You are on page 1of 60

TATALAKSANA TERAPI PADA

EPILEPSI

Presented by :
Meta Kartika Untari
DEFINISI

 Berasal dari kata Yunani : epilembanein → serangan


 Gangguan sistem saraf pusat yang ditandai dengan kejang
berulang.
 Kejang: manifestasi klinik dari aktivitas syaraf yang
berlebihan/abnormal di dalam korteks serebral
 Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari
daerah otak fungsional yang terlibat
EPIDEMIOLOGI

Sebuah studi di
Di Indonesia data
Indonesia
pasti masih sulit
melaporkan ±
diperkirakan
0,5%-2%

Insiden tertinggi
terjadi pada umur
75% pasien,
20 tahun pertama,
epilepsi terjadi
dan meningkat
sebelum 18 tahun
setelah umur 50
tahun
PROGNOSIS
• Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang
mengalami epilepsy akan sembuh, dan kurang
lebih separo pasien akan bisa lepas obat
• 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi
epilepsi kronis  pengobatan semakin sulit  5
% di antaranya akan tergantung pada orang lain
dalam kehidupan sehari-hari
• Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi,
mengalami retardasi mental, dan gangguan
psikiatri dan neurologik  prognosis jelek
• Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yg
lebih tinggi daripada populasi umum
Penyebab kematian pada epilepsi :
• Penyakit yg mendasarinya dimana gejalanya
berupa epilepsi misal : tumor otak, stroke
• Penyakit yg tidak jelas kaitannya dg epilepsi yg
ada misal : pneumonia
• Akibat langsung dari epilepsi : status
epileptikus, kecelakaan sebagai akibat
bangkitan epilepsi dan sudden un-expected
death
aktivitas saraf abnormal akibat
proses patologis yang
mempengaruhi otak

pada anak-anak dan remaja  gangguan biokimia atau


mayoritas adalah epilepsy metabolik dan lesi mikroskopik
idiopatik, pada umur 5-6 tahun di otak akibat trauma otak pada
 disebabkan karena febril saat lahir atau cedera lain

pada usia dewasa penyebab pada bayi  penyebab paling


lebih bervariasi  idiopatik, sering adalah asfiksi atau
karena birth trauma, cedera hipoksia waktu lahir, trauma
kepala, tumor otak (usia 30-50) intrakranial waktu lahir,
PATOFISIOLOGI

Ketidakseimbangan
yg tiba-tiba antara
kekuatan eksitatori
dan inhibisi dalam
jaringan neuron
kortikal

Ketidakseimbangan
terjadi : tururnya
transmisi inhibitori
atau meningkatnya
aksi eksitatori
Ketidakseimbangan bisa terjadi karena :
Kurangnya transmisi inhibitori
▫ Contoh: setelah pemberian antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis GABA (alkohol,
benzodiazepin)
Meningkatnya aksi eksitatori  meningkatnya aksi
glutamat atau aspartat
Fisiologi Normal
Diagnosis
 Terjadi kejang berulang
 Wawancara riwayat kejang pasien, termasuk apa
yg terjadi sebelum, selama, dan setelah serangan
kejang
 EEG
 MRI
 CT-SCAN
Kejang Unclassified
parsial/focal seizures

Kejang umum
Status
(generalized
epileptikus
seizure)
Klasifikasi
epilepsi
• Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang
dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized seizure)  jika aktivasi
terjadi pd kedua hemisfere otak secara bersama-
sama
– kejang parsial/focal  jika dimulai dari daerah
tertentu dari otak
Kejang Umum
Kejang umum terbagi atas:
 Tonic-clonic convulsion = grand mal
• merupakan bentuk paling banyak
terjadi
• pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas
terengah-engah, keluar air liur
• bisa terjadi sianosis, ngompol, atau
menggigit lidah
• terjadi beberapa menit, kemudian
diikuti lemah, kebingungan, sakit
kepala atau tidur
 Abscense attacks = petit mal
• jenis yang jarang
• umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
• penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai
• kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
 Myoclonic seizure
• biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
• pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
• jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
 Atonic seizure
• jarang terjadi
• pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot  jatuh, tapi bisa segera recovered
kejang parsial/focal  kejang yang terjadi jika dimulai dari
daerah tertentu dari otak
Kejang parsial terbagi menjadi :
• Simple partial seizures
– pasien tidak kehilangan kesadaran
– terjadi sentakan-sentakan pada bagian
tertentu dari tubuh
• Complex partial seizures
– pasien melakukan gerakan-gerakan tak
terkendali: gerakan mengunyah,
meringis, dll tanpa kesadaran
1. Mengontrol atau mengurangi frekuensi kejang
2. memastikan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan
3. memungkinkan pasien dapat hidup dengan
normal
4. Meminimalisasi adverse effect of drug

