You are on page 1of 66

PENGERTIAN HUKUM WARIS

Hukum waris diatur dalam buku kedua Bab XII pasal 830-
1130 BW, adalah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan
yang di tinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibat-
akibatnya bagi ahli waris.
SYARAT PEWARISAN :
1. Ada pewaris yang meninggal dunia / diduga telah meninggal
dunia;
2. Ada harta warisan;
3. Ada ahli waris.
MENURUT B.W PENDUDUK INDONESIA TERBAGI
MENJADI 3 GOLONGAN

1. Warga negara Indonesia Asli (Bumiputera)


2. Warga negara Indonesia Timur Asing, yang terdiri dari :
a. Timur Asing keturunan Tionghoa.
b. Timur Asing bukan keturunan Tionghoa (Arab, India, dan lain-
lain)
3. Warga negara Indonesia keturunan Eropah.
TERJADINYA PEWARISAN

Kapan terjadinya pewarisan (warisan terbuka) :


Pasal 830 B.W menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian.
Jadi jelaslah bahwa kematian seseorang tersebut merupakan syarat utama
dari terjadinya pewarisan.
Dengan meninggalnya seseorang tersebut maka seluruh harta kekayaannya
beralih kepada ahli waris.
Pasal 838 B.W menentukan : Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli
waris, dan dengan demikian tidak berhak mewaris, adalah :
1.Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh
orang yang meninggal itu;(KUHP 53, 338, 340.)
2.Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat lagi; (KUHPerd. 1372 dst.; Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.)
3.Dia yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd. 875,
992 dst.)
4.Dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)
CARA PEWARISAN BERDASARKAN UU
(AB INTESTATO)

a. Atas dasar kedudukan sendiri


Penggolongan ahli waria berdasarkan garis keutamaan
• Golongan I Ps. 852-852a KUHPerdata
• Golongan II Ps. 855 KUHPerdata
• Golongan III Ps. 850 yo 858 KUHPerdata
kloving
• Golongan IV Ps. 858 s.d 861 KUHPerdata
MEWARIS KARENA DIRI SENDIRI
(UIT EIGEN HOOFDE)

Mewaris karena diri sendiri (Uit Eigen Hoofde) seperti yang diatur dalam pasal
480 BW, ialah bahwa anak dari seseorang yang telah dinyatakan tidak patut
menerima warisan (onwaardig) ataupun anak dari orang yang menolak warisan
berhak untuk menerima warisan karena dirinya sendiri.
A +I :
Contoh
A meninggal dunia. B dinyatakan tidak patut menerima warisan (onwaardig),
maka C dan D menerima warisan karena diri sendiri (uit eigen hoofde).
B
(onwaardig)

C D
Contoh II :
A+

A meninggal dunia. B dan C menolak


C warisan. D, E, F, G menerima warisan
B karena diri (Uit eigen hoofde).

D E F G
MEWARIS KARENA TESTAMENTAIR

Pengertian Testament :
Pasal 875 KUHPerdata → suatu akta yang memuat
tentang apa yang dikehendaki terhadap harta
setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut
kembali Pernyataan sepihak.
Unsur-unsur testament :
a. Akta
b.Pernyataan kehendak
c. Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal
terhadap harta
d.Dapat dicabut kembali
Syarat-syarat membuat testament :
1. Dewasa → 18 tahun (cakap bertindak).
2. Akal sehat.
3. Tidak dapat pengampuan.
4. Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan,
kekeliruan.
5. Isi harus jelas.
Isi dari testament adalah :
a. Erfstelling → pasal 954 KUHPerdata
Testamentair erfgenaam
b. Legaat (berhubungan dengan harta) → pasal 957
KUHPerdata
Legetaris
c. Codicil (tidak berhubungan dengan harta)
Pencabutan suatu testament :
a. Secara tegas, jika dibuat surat wasiat baru
yang isinya mengenai pencabutan surat wasiat
b. Secara diam-diam, dibuat testament baru yang
memuat pesan-pesan yang bertentangan
dengan testament lama.
TIMBULNYA WARIS TESTAMENTAIR

hukum waris testament timbul atas dasar prinsip


bahwa setiap orang berhak atau bebas untuk berbuat apa saja
terhadap harta bendanya. Demikian juga orang tersebut
bebas untuk mewasiatkan hartanya kepada siapa saja yang
diingini walaupun demikian masih juga ada batas-batas yang
diizinkan oleh undang-undang.
DASAR HUKUM WARIS
TESTAMENTAIR
Dasar hukum dari waris testamentair adalah pasal 874
BW yang menyatakan bahwa, “Segala harta peningga
lan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan
sekalian ahli waris menurut ketentuan undang-undang,
sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah
diambil suatu ketetapan yang sah”.
Dari ketentuan Pasal 874 BW dapatlah kita tarik suatu
kesimpulan bahwa :
1. Dengan surat wasiat si pewaris dapat mengangkat seorang atau beberapa
orang ahli waris, dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada
seseorang atau kepada beberapa orang.
2. Terdapat suatu kemungkinan bahwa harta warisan tersebut yang
merupakan peninggalan seseorang dibagi berdasar undang-undang
(sebagian) dan selebihnya berdasar surat wasiat.
3. Ahli waris yang berdasarkan terstamen lebih diutamakan daripada ahli
waris menurut undang-undang.
PENGERTIAN WASIAT

Pengertian wasiat dapat diketahui dari pasal 875 BW, yang menyatakan bahwa,
“Surat wasiat ialah sesuatu yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang
dikehendaki atau terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut
kembali”.
Dari pengertian ini maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa ciri-ciri surat
wasiat adalah :
1.Merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali.
2.Merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah pewaris
meninggal dunia.

