You are on page 1of 36

PENDAHULUAN

Manusia adalah mahluk individu dan mahluk sosial,


yang dalam kehidupan se-hari2 selalu berhubungan
dari individu yang lainnya.
Dalam melakukan hubungan antar sesama, perlu di-
lakukan komunikasi antar individu tersebut, jadi
komunikasi merupakan bagian terpenting dari semua
aktivitas, agar tugas masing-masing bisa selesai dengan
baik.
I. DEFINISI KOMUNIKASI

Asal kata : “Communication” (Bhs Inggris), “Communicatio” (Bhs


Latin) dari kata “Communis” (= sama makna)
Communication is the interchange of information, ideas, attitudes,
thoughts and/or opinions yang artinya : pertukaran informasi, ide,
sikap, pikiran dan/atau pendapat , arti yang lain : pemberitahuan dan/
atau pertukaran ide, dimana pembicara mengharapkan pertimbangan
atau jawaban dari pendengarnya.
Definisi lain :
- Komunikasi, sebagai suatu proses tukar-menukar perasaan, keinginan,
kebutuhan dan pendapat. (McCubbin dan Dahl, 1985)
- Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi atau proses yang
menimbulkan & meneruskan makna/arti. (Taylor, dkk, 1993)
- Komunikasi, proses penyampaian informasi, makna dan pemahaman
dari pengirim pesan kepada penerima pesan. (Burgerss, 1988)
Definisi lain :

