You are on page 1of 31

DISFONIA

Disfonia
• Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara
yang disebabkan kelainan pada organ – organ fonasi, terutama
laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia
bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit
atau kelainan pada laring.
• Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa:
▫ Suara parau yaitu suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih
rendah dari baisanya
▫ Suara lemah (hipofonia)
▫ Hilang suara (Afonia)
▫ Suara tegang dan susah keluar (spastik)
▫ Suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia)
▫ Nyeri saat bersuara (odinofonia)
▫ atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu
• Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran,
gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan
(aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan
disfonia.
Anatomi Laring
• Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas
bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga
terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian
bawah.
• Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas
bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.
• Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu
tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid
berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya
dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh
tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila
laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka
mulut dan membantu menggerakkan lidah.
• Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago
tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago
kuneiformis.
• Tulang Rawan Laring
▫ Kartilago krikoid : Dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh
ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
▫ Kartilago aritenoid: Terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat
permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago
krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid.
▫ Kartilago kornikulata (kiri dan kanan) : Sepasang kartilago kornikulata
(kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks.
▫ Kartilago kuneiformis: Sepasang dan terdapat didalam lipatan
ariepiglotik.
▫ Kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
▫ Kartilago tiroid , berbentuk seperti perisai yang bagian depannya
menonjol disebut Laryngeal prominence, Adam’s apple. Dibalik Adam’s
apple ini terletak korda vokalis.
▫ Kartilago epiglotis
▫ Di dorsal radix lingua / corpus ossis hyoidei ,menonjol ke cranio-dorsal,
ujung caudal lancip , diliputi mucosa membentuk epiglottis.
Os hyoid