Dengan melihat ciri pokok dari testamen/surat wasiat tersebut maka terdapat
suatu larangan untuk membuat wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama untuk menguntungkan satu dengan yang lainnya maupun untuk
kepentingan pihak ketiga dalam suatu akta (930 BW).
JENIS-JENIS SURAT
WASIAT

Burgerlijk Wetboek mengenal tiga macam/jenis cara


pembuatan surat wasiat, yaitu :
1.Surat wasiat yang ditulis sendiri (olografis)
2.Surat wasiat tak rahasia (openbaar)
3.Surat wasiat rahasia (geheim)
Ketiga jenis surat wasiat tersebut di atas memerlukan
campur tangan notaris dalam pembuatannya.
SURAT WASIAT OLOGRAFIS

Surat wasiat olografis, oleh Burgerlijk Wetboek di atur dalam pasal 931
dan seterusnya.
Dalam ketentuannya, surat wasiat ini seluruhnya harus ditulis dan
ditanda tangani oleh si pewaris dan kemudian disimpan oleh Notaris, pada waktu
menyimpan haruslah dihadiri oleh dua orang saksi.
Sewaktu menyerahkan kepada Notaris tersebut, mungkin terjadi bahwa
surat wasiat tersebut sudah dimasukkan dalam sampul dan disegel. Jika denikian
maka pada sampul, si peninggal warisan dan saksi mencatat bahwa itu
merupakan surat wasiatnya dan harus ditanda tanganinya.
Oleh Notaris dibuatkan sebuah akta tersendiri dan ditandatangani oleh
si peninggal warisan, saksi dan juga Notaris. Namun apabila surat wasiat tersebut
diserahan kepada Notaris tidak dalam keadaan disegel/tidak ditutup yang berarti
terbuka, maka akta penerimaan (akta van bewaargeving) tadi oleh Notaris ditulis
pada surat wasiat itu sendiri di bawah tulisan si peninggal warisan. Kemudian
akta tersebut ditanda tangani oleh Notaris saksi-saksi dan si peninggal warisan.
Sewaktu menyerahkan surat wasiat tersebut kepada Notaris mungkin
pula si peninggal warisan tidak dapat mendatanginya sendiri, jika terjadi
demikian maka oleh Notaris harus mencatat sebabnya hal ini menurut
ketentuan pasal 932 ayat 2 BW.
Kekuatan dari testamen olografis menurut pasal 933 BW adalah sama
dengan testamen/surat wasiat tak rahasia dan pembuatannya dianggap pada
tanggal sesuai dengan akta penerimaan Notaris, dengan demikian tanggal 1 yang
ditulis oleh si peninggal warisan tidak dianggap tidak ada.
Oleh ayat 2 dari pasal 933 BW, dinyatakan bahwa terbuktinya hal bahwa
terstamen/surat wasiat tersebut sampai dibuktikan sebalik nya.
Sesuai dengan maksudnya, bahwa surat wasiat adalah merupakan
kemauan terakhir dari seseorang, maka dalam hal ini testamen/surat wasiat
olografis dapat diminta kembali, jika terjadi bahwa surat wasiat tersebut diminta
kembali maka oleh notaris dibuat suatu akta autentik yang menyatakan
permintaannya kembali. Dengan dimintanya kembali surat wasiat olografis, maka
dianggap bahwa surat wasiat tersebut ditarik kembali (herroepen).
Testamen/surat wasiat olografis yang diserahkan kepada Notaris dalam
keadaan disampul yang disegel, maka Notaris tidak berhak untuk membukanya,
jika si peninggal warisan itu meninggal duniamaka oleh Notaris diserahkan
kepada Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) untuk dibuka dan diperlakukan
sebagaimana surat wasiat, sehingga diperlukan suatu proses verbal, setelah dibuka
maka surat wasiat tersebut diserahkan kembali kepada Notaris.
SURAT WASIAT TAK RAHASIA (Openbaar Testament)

Mengenai surat wasiat tak rahasia ini, diatur dalam pasal-pasal 938 dan
seterusnya. Menurut pasal 938 menentukan bahwa surat wasiat ini harus dibuat
dihadapan Notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi. Setelah itu maka si
peninggal warisan menyatakan kehendaknya kepada Notaris, kemudian Notaris
menulisnya dengan kata-kata yang terang, setelah hal ini sesuai dengan kehendak
si peninggal warisan, maka oleh notaris dibuatkan akta yang harus ditanda
tangani oleh Notaris, si peninggal warisan, maka oleh Notaris, si peninggal
warisan dan saksi-saksi.
SURAT WASIAT RAHASIA
(GEHEIM)

