5-10 dynes/cm. Hal ini
disebabkan oleh adanya substansi
yang disebut sebagai surfactant
paru.
Surfactant Paru-paru

 Bahan aktif : lipid dipalmitoyl


phosphotidyl cholyne. Letak dari
asal, sintesis dan penyimpanan
terlihat pada sel alveoli tipe II
(pneumatosit)
 2 jalur utama dalam biosintesa yaitu
Jalur cytidine difosfocholine dan
Sintesa dari lechithin oleh N-
metyltransferase (kurang penting)
 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Daya regang :
1. Anastesi
2. Obesitas
3. Hipoksia
4. Posisi lateral
5. Faktor postoperasi
6. Faktor operasi
7. Status fisik :
1. Edema generalisata
2. edema pulmonal
3. cardiac failure
4. fibrosis pulmo
5. Splin
8. Dada terbuka Meningkat, 45%
Tekanan Thoraks
 Hubungan volume-tekanan dari kurve
tekanan relaksasi ditentukan pada saat
istirahat sehingga penting untuk
mengetahui perubahan tekanan
intrapleura selama bernapas.
 Tekanan Intrpleura :

Inspirasi 4.5-8.0 mmHg


Ekspirasi 2.5-4.0 mmHg
FISIOLOGI ALIRAN UDARA
 Kecepatan volume aliran udara

 Bentuk aliran udara

 Dimensi dari jalan napas

Efek Fisik Pada Jalan Napas


 Pada inspirasi : paru-paru akan
mengembang dan memperlebar jalan
napas sehingga resistensi jalan napas
berkurang
 Pada ekspirasi resistensi meningkat.
Patensi Jalan napas
 P = daya regang jalan napas tekanan
transmural.
 Saat tekanan diluar jalan napas perifer
melebihi tekanan didalam sehingga jalan
napas akan menutup disebut sebagai
penutupan volume (CV) antara 15-50%
dari kapasitas vital.
Penutupan Jalan napas
 Pada kapasitas paru-paru total (TLC),
semua alveoli mengembang secara
merata pada subyek normal
 Saat inspirasi, zona bagian atas paru-paru
pada semua lobus mulai terisi sebelum
pengisian zona bagian bawah.
 Saat ekspirasi, pengosongan dimulai pada
zona atas setelah zona bawah kosong
oleh Leblance pola disebut ini “pertama-
masuk-terakhir-keluar”
 Istilah kapasitas penutupan (CC) =
sebagai dari TLC, dimana terjadi
penutupan jalan napas yang cepat dan
daerah yang berhubungan dengan perifer
berhenti berventilasi.
 Pada anak-anak jalan napas akan
menutup diatas FRC. Saat pertumbuhan,
CC menurun hingga pada awal masa
dewasa dibawah FRC. CC meningkat
seiring usia, hingga 40 tahun CC
melampaui FRC
 Secara umum, saat volume
paru-paru berkurang akan
terjadi : penyempitan jalan
napas, penutupan jalan napas
dan kerusakan alveoli.
 Penutupan jalan napas pada
usia dini pada daerah bawah
setelah infark miocardial akut.
Peningkatan Resistensi
 Saat volume paru-paru
menurun, diameter jalan napas
menurun dan resistensi jalan
napas meningkat.
 Bernapas dalam posisi supine
pada daerah FRC menyebabkan
penurunan diameter jalan napas
dan peningkatan resistensi jalan
napas.
Efek Neural Pada jalur Pernapasan
 Otot halus yang memanjang dari trakea hingga
saluran alveoli memiliki struktur seperti jaringan
geodesik.
 Duktus alveoli dan bronchiolus banyak memiliki
serat halus sirkuler dan pembatasan akan
menghasilkan penutupan total saluran alveoli
yang dikelilingi oleh serat halus membentuk
mekanisme seperti sphincter dan menyebabkan
penutupan total.
 Sistem saraf autonom memberikan pengaruh
yang besar pada ukuran jalan napas pulmo
dengan mengatur kualitas serat otot halus pada
dinding seluruh jalan napas.
Sistem Parasimpatis
 Serat efferent yang muncul pada
nukleus motor dorsal dari vagus
sepanjang vagus membentuk
pleksus pada arteri pulmo utama
dan cabang-cabangnya.
 Pleksus-pleksus ini berhubungan
dengan ganglia parasimpatik
hilar dan bergabung dengan
arteri pulmo simpatik dan
pleksus hilar.
Sistem Simpatis
 Distribusi serat simpatis umumnya menuju
ke pembuluh darah bronkhus dan pulmo.
 Dari trakhea ke alveoli, pulsasi efferent
simpatis menyebabkan relaksasi otot
halus, sementara denyut parasimpatis
menyebabkan konstriksi. Stimulasi vagal
mengurangi diameter jalan napas dan
athropin mencegah terjadinya reduksi ini.
Distribusi Bronkhodilatasi melawan
Bronkhokonstriksi
 Perbandingan obat parasimpatis (athropin)
dan agonist B-adrenergik (isoetharine)
secara inhalasi menunjukkan peningkatan
yang sama dalam jalan napas sebesar
80% (athropin 78%, isoetharine 88%),
namun ruang rugi anatomis meningkat
secara nyata (sebesar 17%) setelah
athropin disuntikkan.
 Konstriksi pada tingkat apapun
meningkatkan resistensi jalan udara
Bronkhokonstriksi
 Refleks bronkhokonstriksi terhadap
rangsangan non antigen dapat dicegah
dengan atropin, pendingin vagal, atau
vagatomy. Usaha keras dalam inspirasi
dan ekspirasi juga merangsang reseptor