- A transactional process involving a cognitive sorting, selecting and


sending, of symbols in such a way as to help a listener elicit from his
own mind a meaning or response similar to that intended by commu
nicator. (Ross, 1974)
- Communication is the process by which message are transferred from
a source to receiver. The source transfer the ideas with an intent to
modify behavior of communication is to effects on the of the receiver.
(Rogers)
- Komunikasi : kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan
pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan
tingkah laku yang diinginkan dari penerima informasi. (Yuwono, 1985)
II. Komponen dalam komunikasi
Menurut Potter dan Perry (1993) ada 6 komponen :
1. Komunikator, adalah yang menyampaikan informasi/sumber
informasi.
2. Komunikan, adalah penerima informasi atau memberi respons
terhadap stimulus yang disampaikan oleh komuniator.
3. Pesan, adalah gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau sti
mulus yang disampaikan.
4. Media komunikasi, adalah saluran yang dipakai untuk menyam
paikan pesan.
5. Kegiatan “Encoding”, adalah perumusan pesan oleh komuni
kator sebelum disampaikan pada komunikan.
6. Kegiatan “Decoding”, adalah penafsiran pesan oleh komunikan
pada saat menerima pesan.
III. TINGKAT HUBUNGAN KOMUNIKASI
ada 3 tingkatan :
1. Komunikasi intrapersonal, Komunikasi ini terjadi dalam indi
vidu itu sendiri, komunikasi ini akan membantu agar seseorang
atau individu tetap sadar akan kejadian disekitarnya.
contoh : Bila anda melamun, maka anda sedang melakukan
komunikasi intrapersonal.
2. Komunikasi interpersonal (KAP), adalah interaksi antara dua
orang atau kelompok kecil. Komunikasi ini merupakan inti dari
praktek profesi apoteker karena dapat terjadi antara apoteker
dengan pasien, dokter, perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
3. Komunikasi massa, adalah interaksi yang terjadi dalam
kelompok yang besar.
contoh : Ceramah yang diberikan pada mahasiswa, kampanye,
merupakan contoh kegiatan ini.
KOMUNIKASI INTER PERSONAL (KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI)
Komunikasi Inter Personal (KIP) memiliki ciri-ciri, antara lain :
1. Menurut Rogers :
a. Arus pesan dua arah;
b. Komunikasi dua arah;
c. Tingkat umpan balik, tinggi;
d. Kemampuan mengatasi selektivitas tinggi;
e. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak, relatif lambat;
f. Efek yang terjadi perubahan sikap.
2. Menurut Barnlund :
a. Bersifat spontan;
b. Tidak berstruktur;
c. Kebetulan;
d. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan;
e. Identitas keanggotaan tidak jelas dan terjadinya sambil lalu.
3. De Vito mengemukakan ciri-ciri KIP yg efektif :
a. Opennes (Keterbukaan), ada 2 aspek :
1) Kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita, dan adanya
kemauan untuk membuka diri pada masalah2 yang umum;
2) Keterbukaan menunjukkan ada kemauan untuk memberi tanggapan terhadap
orang lain, secara jujur & terus terang terhadap yang dikatakannya.
b. Positiveness (Positif), memeiliki perilaku positif, baik terhadap diri sendiri, mau-
pun orang lain.
c. Equality (Kesamaan), yaitu kesamaan2 yang dimiliki para pelakunya.
Seperti : nilai, sikap, watak, perilaku, kebiasaan, pengalaman dsb.
d. Empathy (Empati), kemampuan seseorang untuk menempatkan diri pada posisi
atau peranan orang lain, artinya seseorang secara emosional maupun intelektual
mampu memahami apa yang dialami dan dirasakan orang lain.
e. Supportiveness (Dukungan), KIP akan efektif bila dalam diri seseorang ada
perilaku supportif, sehingga satu dan lainnya saling memberi dukungan.
IV. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor yang mempengaruhi komunikasi :
1. Perkembangan pasien,
a. Usia,
b. Cara komunikasi.
2. Persepsi, terbentuk oleh :
a. Harapan
b. Pengalaman
contoh : “Virus” punya persepsi yang berbeda bagi dokter dan
ahli komputer.
3. Nilai, standar yang mempengaruhi perilaku.
contoh : “Abortus” dinilai oleh seorang pasien, bukan dosa,
tetapi apoteker menilai dosa, sehingga berpotensi jadi konflik.
4. Latar belakang sosial budaya, budaya akan mempengaruhi
bahasa dan gaya komunikasi.
5. Emosi, merupakan perasaan subyektif terhadap suatu
kejadian. Apoteker harus mengkaji emosi pasien terlebih dahulu,
sebelum mela kukan kegiatan asuhan kefarmasian, agar dapat
dilakukan dengan tepat.
6. Jenis kelamin, gaya komunikasi untuk pasien yang beda jenis
kelaminnya harus berbeda.
7. Pengetahuan, tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap cara dan
gaya komunikasi yang digunakan, sehingga dalam memberi asuhan
kefarmasian seorang apoteker harus mengetahui latar belakang
pengetahuan si pasien.
8. Peran dan hubungan, komunikasi antara apoteker dengan sesama
apoteker atau tenaga kesehatan lain, tentunya berbeda komunikasi
dengan pasien.
9. Lingkungan, komunikasi yang efektif akan dipengaruhi oleh
lingkungan interaksi, sehingga dalam melakukan asuhan kefarmasian
perlu lingkungan yang nyaman.
10. Jarak, jarak tertentu bisa memberi rasa nyaman dan aman untuk
seorang pasien.
V. BENTUK KOMUNIKASI
1. Komunikasi Verbal,
- Jelas dan ringkas,
- Perbendaharaan kata mudah dimengerti,
- Mempunyai arti denotatif dan konotatif,
- Intonasi mampu mempengaruhi isi pesan,
- Kecepatan bicara dgn tempo & jeda yang tepat,
- Ada unsur humornya.
2. Komunikasi Non Verbal,
- Penampilan fisik,
- Sikap tubuh dan cara berjalan,
- Ekspresi wajah,
- Sentuhan.
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
I. Pengertian
Terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses pe-
nyembuhan, sehingga komunikasi terapeutik dapat diartikan
komunikasi yang direncanakan untuk membantu penyembuhan pasien.

II. Tujuan
1. Membantu pasien untuk memperjelas & mengurangi beban
perasaan & pikiran.
2. Mengurangi keraguan, membantu untuk mengambil tindakan
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik & diri sendiri.
III. Manfaat
1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara apoteker & pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah
serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh apoteker.

IV. Syarat-syarat
1. Harus ditujukan untuk menjaga harga diri, pemberi maupun
penerima pesan.
2. Menciptakan saling pengertian dulu, sebelum memberikan sarana,
informasi maupun masukan lain.

