Professional Documents
Culture Documents
, APT
Obat-obat batuk
Obat-obat asma
Klasifikasi penyebab
organ yang diserang
waktu gejala
keparahan
Berdasarkan penyebab:
a. Asma alergi sejarah penyakit alergi diri sendiri atau
keluarga, memberi reaksi kulit positif pada pemberian
antigen secara intradermal, peningkatan IgE dalam serum,
serta memberikan reaksi positif pada uji inhalasi antigen
spesifik.
b. Asma non-alergi (idiosinkrasi) seseorang tanpa sejarah
alergi, uji kulit negatif, dan kadar IgE dalam serumnya
normal.
c. Campuran asma alergi dan non-alergi tidak dapat
secara jelas dikelompokkan tetapi memiliki penyebab
diantara kedua kelompok tersebut.
Berdasarkan organ yg diserang:
a. Asma bronkial
serangan gangguan pernafasan dan terjadi kesulitan
ekspirasi karena penyempitan spesifik bronkus dan
pembengkakan mukosa yang disertai pengeluaran lendir
kental dari kelenjar bronkus
b. Asma kardiak
serangan gangguan pernafasan pada pasien penyakit
jantung akibat tidak berfungsinya bilik kiri jantung dan
bendungan paru-paru yang disebabkannya.
Berdasarkan waktu gejala:
a. Asma musiman
muncul pada musim tertentu musim hujan atau
musim semi
b. Asma kronik
gejala timbul terus menerus
c. Asma intermitten
gejala timbul secara berkala (dapat dalam hitungan
minggu, bulan, tahun)
Klasifikasi Gejala per hari Gejala (malam) FEV1 PEFv
Asma < sekali seminggu tak ≤ 2x sebulan ≥ 80 % > 20 %
intermitten ada gejala dan PEF
normal diantara
serangan
Asma Sekali seminggu tapi > 2 x sebulan ≥ 80 % 20-30%
persisten < sekali sehari.
ringan Serangan dapat
mempengaruhi
aktifitas
Asma Setiap hari. Serangan > Sekali 60-80% >30 %
persisten mempengaruhi seminggu
sedang aktifitas
Asma Berkelanjutan. Sering ≤ 60 % > 30 %
persisten Aktifitas fisk terbatas
parah
masih belum jelas.
Dugaan:reaksi berlebihan dari trakea dan
bronkus yang dikarenakan adanya hambatan
sebagian sistem adrenergik, kurangnya
enzim adenil siklase dan peningkatan tonus
parasimpatik.
a. Infeksi respiratori
Virus syncytial respiratori, rhinovirus,
infuenza, parainfluenza, Mycoplasma
pneumonia
Respon inflamatori terhadap infeksi viral
diperkirakan berhubungan langsung dengan
peningkatan hiperreaktivitas bronkus.
b. Allergen
Serbuk sari, debu rumah tangga, kecoa, spora
jamur, bulu binatang.
Menyebabkan peningkatan hiperreaktivitas
bronkial dengan peningkatan terkenanya alergen
Asma alergi tergantung pada respon IgE: adanya
pelepasan mediator kimia akibat degranulasi sel
mast setelah terjadi reaksi antigen-IgE.
c. Lingkungan
Udara dingin, kabut, dioksida nitrogen, asap
tembakau.
Mekanisme yang terjadi diperkirakan akibat
kerusakan epitel dan inflamasi mukosa saluran
nafas.
d. Emosi
Kecemasan, stress, tertawa
bronkokonstriksi dari faktor psikologis tampaknya
dimediasi utamanya melalui input parasimpatik
yang berlebihan.
e. Obat atau pengawet
Aspirin/obat NSAID menghambat jalur
siklooksigenase
ACE inhibitor: menyebabkan batuk
Beta bloker: menghambat adrenalin yang
dibutuhkan untuk bronkodilator
Obat yang menyebabkan alergi: penisilin,
sulfonamida
Pengawet mengandung sulfit dapat menghambat
jalur siklooksigenase
f. Stimulus pekerjaan
pemanggang roti (tepung), petani & berkebun (serbuk
sari, debu), pekerja kimia (pewarna azo, antrakuinon,
etilendiamin), pekerja kayu (serbuk kayu)
Mekanisme: pelepasan mediator akibat degranulasi sel mast
g. Asma nokturnal
Selama tidur pada malam hari.
Kegagalan fungsi paru-paru yang signifikan antara waktu
tidur dan bangun
diurnal sekresi endogen kortison dan sirkulasi epinefrin
h. Olahraga
Beratnya olahraga yang dilakukan, temperatur udara,
kelembapan udara, & keadaan obstruksi saluran nafas
Berdasar sejarah medis, pemeriksaan fisik,
dan berbagai macam tes.