iritan.
Bronkhodilatasi
 Relaksasi otot bronkhiolus terjadi secara
refleks selama inspirasi normal dan saat
tekanan arteri sistemik ditingkatkan.
Pengaruh Kimia pada Otot Bronkhus
 Banyak obat dan bahan yang mempengaruhi
otot bronkhiolus secara langsung ataupun tidak
langsung. Contohnya isoproterenol epinephrin
dan norepinephrin, menyebabkan
bronkhodilatasi.
 Acetylcholine dan anticholinesterase
menstimulasi reseptor yang sama dan
menyebabkan konstriksi. Histamin juga
menyebabkan konstriksi.
 Karbon dioksida mempercepat efek langsung
perifer dan efek neural sentral pada otot
bronkhiolus dan pada resistensi jalan nafas
Pengaruh CO2 Alveoli pada Daya Regang
Peralatan Ventilator
 Saat PCO2 arteri tetap konstan pada
manusia normal (30 mm Hg), peningkatan
tekanan karbon dioksida alveoli melalui
ventilasi dengan campuran 6-40 mm Hg
menyebabkan peningkatan daya regang
sebesar 35% dan diikuti dengan
penurunan resistensi terhadap usaha
pernafasan sebesar 40% (penurunan jalan
nafas sebesar 25% dan resistensi elastis
15%).
 Pada tekanan oksigen arteri normal,
hipokapnia menyebabkan
bronkhokonstriksi, semakin besar tekanan
karbon dioksida arteri maka semakin
besar pula bronkhokonstriksi atau
resistensi terhadap pernafasan.
 Saat tekanan PCO2 karbon dioksida
alveoli ditetapkan konstan pada 6 mm Hg,
peningkatan PCO2 arteri sebesar 20 mm
Hg menyebabkan peningkatan resistensi
sebesar 25% dan pengurangan daya
regang.
Nilai Normal untuk Resistensi
 Resistensi merupakan nilai yang dijumlahkan,
bukan diukur. Perbedaan tekanan antara dua
titik harus diukur dan aliran volume udara harus
diketahui.
 Resistensi keseluruhan dinyatakan dalam
sentimeter tekanan air per liter jalan napas.
 Nilai normal untuk resistensi jalan nafas pada
orang dewasa, saat diukur dengan
plethysmography tubuh pada PCO2 arteri terjadi
pada saluran nasal, pengurangan resistensi
terjadi melalui mulut.
PROSES PERNAPASAN
Pengukuran
 Proses pernafasan mempresentasikan
semua energi untuk memventilasikan
paru-paru, yang diperlukan untuk
memindahkan udara. Tiga gaya
perlawanan terhadap usaha ini adalah
resistensi elastis, gaya yang diperlukan
untuk menggerakkan jaringan non elastis,
dan gaya yang diperlukan untuk
mengatasi resitensi terhadap jalan napas.
Tiga pendekatan yang digunakan untuk
mengukur usaha pernapasan :
 Pengukuran perbedaan tekanan
kebutuhan oksigen antara istirahat dan
ventilasi yang kuat.
 Penggunaan wadah respirator setelah
akhir ekspirasi.
 Pengukuran perbedaan tekanan antara
ruang intrapleura dan mulut.
 Usaha didefinisikan sebagai gaya yang
diberikan pada jarak tertentu, yaitu usaha
= gaya x jarak. pada ventilasi, hal ini
dengan ekuivalen dengan tekanan x
Volume dan dinyatakan dalam kg meter
per menit.
 pada orang dewasa normal saat istirahat
mencapai 0,3 kg m/mnt. Saat berolahraga,
nilai ini meningkat hingga 80 kg m/mnt.
Penggunaan Oksigen Pada Pernapasan
 Oksigen yang dikonsumsi oleh otot respirator
dalam pernapasan saat istirahat adalah
sebagian kecil dari keseluruhan metabolisme.
Jumlahnya kira-kira 1-2% untuk ventilasi
istirahat normal, namun meningkat hingga 10%
dari oksigen yang dikonsumsi saat beraktivitas
dan 15% saat berolahraga.
 Penggunaan Oksigen pada keadaan normal
saat istirahat 0,3-1,8 mL oksigen per Liter
selama volume menit respirasi yang berkisar
antara 5-50 L/mnt.
 Pada pasien emphysema, penggunaan
oksigen saat istirahat antara 4-10 kali dari
normal.
 Jumlah oksigen yang diperlukan untuk
kelebihan berat badan 20% tersbut adalah
4,0 mL/L
 Untuk pasien dengan kegagaln jantung
kongestive, penggunaan oksigen
pernapasan adalah dua kali
Efisiensi Pernapasan
 Tidal volume menentukan usaha yang
diperlukan untuk mengatasi penciutan
elastis pada setipa kali bernapas.
 Kecepatan aliran menentukan usaha
untuk mengatasi resistensi jalan napas.
 Saat tidal volume meningkat, usaha elastis
menjadi lebih besar, dan saat kecepatan
bertambah, usaha “Resistive” bertambah.
Otot Ventilasi
Dua tipe serat otot pada otot ventilasi :
 Tipe I – Serat pulsasi pelan, oksidasi tinggi, dan
glikolitik berkapasitas rendah dengan ketahanan
dan resistensi yang besar terhadap fatique
 Tipe II – Serat pulsasi cepat memiliki bagian ½
dari yang lain dan terdiri atas dua subtipe :
a. Serat oksidasi tinggi dan rendah glikolitik
yang tahan terhadap fatique dan
merupakan 20% dari serat dalam diafragma.
b. Serat oksidasi rendah dan tinggi glikolitik
yang mudah fatique dan merupakan 30%
dari serat dalam diafragma.
Perkembangan