Syarat-syarat pembuatan SURAT WASIAT RAHASIA ini diatur dalam


pasal 940 dan 941 BW. Pembuatan surat wasiat rahasia haruslah dibaut sendiri dan
ditanda tanganinya dan dimasukkan dalam sampul yang disegel untuk selanjutnya
diserahkan kepada Notaris dengan dihadiri oleh empat orang saksi.
Di muka Notaris, si peninggal warisan kemudian menerangkan di hadapan
Notaris bahwa yang ada di dalam sampul tersebut adalah surat wasiatnya dan yang
menulisnya adalah dia sendiri atau dituliskan oleh orang lain.
Oleh Notaris kemudian dibuatkan akta superscriptie yang dapat dituliskan
pada sampul surat wasiat atau pada kertas tersendiri dan ditanda tangani oleh
peninggal warisan, Notaris dan saksi-saksi.
Penyimpanan SURAT WASIAT RAHASIA ini haruslah bersama- sama
dengan orisinil-orisinil akta lainnya, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 940
BW.
Pasal 941 BW, menunjukkan pada suatu kemungkinan apabila si
peninggal warisan tersebut adalah bisu, jika demikian maka tetaplah harus ia
yang menulis, dan di atas akta superscriptie haruslah ia menulis bahwa surat
wasiat yang ada di dalamnya adalah surat wasiatnya dan kemudian Notaris
membuat keterangan pada akta superscriptie bahwa keterangan tertulis dari si
pembuat surat wasiat tersebut adalah ditulis dihadapan Notaris dan para saksi.
Syarat-syarat Saksi Dalam Pembuatan
Surat Wasiat
Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapatnya seseorang
menjadi saksi dalam pembuatan surat wasiat adalah dimuat dalam pasal 4 BW, yang
antara lain disebutkan :
Sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin.
Penduduk Indonesia.
Mengerti bahasa yang dipergunakan oleh si peninggal warisan dan yang
dipergunakan untuk/dalam surat wasiat.
Kemudian oleh pasal 944 ayat 2 BW, dinyatakan bahwa syarat-syarat, bagi
para saksi dalam pembuatan surat wasiat tak rahasia, saksi tidak diperbolehkan :
Para ahli waris, sanak famili atau orang yang dihibahi barang-barang atau sanak-
sanaknya sampai derajad 4.
Anak-anak, cucu-cucu, menantu ataupun cucu menantu Notaris.
Pelayan-pelayan Notaris.
SURAT WASIAT YANG DI BUAT DI LUAR NEGERI

Ketentuan dari pasal 945 BW menyatakan bahwa seorang warga


negara Indonesia yang tunduk pada hukum perdata barat (Burgerlijk Wetboek)
dapat membuat SURAT WASIAT DI LUAR NEGERI, namun dengan suatu
akta autentik dan dengan mengikuti acara-acara yang lazim dipergunakan di
negara tersebut, dan konsul Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan yang
lazim dilakukan oleh Notaris Indonesia.
Pembuatan Surat Wasiat Dalam Keadaan Luar Biasa

Mengenai pembuatan SURAT WASIAT DALAM KEADAAN LUAR


BIASA ini diatur oleh pasal-pasal 946, 947 dan 948 BW.
Pasal 946 BW memberikan kemungkinan pada prajurit atau seseorang yang
ada dalam dinas ketentaraan, dalam keadaan perang dapat membuat surat wasiatnya
dihadapan seorang perwira perang yang berpangkat serendah-rendahnya letnan, atau
jika tidak ada perwira maka dapat dilakukan dihadapan seorang yang pangkatnya
paling tinggi dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
Pasal 947 BW memberikan ketentuan untuk membuat surat wasiat di dalam
kapal laut yang sedang berlayar. Di sini surat wasiat dibuat dihadapan Kapten dan
dihadiri oleh dua orang saksi.
Jika seseorang ada di daerah terpencil yang terputus hubungan
dengan luar karena pemberontakan wabah penyakit ataupun karena bencana
alam, maka surat wasiat dapat dibuat dihadapan seorang pegawai Pamong
Praja dan dihadiri sekurang-kurangnya satu orang saksi.
Jika pembuat surat wasiat tersebut itu seorang buta huruf maka
hal ini harus diterangkan dalam surat wasiat.
Pasal 950 BW memberikan keterangan bahwa surat wasiat yang
dibuat dalam keadaan luar biasa tersebut akan menjadi tidak mempunyai
kekuatan lagi (krachteloos) jika setelah berakhirnya masa luar biasa
tersebut dengan tenggang waktu 6 bulan.
ERFSTELLING DAN LEGAAT

Antara ERFSTELLING DAN LEGAAT terdapat suatu perbedaan, dimana


erfstelling adalah merupakan penentuan dalam surat wasiat, dimana seseorang tertentu
ditunjuk untuk menerima seluruh harta warisan atau sebagian tertentu, misalnya ½ , ¼, ¾
dan sebagainya, hal ini dapat kita lihat dari pasal 954 BW, sedangkan legaat adalah
dimana seorang peninggal warisan menunjuk seseorang tertentu, misalnya rumah tertentu,
seluruh barang bergerak milik peninggal warisan, atau hak memetik/memungut hasil atas
sebagian atau seluruh harta peninggalan dan sebagainya, yang mana hal ini dapat kita
lihat dalam pasal 956 BW.
Demikian juga menurut pasal 955 dan pasal 958 BW dapat disimpulkan
mengenai perbedaan antara ERFSTELLING DAN LEGAAT, dimana orang yang
mendapat erfstelling berkedudukan sebagai ahli waris ab-intestato, dalam artian ini
maka orang yang menerima erfstelling tidak saja menerima barangnya saja akan tetapi
juga menanggung beban antara lain membayar utang si peninggal warisan.
Berbeda dengan legaat yang berkedudukan sebagai seorang crediteur dari si
peninggal warisan, sehingga ia tidak bertanggung jawab atas utang-utang si meninggal
dunia, bahkan ia dapat menuntut dari ahli warisnya agar barang-barang tertentu
diserahkan kepadanya.
KEWAJIBAN (LAST)

Dalam suatu legaat dapat pula dibebankan suatu kewajiban kepada


penerimaan legaat (legataris), dalam pasal 961 BW, membarikan kewajiban
bagi legataris untuk membayar pajak, sedangkan menurut pasal berikutnya,
yaitu pasal 962 BW, menyatakan bahwa apabila beberapa legataris dibebani
kewajiban oleh si peninggal warisan, maka para legataris itu wajib untuk
memenuhinya seimbang dengan yang diterimanya.
UJUD LEGAAT