SASARAN TERAPI
1. Keseimbangan neurotransmiter GABA di otak
 mencegah atau menurunkan lepasnya
muatan listrik syaraf yang berlebihan 
melalui perubahan pada kanal ion atau
mengatur ketersediaan neurotransmitter
Prinsip Umum Terapi Epilepsi
 Tx OAE dipilih sesuai jenis epilepsi, ESO dari obat OAE dan kondisi
px
 Monoterapi lebih baik daripada politerapi
 Menurunkan potensi AE

 Meningkatkan kepatuhan pasien


 Menghindari/meminimalkan penggunaan OAE sedatif  toleransi,
efek pada intelegensia, memori, kemampuan motorik bisa menetap
selama pengobatan
 jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika
gagal baru diberi sedatif atau politerapi
 Mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai dg
kondisi klinis pasien  penting : kepatuhan pasien
 Adanya variasi pasien terhadap respon obat -- perlu pemantauan
 Substitusi obat (jika dosis obat yg dpt ditoleransi tidak dpt
mengontrol kejang atau adanya efek samping)
Prinsip Umum Terapi Epilepsi

 Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin


dalam jangka waktu pendek
 Memperhatikan risk-benefit ratio terapi
 jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan 
pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat lain (jgn
politerapi)
 lakukan monitoring kadar obat dalam darah  jika mungkin,
lakukan penyesuaian dosis dgn melihat juga kondisi klinis
pasien
Pendekatan Monoterapi
 Tujuan utama : mengendalikan bangkitan epilepsi dg
satu jenis obat
 Obat yg dipilih adl obat yg terbaik atau paling sesuai
utk bangkitan tertentu dan penderita sendiri
 Apabila obat pertama jelas2 terbukti tdk efektif, maka
obat jenis kedua harus diberikan
 Penghentian obat pertama secara mendadak tidak
dianjurkan karena akan menimbulkan bangkitan ulang,
penurunan dosis dianjurkan 20% dari dosis total harian
setiap 5 kali waktu paroh obat
 Dalam praktek pendekatan monoterapi mungkin sulit
diterapkan secara konsisten mengingat perlu tenaga
profesional, fasilitas laboratorium yg mendukung serta
kerja sama yg baik antara penderita dan keluarga
TATALAKSANA TERAPI
1. Non farmakologi:
 Amati faktor pemicu
 Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress,
OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal
tidur, terlambat makan, dll.
2. Farmakologi : menggunakan obat-obat
antiepilepsi
TERAPI NON-FARMAKOLOGI
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+ :
 Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan
muatan listrik
 Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat

Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:


 agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja
reseptor GABA  contoh: benzodiazepin, barbiturat
 menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat  contoh:
Vigabatrin
 menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA  contoh: Tiagabin

 meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien  mungkin dg


menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool  contoh: Gabapentin
OBAT-OBAT ANTIEPILEPSI
Obat-obat yg menurunkan nilai ambang arus ion
Ca 2+
 Menghambat kanal ion Ca 2+ tipe T

Arus Ca 2+ kanal tipe T dlm neuron thalamus


tjd letupan kortikal ritmik serangan kejang
contoh : etosuksimid
Diagnosa positif

Mulai pengobatan dg satu AED


Pilih berdasar klasifikasi kejang
dan efek samping

Ya Sembuh ? Tidak

Efek samping dapat ditoleransi ? Efek samping dapat ditoleransi ?

Ya Tidak Ya Tidak

Turunkan dosis Tingkatkan dosis Turunkan dosis


Kualitas hidup
Tambah AED 2
optimal ?
Sembuh?
Pertimbangkan, Hentikan AED1
Ya Tidak
Atasi dg tepat Tetap gunakan Ya Tidak
AED2
Lanjutkan
terapi
lanjut
lanjut
lanjutan

Lanjutkan Tidak sembuh


terapi
Efek samping dapat ditoleransi ?

