You are on page 1of 38

SINDROM NEFROTIK

I Call You My Name


Ovovuvweve Onyeteuwve
Ubyebuem Osas

15710328
Pengertian
– Nefrotik sindrom adalah gangguan klinis
yang ditandai dengan peningkatan protein
urine yang masif (proteinuria
>40mg/m2/jam), edema, penurunan
albumin dalam darah (hipoalbuminemia
<3.0g/dL), dan kelebihan lipid dalam darah
(hiperlipidemia >250mg/dL)
Epidemiologi
• 6 kasus / tahun tiap 100.000 anak < 14tahun
• Kortikosteroid – mortalitas 5-%  2-5%
• Anak laki-laki 2 x perempuan
• 80% bentuk kelainan minimal
Etiologi
1. Idiopatik
2. Glomerulonefritis
3. Tumor
4. Obat-obatan
5. Kongenital
KLASIFIKASI
Berdasarkan respon
Etiologi Histopatologis
terapi

Sindrom nefrotik
bawaan
Kelainan minimal SNSS
• Diturunkan
resesif
autosomal

Sindrom nefrotik Nefropati


SNRS
sekunder membranosa
• Malaria, SLE,
Glumerulonefriti
s
Glomerulonefritis
proliferatif
Sindrom nefrotik
idiopatik
• Tidak diketahui
Glomerulonefritis
membranaprolifer
atif

Glomerulosklerosis
fokal segmental
Patofisiologi
1. Proteinuria
disebabkan:
- permeabilitas dinding kapiler glomerulus ↑
- sebab belum jelas diketahui.
- keadaan normal →membran basalis & sel epitel bermuatan
negatif → dapat menghambat perjalanan molekul bermuatan
positif
- Pada sindrom nefrotik → ditemukan obliteransi /fusi foot
processes (pedikel) → sehingga terjadi kerusakan polianion yang
bermuatan negatif yang dalam keadaan normal merupakan
filter/barier terhadap serum albumin yang bermuatan negatif
- perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glumerulus terhadap serum protein.
2. Hipoalbuminuria
• Jumh lbumin → ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar
&pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal &
gastrointestinal.
• anak dengan SN → terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi
protein urin dan derajat hipoalbuminemia.
• disebabkan oleh proteinuria masif akibat penurunan tekanan
onkotik plasma
• untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin
• Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan
menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan
laju katabolisme absolut yang normal, albumin plasma yang rendah
tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam
urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama
disebabkan karena meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal)
yang melampaui daya sintesis hati.
3. Kelainan Metabolisme Lipid
• Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak
(kolesterol,trigliserida) dan lipoprotein serum ↑.
• Hipoproteinemia menstimulus sintesis protein dalam hati,
termasuk lipoprotein lipase.
• Lipoprotein lipase → enzim utama yang berguna mengambil
lipid dari plasma.
• Lipoprotein lipase serum ↓ → katabolisme lipid ↓ →
hiperlipidemia / hiperkolesterolemia.
4. Edema
• Teori klasik :
- underfilled theory → ↓tekanan onkotik intravaskular →
cairan merembes ke ruang interstisial → dengan
↑permealiblitas kapiler glomerulus → albumin keluar →
albuminuria dan hipoalbuminemia.
- Hipoalbuminemia → ↓ tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular → ↑cairan transudat melewati dinding kapiler
dari ruang intravaskular ke ruang interstial → edema.
• Terbentuknys edema menurut teori underfilled :
Kelaianan glomerulusa

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma↓

Volume plasma ↑

Retensi Na renal sekunder ↑

Edema
- teori overfilled : ↑ volume plasma dengan tertekannya
aktivitas renin plasma & kadar aldosteron.
- Menurut teori ini : retensi natrium renal & air → karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada
stimulasi sistemik perifer.
- Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler.
- Pembentukan edema → akibat overfilling cairan ke dalam
ruang interstiasial.
- Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume
plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron
menurun seukunder terhadap hipervolemia.
• Terjadinya edema menurut teori overfilled :
Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primer Albuminuria


Hipoalbuminuria
Volume plasma ↑

Edema
PATOFISIOLOGI
etiologi

Permeabilitas basal membran meningkat;


Protein bocor ke dalam filtrasi glomerulus

Proteinuria masif
Merangsang hati :
Hipoalbuminemia Sintesa protein , lipid dan
gangguan transportasi
partikel lipid dalam sirkulasi
Tekanan onkotik plasma menurun

Transudasi cairan dari ruang vaskuler


ke ruang interstisiel Menurun katabolisme

Volume plasma dan cardiac output menurun


Kolesterol ↑, trigliserida ↑
Aliran darah ke ginjal menurun,
GFR menurun
Hiperlipidemia & lipiduria
Retensi air dan garam di tubuli renalis Sekresi mineralokortikoid
Aldosteron dan ADH naik