Dokter juga akan mencari tahu keparahan
penyakit pendekatan pengobatan
a. Sejarah medis
Sejarah keluarga pada asma dan alergi
Apakah terdapat gejala asma,kapan serta
bagaimana mereka muncul
Kondisi kesehatan yang akan menginterferensi
penanganan asma
b. Pemeriksaan fisik
Ada tidaknya gejala asma saat pemeriksaan
c. Pengujian
1. Spirometri
Untuk memeriksa kerja paru-paru mengukur berapa banyak udara yang
ditarik dan dihembuskan.
Dapat dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC yang sebesar > 20 %
menunjukkan diagnosis asma. Tak ada respon ini bukan berarti tak ada asma.
melihat keparahan obstruksi dan efek pengobatan
2. Tes bronkoprovokasi
menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus.
Menggunakan histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, udara dingin, air
penyulingan.
Tak perlu dilakukan bila spirometri positif.
Penurunan FEV1 sebesar 20 % atau lebih setelah tes provokasi adalah
bermakna, khususnya tes kegiatan jasmani dengan berlari cepat selama 6
menit dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum dianggap bermakna bila
terjadi penurunan PEFR 10 % atau lebih.
3. Pemeriksaan tes kulit
Menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik
penyuntikan intradermal allergen tertentu
4. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam serum
Hanya untuk menyokong penyakit atopik
Dilakukan bila tes kulit kurang dipercaya
5. Pemeriksaan radiologi
Untuk mengetahui kecurigaan terhadap proses patologik di
paru (ada benda asing atau penyakit lain yg menyebabkan
gejala) atau komplikasi asma
6. Analisis gas darah
Hanya pada penderita dengan serangan asma berat
dimana terjadi hipoksemia dan asidosis respiratori
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
Pada penderita asma, jumlah eosinofil total dalam
darah sering meningkat
Sebagai parameter cukup tidaknya dosis
kortikosteroid yang diperlukan
Terapi Terapi Non Farmakologi
Mengidentifikasi &
menghindari stimulus asma
Edukasi Pasien
Periodic Assessment
& Monitoring
Terapi Farmakologi
6 kelas agen terapetik yang saat ini
diindikasikan untuk penanganan asma:
1. Agonis reseptor adrenergik
2. Glukokortikoid
3. Inhibitor leukotrien
4. Hormon
5. Metilsantin
6. Inhibitor IgE
MK: stimulasi reseptor beta mengaktivasi jalur adenyl siklase
cAMP sehingga menyebabkan reduksi tonus otot halus.
Stimulasi ini juga meningkatkan konduktansi gerbang besar
Ca2+ yang sensitif K+ pada otot polos saluran pernafasan,
mengarah pada hiperpolarisasi membran dan relaksasi
Indikasi: asma akut parah, profilaksis asma, mengurangi
gejala
Efek samping: tremor, takikardia, palpitasi, sakit kepala,
gugup
Penggunaan oral agonis reseptor tidak memperoleh
penerimaan yang luas
Terdapat 2 kondisi penggunaan oralnya:
a. Terapi oral singkat pada anak < 5 tahun yang tak dapat
menggunakan inhaler namun memiliki sesekali nafas
berbunyi dengan infeksi virus pada bagian atas saluran
pernafasan.
b. Pasien dengan asma parah yang lebih berat
Untuk penanganan asma agonis selektif reseptor 2 (kerja
cepat & kerja lambat)
a. Agonis kerja cepat untuk mengurangi gejala simptomatik
asma
albuterol, terbutalin
b. Agonis kerja lama untuk penanganan profilaktik
salmeterol xinofoat, formoterol
Penggunaan kronik sering mengarah ke desensitisasi
reseptor dan pengurangan efek
Desensitisasi pada reseptor yang terdapat pada sel mast dan
limfosit
Penggunaan agonis 2 adrenergik kerja lama dan inhalasi
steroid lebih efektif dari doubling dosis steroid sehingga 2
agonis dapat ditambahkan jika masih terdapat gejala pada
steroid dosis rendah atau medium.
Obat Berinteraksi dengan Efek
Salbutamol Metildopa Tekanan darah
(albuterol) tetap tinggi
1 bloker adrenergik Bronkospasmus,
mengurangi
ventilasi paru-paru
Ipratropium bromida
Glaukoma akut,
peningkatan
tekanan intraokular
Fenelzin (MAOIs) Takikardia, gelisah
Obat yang mengurangi kalium Meningkatkan
(kortikosteroid, diuretik, teofilin) hipokalemia
MK: menginhibisi respon inflamasi secara menyeluruh
Indikasi: inflamasi, mengurangi gejala asma
Efek samping: penurunan sistem imun, moonface, osteoporosis
a.Inhalasi kortikosteroid
Obat langsung menarget pada tempat inflamasi yang relevan
memperbaiki indeks terapeutik obat dan secara berarti mengurangi efek
samping
Digunakan untuk terapi profilaktik asma
beklometason dipropionat, triamnisolon asetonid, budesonid
b. Glukokortikoid sistemik
Digunakan pada asma akut yang lebih berat dan asma kronik yang parah
Terapi selama periode singkat (5-10 hari) menyebabkan toksisitas yang
berhubungan dengan dosis relatif kecil.