Tidak kambuh
Selama > 2 th ? Tidak Ya

Ya tidak Hentikan AED yang tdk efektif, Tingkatkan dosis


Tambahkan AED2 yang lain AED2, cek interaksi,
Cek kepatuhan
Hentikan Kembali ke
pengobatan Assesment Sembuh ?
awal

Ya Tidak

Lanjutkan terapi Rekonfirmasi diagnosis,


Pertimbangkan pembedahan
Atau AED lain
STATUS EPILEPTIKUS
 kejang umum yang terjadi selama 30 menit atau lebih
atau kejadian kejang 2 kali atau lebih tanpa pemulihan
kesadaran di antara dua kejadian tersebut
 Merupakan kondisi darurat yg memerlukan pengobatan
yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik
permanen maupun kematian
TERAPI
 Non-farmakologi:
 Tanda-tanda vital dipantau
 Pelihara ventilasi

 Berikan oksigen

 Cek gas darah utk memantau asidosis respiratory atau


metabolik
 Kadang terjadi hipoglikemi  berikan glukosa

 Farmakologi : dengan obat-obatan


Algoritma Tatalaksana pada Status Epileptikus
PROFIL OBAT
1. Karbamazepin
Antikonvulsan
Obat pilihan pertama pada epilepsi karena
efek sampingnya rendah dan tidak banyak
mempengaruhi fungsi kognitif dan perilaku
(behaviour)
• MK :
• IO dengan:
 Fenobarbital : << Karbamazepin
 Fenitoin : << Karbamazepin
 Kontrasepsi oral : penurunan efektivitas kontrasepsi oral
 Doksisiklin : << doksisiklin
 Teofilin : << teofilin
 Warfarin : << warfarin
• Neurotoksisitas  ES : mual, bingung, mengantuk,
pandangan kabur, ataksia
• ES jarang : agranulositosis
• Kons serum meningkat linier dg dosis (beda dg fenitoin)
2. Fenitoin
Diperlukan sampai 20 hari u mencapai kadar level
stabil sesudah perub dosis shg perlu dicegah ↑
dosis secara gradual atau sampai tjd tanda gangg
serebral (nistagmus, ataksia, pergerakan involuntar)
Perlu monitoring kons serum scr ketat  ↑ dosis
kecil menghasilkan kadar toksik obat dlm serum
ES lain : hipertrofi gusi, jerawat, kulit berlemak,
gambaran muka kasar dan hirsutism
IO dengan :
- Karbamazepin : << Fenitoin
- Asam valproat : << Fenitoin
- Fenobarbital : << or >> Fenitoin
• Antasid : menurunkan absorpsi Fenitoin
• Kontrasepsi oral : penurunan efektivitas kontrasepsi
oral
• Bishidroksikumarin : penurunan efek antikoagulan
• Asam folat : penurunan efek asam folat
• Kuinidin : penurunan efek kuinidin
• Vitamin D : penurunan efek vit. D
3. Lamotrigin

• Dapat digunakan dlm btk tunggal, spt fenitoin dg ES


lebih kecil
• ES : pandangan kabur, bingung, mengantuk
Reaksi kulit serius terutama pd anak kecil
4. Fenobarbital

• Kemungkinan sama efektifnya dg karbamazepin &


fenitoin pd pengobatan kejang tonik-klonik dan
parsial, ttp ES sedatif lebih besar
• Toleransi tjd pd pemakaian jangka panjang dan
withdrawl scr tiba2 yg dpt memicu status epileptikus.
• ES : simptom serebral (sedasi, ataksia, nistagmus),
mengantuk (pd dws), dan hiperkinesia pd anak2
• Primidon dimetab mjd metabolit aktif antikonvulsan,
salah satunya adl fenobarbital
5. Vigabatrin, gabapentin, dan topiramat
• Digunakan sbg : “ add-on” drugs pd penderita
epilepsi yg tdk mencapai efek baik dg obat
antiepilepsi lain
• Vigabatrin sedikit / jarang digunakan krn dpt
mengurangi daerah pandang (visual fields)
sampai 1/3 penderita
Gabapentin

ES : ataksia, lemah, pusing, somnolen


IO : - bioavailabilitas berkurang 20% digunakan
bersama antasid
- kliren berkurang 10% digunakan dg
simetidin
6. Topiramat

• ES : ataksia, kegagalan konsentrasi, sulit


mengingat, berkurangnya perhatian, bingung,
pusing, lesu, parestesia, somnolen
• IO : - meningkatkan kliren digoxin
- meningkatkan konsentrasi serum fenitoin
7. Ethosuximid