V. Beda Komunikasi Terapeutik & Komunikasi Sosial


1. Komunikasi Terapeutik
a. Terjadi antara apoteker dan pasien atau nakes lainnya.
b. Karena punya tujuan, & terfokus pada pasien maka lebih akrab.
c. Apoteker secara aktif, mendengar dan memberi respons pada
pasien, menunjukan sikap ,au menerima dan memahami kondisi
pasien, sehingga mendorong pasien untuk bicara terbuka.
2. Komunikasi Sosial
a. Terjadi tiap hari, orang-perorang, baik dalam pergaulan
maupun lingkungan kerja.
b. Tidak punya tujuan.
c. Banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas sosial, dlsb.
d. Pembicara tidak fokus, lebih mengarah kebersamaan
dan rasa senang.
e. Direncanakan ataupun tidak direncanakan.

VI. Prinsip-prinsip
1. Apoteker harus mengenal diri sendiri, berarti menghayati, me
mahami diri sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,
saling percaya dan saling menghargai.
3. Apoteker harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik
fisik maupun mental.
4. Apoteker harus dapat menciptakan suasana,agar pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
5. Ciptakan suasana, agar pasien bisa memiliki motivasi untuk
dapat merubah diri, baik sikap, tingkah laku sehingga bisa
tumbuh semakin matang & dapat memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya.
6. Mampu menguasai perasaan sendirisecara bertahap untuk
mengetahui dan dan mengatasi rasa gembira, sedih, marah,
keberhasilan, kegagalan dan frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mem-
pertahankan konsistensinya.
8. Paham betul arti empati sebagai tindakan terapeutik, sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9. Komunikasi terbuka dan kejujuran sebagai dasar dari komunikasi
klinik atau terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan
dan meyakinkan orang lain, tentang arti kesehatan, oleh karena
itu apoteker perlu mempertahankan keadaan sehat fisik-mental,
spiritual dan gaya hidupnya.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan, bila dianggap
mengganggu.
12. Dorongan untuk mendapat kepuasan, bila dapat menolong
orang lain secara manusiawi.
13. Berpegang pada etika, berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi, tanggung jawab
terhadap diri sendiri atas tindakannya, dan tanggung jawab
terhadap orang lain.
VII. Sikap dalam berkomunikasi
1. Berhadapan, artinya saya siap untuk membantu anda.
2. Pertahankan kontak mata, kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai klien dan menyatakan ingin untuk tetap
berkomunikasi.
3. Badan condong kearah klien, menunjukkan keiginan untuk
menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
4. Perlihatkan sikap terbuka, dengan tidak melipat kaki atau
tangan menunjukan terbuka dalam komunikasi dan siap untuk
membantu.
5. Tetap rileks, dapat mengendalikan keseimbangan antara ke
tegangan dan relaksasi dalam memberi respons kepada klien
atau pasien, meski dalam situasi yang kurang menyenangkan.
VIII. Tehnik berkomunikasi
1. Mendengar dengan penuh perhatian
Berusaha untuk mengerti klien, dengan cara mendengarkan
seksama apa yang disampaikan pasien.
a. Mendengar pasif, kegiatan mendengar dengan kegiatan
non verbal, seperti, kontak mata, menganggukan kepala
atau ikut secara verbal, seperti komentar “Oh hoooh” atau
“mmm” atau “saya dengar kamu”, dan lain sebagainya.
b. Mendengar aktif , siapkan pengetahuan bahwa kita
tahu perasaan klien dan mengerti mengapa terjadi hal itu.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak selalu berarti setuju, menerima berarti men
dengarkan orang lain tanpa sikap ragu dan ras tidak setuju.
3. Tanya hal terkait
Pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang spesifik, jadi
sebaiknya yang terkait dengan proses penyembuhannya.
4. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)
Pertanyan perlu jawaban luas, sehingga pasien bisa
menyampaikan masalahnya dengan bahasanya sendiri.
Contoh : “Coba ibu ceritakan bagaimana caranya minum
obat yang ibu terima ?”
5. Mengulang ucapan klien
Dengan mengulangi ucapan klien, kita memberi kesan
bahwa kita mengerti apa yang disampaikannya, sehingga
komunikasi dapat berlanjut.