Dari ketentuan yang ada dalam pasal 968 BW, dapat kita lihat bahwa Ujud
Barang Legaat dapat berupa barang tertentu, dan juga dapat pula berupa sekumpulan
barang tertentu ataupun sejumlah barang tertentu.
Penyerahan barang legaat, haruslah diserahkan pula segala kelengkapan
barang tersebut, jadi misalnya yang diberukan tersebut sebuah pabrik, maka yang
diserahkan sebagai barang legaat adalah bangunan beserta mesin dan kelengkapan
pabrik tersebut (963 BW).
Kepada si legataris, jika yang diserahkan adalah jenis barang tertentu maka
tidaklah perlu yang diserahkan itu merupakan barang yang terbaik, akan tetapi tidak
boleh yang diserahkan itu merupakan barang yang terjelek, hal ini adalah sesuai
dengan ketentuan dari pasal 969 BW.
Untuk yang diserahkan adlah berupa hasil dari barang tertentu, tidak
disebutkan kata-kata ‘memetik hasil’ atau ‘memakai’ (vrucht gebruik atau gebruik),
maka hal ini berarti bahwa barang tersebut masih ada ditangan ahli waris, dan ahli waris
ini berkewajiban untuk menyerahkan/memberi hasil kepada legataris saja.
Namun akan lain apabila disebutkan hak memetik hasil (recht van vrucht
gebriuk) atau hak memakan (recht V. Gebruik), maka di sini harus diartikan bahwa
barangnnya harus diserahkan kepada legataris.
FIDEI COMMIS

Larangan terhadap adanya “Fideicommissaire Substitutien” atau “Erfstelling


Over de Hand” dimuat dalam pasal 879 ayat 1 BW, sedangkan pada ayat 2 dapat kita
ketahui tentang maksud dari ayat di atas, yakni, bahwa setiap penetapan si meninggal/si
peninggal warisan, bahwa si ahli waris di berikan kewajiban untuk menyimpan harta
warisan atau barang tertentu dari harta warisan yang selanjutnya harus diserahkan kepada
pihak ketiga.
FIDEI COMMIS DE RESIDUO

Fidei Commis De Residuo, yang diatur dalam pasal 989 sampai dengan 991
BW, adalah merupakan kekecualian dari larangan adanya fidei commis. Tentang fidei
commis de residuo ini adalah berarti bahwa seorang ahli waris diberi hak untuk memakai,
menjual ataupun bahkan menghabiskan barang warisan tersebut dengan beban sisanya
diserahkan kepada pihak lain.
Dari ketentuan pasal 990 BW, Fidei Commis De Residuo ini masih diperlukan
kewajiban untuk mengadakan perincian barang-barang (boedelschriving).
PENARIKAN KEMBALI SURAT WASIAT

Surat wasiat, dimana didalamnya mengandung suatu pengertian yang prinsip


yaitu merupakan keinginan terakhir dari si peninggal warisan, oleh karena itu memang
diberi kemungkinan untuk diubah ataupun ditarik kembali. Penarikan kembali ini dapat
dilakukan secara diam-diam (stizwijgend) ataupun secara terang-terangan
(uitdrukkelijk).
PENARIKAN KEMBALI SECARA DIAM-DIAM

Dari yang kita tangkap, ketentuan-ketentuan pada BW tentang penarikan


kembali surat wasiat secara diam-diam ini ada tiga macam contoh, yaitu :
1.Jika seseorang peninggal warisan membuat surat wasiat lebih dari satu yang isinya
berbeda satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Dalam hal ini, pasal 994 BW,
menyatakan bahwa jika ada dua surat wasiat yang berurutan berbeda dengan yang
lainnya, maka dianggap penarikan kembali dari ayat-ayatnya dikemukakan bahwa
penarikan kembali secara diam-diam ini dianggap tidak pernah ada jika surat wasiat
yang kedua tidak memenuhi ketentuan acara-acara yang ditentukan oleh BW.
2.Ketentuan dari pasal 996 BW, meyatakan bahwa jika terjadi suat barang yang
dihibahkan, namun oleh si peninggal warisan, sebelum meninggal dunia barang
tersebut kemudian dijual atau ditukarkan, maka hal inipun dianggap telah ada
penarikan kembali.
3.Jika terjadi suatu surat wasiat olografis yang diminta kembali oleh si pembuat surat
wasiat tersebut dari Notaris, maka hal inipun dianggap telah terjadi penarikan kembali
surat wasiat tersebut (934 BW).
PENARIKAN KEMBALI SECARA TEGAS
Tentang penarikan kembali surat wasiat secara tegas oleh BW
diatur dalam pasal 992 dan 993.
Menurut pasal 992 BW, penarikan kembali secara tegas ini dapat
dilakukan dengan:
1.Dalam suatu surat wasiat baru yang dibuat menurut pasal-pasal BW, atau
2.Dalam suatu akta Notaris khusus (bijzondere notariele akta).
Tentang apa yang dimaksud dengan ‘khusus’ pada ketentuan ini
adalah suatu akta yang memang secara khusus memuat tentang penarikan
suatu surat wasiat.
PENAMBAHAN (Aanwas)