• Hanya efektif pd pengobatan kejang mioklonik


(tanpa efek kehilangan kesadaran)
• ES : mual, muntah, bingung, mengantuk
• IO : asam valproat menghambat metabolisme
ethosuximid
8. Asam Valproat

• Keuntungan : risiko sedatif <, spektrum


aktivitas luas
• ES : mual, peningkatan BB, perdarahan &
rambut rontok relatif kecil
• IO : 30-50% menurunkan kliren fenobarbital
• Kerugian utama : kdg2 respon idiosinkratik
menyebabkan toksisitas hepatik parah / fatal
9. Benzodiazepin : Clonazepam
Antikonvulsan poten, efektif pd absences, tonic-
clonic seizures & myoclonic seizures
Bersifat sedatif dan toleransi kuat dimana tjd
pada pemberian oral yg lama
PROFIL FARMAKOKINETIK OAE
Efek obat antiepilepsi pada anak
• Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2
antiepilepsi (asam valproat, carbamazepin,
oxcarbazepin) dapat menurunkan densitas
tulang pada anak.
• Perlu monitoring pemakaian jangka panjang
pada anak, di samping perlu dipertimbangkan
pemberian suplemen utk tulang.
Pemberian obat antiepilepsi pada anak
 Terjadi defisiensi kognitif spesifik akibat : bangkitan
epilepsi, faktor etiologi, munculnya bangkitan pada usia
dini, sering mengalami bangkitan, dan obat antiepilepsi
Pengaruh beberapa obat antiepilepsi :
 Fenobarbital →hiperaktif
 Fenitoin (dosis tinggi)→enselofati progresif, retardasi
mental dan penurunan kemampuan membaca
 Karbamazepin dan asam valproat →gangguan kognitif
ringan
 Valproat (dosis tinggi)→mengganggu fungsi motorik
Penatalaksanaan epilepsi pada lanjut
usia
• Pertimbangkan : penyakit lain yg menyertai,
polifarmasi yg menyebabkan interaksi obat,
perubahan fisiologi tubuh (absorpsi obat,
ikatan protein, metabolisme dan eliminasi
obat)
• Prinsip terapi : dosis tunggal atau dua kali
sehari, tidak ada efek samping atau minimal,
tidak ada interaksi obat atau minimal, ikatan
protein rendah, farmakokinetik linier, tidak
berpotensi reaksi alergi atau idiosinkrasi, dan
ada ketersediaan dlm bentuk parenteral
Pada Kehamilan
• Efek obat antiepilepsi pd kehamilan 
malformasi kongenital
Barbiturat & fenitoin  congenital heart
malformation, orofacial clefts & malformasi lain
Valproat & carbamazepin spina bifida (neural
tube defect) & hypospadias
ES pd kehamilan yg bukan akibat obat antiepilepsi
: hambatan pertumb, psikomotor, retardasi
mental, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
Obat epilepsi yang cukup aman bagi
wanita hamil :

• Lamotrigin dan Gabapentin : tidak


ditemui efek teratogen pada hewan uji
tapi data pada manusia tidak cukup.

• Pemberian suplemen asam folat dan


vitamin K diperlukan selama wanita
hamil mengkonsumsi obat-obat
antiepilepsi.
 Frekuensi kejang
 Efek samping obat/ADR
 Interaksi obat
 Jika memungkinkan TDM
 Skrining terhadap gangguan
neuropsikiatrik
 Kapatuhan pasien
TERIMAKASIH
KASUS
• Ade (10 tahun), laki-laki, BB =40 kg, TB = 135 cm,
mengalami serangan kejang tonic-clonic ketika sedang
mengikuti pelajaran di kelas. Ototnya kakuan ada gerakan
menggigit lidah. Temannya yang menyaksikan kejadiannya
melaporkan bahwa Ade berlakuan agak aneh sebelum
serangan epilepsi. Dia tiba-tiba berdiri dan berjalan dengan
terhuyung. Satu menit setelah itu, dia tiba-tiba jatuh ke
lantai dan mulai kejang tonic-clonic sampai kurang lebih 60
detik. Ia lalu dibawa ke klinik terdekat.

• Riwayat penyakit lain:


Epilepsinya sudah bermula sejak 2 tahun yang lalu, dia
mendapat terapi profilaksis dengan karbamazepin 200
mg/hari. Sebulan belakangan ini telah terjadi 2 kali
serangan kejang, termasuk yang diceritakan di awal kasus
ini.
Bagaimana tatalaksana terapinya?

You might also like