 Serat otot respirasi yang


melawan fatique berkembang
saat dalam kandungan dan
berlanjut setelah kelahiran.
 Bantuan ventilasi penting pada
bayi prematur, dan awal masa
balita, saat anastesi umum.
Efisiensi
 Ketahanan otot respiratori ditentukan oleh tipe
serat, persediaan darah, dan gaya kontraksi.
 Diafragma merupakan otot inspirasi yang
penting terdiri dari kira-kira 50% serat denyut
rendah (tipe I) dan kira-kira 20% serat denyut
cepat (tipe IIa)
 Gaya diafragma paling besar saat mendekati
posisi bernafas normal. Pada volume paru-paru
tinggi, gara berkurang.
 Studi oleh Aubrer dkk menunjukkkan bahwa
aminophyline dalam dosis terapeutik dapat
meningkatkan gaya kontraksi diafragma
manusia sebesar 15%.
Suplai Darah Diafragma
 Dalam keadaan bernafas
spontan dan normotensif, aliran
darah ke massa otot respirasi
(5 kg pada laki-laki 70 kg)
bervariasi dari 3 ml/100 gr
untuk otot interkostal hingga 6
ml/100 gr untuk diafragma
(dengan total 285 ml/mnt pada
laki-laki 70 kg).
Energetik
Massa dari otot skeletal respirasi-diafragma dan
interkostal-diperkirakan sebesar 5,0 kg pada
laki-laki dengan berat badan 70 kg.
Kegagalan pompa dapat terjadi akibat tiga
penyebab utama: (1) drive neurologi yang tidak
memadai; (2) kelemahan mekanis dari dinding
dada atau kerusakan saluran yang intrinsik; atau
(3) reduksi kapasitas energi dari otot respirasi
untuk memenuhi kebutuhan tubuh sehingga
menyebabkan fatigue.
Efek karbondioksida
 Dengan akibat hiperkapnia, kontraktilitas
diafragma menjadi berkurang.
 Tanda-tanda fatigue muncul dan terjadi
penurunan waktu ketahanan kontraktilitas
diafragma dengan asidosis respirasi akut.
Hipofosfatemia
 Salah satu elektrolit yang mempengaruhi
aktivitas otot skeletal adalah ion fosfat.
Kekurangan ion fosfat menyebabkan
kelemahan otot respirasi.
Informasi Klinik
 Kondisi yang dihubungkan dengan
hipofosfatemia dan kegagalan respirasi
mencakup: adanya sisa penyakit
sebelumnya, kanker, anoreksia nervosa,
disfungsi intestinal, malnutrisi, penyakit
paru-paru obstruktif kronis, emphysema,
kegagalan respirasi dan induksi
hiperalimentasi.
 Nilai serum normal dari fosfat ditetapkan
pada 1,2+ 0,10 mmol/L.
Terapi
 Terapi hipofosfatemia dilakukan dengan
menggunakan monopotassium (atau
sodium) fosfat, dalam bentuk KH2PO4,
yang disuntikkan secara infus yang
kontinu tiap 2-4 jam.
 Hiperfosfatemia juga mempengaruhi
pertukaran gas respirasi. Mekanisme ini
berhubungan dengan kejenuhan oksigen
pada hemoglobin. Kelebihan ion fosfat
mengurangi keterikatan oksigen dan
hemoglobin pada paru-paru.
Peranan Lidokain plasma
 Saat lidokain disuntikkan untuk tujuan
mengontrol cardiac arhythmia, level
plasma yang signifikan (antara 2,0-5,0
μg/ml) umumnya diinginkan. Dosis lidokain
yang besar dalam anastesi epidural
menghasilkan level lidokain plasma yang
signifikan, demikian halnya dalam 15
menit, level plasma sebesar 1,8 μg, dan
dalam 25 menit level plasma adalah 2,25
μg/menit.
PENCAMPURAN UDARA ALVEOLI
Hukum Gas Alveoli
 Udara yang benar-benar mencapai alveoli
dapat ditentukan dengan mengurangi