Jikalau terjadi, suatu harta warisan yang diberikan kepada ahli waris
tidak dapat dilaksanakan terhadap salah seorang dari mereka, maka bagiannya
yang tidak dapat diberikan tadi dibagi dan ditambahkan kepada yang lain.
Misalnya, harta warisan diberikan secara bersama-sama diberikan
kepada V, W dan X, kemudian untuk si W tak dapat dilaksanakan, maka bagian W
dibagi dan ditambahkan kepada V dan X, namun pemberian bersama ini tidak
ada/dianggap tidak ada jika telah ditetapkan berapa bagiannya, misalnya ¾, ½ atau
¼ dan sebagainya.
Tentang Aanwas ini diatur dalam pasal 1002 BW, “dalam hal bilamana
dengan surat wasiat diangkat beberapa ahli waris atau dihibahkan kepada beberapa
orang bersama-sama dan terhadap seseorang atau lebih di antara mereka itu tidak
dapat dilaksanakan, maka hal ini dapat mengakibatkan bertambahnya warisan atau
hibah bagi mereka masing-masing”.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa aanwas ini tidak akan terjadi kecuali
adanya perwarisan bersama-sama (gezamelijk). Tentang gezamelijk ini aturannya
dapat kita jumpai pada pasal 1002 ayat 2, “tiap pengangkatan waris atau hibah
dengan surat wasiat satu-satunya dan bagi mereka (beberapa orang) tidak disebutkan
bagiannya mereka masing-masing yang tertentu harus dianggap ditetapkan bagi
mereka bersama-sama”.
Seandainya salah satu dari mereka itu menolak warisan atau dinyatakan
tidak patut atau tidak cakap, maka hal ini berarti akan menambah bagian dari kawan
wasiatnya tadi.
Misalnya :
“saya berikan kepada Andi dan Yunus sebuah rumah, yang terletak di Jl.
Kol. Isdiman 12 Yogyakarta”. Namun ternyata Andi menolak warisan, maka berarti
bagian Yunus bertambah, terjadilah aanwas.
OVERSPELL
Di antara orang yang melakukan perzinahan (overspel) yang mana
hal itu sudah dibuktikan dengan keputusan Hakim menurut pasal 909 BW
tidak diperbolehkan saling memberi hibah wasiat.

SIKAP AHLI WARIS


Harta warisan yang menurut BW adalah semuanya yang di dalamnya
termasuk pula utang-utang yang harus dibayar oleh si peninggal warisan, sehingga
dapatlah dimaklumi jika BW memberikan tiga macam sikap yang harus dipilih salah
satunya oleh ahli waris.
1.Menerima seluruh harta warisan, yang dalam pengertian ini berarti juga meliputi
utang-utang si peninggal warisan.
2.Menerima dengan syarat bahwa harus diperinci barang-barangnya dengan pengertian
bahwa utang-utangnya dapat di bayar sekedar harta warisan mencukupi.
3.Menolak harta warisan dengan pengertian bahwa ia tidak tahu menahu tentang
pengurusan harta warisan tersebut.
Ahli waris yang menerima sikap pertama atau sikap kedua maka penerimaan
harta warisannya berlaku surat sampai waktu ke waktu meninggalnya si peninggal
warisan.
Sikap manapun yang diambil oleh ahli waris akan mempunyai pengaruh
terhadap harta warisnya maupun terhadap dirinya, oleh karena itu oleh BW diberikan
waktu dan hak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil sikap (beraad).
Mengenai hak untuk berpikir (recht van beraad) ini diatur oleh 1023 sampai
dengan pasal 1029 BW. Untuk berpikir ini maka ahli waris haruslah menyampaikan
keterangan kepada Panitera Pengadilan Negeri agar dimasukkan dalam daftar dan
tenggang waktu untuk berpikir ini menurut pasal 1024 BW ditetapkan selama 4 bulan
dihitung sejak menyampaikan keterangannya kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Selama masa berpikir ini maka ahli waris diwajibkan untuk memelihara
harta warisan (als een goed huisvader) dan jika terdapat barang-barang yang tidak
dapat disimpan lama ataupun terdapat barang-barang yang dianggap tidak berguna
maka ahli waris dapat melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, agar diambil
tindakan penyelamatan.
MENERIMA TANPA SYARAT
Ahli waris dapat mengambil sikap pertama, yaitu Menerima Tanpa Syarat.
Menurut pasal 1048 BW, menerima tanpa syarat ini dapat dilakukan dengan dua macam
cara, yaitu :
Menerima secara tegas, yaitu dengan membuat akta autentik ataupun akta bawah tangan.
Menerima diam-diam, yaitu dengan cara sikap mencerminkan sikap menerima tanpa
syarat.
Tindakan ahli waris yang berhubungan dengan penguburan mayat dan tindakan
yang bertujuan untuk melindungi, menyimpan atau mengawasi ataupun menyimpan
sementara barang-barang tertentu bagian dari harta warisan menurut pasal 1049 BW
adalah bukan merupakan sikap menerima warisan secara tanpa syarat.
MENERIMA DENGAN SYARAT

Dengan adanya sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa harta
pribadinya tidak bercampur dengan harta warisan, dengan demikian utang-utang si
peninggal warisan tidak akan dilunasi secara pribadi oleh ahli waris tersebut.
Jika terjadi beberapa orang ahli waris menerima dengan syarat dan seorang
menerima tanpa syarat maka akan menjadikan keadaan dimana semua ahli waris
dianggap menerima dengan syarat, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1050 BW.
Syarat, yang dimaksud dengan syarat ini ialah bahwa harus ada perincian
barang-barang yang merupakan harta warisan. Cara untuk memerinci ini tidak
ditentukan oleh BW, ahli waris dapat melakukan dengan akta bawah tangan atau
juga dengan akta Notaris.
Pasal 1031 BW menyatakan bahwa seseorang kehilangan hak untuk
menerima tanpa syarat apabila :
Iktikad (te kwader trouw) ia tidak menyebutkan beberapa barang warisan
dalam inventaris.
Apabila ia menggelapkan dalam arti luas sebagaimana dimaksud dalam
KUHP barang warisan.
Jika seseorang kehilangan haknya untuk menyatakan sikap menerima
dengan syarat, maka ia dianggap menerima tanpa syarat.
Akibat dari sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa : hartanya
tidak bercampur dengan harta warisan hingga hal yang menyangkut dengan
utang-utang si peninggal warisan hanya dibayar sampai nilai harta warisan.
MENOLAK HARTA WARISAN

