You are on page 1of 14

LIMFOMA MALIGNA

Pembimbing :
dr. Yulia Fitriani, Sp. M.

Oleh :
Yulian Sodikin G4A017012

DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT MATA, RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN, PURWOKERTO

2019
Assalamu’alaikum.
A. Definisi Limfoma Maligna

 Limfoma maligna keganasan turunan sel limfosit (keganasan


hematologi).
 Sebutan lain : leukemia limfositik (lymphocytic leukemia).
 Terdapat 2 klasifikasi berdasarkan morfologi dan berdasarkan jenis sel
asal.
Morfologi : limfoma Hodgkin (Hodgkin lymphoma) dan limfoma Non-
Hodgkin (Non-Hodgkin Lymphoma / NHL).
Jenis asal sel : berasal dari sel T, sel B, dan sel Natural Killer (NK).
B. Etiologi

 Infeksi bakteri Chlamydia psittaci, virus non spesifik,


 Proses degenerasi / penuaan, penggunaan obat imunosupresan, dan
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
C. Epidemiologi

 The National Cancer Institute Surveillance, Epidemiology, and End Results


tahun 2008 : 2.390 penderita keganasan mata di AS.
Limfoma menyumbang 240 penderita (10%)
 insidensi terus meningkat dalam 20 tahun terakhir (tahun 1975-2001),
kenaikan per tahun 6,2% untuk laki-laki dan 6,5% untuk perempuan.
Usia rata-rata penderita limfoma oculi dilaporkan di atas 60 tahun (dekade
ke-7)
 Di negara-negara Asia (Jepang, Korea) insiden terus meningkat pula.
Analog dengan Eropa.
Prevalensi di Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. M. Djamil Padang :
tahun 2003-2010 dilaporkan 17 kasus yang terdiri dari 15 pasien laki-laki dan 2
pasien perempuan dengan rentang usia 4 bulan – 71 tahun.
D. Patofisiologi

 Infeksi kronis oleh Chlamydia psittaci dan virus non spesifik memicu
proliferasi sel-sel imun termasuk limfosit sehingga mendukung terjadinya
proses keganasan.
 Proses degenerasi / penuaan, penggunaan obat imunosupresan, dan
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang melemahkan sistem
homeostasis tubuh untuk menekan pertumbuhan jaringan yang tidak
terkendali.
E. Tanda dan Gejala

 Intraoculi : keluhan utama yang sering


terjadi yaitu nyeri, mata merah, dan
penglihatan kabur (penurunan visus).
Keluhan intraoculi mirip sekali dengan
uveitis dan kasus limfoma sering terdiagnosis
sebagai uveitis. Kecurigaan adanya
penyakit yang mendasari dari uveitis
nampak ketika pengobatan yang sudah
diberikan tidak kunjung menghasilkan hasil
yang positif.
 Ekstraoculi : keluhan utama yang sering
muncul yaitu mata menonjol / proptosis
atau pertumbuhan massa abnormal di
conjuctiva.
F. Klasifikasi
G. Pemeriksaan Penunjang dan
Penegakan Diagnosis
 Darah lengkap, elektroforesis immunoprotein serum, ultrasonografi B-Scan
(B-Scan USG), computed tomography (CT) scan, dan aspirasi-biopsi
vitreous-retina-massa periorbita.
 Limfoblas sel B dapat diketahui dengan adanya marka CD19, faktor
transkripsi PAX5, dan CD10. Pada stadium sangat imatur CD10 adalah
negatif. Pada stadium yang lebih matur, sel B akan mengekspresikan CD10,
CD19, DC20, dan IgM rantai berat sitoplasma (rantai μ).
 Sedangkan limfoma turunan sel T, marka yang diekspresikan yaitu CD1,
CD2, CD5, dan CD7. Pada sel T yang imatur, hasil negatif pada pemeriksan
CD3, CD4, dan CD8; sedangkan, pada sel T yang matur, hasil positif dapat
muncul pada pemeriksaan marka ini.
H. Terapi

 Modalitas : radioterapi, kemoterapi, immunoterapi, radioimmunoterapi,


pembedahan, serta kombinasi.
 Dosis radiasi 40 Gy.
Roque et al. melaporkan bahwa dosis radiasi yaitu 3500-4000 cGy.
Komplikasi dari radioterapi yaitu katarak, dry eye, ulkus kornea, glaukoma
neovaskur, retinopathy radiasi, dan optik neuropati.
 Kemoterapi, preparat yang digunakan yaitu injeksi metrotreksat intravitreal
 Immunoterapi, menggunakan antibodi monoklonal / monoclonal antibody
(mAb). Preparat : rituximab, ibritumomab, dan epratuzumab.
Rituximab intravena dilaporkan tela digunakan untuk terapi limfoma low-
grade dengan hasil yang baik.
I. Prognosis

 Prognosis merujuk klasifikasi limfoma


 5 years survival rate 50-70% untuk low grade; 35-40% untuk intermediate
grade; dan 23-32% untuk high grade limfoma non-Hodgkin.
 Roque et al., 5-year disease-free survival dan overall survival rate mencapai
65-73.6% dan 65.5-78%.
Kekambuhan terjadi setelah 2 tahun pasca terapi.
Limfoma adnexa, penyebaran sistemik terjadi dalam 5 tahun follow up.
DAFTAR PUSTAKA

 Esmaeli B, Faustina M. Orbital Lymphoma. In: Karcioglu ZA, editor. Orbital


Tumors, Diagnosis and Treatment. New York: Springer; 2005. p. 133 – 140.
 Ilyas S. 2015. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua.
Jakarta: FKUI; 180-181.
 Riordan-Eva P, dan Whitcher JP. 2011. General Ophthalmology. London:
McGraw Hill.
 Roque, M. R. dan Hampton R. S. 2016. Ocular Lymphoma.
http://www.webmd.com/ocular lymphoma (diakses tanggal 2 Maret 2019).
Matur Nuwun

You might also like