meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk seperti menggendong, atau meletakkan sesuatu dalam pangkuan. Hadhanah menurut istilah diartikan tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi atau anak kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya sendiri. PENGERTIAN
Hadhanah menurut Sayyid Sabiq
adalah melakukan pemeliharaan anak yang masih kecil, laki-laki ataupun perempuan atau yang sudah besar tapi belum mumayyiz tanpa kehendak dari apapun, menjaga dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani dan rohani agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggungjawab. Pihak yang berhak atas Hadhonah
1. Periode sebelum Mumayyiz
Periode ini adalah dari waktu lahir sampai menjelang umur 7/8 tahun. Pada masa tersebut seorang anak belum lagi mumayyiz atau belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi dirinya. Dalam periode ini pihak ibu lebih berhak terhadap anak untuk melakukan hadhanah. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah:”Barang siapa memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya, niscaya Allah akan memisahkannya dengan yang dikasihinya di Hari Kemudian”. 2. Periode Mumayyiz Masa mumayyiz adalah dari umur 7/8 tahun sampai menjelang balig berakal. Pada masa ini seorang anak secara sederhana telah mampu membedakan antara yang berbahaya dan yang bermanfaat bagi dirinya. Oleh sebab itu ia sudah dianggap dapat menjatuhkan pilihannya sendiri apakah ikut ibu atau ayahnya. Hal ini didasarkan pada hadis dari Abu Hurairah yang menceritakan seorang wanita yang mengadukan tingkah bekas suaminya yang hendak mengambil anak mereka berdua, yang telah mulai mampu menolong mengambil air disumur. Lalu Rasulullah menghadirkan kedua pihak yang bersengketa dan mengadili:”Hai anak, ini ibumu dan ini ayahmu.Pilihlah yang mana engkau sukai untuk tinggal bersamanya.Lalu anak itu memilih ibunya”. Apabila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh (Pasal 156 KHI): 1. Wanita dalam garis lurus dari ibu 2. Ayah 3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan 5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu 6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping ayah Syarat-syarat yang Melakukan Hadhanah Untuk kepentingan anak dan pemeliharaanya diperlukan beberapa syarat bagi yang melakukan hadhonah, sebagai berikut: 1. Baligh berakal, tidak terganggu ingatannya, tidak memiliki penyakit menular 2. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik anak yang diasuh, tidak terikat pada pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhonah menjadi terlantar 3. Amanah, tidak rusak akhlaknya 4. Tidak menikah dengan lelaki lain bagi ibu yang memegang hak hadhonah didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Abu Daud kecuali bila suami tidak menolaknya. 5. Beragama Islam Kewajiban Nafkah Pasal 156 KHI: “Semua biaya hadhonah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)”. Bagaimana bila suami tidak memberikan nafkah? 1. Apabila suami tidak memberikan nafkah karena dalam kesulitan mayoritas ulama berpendapat bahwa suami berhutang kepada istrinya yang harus dibayar dikemudian hari apabila dia mampu. 2. Apabila suami mampu tetap dianggap sebagai hutang nafkah istri yang belum dibayar baik atas keputusan hakim atau tidak tetap harus dibayar kecuali direlakan oleh pihak istri dan tidak ada masa kadaluarsanya. HARTA DALAM PERKAWINAN Tentang Harta Bersama Adanya harta bersama dalam sebuah rumah tangga pada awalnya didasarkan atas ‘urf atau adat istiadat masyarakat yang tidak memisahkan antara harta suami dan harta istri dalam sebuah rumah tangga. Harta bersama tidak dijumpai dalam masyarakat Islam yang adat istiadatnya memisahkan antara harta suami dengan harta istri. Dalam masyarakat Islam seperti ini, hak dan kewajiban dalam rumah tangga terutama yang berkaitan dengan pembelanjaan diatur secara ketat. Harta pencarian suami selama dalam perkawinan adalah harta suami, bukan dianggap harta bersama dengan istri. Bagaimana dengan masyarakat di Indonesia? Masyarakat Indonesia lebih condong kepada adanya harta bersama dalam perkawinan. Seluruh harta yang diperoleh suami istri setelah perkawinan dianggap sebagai harta bersama tanpa mempersoalkan jerih payah siapa yang lebih banyak. Jika salah satu pihak meninggal dunia, maka masalah pertama yang harus diselesaikan sebelum pembagian harta warisan adalah penyelesaian pembagian harta bersama. Harta Kekayaan Dalam Perkawinan Menurut KHI • Diatur pada Bab XIII • Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing- masing suami istri. • Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan. Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai sepenuhnya demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dan dikuasai penuh olehnya. • Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh dari masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Lanjutan
• Suami istri mempunyai hak sepenuhnya
untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh dan lainnya. • Pertanggungjawaban terhadap hutang suami istri dibebankan pada hartanya masing-masing. • Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga dibebankan kepada harta bersama. • Bila harta bersama tidak mencukupi dibebankan kepada harta suami bila tidak cukup juga kepada harta istri. lanjutan • Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang masing-masing terpisah berdiri sendiri. • Apabila terjadi cerai mati maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. • Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang ditangguhkan sampai ada kepastian matinya yang hakiki atau secara hukum.