Jumlah airan interstisiel meningkat

Edema
Retensi cairan di
Ekstravasasi cairan
rongga perut
ke ekstraseluler

Ascites

Menekan diafragma Menekan isi perut

Mual, muntah Ekspansi otot


pernapasan tdk optimal

Nafsu makan ↓
Nafas tdk adekuat

Ggn pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Ggn pola nafas

Kondisi tubuh lemah


Daya tahan tubuh ↓

Ggn tumbuh kembang Resiko infeksi


Manifestasi Klinis
• edema

• Kadang-kadang pada edema yang masif terjadi robekan pada kulit secara
spontan dengan keluarnya cairan → edema pada semua jaringan →
menimbulkan asites, pembengkakan skrotum atau labia, bahkan efusi
pleura.
• Gangguan gastrointestinal
– Diare → diduga penyebabnya : edema submukosa di mukosa usus.
– Hepatomegali → disebabkan sintesis albumin yang meningkat / edema
atau keduanya
– Akut abdomen / peritonitis → disebabkan karena edema dinding perut
atau pembengkakan hati → kadang nyeri dirasakan terbatas pada
daerah kuadran atas kanan abdomen.

• Pernapasan
– Asites  retriksi pernapasan  takipneu
– Efusi pleura/ edema pulmonal

• Anoreksia & hilangnya protein di dalam urin → malnutrisi berat yang kadang
ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan persisten.
• malaise
• hipertensi (25%)
• hipotensi dapat terjadi pada keadaan hipoalbunemia dan hipovolemia
Gejala Klinis
• Edema

• proteinuria masif
• Hipoalbuminemia
• Hiperkolesterolemia / hiperlipidemia
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisis : Proteinurea masif +3 sampai +4, hematuria
• Protein urin kuantitatif : dapat menggunakan urin 24 jam
atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
• Pemeriksaan darah :
– didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
– Hiperkolesterolemia
– LED ↑
– rasio albumin/globulin terbalik
– Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali
ada penurunan fungsi ginjal.
• Kadar komplemen C3 (Kadar komplemen C3 yang rendah merupakan
petunjuk lesi selain SNKM sehingga terindikasi untuk pemeriksaan biopsi
ginjal sebelum pemberian terapi steroid)
• bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah dengan
komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
• Hematuria mikroskopik dapat ditemukan pada 25% SNKM namun tidak
dapat memprediksi respons terhadap steroid.
• Pemeriksaan USG ginjal seringkali berguna dan biopsi ginjal dilakukan
sesuai indikasi
Diagnosis

• Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

• anamnesis :
- bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh
- jumlah urin yang berkurang
- urin berwarna kemerahan
• pemeriksaan fisis :
- edema di kedua kelopak mata, tungkai
- adanya asites dan edema skrotum/labia
- hipertensi
• pemeriksaan penunjang:

-urinalisis : proteinuria masif (3+ sampai 4+) (> 40 mg/m2 LPB/jam atau
50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg
atau dipstik ≥ 2+) , dapat disertai hematuria (>20 eritrosit/LPB).

- pemeriksaan darah : - hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl)


- hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL)
- LED meningkat
- globulin normal/sedikit meninggi (rasio
albumin : globulin terbalik)
- Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
PENATALAKSANAAN
 Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali : sebaiknya dirawat di
rumah sakit → dengan tujuan : -untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diit
-penanggulangan edema
-memulai pengobatan steroid
-edukasi orangtua.
 Umum :
* Tirah baring sampai edema sedikit
* Cairan dan diet : - cairan dibatasi sesuai kebutuhan
- makanan mengandung protein tinggi (1,5-
2g/kgbb/hari)
- makanan rendah garam (1-2 g/hari)
*cegah infeksi
* Teliti kemungkinan menderita TB
- uji Mantoux : ~Bila + : profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid
~Bila ditemukan tuberkulosis : diberikan obat

antituberkulosis (OAT).
*Timbang berat badan harian
* Ukur tekanan darah harian
* Periksa kadar elektrolit harian : pada pemakaian diuretik lebih dari 1-
2minggu.
# Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat → diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia.
• Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema :
Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari
Respon -
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respon -
Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari)
Respon -
Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari
Respon -
Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per infus dengan kecepatan 0,1-1 mg/kgbb/jam

Respon -
Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid intravena
 KORTIKOSTEROID
o Pengobatan pada SN idiopatik,kecuali bila ada kontraindikasi
o Jenis steroid adalah prednison atau prednisolon
• TERAPI INSIAL
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80
mg/hari) dosis terbagi → untuk menginduksi remisi.
* Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan).
* Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu.
* Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama → dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5
mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi.
*Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
 PENGOBATAN SN RELAPS
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80
mg/hari) dosis terbagi dalam 4mgg → dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara
alternating (selang sehari)

* Jika proteinuria ≥ 2+ tanpa edema dan terbukti infeksi : beri antibiotiK 5-


7 hari
* proteinuria ≥ 2+ dengan edema : beri pengobatan steroid

 PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID


Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :
1. Pemberian steroid jangka panjang
* Dicoba dahulu pemberian steroid jangka panjang dosis penuh, setelah
mencapai remisi, diberi steroid selang sehari dengan dosis diturunkan
perlahan 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps
antara 0,1-0,5 mg/kgBB (threshold) dapat diteruskan selama 12 bulan.
*Bila masih relaps pada dosis > 0,5 mg/kgBB, < 1 mg/kgBB tanpa efek
samping yang berat, bisa dikombinasi dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB
selang sehari selama 4-12 bulan atau langsung beri CPA.
Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:
• 1. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb, selang sehari atau
• 2. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:
a. Efek samping steroid yang berat
b. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain hipovolemia trombosis,
dan sepsiS
→ diberikan siklofosfamid (CPA) 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.