Sikap MENOLAK HARTA WARISAN ini menurut pasal 1057 BW


ditentukan ada dua macam cara, yaitu dengan cara tegas, yaitu dengan cara membuat
keterangan menbolak pada Panitera Pengadilan Negeri di wilayah hukum mana harta
warisan tersebut berada.
Akibat penolakan tersebut, menurut pasal 1059 BW adalah berlaku surut
dihitung sejak saat meninggalnya peninggal warisan sehingga si penolak warisan
tersebut dianggap tidak pernah ada.
Dengan penolakan ahli waris tersebut untuk menerima warisan, maka
terdapat kemungkinan bahwa hal ini akan merugikan crediteur yang mempunyai
piutang kepada si meninggal, jika demikian maka oleh pasal 1061 BW, diberi
kemungkinan kepada crediteur tersebut untuk meminta kepada hakim agar ia diberi
kuasa untuk mengganti menerima harta warisan atas nama.
INCORTING

Seperti telah diutarakan dimuka bahwa jika terjadi pelanggaran


terhadap legitieme portie sehingga hak mutlak tidak dapat dicapai
besarnya maka diadakan pemotongan atau incorting terhadap wasiat, dan
jika masih belum mencukupi diambilkan dari hibah.
Contoh Kasus I

A Meninggal dunia dengan meninggalkan


A+ wasiat X
dua orang anak, yaitu B dan C, disamping
itu meninggalkan wasiat yang isinya
menerang kan X sebagai ahli waris dengan
bagian ¾ dari seluruh harta warisan. Jumlah
harta warisan A senilai Rp. 120 juta. Para
Legitimaris menurut legitieme portie.
C
B Bagaimana penyelesaiannya ?
Penyelesaian :
Harta peninggalan A senilai Rp. 120.000.000,-.
Pelaksanaan wasiat kepada X = ¾ x Rp. 120.000.000,- = Rp. 90.000.000,-.
Sisa = Rp. 120.000.000,-
Rp. 90.000.000,- –
Rp. 30.000.000,-
Pembagian menurut undang-undang :
B = C, masing-masing = ½ x Rp. 30.000.000,- = Rp. 15.000.000,-.
Perhitungan Legitieme Portie
LP B = LP C masing-masing = 2/3 x ½ x Rp. 120.000.000,- = Rp. 40.000.000,00.
Jadi B dan C tidak boleh menerima kurang dari Rp. 40 juta karena itu merupakan
hak mutlaknya, padahal mereka masing-masing baru menerima Rp. 15 juta, jadi
masing kurang = Rp. 40 juta – Rp. 15 juta = Rp. 25 juta, atau total (B+C) kurang =
Rp. 50 juta.
Kekurangan tersebut diambilkan dari wasiat.
Kesimpulan :
B menerima Rp. 40.000.000,-
C menerima Rp. 40.000.000,-
Terhadap X dilakukan pemotongan/incorting, yaitu :
Rp. 90.000.000 – Rp. 50.000.000 = Rp. 40.000.000,-
Jadi yang diterima X = Rp. 40.000.000,-
Contoh Kasus II

Pada tahun 1986 R meninggal dunia dengan


HIBAH meninggalkan 2 orang anak yaitu A dan B.
R+ Sebelum meninggal dunia, pada tahun 1970 R
1970 C
HIBAH memberi hibah kepada C senilai harga Rp.
1974 1.000.000,-. Pada tahun 1974 R memberi hibah
HIBAH
1979 D kepada D senilai harga Rp. 2.000.000,- dan pada
tahun 1979 juga memberi hibah kepada E senilai
harga Rp. 3.000.000,-. Harta peninggalan R habis
untuk membayar utang-utangnya. Para
legitimaris menuntut haknya.
E Hibah kepada :
C = Rp. 1.000.000,-
D = Rp.2.000.000,-
A B E = Rp. 3.000.000,- +
Rp. 6.000.000,-
Penyelesaian :
Penghitung LP
LP A = LP B = 2/3 x ½ x Rp. 6.000.000,00 = Rp.2.000.000,00
Atau untuk 2 orang sebesar Rp. 4.000.000,00.
Pemotongan/incorting untuk hibah yang dilakukan tidak dalam waktu yang
sama adalah yang dipotong terlebih dahulu adalah hibah terakhir, bila belum
mencukupi, dipotongkan lagi dari yang sebelumnya, terus ke belakang
sampai mencukupi.
Jadi :
A menerima = Rp. 2.000.000,00
B menerima = Rp. 2.000.000,00
C menerima = Rp. 1.000.000,00
D menerima = Rp. 2.000.000,00 - Rp. 1.000.000,00 = Rp.1.000.000,00.
E menerima = Rp. 3.000.000,00 – Rp. 3.000.000,00 =Rp. 0.
INBRENG(PEMASUKAN)

Inbreng, adalah pemasukan kembali ke dalam harta peninggalan, hibah-


hibah/pemberian-pemberian si peniggal warisan ketika masih hidup, tentang apa yang
dimasukkan kembali (di-inbreng) di tentukan oleh pasal 1086 dan pasal 1096 BW,
adalah sebagai berikut :
1.Semua hibah (schengkingen) oleh si pewaris (peninggal warisan ketika masih
hidup).
2.Segala sesuatu yang telah diberikan kepada ahli waris.
3.Segala hal yang telah diberikan kepada ahli waris untuk memberikan kedudukan
dalam masyarakat atau satu jabatan atau pekerjaan kepada ahli waris.
4.Segala sesuatu yang dimasukkan untuk membayar utang-utang si ahli waris.
5.Segala sesuatu yang merupakan pesangon perkawinan.

