Professional Documents
Culture Documents
II. Tujuan
1. Membantu pasien untuk memperjelas & mengurangi beban
perasaan & pikiran.
2. Mengurangi keraguan, membantu untuk mengambil tindakan
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik & diri sendiri.
III. Manfaat
1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara apoteker & pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah
serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh apoteker.
IV. Syarat-syarat
1. Harus ditujukan untuk menjaga harga diri, pemberi maupun
penerima pesan.
2. Menciptakan saling pengertian dulu, sebelum memberikan sarana,
informasi maupun masukan lain.
VI. Prinsip-prinsip
1. Apoteker harus mengenal diri sendiri, berarti menghayati, me
mahami diri sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,
saling percaya dan saling menghargai.
3. Apoteker harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik
fisik maupun mental.
4. Apoteker harus dapat menciptakan suasana,agar pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
5. Ciptakan suasana, agar pasien bisa memiliki motivasi untuk
dapat merubah diri, baik sikap, tingkah laku sehingga bisa
tumbuh semakin matang & dapat memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya.
6. Mampu menguasai perasaan sendirisecara bertahap untuk
mengetahui dan dan mengatasi rasa gembira, sedih, marah,
keberhasilan, kegagalan dan frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mem-
pertahankan konsistensinya.
8. Paham betul arti empati sebagai tindakan terapeutik, sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9. Komunikasi terbuka dan kejujuran sebagai dasar dari komunikasi
klinik atau terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan
dan meyakinkan orang lain, tentang arti kesehatan, oleh karena
itu apoteker perlu mempertahankan keadaan sehat fisik-mental,
spiritual dan gaya hidupnya.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan, bila dianggap
mengganggu.
12. Dorongan untuk mendapat kepuasan, bila dapat menolong
orang lain secara manusiawi.
13. Berpegang pada etika, berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi, tanggung jawab
terhadap diri sendiri atas tindakannya, dan tanggung jawab
terhadap orang lain.
VII. Sikap dalam berkomunikasi
1. Berhadapan, artinya saya siap untuk membantu anda.
2. Pertahankan kontak mata, kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai klien dan menyatakan ingin untuk tetap
berkomunikasi.
3. Badan condong kearah klien, menunjukkan keiginan untuk
menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
4. Perlihatkan sikap terbuka, dengan tidak melipat kaki atau
tangan menunjukan terbuka dalam komunikasi dan siap untuk
membantu.
5. Tetap rileks, dapat mengendalikan keseimbangan antara ke
tegangan dan relaksasi dalam memberi respons kepada klien
atau pasien, meski dalam situasi yang kurang menyenangkan.
VIII. Tehnik berkomunikasi
1. Mendengar dengan penuh perhatian
Berusaha untuk mengerti klien, dengan cara mendengarkan
seksama apa yang disampaikan pasien.
a. Mendengar pasif, kegiatan mendengar dengan kegiatan
non verbal, seperti, kontak mata, menganggukan kepala
atau ikut secara verbal, seperti komentar “Oh hoooh” atau
“mmm” atau “saya dengar kamu”, dan lain sebagainya.
b. Mendengar aktif , siapkan pengetahuan bahwa kita
tahu perasaan klien dan mengerti mengapa terjadi hal itu.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak selalu berarti setuju, menerima berarti men
dengarkan orang lain tanpa sikap ragu dan ras tidak setuju.
3. Tanya hal terkait
Pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang spesifik, jadi
sebaiknya yang terkait dengan proses penyembuhannya.
4. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)
Pertanyan perlu jawaban luas, sehingga pasien bisa
menyampaikan masalahnya dengan bahasanya sendiri.
Contoh : “Coba ibu ceritakan bagaimana caranya minum
obat yang ibu terima ?”
5. Mengulang ucapan klien
Dengan mengulangi ucapan klien, kita memberi kesan
bahwa kita mengerti apa yang disampaikannya, sehingga
komunikasi dapat berlanjut.
Contoh :
Klien :”Saya tadi malam sulit tidur”
Apoteker : “Oh, ibu mengalami kesulitan untuk tidur….”
6. Klarifikasi
Klarifikasi bertujuan untuk memperjelas apa yang dimaksud
oleh klien serta untuk menyamakan persepsi.