Cart.thyreoidea

Cart.cricoidea
Cart.epiglottica

Cart.cornicu
lata Cart.aryten
oidea

Cart.cricoidea
• Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi
krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid.
• Ligamentum yang membentuk susunan laring:
▫ ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral dan
posterior)
▫ ligamentum krikotiroid medial
▫ ligamentum krikotiroid posterior
▫ ligamentum kornikulofaringal
▫ ligamentum hiotiroid lateral
▫ ligamentum hiotiroid medial
▫ ligamentum hioepiglotika
▫ ligamentum ventrikularis
▫ ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid
▫ ligamentum tiroepiglotika
• Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot
ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik
terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan
otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring
sendiri.
• Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang
hioid (suprahioid), dan ada yang terletak di bawah tulang
hioid (infrahioid).
• Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah
▫ M. Digastrikus
▫ M.Geniohioid
▫ M. Stilohioid
▫ M. Milohioid.
• Otot yang infrahioid ialah M. Sternohioid, M. Omohioid dan M.
Tirohioid.
• Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik
laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke
atas.
• Otot-otot intrinsik laring ialah
▫ M. Krikoaritenoid lateral
▫ M. Tiroepiglotika
▫ M. Vokalis
▫ M. Tiroaritenoid
▫ M.Ariepiglotika
▫ M. Krikotiroid
• Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.
• Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian
posterior, ialah M. Aritenoid transversum, M.
Aritenoid oblik dan M. Krikoaritenoid posterior.
• Sebagian besar otot-otot intrinsik adalah otot
aduktor (kontraksinya akan mendekatkan kedua
pita suara ke tengah) kecuali M. Krikoaritenoid
posterior yang merupakan otot abduktor
(kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke
lateral)
Rongga Laring
• Batas Rongga laring:
▫ Bagian atas rongga laring (cavum laryngis) ialah
aditus laring
▫ Batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir
bawah kartilago krikoid
▫ Batas depannya ialah permukaan belakang epiglotis,
tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut
antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus
kartilago krikoid.
▫ Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis,
kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus
kartilago krikoid
▫ Batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan
lamina kartilago krikoid
• Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan
ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis
(pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu).
• Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima
glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut
rima vestibuli.
• Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring
dalam 3 bagian, yaitu: vestibulum laring, glotik dan subglotik.
• Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas
plika ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.
• Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya
disebut ventrikulus laring Morgagni.
• Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran
dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang
antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior,
sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak
kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah
subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita
suara (plika vokalis).
Persarafan Laring
• Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu
n.laringis superior dan n.laringis inferior yang merupakan
cabang N. X ( Vagus). Inervasi muskulus laring sangat
kompleks baik ditinjau dari segi anatomi maupun fisiologi.
Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan
sensorik.
• Dari sudut anatomi, N. Laringis inferior sinistra lebih panjang
karena harus membelok diaorta dahulu sebelum naik keatas.
Akibatnya saraf ini mudah mengalami gangguan.
• Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid,
sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah
pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas m.konstriktor
faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan
eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan
setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal
superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus
eksternus dan ramus internus.
Pembuluh darah laring
• Pembuluh darah untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu
▫ A. Laringis superior
▫ A. Laringis inferior.
• Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior.
Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus
dari n.laringis superior kemudian menembus membran ini untuk
berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari
sinus piriformis, untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot laring.
• Arteri laringis inferior merupakan cabang. dari a.tiroid inferior dan
bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi
krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari
m.konstriktor faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-
cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta beranastomosis
dengan a.laringis superior.
• Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar
dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung
dengan vena tiroid superior dan inferior.
Pembuluh Limfe
• Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di
daerah lipatan vokal. Disini mukosanya tipis dan
melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah
lipatan vokal pembuluh limfa dibagi dalam
golongan superior dan inferior.
• Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan
lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior,
kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar
dari bagian superior rantai servikal dalam.
• Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke
bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung
dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa di
antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar
supraklavikular.
Fisiologi Laring
• Fungsi laring:
▫ Proteksi
▫ Batuk
▫ Respirasi
▫ Sirkulasi
▫ Menelan
▫ Emosi
▫ Fonasi
• Proteksi: Mencagah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea,
dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.
Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring laring
ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.
• Batuk: Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan
keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru
dapat dikeluarkan.
• Respirasi: Mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila M. Krikoaritenoid
posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago
aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).
• Sirkulasi: Dengan terjadinya perubahan udara di dalam traktus
trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkuasi darah tubuh.
• Menelan: Dalam membantu proses menelan dengan 3 mekanisme
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus larings
dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak
mungkin masuk ke dalam laring.
• Emosi: Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi,
seperti berteriak, mengeluh, menangis, dll
• Fonasi: Dengan membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan
plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka M. Krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi
kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan M. Krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke
belakang. Plika vokalis ini dalam keadaan yang efektif untuk
berkontraksi. Sebaliknya kontraksi M. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis
akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan
menentukan tinggi rendahnya nada.
ETIOLOGI DISFONIA
• Walaupun disfonia hanya merupakan gejala, tetapi bila
prosesnya berlangsung lama (kronik) keadaan ini dapat
merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di
daerah tenggorok, khususnya laring.
• Penyebab disfonia dapat bermacam – macam yang
prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya. Diantara lain
radang, tumor (neoplasma), paralisis otot – otot laring,
kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi
pada sendi krikoaritenoid dan lain – lain.
• Ada suatu keadaan yang disebut sebagai disfonia
ventrikular, yaitu keadaan plika ventrikular yang
mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara, misalnya
sebagai akibat pemakaian suara yang terus menerus
pada pasien dengan laringitis akut. Inilah pentingnya
istirahat berbicara (vocal rest) pada pasien dengan
laringitis akut, disamping pemberian obat – obatan.
• Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai gejala
lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau berbicara, batuk,
disamping gangguan suara. Kadang – kadang dapat terjadi sumbatan laring
dengan gejala stridor serta cekungan di suprasternal, epigastrium dan sela
iga.
• Radang kronik non spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis,
bronkitis kronis atau karena penggunaan suara yang salah dan berlebihan
(vocal abuse) seperti sering berteriak – teriak atau berbicara keras. Vocal
abuse juga sering terjadi pada penyanyi, [enceramah, aktor, dosen, guru
dan lain – lain.
• Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosis. Selain gejala gangguan
suara, terdapat juga gejala penyakit lain yang menyertainya.
• Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor,
misalnya tumor pada pita suara, gejala gangguan suara akan segera timbul
dan bila tumor tumbuh menjadi besar dapat menimbulkan sumbatan jalan
napas. Tumor jinak laring seperti papiloma sering ditemukan pada anak
dimana disfonia merupakan gejala dini yang harus diwaspadai. Begitu pula
pada tumor ganas pita suara (karsinoma laring) sering didapatkan pada
orangtua, perokok dengan gangguan suara yang menetap. Tumor ganas
sering disertai gejala lain, misalnya batuk (kadang – kadang batuk darah),
berat badan menurun, keadaan umum memburuk.
• Tumor pita suara non neoplastik dapat berupa nodul, kista, polip atau
edema submukosa (Reinke’s edema). Lesi jinak yang lain dapat berupa
sikatriks, keratosis, fisura, mixedem, amilodosis, sarkoidosis dan lain –
lain.
• Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan, baik
sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan
paralisis sensorik. Kejadiaannya dapat unilateral atau bilateral. Lesi
intrakranial biasanya mempunyai gejala lain dan muncul sebagai kelaianan
neurologik selain dari gangguan suaranya. Penyebab sentral misalnya ;
paralisis bulbar, siringomielia, tabes dorsalis, multipel sklerosis. Penyebab
perifer misalnya ; tumor tiroid, struma, pasca strumektomi, trauma leher,
tumor esofagus dan mediastinum, penyakit jantung dengan hipertensi
pulmonal, kardiomegali, atelektasis paru, aneurisma aorta dan arteria
subklavia kanan.
• Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring yang sering
ditemukan dalam klinik. Dalam penilaian pembukaan rimaglotis ada
dibedakan dalam 5 posisi pita suara, posisi median, paramedian,
intermedian, abduksi ringan dan abduksi penuh. Pada posisi median kedua
pita suara berada di garis tengah, pada posisi paramedian pembukaan pita
suara berkisar 3 – 5 mm dan pada posisi intermedian 7 mm. Pada posisi
abduksi ringan pembukaan pita suara 14 mm dan pada posisi abduksi
penuh posisi pita suara 18 – 19 mm.
• Gambaran posisi pita suara dapat bermacam – macam
tergantung dari otot mana yang terkena. Saraf laring
superior dan inferior bersifat motorik dan sensorik,
maka biasanya paralisis motorik terdapat bersamaan
dengan paralisis sensorik pada laring.
• Paralisisi motorik otot laring dapat digolongkan
menurut lokasi jenis otot yang terkena atau jumlah otot
yang terkena. Penggolongan menurut lokasi, misalnya
dikenal paralisis unilateral atau bilateral. Menurut jenis
otot yang terkena dikenal paralisis aduktor atau paralisis
abduktor atau paralisis tensor. Sedangkan menurut
jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna atau tidak
sempurna.
PENATAKSANAAN
• Penatalaksanaan disfonia meliputi diagnosis etiologik dan terapi yangs esuai
dnegan etiologi. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis , keluhan pasien dapat berupa :
▫ suara serak
▫ batuk
▫ disfagia
▫ rasa ada sesuatu di leher.
• Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah
berapa lama dan apakah didahului dengan peradangan hidung dan tenggorok.
Apakah juga disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan.
• Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama dan apakah ada faktor sebagai
pencetus batuk tersebut. Apa yang dibatukkan, dahak kental, bercampur darah
dan jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.
• Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung
dari jenis makanan dan keluhan ini makin lama, apakah tergantung dari jenis
makanan dan keluhan ini makin lama makin bertambaha. Apakah sebelumnya
pernah menderita penyakit gangguan neuromuskuler.
• Rasa ada sesuatu di tenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai
dan perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita dan apakah ada keluhan lain
yang menyertainya dan adakah hubungannya dengan keletihan mental dan
fisik.
Pemeriksaan klinik dan penunjang
• Pemeriksaan dari luar :
• Inspeksi :
Diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta
benjolan yang ada pada daerah leher sekitar laring.
Suatu benjolan yang mengikuti gerakan laring adalah
struma dan kista duktus tireoglossus.
• Palpasi berguna untuk :
▫ Mengenal bagian- bagian dari kerangka laring
(kartilago hyoid, kartilago tiroid, kartilago krikoid)
dan gelang-gelang trakea.
▫ Apakah ada udem, struma , kista, metastase. Susunan
abnormal dijumpai pada fraktur dan dislokasi.
▫ Laring yang normal, mudah sekali digerakkan
kekanan dan kekiri oleh tangan pemeriksa.
Pemeriksaan Klinik
• Pemeriksaan klinik meliputi pemeriksaan umum (status generalis),
pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laringoskop indirek untuk
melihat laring melalui kaca laring atau dengan menggunakan
teleskop laring baik yang kaku (rigid telescope) atau serat optik
(fiberoptic telescope). Penggunaan teleskop ini dapat dihubungkan
dengan alat video (videolaringoskopi) sehingga akan memberikan
visualisasi laring (pita suara) yang lebih jelas baik dalam keadaan
diam (statis) maupun pada saat bergerak (dinamis). Selain itu juga
dapat dilakukan dokumentasi hasil pemeriksaan untuk tindak
lanjut hasil pengobatan. Visualisasi laring dan pita suara dapat
diperlambat (slow motion) sehingga dapat terlihat getaran
(vibration) pita suara dan gelombang mukosanya (mucosal wave).
Dengan bantuan alat canggih ini diagnosis anatomis dan fungsional
menjadi lebih akurat.
• Selain secara anatomis fungsi laring dan pita suara juga dapat
dinilai dengan menganalisa produk yang dihasilkannya yaitu
suara.
• Analisis suara dapat dilakukan secara perseptual yaitu dengan
cara mendengarkan suara dan menilai:
▫ Derajat (grade)
▫ Kekasaran (roughness)
▫ Keterengahan (breathness)
▫ Kelemahan (Astenisitas)
▫ Kekakuan (strain).
• Saat ini juga telah berkembang analisis akustik dengan
penggunaan komputer seperti CSL (Computerized Speech
Laboratory), Multispeech, ISA (Intelegence Speech Analysis) dan
MDVP (Multi Dimentional Voice Program). Hasil pemeriksaan
analisis akustik ini berupa nilai parameter-parameter akustik dan
spektrogram dari gelombang suara normal dan suara yang
mengalami gangguan. Alat ini juga dapat digunakan untuk menilai
tindak lanjut (follow up) hasil terapi.
• Terkadang diperlukan pemeriksaan laring secara
langsung (direct laringoscopy) untuk biopsi
tumor dan menentukan staging atau bila
diperlukan tindakan (manipulasi) bagian-bagian
tertentu laring seperti aritenoid, plika vokalis,
plika ventrikularis, daerah komisura anterior
atau subglotik. Laringoskopi langsung dapat
menggunakan teleskop atau mikroskop
(mikrolaringoskopi).
• Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan
meliputi pemeriksaan laboratorium, radiologi,
elektromiografi (EMG), Mikrobiologi dan
Patologi Anatomi.
Pengobatan
• Pengobatan Disfonia sesuai dengan kelainan
atau penyakit yang menjadi etiologinya. Terapi
dapat berupa medikamentosa, vocal hygiene,
terapi suara dan bicara (voice-speech therapy)
tindakan operatif. Tindakan operatif untuk
mengatasi gangguan suara atau disfonia disebut
Phonosurgery.
TERIMA KASIH
FISIOLOGI LARING
• Fungsi laring antara lain untuk bersuara dan bernapas. Pada
stadium respirasi, kedua korda vokalis ditarik kelateral oleh
musculus golongan abductor sehingga rima glottis terbuka.
Sedangkan pada stadium fonasi , korda vokalis digerakkan ke
medial oleh muskulus golongan aduktor sehinnga rima glotis
menutup.
• Suara terbentuk karena tiupan udara dari paru yang menggetarkan
korda vokalis. Korda vokalis akan membuka dan menutup secara
cepat sehingga timbul getaran suara. Selain itu, ada teori
neurochronaxi yang mengatakan perlu ada rangsangan saraf
rekurens ke otot intrinsic laring supaya bergetar.
• Untuk terjadinya suara yang nyaring diperlukan syarat-syarat yaitu,
secara anatomi korda vokalis normal , secara fisiologis korda vokalis
normal ( korda vokalis harus dapat bergerak kemedial secara
simetris dan merapat dengan baik digaris median) dan harus ada
arus udara yang cukup kuat dari paru. Jika salah satu syarat diatas
tidak terpenuhi akan terjadi suara parau.
• Agar dapat mengeluarkan suara bernada tinggi,
korda vokalis harus dapat ditipiskan , ditegangkan,
dan dipanjangkan. Untuk nada rendah terjadi yang
sebaliknya yaitu korda vokalis ditebalkan,
dikendorkan, dan dipendekkan. Kemampuan
manusia utnuk bersuara dengan sempurna ini
karena adanya kelima pasang otot aduktor.
• Setelah suara terbentuk dilaring, oleh mulut, bibir,
palatum, lidah dan gigi, suara akan diubah menjadi
hurf-huruf untuk bicara. Dengan demikian, laring
hanya sebagai sumber suara yang oleh mulut dan
lain-lain akan diubah menjadi kata-kata
pembicaraan.

You might also like