You are on page 1of 36

Latar Belakang

Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit radang


sistemis kronis yang sebabnya belum diketahui yang
umumnya menyerang sekeliling sendi dalam pola
simetris.
Gejala umum yang muncul termasuk kelelahan, tidak
enak badan, dan kaku di pagi hari.
Serangan pada organ extra-artikular seperti kulit,
jantung, hati, paru-paru dan mata bisa signifikan
RA menyebabkan kerusakan sendi dan biasanya
bertambah parah hingga cacat atau mati.
Etiologi
RA tidak diketahui penyebabnya.

 Faktor genetis, lingkungan, hormonal, kekebalan, dan


infeksi dapat memegang peranan penting. Faktor
socioeconomi, psychological, dan gaya hidup dapat
mempengaruhi akibat dari penyakit ini.

Walaupun diperkirakan ada infeksi etiologi (contoh,


Mycoplasma organisms, Epstein-Barr virus, parvovirus,
rubella), tidak ada organism yang terbukti bertanggung
jawab.
RA berkaitan dengan beberapa respon
autoimun, tetapi apakah autoimunitas adalah
kejadian utama atau tambahan masih belum
diketahui.
Frekuensi

Di seluruh dunia, insiden RA tiap tahun


adalah 3 kasus per 10.000 populasi per
tahun, dan tingkat prevalensi sekitar 1%.
Mortality/Morbidity
RA biasanya tidak jinak. Penyakit ini berkaitan
dengan cacat, kelumpuhan, dan kematian.
Kegiatan sehari-hari kebanyakan individu
dengan RA terganggu
Harapan hidup penderita RA berkurang 5-10
tahun, walaupun tingkat kematian dapat lebih
rendah pada mereka yang merespon terhadap
terapi.
Jenis Kelamin
RA 2-3 kali lebih umum menyerang wanita
daripada pria.

Umur
Frekuensi RA semakin banyak dan berpuncak
pada orang berumur 35-50 tahun. Namun,
penyakit ini diamati pada orang berusia lanjut
dan anak-anak.
Patofisiologi
Hyperplasia sel synovial dan aktivasi sel
endothelial adalah kejadian awal dalam proses
patologi yang berkembang hingga menjadi radang
tidak terkendali dan kerusakan tulang dan tulang
rawan.
Sel T CD4 , mononuclear phagocytes, fibroblasts,
osteoclasts, dan neutrophils mempunyai peran
utama di tingkat sel dalam pathophysiology RA,
sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodies
(yaitu rheumatoid factors [RFs]).
Produksi tidak normal dari berbagai sitokin,
chemokines, dan mediator radang lainnya (yaitu,
tumor necrosis factor alpha [TNF-alpha],
interleukin (IL)–1, IL-6, perkembangan
transformasi factor beta, IL-8, factor
pertumbuhan fibroblast, factor perkembangan
pembentukan platelet) telah terlihat pada pasien
denga RA. Akhirnya, peradangan dan pesatnya
perkembangbiakan synovium (pannus)
mengakibatkan kerusakan berbagai jaringan,
termasuk tulang rawan, tulang, ligament, tendon,
dan pembuluh darah.
The American College of Rheumatology mengeluarkan
kriteria untuk mengelompokkan rheumatoid arthritis
(RA):
1. Kaku pagi hari
2. Arthritis dari 3 atau lebih daerah sendi
3. Arthritis persendian tangan
4. Symmetric arthritis (serangan bersamaan pada sendi yang sama
atau dua sisi tubuh)
5. Rheumatoid Nodule
6. Serum RF
7. Perubahan radiografik yang khas RA pada radiograf
posteroanterior tangan dan pergelangan, yang pasti menyatakan
erosi atau dekalsifikasi tulang yang samar bertempat di dalam
atau berdekatan dengan sendi yang bersangkutan
Pasien RA biasanya menunjukkan gejala
umum, termasuk tidak enak badan, demam,
kelelahan, turun berat badan, dan myalgia.