7. Fokus
Bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
percakapan jadi lebih fokus, spesifik dan dimengerti.
8. Menyatakan hasil observasi
Apoteker harus memberikan umpan balik kepada pasien
dengan menyampaikan hasil pengamatan sehingga pesannya
diterima dengan benar atau tidak.
Contoh :
Apoteker :”Anda tampaknya tegang, mungkin……”
9. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan pasien, informasi bukan nasehat, karena
tujuannya untuk memfasilitasi pasien mengambil keputusan.
10. Diam (Memeliharan ketenangan)
Diam memberikan kesempatan pada apoteker dan pasien
untuk mengkonsentrasikan pikiran, metode ini perlu ketrampi
lan dan ketepatan waktu.
Contoh :
Pasien : “Saya sangat marah !!!”
Apoteker : (Diam)
Pasien : “Istri saya tidak perhatian lagi, tidak mau menyiapkan
obat saya”
11. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan pembahasan utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat, metode ini akan membantu pasien
mengingat topik yang sudah dibahas, sebelum meneruskan pembi
caraan.
Contoh :
Apoteker :”Selama 15 menit ini, kita telah membahas…….”
12. Beri penghargaan
Penghargaan jangan sampai jadi beban bagi pasien, selain itu
tehnik ini tidak bermaksud, menyatakan A baik dan B tidak baik.
13. Menawarkan diri
Apoteker menyediakan diri tanpa respons bersyarat atau respon
yang diharapkan.
Contoh :
Apoteker :”Saya akan menemani bapak selama…..menit”
14. Beri kesempatan
Pasien beri kesempatan untuk mulai pembicaraan dan memilih
topik pembicaraan.
Contoh :
Apoteker : “Apakah ada sesuatu yang bapak ingin sampaikan?”
15. Menganjurkan untu melanjutkan pembicaraan
Tehnik ini memberi kesempatan pasien untuk mengarahkan
seluruh pembicaraan serta mengindikasikan apoteker untuk jadi
pendengar yang baik, dan berusaha untuk menafsirkan daripada
mengarahkan pembicaraan.
Contoh :
Apoteker :”..terus…” atau “Coba ceritakan tentang hal tersebut”
16. Urutkan kejadian
Urutkan kejadian secara teratur akan membantu proses pera
watan dan pasien melihat dalam suatu perspektif,kelanjutan dari
satu kejadian akan menuntun apoteker dan pasien untuk melihat
kejadian berikutnya yang merupakan akibat kejadian sebelum
nya.
Contoh :
Apoteker : “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudah kejadian
tersebut?”
Tehnik ini bernilai klinik, apabila apoteker dapat mengeksplorasi
pasien dan memahaminya.
17. Beri kesempatan pasien untuk mengeluarkan ekspresi
Apabila kita ingin mengerti tentang pasien, harus melihat
segala sesuatunya dari perspektif pasien.
Contoh :
Apoteker : “Coba ceritakan, bagaimana perasaan ibu ketika tahu
akan mendapatkan kemoterapi?”
18. Refleksi
Refleksi ini memberi kesempatan pada pasien untuk menge
mukakan ide dan perasaan sebagai bagian dirinya sendiri,dengan
demikian bahwa pendapat pasien adalah penting, pasien punya
hak untuk menyampaikan pendapat, membuat keputusan serta
memikirkan dirinya sendiri.
Contoh :
Pasien :”Apakah menurut anda, saya harus mengatakan pada
dokter dan anda?”
Apoteker :”Apa menurut ibu, sebaiknya harus mengatakan?”
19. Assertive, adalah kemampuan secara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikanpikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai
orang lain, berbicara jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak
lain, tanpa menyakiti hatinya (berani mengatakan tidak, tanpa me
rasa bersalah), melindungi diri dari kritik.
20. Humor
Dugan (1989) menyebutkan, bahwa humor sebagai hal yang
penting dalam komunikasi verbal, karena tertawa mengurangi
ketegangan dan rasa sakit akibat stres, serta dapat meningkatkan
keberhasilan proses penyembuhan pasien. Sementara Sullivan-
Deane (1988) menyatakan bahwa humor merangsang produksi
katekolamin,sehingga seseorang merasa sehat, dan hal ini akan
meningkatkan toleransi rasa nyeri, mengurangi kecemasan serta
memfasilitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme.