You are on page 1of 11

Sistematika Penulisan dan

Prinsipnya
Penelitian harus mencangkup:
1. Penting = menyelesaikan masalah aplikasi
ataupun scientific.
2. Prioritas = ketersediaan sumber daya
(tenaga, waktu, biaya, fasilitas dll.)
3. Menarik = berhubungan dengan kita, isu-isu
aktual
From General to Specific

1.Concise
Concise (singkat, 2.Coherence Coherence
padat, berisi): (keterpaduan/
• 1 paragraf 1 mengalir):
gagasan utama • Ada kalimat
• 1 paragraf tidak pengantar dari
lebih dari 4-5 paragraf
kalimat. sebelumnya,
sebagai gagasan
utama paragraf
berikutnya.
Judul
• Judul harus berbobot, menarik dan
comprehensive.
• Syarat = pendek, menyangkut semua isi.
Latar Belakang & Tujuan
• Latar belakang yang mengantarkan masalah.
Masalah harus fisibilitas = dapat dipecahkan
artinya ada metode, waktu dan fasilitas masuk
akal, dana mencukupi.

• Tujuan = Bagaimana masalah bisa diselesaikan


Bab 1 Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Metabolit sekunder adalah senyawa kimia yang
dihasilkan oleh tumbuhan, tetapi tidak terlibat
langsung dalam fungsi primer (pertumbuhan,
perkembangan dan reproduksi). Metabolit
sekunder merupakan hasil sintesis dari metabolit
primer (seperti karbohidrat, protein, lemak) sebagai
senyawa buangan (waste product), fitohormon atau
senyawa yang digunakan untuk pertahanan diri dari
cekaman lingkungan (Schultz, 2005).
Salah satu metabolit sekunder adalah senyawa
proantosianidin yang termasuk ke dalam metabolit
sekunder kelompok flavonoid dengan struktur dasar
flavan-3-ol. Senyawa ini diketahui berfungsi sebagai
perlindungan tumbuhan terhadap herbivori karena
memiliki rasa sepat dan pahit sehingga tidak disukai
oleh herbivora (Dixon et al., 2005). Sebagai contoh,
aktivitas herbivori ulat Malacosoma disstrial dan
ngengat Leucoma salicis diketahui menstimulir
peningkatan kandungan proantosianidin pada
tumbuhan Populus tremuloides dan peningkatan
akumulasi proantosianidin tersebut menyebabkan
penurunan aktivitas herbivori (Peters dan
Constabel, 2002).
Proantosianidin hanya ditemukan pada tumbuhan
berkayu dan paku-pakuan (Robinson, 1995). Salah satu
jenis tumbuhan paku yang mengandung proantosianidin
adalah Selliguea feei Bory (pakis tangkur). Proantosianidin
dalam rizoma S. feei merupakan trimetrik proantosianidin
(memiliki tiga unit 5,7,41-trihidroksiflavan-3-ol) dengan
kadar rasa manis yang tinggi (selligueain A) dan rasa
sepat, pahit (selligueain B) (Baek et al., 1993), yang
terbukti memiliki aktivitas antihipertensi, antiinflamatori,
analgesik dan antioksidan pada manusia
(Subarnas et al., 2004). Memang dari segi kepentingan
manusia, proantosianidin merupakan senyawa yang
diketahui bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya
sebagai antioksidan, penghambat sintesis kolesterol, dan
penghambat biosintesis prostaglandin (Dixon et al.,
2005).
Beberapa penelitian menunjukkan adanya
korelasi positif antara konsentrasi sulfur dengan
kandungan proantosianidin, misalnya pada daun
Lotus uliginosus (Kelman, 2006) dan daun Pinus
halepensis Mill. (Robles et al., 2003). Hal ini
diduga karena konsentrasi sulfur yang tinggi
menyebabkan teraktivasinya enzim-enzim
tertentu yang mendukung jalur metabolisme
proantosianidin (Robles et al., 2003).
Dengan adanya penelitian yang menunjukkan hubungan
antara sulfur dengan kandungan proantosianidin, maka
perlu diketahui hubungan antara sulfur dengan
kandungan proantosianidin pada S. feei yang berdasarkan
pengamatan, tumbuh melimpah di sekitar kawah gunung
berapi di Pulau Jawa (Darnaedi dan Wulijarni-Soetjipto,
2001). Sebagai contoh, jenis ini merupakan tumbuhan
dasar (ground cover plant) yang dominan di sekitar
Kawah Ratu, Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat, yang
aktif mengemisikan gas SO2. Namun demikian, hubungan
antara konsentrasi sulfur lingkungan dengan kandungan
proantosianidin S. feei belum banyak diteliti, padahal
informasi ini penting untuk lebih memahami peran sulfur
dalam pembentukan proantosianidin.
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
peran sulfur dalam meningkatkan kandungan proantosianidin
S. feei untuk digunakan dalam pertimbangan budidaya S. feei.
Pertimbangan ini penting karena masyarakat di sekitar
Gunung Tangkuban Perahu secara tradisional banyak
menggunakan S. feei, di antaranya untuk menyembuhkan
rematik, tekanan darah tinggi, memperlancar buang air kecil,
dan sebagai afrodisiaka; namun selama ini hanya mengambil
tumbuhan ini langsung dari alam. Kegiatan mengambil S. feei
dari alam secara terus menerus tersebut dikhawatirkan dapat
mengancam keberadaan S. feei di masa mendatang, sehingga
perlu dilakukan budidaya sebagai upaya mengkonservasi S.
feei. Darnaedi dan Wulijarni-Soetjipto (2001) juga menyatakan
bahwa pentingnya proantosianidin S. feei dalam industri
farmakologis, menyebabkan perlunya dilakukan penelitian
mengenai cara domestikasi dan kultivasi S. feei untuk
menjamin ketersediaan yang berkelanjutan.

You might also like