Mereka mungkin melaporkan kesulitan


melakukan kegiatan sehari-hari (seperti
berpakaian, berdiri, berjalan, membersihkan
diri, menggunakan tangan mereka).
Sign (Tanda fisik)
Keterlibatan sendi adalah ciri khusus dari RA.
Secara umum, persendian kecil di tangan dan kaki
terserang dalam penyebaran yang relatif simetris.
Sendi yang paling umum terkena, dari frekuensi
terbesar ke kecil, meliputi : metacarpophalangeal
(MCP), pergelangan tangan, proximal
interphalangeal (PIP), lutut,
metatarsophalangeal (MTP), bahu, pergelangan
kaku/ankle, tulang tengkuk, pinggul, siku, dan
sendi temporomandibular.
Sendi menunjukkan peradangan dengan
pembengkakan, pelunakan, hangat, dan
berkurangnya jarak pergerakan.
Atrhropi dari otot interosseous tangan
adalah tanda khas awal
Kerusakan sendi dan tendon dapat
mengarah ke perubahan bentuk seperti
penyimpangan ulnar, bentuk boutonniere
dan bentuk leher angsa, jari kaki palu,
dan, kadang, sendi ankylosis.
Tanda musculoskeletal lain yang umum
diamati termasuk tenosynovitis dan
pecahnya tendon karena serangan pada
tendon dan ligament, paling umum
menyerang tendon ekstensor digital keempat
dan kelima pada pergelangan tangan
Kebanyakan pasien RA memiliki atrophy
otot karena tidak terpakai, yang merupakan
efek sekunder dari peradangan sendi.
Efek RA terhadap organ dan sistem organ
Kulit:
Nodul bawah kulit (nodul rheumatoid) .Lesi Vasculitic
pada kulit dapat berwujud purpura yang jelas atau
borok di kulit.
Cardiac :
Myocardial infarction, disfungsi myocardial, dan
asymptomatic pericardial effusions umum terjadi;
symptomatic pericarditis dan constrictive pericarditis
jarang terjadi.
Myocarditis, coronary vasculitis, penyakit valvular,
dan conduction defects jarang diamati.
Pulmonary:
Pada paru-paru dapat muncul dalam beberapa bentuk,
termasuk pleural effusions, interstitial fibrosis, nodules
(Caplan syndrome), dan bronchiolitis obliterans-
organizing pneumonia.

GIT:
Gangguan Intestinal, keterlibatan ginjal, biasanya
merupakan efek sekunder seperti efek pengobatan,
peradangan, dan penyakit lainnya. Hati sering terkena
pada pasien dengan Felty syndrome (yaitu, RA,
splenomegaly, dan neutropenia).
Renal:
Ginjal biasanya tidak terpengaruh RA secara langsung.
Akibat sekunder umum terjadi, termasuk yang
disebabkan pengobatan (contoh, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs], gold, cyclosporin),
peradangan (contoh, amyloidosis), dan penyakit terkait
(contoh, Sjögren syndrome dengan ketidaknormalan
renal tubular).

Vascular:
Lesi Vasculitic dapat muncul pada organ manapun
tetapi paling umum ditemukan di kulit. Lesi dapat
berupa purpura jelas, borok kulit, atau digital infarcts.
Hematologic:
Kebanyakan pasien aktif memiliki anemia dari penyakit
kronis. Beberapa parameter hematologic mengukur aktivitas
penyakit, meliputi normochromic-normocytic anemia,
thrombocytosis, dan eosinophilia, walau yang terakhir ini
tidak umum. Leukopenia adalah temuan pada pasien dengan
Felty syndrome.

Neurologic:
Nerve entrapment (syaraf terjepit) umum terjadi, seperti
syaraf median pada carpal tunnel syndrome. Lesi Vasculitic,
mononeuritis multiplex, dan cervical myelopathy dapat
menyebabkan efek neurologis serius.
Ocular:
Keratoconjunctivitis sicca umum muncul
pada individu denga RA dan sering menjadi
perwujudan awal Sjögren syndrome
sekunder. Mata dapat juga terkena
episcleritis, uveitis, dan nodular scleritis yang
menyebabkan scleromalacia.
Laboratorium
Tidak ada pathognomonic test yang tersedia
untuk membantu menegaskan diagnosis dari
rheumatoid arthritis (RA); Namun, diagnosis
dibuat berdasarkan klinis, laboratorium, dan
gambar.