volume ruang rugi dari tidal volume.
 Selama satu menit, jumlah udara yang
memventilasikan alveoli dan ikut dalam
pertukaran udara merupakan ventilasi
alveoli yang efektif, yang sama dengan
(tidal volume [TV]-ruang rugi) x kecepatan.
Persamaan Udara Alveoli
 Persamaan ini menunjukkan bahwa pada level laut, total
tekanan gas (O2, CO2, N2 dan H2O) pada alveoli sama
dengan 760 mmHg dan jika 3 dari 4 tekanan parsial
diketahui, yang keempat dapat diperoleh dengan
pengurangan. Sebagai contoh, jika ingin menghitung
tekanan parsial oksigen pada gas alveoli dalam kondisi
tertutup:
760 mmHg = PO2 + PCO2 + PN2 + PH2O
-47 mmHg PH2O
713 mmHg = PO2 + PCO2 + PN2
-563 mmHg PN2
150 mmHg = PO2 + PCO2
-40 mmHg PCO2
110 mmHg = PO2
 Terdapat asumsi dan
pengukuran nilai tertentu dalam
proses penentuan PO2 dengan
mengurangkan PH2O, PCO2
dan PN2
 Akhirnya karbondioksida yang
dihirup adalah nol dan satu-
satunya sumber karbondioksida
dalam alveoli adalah dari darah
kapiler.
Jumlah dari Komposisi Udara Alveoli
(Persamaan Udara Alveoli)
 Penentuan PO2 dan PCO2 alveoli dari analisa
sampel gas alveoli mudah mengalami
kesalahan.
 Rumus tepat (dengan menganggap PCO2
terhirup = nol) adalah:
PACO2 = PIO2 - PACO2
(Tidak diketahui) (Diketahui) (diukur)
[ FIO2 + 1 – FIO2 / R ]
(faktor koreksi)
 dimana PIO2 merupakan tekanan oksigen
terhirup (kelembaban); pada level laut,
nilai ini 20,93% dari (760 – 47) = 149
mmHg. Tekanan CO2 alveoli (PAO2)
dianggap sama dengan PCO2 arteri,
PCO2 inilah yang diukur. “Faktor
perbaikan” tidak melakukan perbaikan
saat R, rasio pertukaran respirasi V2/VO2,
sama dengan 1,0.
Derivasi Persamaan Udara Alveoli
 Asal dari persamaan udara alveoli
didasarkan pada pengetahuan bahwa
nitrogen tidak mengalami metabolisme
dalam tubuh dan bahwa pada kondisi
stabil, kuantitas nitrogen yang masuk ke
alveoli per menit dalam gas yang dihirup
harus sama dengan kuantitas yang keluar
dari alveoli tiap menit dalam gas yang
dikeluarkan.
 VAI ( 1 – FIO2 - FICO2 ) = VAE ( 1 –
FAO2) (1)
 Persamaan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa saat hanya
oksigen, nitrogen dan
karbondioksida yang terdapat
dalam paru-paru (gas ini diukur
sebagai gas kering), maka
jumlah konsentrasi fraksionalnya
harus berjumlah 1,0. Oleh
karena itu 1 – FO2 – FCO2
harus sama dengan FN2.
Alveoli-Perbedaan Oksigen Arteri {(A – a) O2}
 Umumnya manusia yang bernapas pada udara
ruangan, PAO2 alveoli lebih tinggi dari pada
PAO2 arteri yang merefleksikan shunt anatomi
normal. Perbedaan (A – a) O2 adalah 5-6
mmHg.
 Rasio tekanan parsial oksigen arteri ke alveoli
lebih stabil dan lebih berguna dalam
memprediksi dan membandingkan pertukaran
gas khususnya saat FIO2 lebih besar dari 0,3
dan saat level PaO2 < 100 mmHg
Penjumlahan Tekanan Oksigen Arteri
 Tekanan oksigen arteri PaO2 dapat diprediksi
dengan penjumlahan berikut: tekanan oksigen
alveoli PaO2 dijumlahkan dari persamaan udara
alveoli; gradien tekanan oksigen alveoli-arteri,
(A-a)O2 differensial, dikurangkan. Gradien (A-
a)O2 yang umum adalah:
 Udara kamar yang dihirup (A-a) = 6 mmHg