2. Levamisol
• Pemakaian terbatas karena efek masih diragukan.
• Efek samping : mual dan muntah.
• Dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari selama 4-12 bulan.
3. Pengobatan dengan sitostatik
• siklofosfamid 2-3 mg/kgBB dosis tunggal P.O/IV
• CPA IV diberikan dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB dilarutkan dengan
NaCl 0,9% 250 ml diberikan selama 2 jam, pemberian sebanyak 7 dosis
dengan interval 1 bulan (durasi pemberian 6 bulan).
• Efek toksisitas pada gonad bila dosis total kumulatif ≥ 200-300 mg/kgBB.
• Pemberian oral selama 3 bulan dengan dosis total 180 mg/kgBB masih
aman untuk anak.
• ES : mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,
azospermia, dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan.
• Oleh karena itu, dilakukan pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu
hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 2-3 kali seminggu.
4. Siklosporin
• SN yang tidak responsive terhadap steroid atau sitostatik
• 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB)

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)


• Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau
sitostatik dapat diberikan MMF.
• MMF dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan
dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.
• Efek samping: nyeri abdomen, diare, leukopenia.
PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI STEROID

• Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid :


seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin,
infeksi berat → sitostatik CPA oral/iv.
• Siklofosfamid 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal/PO, maupun iv.
• CPA oral diberikan selama 8 minggu.
• CPA dosis 500 – 750 mg/m2 LPB dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL
0,9% diberikan selama 2 jam secara IV, sebanyak 7 dosis dengan interval 1
bulan,
• total durasi pemberian CPA intravena → 6 bulan
Pengobatan SN Resisten Steroid
• Siklosporin dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien
dan remisi parsial pada 13%.
• Efek samping : hipertensi, hiperkalemi, bersifat nefrotoksik
• Perlu pemantauan kadar CyA dalam serum (dipertahankan antara 150-250
nanogram/mL), kreatinin darah berkala, biopsy ginjal setiap 2 tahun.
• Resisten terhadap kortikosteroid, sitostatik dan siklosporin : pemberian
kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria.
• Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5
mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
• Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal
• Tujuan pemberian ACE inhibitor ini adalah untuk menghambat terjadinya
gagal ginjal terminal.
TATA LAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK :
1. INFEKSI
 Pasien SN sangat rentan terhadap infeksi → antibiotik.
 Infeksi yang terutama → selulitis dan peritonitis primer.
 Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram
negatif dan Streptococcus pneumoniae)→ penisilin parenteral dikombinasi
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson→10-
14 hari.
 Infeksi lain → pnemonia dan ISPA karena virus.
 Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien
varisela.
 Bila terjadi kontak → profilaksis : imunoglobulin varicella-zoster dalam
waktu kurang dari 96 jam.
 suntikan dosis tunggal imunoglobulin 400mg/kgbb/IV.
 Bila sudah terjadi infeksi : asiklovir 1500 mg/m2/hari/IV dibagi 3 dosis atau
asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10
hari,
 pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.
2. TROMBOSIS
• Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis
&radiologis → diberikan heparin / SC → dilanjutkan dengan warfarin
selama 6 bulan atau lebih.
• Pencegahan tromboemboli → aspirin dosis rendah → tidak dianjurkan.

3. HIPERLIPIDEMIA
• Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak.
• Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan
normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh.
• Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin).
4. HIPOKALSEMIA
• Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: penggunaan steroid jangka
panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia; kebocoran
metabolit vitamin D2.
• Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) → dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-
500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).
• Bila terjadi tetani → kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb/IV

5. HIPOVOLEMIA
• Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas
dingin, dan sering disertai sakit perut.
• Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-
20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb
atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit)
• Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan
furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
6. HIPERTENSI
• Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid.
• Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin
converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel
blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah
persentil 90.
INDIKASI BIOPSI GINJAL
• Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:
1. Pada presentasi awal
• Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
• Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten atau kadar
komplemen C3 serum yang rendah
• Hipertensi menetap
• Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
• Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
• a. SN resisten steroid
• b. Sebelum memulai terapi siklospori
Komplikasi
• Komplikasi utama SN adalah infeksi.
• Hipovolemia dapat terjadi akibat diare atau penggunaan diuretik.
• Hilangnya faktor koagulasi, antitrombin dan plasminogen dapat
menyebabkan keadaan hiperkoagulasi dengan resiko tromboemboli (TE).
• Keadaan hiperlipidemia juga meningkatkan risiko peningkatan
arterosklerotik.
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan
sebagai berikut :
• Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2
tahun atau di atas 6 tahun.
• Disertai oleh hipertensi.
• Disertai hematuria.
• Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
• Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

You might also like