Contoh :
Klien :”Saya tadi malam sulit tidur”
Apoteker : “Oh, ibu mengalami kesulitan untuk tidur….”
6. Klarifikasi
Klarifikasi bertujuan untuk memperjelas apa yang dimaksud
oleh klien serta untuk menyamakan persepsi.
7. Fokus
Bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
percakapan jadi lebih fokus, spesifik dan dimengerti.
8. Menyatakan hasil observasi
Apoteker harus memberikan umpan balik kepada pasien
dengan menyampaikan hasil pengamatan sehingga pesannya
diterima dengan benar atau tidak.
Contoh :
Apoteker :”Anda tampaknya tegang, mungkin……”
9. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan pasien, informasi bukan nasehat, karena
tujuannya untuk memfasilitasi pasien mengambil keputusan.
10. Diam (Memeliharan ketenangan)
Diam memberikan kesempatan pada apoteker dan pasien
untuk mengkonsentrasikan pikiran, metode ini perlu ketrampi
lan dan ketepatan waktu.
Contoh :
Pasien : “Saya sangat marah !!!”
Apoteker : (Diam)
Pasien : “Istri saya tidak perhatian lagi, tidak mau menyiapkan
obat saya”
11. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan pembahasan utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat, metode ini akan membantu pasien
mengingat topik yang sudah dibahas, sebelum meneruskan pembi
caraan.
Contoh :
Apoteker :”Selama 15 menit ini, kita telah membahas…….”
12. Beri penghargaan
Penghargaan jangan sampai jadi beban bagi pasien, selain itu
tehnik ini tidak bermaksud, menyatakan A baik dan B tidak baik.
13. Menawarkan diri
Apoteker menyediakan diri tanpa respons bersyarat atau respon
yang diharapkan.
Contoh :
Apoteker :”Saya akan menemani bapak selama…..menit”
14. Beri kesempatan
Pasien beri kesempatan untuk mulai pembicaraan dan memilih
topik pembicaraan.
Contoh :
Apoteker : “Apakah ada sesuatu yang bapak ingin sampaikan?”
15. Menganjurkan untu melanjutkan pembicaraan
Tehnik ini memberi kesempatan pasien untuk mengarahkan
seluruh pembicaraan serta mengindikasikan apoteker untuk jadi
pendengar yang baik, dan berusaha untuk menafsirkan daripada
mengarahkan pembicaraan.
Contoh :
Apoteker :”..terus…” atau “Coba ceritakan tentang hal tersebut”
16. Urutkan kejadian
Urutkan kejadian secara teratur akan membantu proses pera
watan dan pasien melihat dalam suatu perspektif,kelanjutan dari
satu kejadian akan menuntun apoteker dan pasien untuk melihat
kejadian berikutnya yang merupakan akibat kejadian sebelum
nya.
Contoh :
Apoteker : “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudah kejadian
tersebut?”
Tehnik ini bernilai klinik, apabila apoteker dapat mengeksplorasi
pasien dan memahaminya.
17. Beri kesempatan pasien untuk mengeluarkan ekspresi
Apabila kita ingin mengerti tentang pasien, harus melihat
segala sesuatunya dari perspektif pasien.
Contoh :
Apoteker : “Coba ceritakan, bagaimana perasaan ibu ketika tahu
akan mendapatkan kemoterapi?”
18. Refleksi
Refleksi ini memberi kesempatan pada pasien untuk menge
mukakan ide dan perasaan sebagai bagian dirinya sendiri,dengan
demikian bahwa pendapat pasien adalah penting, pasien punya
hak untuk menyampaikan pendapat, membuat keputusan serta
memikirkan dirinya sendiri.
Contoh :
Pasien :”Apakah menurut anda, saya harus mengatakan pada
dokter dan anda?”
Apoteker :”Apa menurut ibu, sebaiknya harus mengatakan?”
19. Assertive, adalah kemampuan secara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikanpikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai
orang lain, berbicara jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak
lain, tanpa menyakiti hatinya (berani mengatakan tidak, tanpa me
rasa bersalah), melindungi diri dari kritik.
20. Humor
Dugan (1989) menyebutkan, bahwa humor sebagai hal yang
penting dalam komunikasi verbal, karena tertawa mengurangi
ketegangan dan rasa sakit akibat stres, serta dapat meningkatkan
keberhasilan proses penyembuhan pasien. Sementara Sullivan-
Deane (1988) menyatakan bahwa humor merangsang produksi
katekolamin,sehingga seseorang merasa sehat, dan hal ini akan
meningkatkan toleransi rasa nyeri, mengurangi kecemasan serta
memfasilitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme.