Golongan Berinteraksi dengan Efek
obat
Kortikosteroid Glisirizin, makrolida Peningkatan kadar
kortikostreroid
Aminoglutemid, antasid, Penurunan kadar
barbiturat, ketokonazol, kortikosteroid
kontrasepsi oral Meningkatkan
NSAID perdarahan GI &
ulcer
Efek antidiabetes
berkurang
Antidiabetes
Efek antikoagulan
antikoagulan
berkurang
MK: Inhibisi fosfodiesterase sehingga
menghambat pengubahan cAMP menjadi
AMP yang selanjutnya meningkatkan
bronkodilasi
Efek samping: Vasokonstriksi serebral
Penggunaan menurun karena resiko
toksisitas parah yang mengancam nyawa dan
beragam interaksi obat
kafein, teobromin, teofilin
Obat Berinteraksi dengan Efek
Teofilin Asiklovir, simetidin, kontrasepsi Metabolisme teofilin
oral, antibiotik makrolida, terhambat sehingga
siprofloksasin, zafirlukast, kadarnya meningkat
zileuton
Karbamazepin, rifampisin Menurunkan kadar
teofilin dalam darah
Antasid Absorpsi teofilin
dihambat
Agonis 2 adrenergik Hipokalemia, kerja
jantung meningkat pada
penggunaan dosis tinggi
Antagonis dengan
1 bloker teofilin, menghambat
metabolisme teofilin
MK: memblok saluran kalsium dalam sel mast
Indikasi: profilaktik asma kronik, asma alergi
Efek samping: iritasi, batuk, mual
Hanya efektif pada inhalasi
Tidak lebih dari atau kurang efektif dibanding
teofilin, atau antagonis leukotrien pada asma
persisten
MK: Antagonis reseptor yang berpengaruh
terhadap bronkokonstriksi, inhibisi
pembentukan leukotrien
Indikasi: Pengobatan jangka panjang
simptomatik asma ringan hingga sedang
Efek samping: Efek pada hati dan kulit,
infeksi, efek GI
zafirlukast, montelukast, zileuton
Obat Berinteraksi dengan Efek
Zafirlukast Warfarin Peningkatan
kadar warfarin
Eritromisin Menurunkan
bioavaibilitas
zafirlukast
Peningkatan
Teofilin, aspirin kadar zafirlukast
MK: mengikat IgE pada Fc sehingga tak dapat berikatan
dengan reseptor IgE pada sel mast dan basofil sehingga
mencegah reaksi alergi
Indikasi: untuk dewasa dan remaja lebih dari 12 tahun
dengan alergi dan asma persisten sedang hingga parah
Efek samping: anafilaktik
Efektif dalam mengurangi ketergantungan pada
kortikosteroid dan mengurangi frekuensi asa yang lebih
berat.
Diberikan secara subkutan
Omalizumab
MK: mengurangi respon bronkokonstriksi
melalui mekanisme refleks vagus
Indikasi: Bronkospasmus, terapi penunjang
asma bronkial, asma akut
Efek samping: Takikardia, agitasi, retensi urin
atropin sulfat, ipratorium bromida
MARIA ULFAH, S.Si., APT
Autakoid
substansi (kimia) selain transmitor yang
secara normal ada di dalam tubuh dan punya
peran atau fungsi fisiologik penting baik
dalam keadaan normal (sehat) maupun
patologik (sakit)
Histamin
Histamin dan serotonin (5-hydroxytryptamine) : amin biologik
yang terdapat dalam berbagai macam jaringan yang penting
dalam fungsi fisiologik.
Efek histamin timbul melalui aktivasi reseptor histaminergik
H1, H2 dan H3.
Reseptor-H1 : sel otot polos, endotel dan otak.
Reseptor-H2 : mukosa lambung (pada sel parietal),otot
jantung, sel mast, dan otak.
Reseptor-H3 : presinaptik (di otak, pleksus mienterikus
dan saraf lainnya).
Efek pada sistem kardiovaskuler
Histamin eksogen menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolik melalui vasodilatasi dan
diikuti dengan mekanisme homeostasis berupa
peningkatan denyut jantung.
Efek pada saluran cerna
Pada dosis besar histamin eksogen dapat memacu
sekresi asam lambung melalui aktivasi reseptor-H2.
stimulasi kemoreseptor
Pada pembuluh darah : menyebabkan vasokronstriksi, oleh karena itu
asma.
hebat.
Pada saluran cerna : motilitas saluran cerna ditingkatkan oleh