106
Namun disamping itu ada beberapa hal yang merupakan pemberian
pewaris akan tetapi tidak perlu untuk dimasukkan kembali, yang oleh pasal 1097
BW ditentukan antara lain :
1.Biaya nafkah dan biaya pendidikan ahli waris.
2.Biaya belajar guna perdagangan, kerajinan tangan, kebudayaan dan perusahaan.
3.Biaya perkawinan dan pakaian yang perlu untuk hidup setelah perkawinan.
4.Biaya untuk membayar upah kepada orang yang menggantikan ahli waris untuk
wajib militer.
YANG WAJIB MELAKUKAN INBRENG

Untuk yang diwajibkan melakukan Inbreng ini ialah harus


memenuhi dua syarat, yaitu :
1.Ahli waris dalam garis lurus ke bawah;
2.Ahli waris yang pernah menerima hibah pada saat si pewaris masih hidup.
Jadi pada prinsipnya orang yang melakukan inbreng adalah ahli
waris dalam garis lurus ke bawah yang pernah menerima hibah diwajibkan
melakukan inbreng, kecuali dengan tegas dibebaskan untuk tidak melakukan
inbreng, baik itu pembebasan yang dicantumkan dalam akta hibah, akta
autentik lainnya atau dalam surat wasiat. Sehingga dalam pengertian ini pula
keluarga sedarah yang tidak dalam garis lurus ke bawah, walaupun pernah
menerima hibah tidak diwajibkan melakukan inbreng, kecuali secara tegas
diwajibkan oleh pewaris dalam suatu akta autentik atau dalam surat wasiat.
Contoh Kasus I

A+ A meninggal pada tahun 1959. Di tahun


1959 1955 A menghibahkan kepada anaknya
berupa sebidang sawah, yaitu kepada B.
Apakah B wajib melakukan inbreng ?
HIBAH Penjelasan :
Dalam hal ini B wajib melakukan
inbreng, karena :
-B merupakan ahli waris dalam garis
lurus ke bawah,
B -dan B pernah menerima hibah.
C D
Contoh Kasus II
P meninggal dunia pada tahun 1985, sebelum
meninggal ia pernah menghibahkan sebidang
A+
tanah pekarangan kepada anaknya yaitu D,
1959 yang mana D ini telah memiliki 2 orang anak
yaitu Da dan Db. Anak P ada tiga orang yaitu
C, D dan E, namun karena mereka mem
TIDAK PATUT MEWARIS bunuh P; oleh hakim dijatuhi hukuman
D
karena membunuh P. Oleh karena itu mereka
C
E tidak patut mewaris, oleh karena itu pula ahli
waris P adalah Da dan Db yang mewaris
Da Db karena dirinya sendiri (uit eigen hoofde).
Apakah Da dan Db wajib melakukan inbreng ?
Menurut pasal 1089 ayat 2 dinyatakan bahwa
seorang anak yang karena kedudukannya
sendiri memperoleh harta warisan tidak perlu
memasukkan/ inbreng pemberian kakek
neneknya kepada orang tuanya. Dengan
demikian sehubungan dengan kasus di atas
maka Da dan Db tdak perlu melakukan
inbreng.
Pembagian harta peninggalan tersebut menurut ketentuan dari pasal
1071 ayat 2 BW, harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan oleh
pasal 1072 BW :
1.Harus dihadiri oleh Weeskamer (Balai Harta Peninggalan)
2.Dilakukan di depan Notaris, Notaris ini dipilih sendiri oleh para ahli waris.
3.Harus ada perincian barang dari harta peninggalan (boedel schrijving).
4.Jika terdapat barang-barang yang harus ditaksir harganya, maka untuk
saham maupun efek dilakukan atas dasar catatan resmi, sedang untuk yang
lainnya harus ditaksir oleh 3 orang juru taksir yang disumpah oleh pejabat
Pamong Praja.

112
PELAKSANA TESTAMENT

Pelaksana testament (executeur testamentair) yang dapat ada dapat


pula ditiadakan. Untuk adanya pelaksana testamen dapat dilakukan dengan
menunjuk. Oleh pasal 1005 BW ditentukan bahwa pelaksana testamen ini
dapat ditunjuk dalam testamen, dalam akta bawah tangan yang ditulis, diberi
tanggal dan ditanda tangani oleh peninggal warisan (codicil) atau dapat pula
dalam akta Notaris ‘istimewa’. Istimewa disini menunjuk pada sifat akta
tersebut yang isinya tentang ha;-hal yang harus dilakukan setelah si
peninggal harta warisan tersebut meninggal dunia.

113
Tentang siapa-siapa yang tidak dapat menjadi Pelaksana
Testament, oleh pasal 1006 BW ditentukan sebagai berikut :
1.Wanita yang bersuami kecuali dengan bantuan suaminya.
2.Orang yang belum dewasa.
3.Orang yang ada di bawah pengampunan.
4.Orang-orang yang menurut hukum dianggap tidak cakap bertindak.
Perlu diingat bahwa pasal di atas tidak menyebutkan bahwa mereka
itu tidak dapat ditunjuk, pasal di atas hanya menyatakan bahwa orang-orang
tersebut tidak dapat menjadi pelaksana, jadi orang tersebut dapat saja
ditunjuk selaku pelaksana testament.