IX. Hubungan terapeutik


1. Pengertian
Varcarolis menyebutkan bahwa Relationship adalah proses
interpersonal antara dua orang atau lebih, dalam kehidupan se-
hari hari sering ditemukan dalam lingkungan apapun.
2. Bentuk hubungan
Secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Hubungan sosial
Tujuannya untuk bersahabat, sosial, kesenangan atau me-
nyelesaikan tugas, kebutuhan bersama dipenuhi selama ada
hubungan sosial, seperti berbagi ide, perasaan dan pengala-
man. Ketrampilan komunikasi meliputi pemberian nasehat,
dan kadang-kadang memenuhi kebutuhan dasar, seperti pin
jam uang, membantu cari pekerjaan, dan lain-lain.
b. Hubungan intim
Hubungan ini terjadi antara dua orang yang mempunyai
komitmen emosional antara satu terhadap yang lainnya.
Dalam hubungan ini, seringkali mereka peduli kebutuhan
untuk pertumbuhan dan kepuasan. Kebutuhan bersama di
penuhi, keinginan keintiman serta fantasi dibagi.
c. Hubungan terapeutik
Hubungan ini berbeda dengan 2 sebel;umnya, apoteker se-
bagai tenaga kesehatan harus memaksimalkan kemampuan
berkomunikasi, pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan
pribadi untuk meningkatkan pertumbuhan pasien.
Apoteker dan pasien, bersama mengidentifikasi area yang perlu
eksplorasi pengobatan yang diterima pasien dan evaluasi secara
periodik tingkat perubahan pasien. Fokus hubungan pada ide, pe-
ngalaman dan perasaan pasien. Peran tidak boleh berubah, tetap
konsisten pada masalah pasien.
Kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi, serta pengetahuan
apoteker, menjadi alat yang sangat penting dalam hubungan ini.
Varcarolis (1990) menggambarkan, hubungan terapeutik sebagai
pengalaman belajar bagi tenaga kesehatan dan pasien.
Dia mengidentifikasi 4 tindakan yang harus dilakukan :
1. Diawali oleh tenaga kesehatan,
2. Respons reaksi dari pasien,
3. Interaksi kedua belah pihak, mengkaji kebutuhan dan tujuan
pasien,
4. Transaksi hubungan timbal balik, dibangun untuk mencapai
tujuan hubungan ini.
c. Tujuan hubungan terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen, hubungan terapeutik bertujuan
untuk pertumbuhan pasien, yang meliputi :
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri
sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
3. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim,
saling tergantung dan mencintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutu
han dalam mencapai tujuan personal yang realistis.
d. Pentahapan
Dalam membina hubungan terapeutik, tenaga kesehatan
punya 4 tahapan :
1. Fase Prainteraksi, merupakan masa persiapan sebelum
berhubungan dengan pasien, kita harus mengevaluasi diri
tentang kemampuan yang dimiliki.
a) Evaluasi diri
Coba jawab pertanyaan berikut :
- Sejauh mana pengetahuan saya tentang asuhan ke-
farmasian ?
- Kira-kira apa yang harus saya ucapkan saat ketemu
dengan pasien ?
- Lalu bagaimana respons pasien, diam, senyum?
- Adakah pengalaman buruk, saat interaksi dengan
pasien?
b) Penetapan tahapan
Tentukan pentahapan berikutnya :
- Apa dan kapan pertemuan pertama ?
- Apakah perlu pertemuan lanjutan ?
- Apa tujuan pertemuan dan tindakan yang perlu dilakukan.
c) Rencana interaksi
Siapkan secara tertulis, apa yang akan dibicarakan, tehnik ko
munikasi apa yang akan diterapkan,kaitkan dengan tujuan
hubungan dengan pasien.