 40% oksigen = 12 mmHg


 60% oksigen = 20 mmHg
 100% oksigen = 35 mmHg
Hubungan PO2 Alveoli Dan PCO2
Persamaan Bohr’s untuk ruang rugi respirasi.
Persamaan Bohr, sebagaimana diaplikasikan
pada gas tertentu (g), berkembang sebagai
berikut :
VE = VA + VD
Gas ekspirasi didefinisikan sebagai total volume
gas yang keluar dari hidung dan mulut antara
onset dan akhir ekspirasi tunggal. VA digunakan
untuk menyatakan volume gas alveoli yang
dikonstribusikan pada gas ekspirasi dan bukan
pada total volume gas pada alveoli.
Difusi

 Proses pertukaran gas melalui


kapiler alveoli disebut difusi.
beberapa faktor mempengaruhi
pertukaran ini :
1. Daerah Permukaan
Difusi
2. Jarak Difusi
3. Karakteristik Jaringan
Kapasitas Difusi
 Kapasitas difusi paru-paru adalah
pengukuran kuantitas gas yang
dapat ditransfer keseluruh struktur
dari alveolus hingga molekul
hemoglobin per waktu per unit
daerah permukaan alveoli.
Dinyatakan dalam persamaan
berikut :
1 = 1 + 1
DL DM θVc
Kecepatan difusi bergantung pada :
 Sifat gas – perbedaan dalam tekanan parsial
antara gas pada alveoli dan plasma
 Jarak difusi melalui beberapa jaringan-
variabel membran (DM) dari dinding alveoli
dan kapiler
 Konsentrasi eritrosiyt pada kapiler pulmo dan
volume darah rata-rata pada kapiler (VC).
 Kecepatan penggunaan gas oleh kapiler darah
normal (θ) per sel darah merah rata-rata per
volume kapiler per tekanan merkuri dalam
mililiter.
Nilai kapasitas Difusi pulmo
Reduksi DM dapat menghasilkan beberapa
kondisi:
 Block alveoli-kapiler, fibrosis pulmo dini,
edema interstisial
 Emphysema obstruktif kronis untuk
mengurangi daerah pertukaran
 Kehilangan jaringan pulmo
 Gangguan vaskuler dengan oklusi atau
obstruksi kapiler bed
 Anemia-pengurangan jumlah sel darah merah
per kubik milimeter, penurunan nilai mean
volume hemoglobin korpuskuler; penurunan
volume darah pada kapiler bed

You might also like