114
LINGKUP KERJA TESTAMENT

Dari istilah yang dipakai, yaitu pelaksana testament, maka dapatkah


kita simpulkan bahwa tugas dan kerjanya adalah melaksanakan testament. Hal
ini dapat kita simpulkan dari ketentuan pasal 1011 BW yang menyatakan
bahwa pelaksana testament harus berusaha agar testament dilaksanakan, dan
jika terjadi perselisihan, maka ia berkuasa untuk mempertahankan sahnya
perseleisihan dimuka Hakim.
Kekuasaan si pelaksana testament ini, jika tidak diikuti oleh
kekuasaan terhadap barang-barang dari harta peninggalan, maka ia hanya
berkuasa untuk memperingatkan para ahli waris untuk memenuhi
kewajibannya serta memperingatkan para legataris akan hak-haknya.

115
PENGURUS HARTA PENINGGALAN

Pengurus Harta Peninggalan (Bendvoeder), oleh BW diatur dalam pasal


1019 sampai dengan pasal 1022 BW.
Dimulai dari pasal 1019 BW yang menetapkan bahwa pewaris berhak untuk
menunjuk seorang pengurus harta peninggalan untuk selama waktu tertentu atau
selama hidupnya ahli waris. Si peninggal warisan ini dapat menunjuk pengurus
harta warisan hanya hak memetik hasil (vrucht gebruik) yang diberikan kepada ahli
waris yang di bawah umur atau yang ada di bawah pengampunan.
Selanjutnya jika pengurus harta peninggalan ini karena suatu hal kemudian
berhalangan untuk melakukan tugasnya dan oleh si pewaris tidak ditentukan
penggantinya maka Hakim harus menunjuk penggantinya setelah mendengarkan
pendapat dari Jaksa (1020 BW).
Cara penunjukkan pengurus harta peninggalan ini oleh pasal 1019 BW
ditentukan dalam testamen atau di dalam akta Notaris khusus dan tidak boleh
dalam akta bawah tangan.

116
PEMBAYARAN UTANG PENINGGAL
HARTA PENINGGAL

Tentang pembayaran utang-utang si peninggal harta peninggalan/pewaris ini,


diatur oleh pasal 1100 sampai dengan pasal 1111 BW, yang pada pasal 1100 nya
menyatakan bahwa :
Kewajiban membayar utang hanya dibebankan kepada ahli waris yang menerima harta
peninggalan tanpa syarat (aanvaarden).
Besar kecilnya beban membayar utang ini disesuaikan dengan yang mereka terima.
Seorang ahli waris yang diberi bagian berupa barang tak bergerak, sedangkan
benda tak bergerak tersebut terdapat beban hipotek, maka ia wajib membayar beban
hipotek tersebut, namun jika yang dibayarkan tersebut melebihi bagiannya maka ia
berhak untuk meminta kekurangnnya pada ahli waris yang lainnya.

117
CARA PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN

Setelah selesainya perhitungan-perhitungan, maka selanjutnya dilakukan pembagian


harta peninggalan. Sisa dari perhitungan tersebut dibagi-bagi kepada para ahli waris sesuai
dengan bagiannya masing-masing dengan persetujuan semua ahli waris.
Dari ketentuan pasal 1079 ayat 2 ditentukan cara pembagiannya adalah :
1.Masing-masing ahli waris menerima barang-barang tertentu yang nilainya sesuai dengan
perhitungan untuk bagiannya ( ½, ¼, ¾, dsb).
2.Masing-masing ahli waris menerima barang-barang dari harta peninggalan ada yang
memiliki kelebihan nilai dan ada yang kurang dengan ketentuan yang kelebihan harus
memberikan secara tunai kepada yang kurang, hingga bagiannya menjad sesuai dengan
perhitungan.
Setelah selesai pembagian tersebut, maka berarti para ahli waris telah dianggap
pemilik barang-barang tersebut terhitung surut sejak meninggalnya pewaris.
PEMBATALAN
Ketentuan dari pasal 1071 BW ayat 2 ditentukan bahwa
pembagian harta peninggalan tersebut dapat batal jika tidak memenuhi
ketentual pasal 1072 BW, sedangkan menurut pasal 1112 BW, pembagian
tersebut dapat dibatalkan jika :
Dilakukan dengan paksaan.
Adanya penipuan.
Apabila salah seorang atau lebih ahli waris ada yang dirugikan hingga
mencapai ¼ bagian yang diakibatkan oleh salah taksir.
Note
Pembagian harta peninggalan tersebut dimungkinkan pula
dilakukan oleh si pewaris dalam suatu testamen atau dalam akta Notaris.
HARTA PENINGGALAN TAK
TERURUS

Seseorang yang meninggal dunia, sedang ia meninggalkan harta akan tetapi


tidak ada ahli warisnya ataupun semua ahli warisnya menolak atau dinyatakan tidak
patut, maka menurut pasal 1126 BW, Balai Harta Peninggalan (Weeskamer)-lah
yang berkewajiban untuk mengurusnya.
Tentang ada atau tidaknya harta peninggalan yang tak terurus ini adalah
menurut keputusan Hakim atas permintaan jaksa Penuntut Umum atau atas
permintaan orang yang berkepentingan.
Ketentuan dari pasal 1128 BW adalah bila Balai Harta
Peninggalan mulai mengurus, maka BHP akam melakukan penyegelan
barang warisan dan kemudian menginventariseer dan selanjutnya harus
mengurusnya sebaik-baiknya.
BHP berkewajiban, pula untuk melakukan pemanggilan terhadap
para ahli waris. Dan jika terjadi gugatan terhadap harta peninggalan yang
diurusnya maka BHP berkewajiban untuk menghadap Hakim.
Jika tidak ada ahli waris maka BHP harus membuat pertangung-
jawaban kepada Negara, dimana selanjutnya Negaralah yang berhak atas
harta peninggalan tak terurus tersebut.

122

You might also like