Tehnik observasi apa yang dilakukan selama berhubungan?
2. Fase Orientasi
a) Fase Perkenalan
Perkenalan adalah kegiatan awal, saat pertama kali ketemu
pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan :
1) Memberi salam
Assalammualaikum/selamat pagi disertai jabat tangan.
2) Perkenalkan diri
“Nama saya……, saya apoteker di …….”
3) Tanya nama pasien
“Siapa nama bapak/ibu, kalau boleh tahu, apa panggilan ke
sayangannya?”
4) Menyepakati hubungan
Contoh komunikasi :
“Saya apoteker di….., bagaimana kalau kita bercakap-cakap?”
“Boleh saya duduk? Supaya ngobrolnya enak”
5) Menghadapi kontrak
Contoh komunikasi :
“Saya apoteker di….., yang akan mendampingi Ana, tentang
pengobatan selama di RS……..”
“Kita bersama-sama membahas pengobatan Ana”
6) Percakapan awal
Contoh komunikasi :
“Apa yang terjadi dirumah, sampai Ana harus dirawat dan
mendapat pengobatan disini?”
“Apa yang ana rasakan saat ini?”
Jika si pasien, diam dan tidak menjawab.
“Saya tidak bisa membantu Ana, jika Ana tidak mau cerita
apa-apa”
7) Menyepakati masalah pasien
Setelah pengkajian, akhir wawancara sepakati masalah yang
dihadapi pasien tentang pengobatan.
Contoh komunikasi :
“Dari percakapan kita tadi, Ana tidak minum obat, karena
perut kosong, sehingga nyeri lambungnya”
c) Fase orientasi
Fase ini selalu dilakukan pada awal pertemuan, kedua dan
seterusnya, dengan tujuan untuk memvalidasi kekurangan
data, rencana yang telah dibuat dengan keadan pasien saat
ini serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
1) Beri salam
Sama dengan yang lalu.
2) Validasi keadaan pasien
”Bagaimana perasaan Ana hari ini? Bisa diceritakan”
3) Mengingat kontrak
Setiap berinteraksi dengan pasien, kaitkan dengan pem-
bicaraan sebelumnya.
“Ana masih ingat, jam berapa kita ketemu kemarin?”
“Sesuai dengan janji kita, sekarang saya akan jelaskan
cara minum obat yang benar dan tepat”
3. Fase Kerja
Fase ini merupakan inti dari hubungan perawatan pasien yang
terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan pengobatan
yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan tindakannya :
a. Tujuan kognitif, meningkatkan pengertian & pengenalan
pasien akan dirinya, perilakunya, perasaan dan pikirannya.
Contoh :
“Apa yang menyebabkan Ana cemas dan gejala apa yang dirasa
kan sat itu ?”
b. Tujuan afektif & psikomotor, mengembangkan, memper
tahankan dan meningkatkan kemampuan pasien secara mandiri
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Contoh :
“Apa yang Ana lakukan saat cemas atau saat jantung berdebar?”
c. Melaksanakan teknikal kefarmasian
Contoh :
“Bagaimana rasanya setelah minum obat cemas tadi?”
d. Melaksanakan pendidikan kesehatan
Contoh :
“Sesuai janji saya pada bapak, saya akan jelaskan caranya
minum obat yang benar dan tepat” gunakan alat bantu.
e. Melaksanakan kolaborasi
Contoh :
“Pak, sekarang sudah jam 12.00 siang, waktunya makan
siang, baru minum obat”
f. Melaksanakan observasi dan monitoring
Contoh :
“Pak, karena suhu badannya masih tinggi, sebaiknya bapak
minum obat penurun panas, sambil dimonitor suhu badan
nya oleh perawat”
4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan, terminasi
dapat dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
a. Terminasi sementara
Pada terminasi ini, apoteker akan bertemu dengan pasien
pada waktu yang telah dijanjikan, misalnya 1 atau 2 hari lagi.

You might also like