Professional Documents
Culture Documents
Umur
Frekuensi RA semakin banyak dan berpuncak
pada orang berumur 35-50 tahun. Namun,
penyakit ini diamati pada orang berusia lanjut
dan anak-anak.
Patofisiologi
Hyperplasia sel synovial dan aktivasi sel
endothelial adalah kejadian awal dalam proses
patologi yang berkembang hingga menjadi radang
tidak terkendali dan kerusakan tulang dan tulang
rawan.
Sel T CD4 , mononuclear phagocytes, fibroblasts,
osteoclasts, dan neutrophils mempunyai peran
utama di tingkat sel dalam pathophysiology RA,
sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodies
(yaitu rheumatoid factors [RFs]).
Produksi tidak normal dari berbagai sitokin,
chemokines, dan mediator radang lainnya (yaitu,
tumor necrosis factor alpha [TNF-alpha],
interleukin (IL)–1, IL-6, perkembangan
transformasi factor beta, IL-8, factor
pertumbuhan fibroblast, factor perkembangan
pembentukan platelet) telah terlihat pada pasien
denga RA. Akhirnya, peradangan dan pesatnya
perkembangbiakan synovium (pannus)
mengakibatkan kerusakan berbagai jaringan,
termasuk tulang rawan, tulang, ligament, tendon,
dan pembuluh darah.
The American College of Rheumatology mengeluarkan
kriteria untuk mengelompokkan rheumatoid arthritis
(RA):
1. Kaku pagi hari
2. Arthritis dari 3 atau lebih daerah sendi
3. Arthritis persendian tangan
4. Symmetric arthritis (serangan bersamaan pada sendi yang sama
atau dua sisi tubuh)
5. Rheumatoid Nodule
6. Serum RF
7. Perubahan radiografik yang khas RA pada radiograf
posteroanterior tangan dan pergelangan, yang pasti menyatakan
erosi atau dekalsifikasi tulang yang samar bertempat di dalam
atau berdekatan dengan sendi yang bersangkutan
Pasien RA biasanya menunjukkan gejala
umum, termasuk tidak enak badan, demam,
kelelahan, turun berat badan, dan myalgia.
GIT:
Gangguan Intestinal, keterlibatan ginjal, biasanya
merupakan efek sekunder seperti efek pengobatan,
peradangan, dan penyakit lainnya. Hati sering terkena
pada pasien dengan Felty syndrome (yaitu, RA,
splenomegaly, dan neutropenia).
Renal:
Ginjal biasanya tidak terpengaruh RA secara langsung.
Akibat sekunder umum terjadi, termasuk yang
disebabkan pengobatan (contoh, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs], gold, cyclosporin),
peradangan (contoh, amyloidosis), dan penyakit terkait
(contoh, Sjögren syndrome dengan ketidaknormalan
renal tubular).
Vascular:
Lesi Vasculitic dapat muncul pada organ manapun
tetapi paling umum ditemukan di kulit. Lesi dapat
berupa purpura jelas, borok kulit, atau digital infarcts.
Hematologic:
Kebanyakan pasien aktif memiliki anemia dari penyakit
kronis. Beberapa parameter hematologic mengukur aktivitas
penyakit, meliputi normochromic-normocytic anemia,
thrombocytosis, dan eosinophilia, walau yang terakhir ini
tidak umum. Leukopenia adalah temuan pada pasien dengan
Felty syndrome.
Neurologic:
Nerve entrapment (syaraf terjepit) umum terjadi, seperti
syaraf median pada carpal tunnel syndrome. Lesi Vasculitic,
mononeuritis multiplex, dan cervical myelopathy dapat
menyebabkan efek neurologis serius.
Ocular:
Keratoconjunctivitis sicca umum muncul
pada individu denga RA dan sering menjadi
perwujudan awal Sjögren syndrome
sekunder. Mata dapat juga terkena
episcleritis, uveitis, dan nodular scleritis yang
menyebabkan scleromalacia.
Laboratorium
Tidak ada pathognomonic test yang tersedia
untuk membantu menegaskan diagnosis dari
rheumatoid arthritis (RA); Namun, diagnosis
dibuat berdasarkan klinis, laboratorium, dan
gambar.