Tanda dari peradangan, seperti ESR dan CRP,


berhubungan dengan aktivitas penyakit;
sebagai tambahan, nilai CRP bertambah seiring
perkembangan radiographic.
Parameter Hematologic parameter termasuk
penghitungan CBC dan analisis cairan synovial.

Parameter Immunologic termasuk autoantibodi


(seperti Rheumatoid factor (RF), anti-RA33,
anti-CCP, antinuclear antibodi).
Imaging
Radiografi: Erosi mungkin terjadi di kaki, bahkan tanpa
adanya nyeri dan tanpa nyeri di tangan.
Extremities – Tangan, pergelangan tangan, lutut, kaki,
siku, bahu, pinggul, tulang tengkuk
MRI: Cara ini digunakan terutama pada pasien dengan
ketidaknormalan pada tulang tengkuk, tanda awal erosi
berdasarkan penggambaran MRI sudah cukup dianggap
valid.
Ultrasonography: Cara ini memungkinkan pengamatan
tonjolan pada sendi yang tidak mudah dijangkau (seperti
sendi panggul, sendi bahu pada pasien kelebihan berat) dan
kista (kista Baker).
Pemindaian tulang: Tanda-tanda dapat
digunakan untuk membedakan perubahan
peradangan dari bukan peradangan pada pasien
dengan pembengkakan minim.

Densitometry: Tanda-tanda berguna untuk


membantu diagnosis perubahan kepadatan
mineral tulang yang mengindikasikan
osteoporosis.
Histologis

Penembusan lymphoplasmacytic pada


synovium dengan neovascularization
terlihat pada RA sama dengan yang
terlihat pada kondisi lain yang dicirikan
peradangan synovitis.
Pengobatan
Nonpharmacologic
Pendidikan penting untuk membantu pasien
memahami penyakit mereka dan untuk belajar
bagaimana menghadapi konsekuensinya.

Physiotherapy dan terapi fisik dimulai untuk


memperbaiki dan mempertahankan jarak
pergerakan, meningkatkan kekuatan otot, dan
mengurangi nyeri.
Terapi Occupational dilakukan
(1) untuk membantu pasien menggunakan sendi dan
tendon secara efisien tanpa menekan struktur ini,
(2) untuk membantu mengurangi tekanan pada
sendi dengan ‘splint’ yang didesain khusus, dan
(3) untuk menjalani kehidupan sehari-hari melalui
adaptasi terhadap lingkungan pasen dan
penggunakan alat bantu yang berbeda.

Tindakan Orthopedic menyangkut tindakan


reconstructive dan bedah penggantian.
Pharmacologic
The American College of Rheumatology sedang
mengembangkan rekomendasi RA untuk penggunaan
DMARD nonbiological dan biological bagi pasien
dengan RA.
DMARD dapat dikelompokkan dalam agen xenobiotic
dan biological:
Agen Xenobiotic :
DMARD xenobiotic, yaitu, gold salts (seperti,
aurothiomalate, auranofin, others), D-penicillamine,
chloroquine dan hydroxychloroquine, sulfasalazine
(SSZ), methotrexate (MTX), azathioprine, dan
cyclosporin A
Agen Biologis :
Dikenalinya TNF-alpha dan IL-1 sebagai sitokin
pro peradangan sentral telah mengakibatkan
perkembangan agen yang menyumbat sitokin
tersebut atau efeknya. Penyumbat TNF termasuk
etanercept, infliximab, dan adalimumab.
 Agen biologis lain adalah anakinra (IL-1
receptor antagonist [IL-1ra]). IL-1ra menempati
reseptor IL-1 tanpa memicunya dan mencegah
pengikatan reseptor dari IL-1. Diberikan pada
dosis 100 mg/d SC.
Glucocorticoids
Obat anti-radang Nonsteroidal
(NSAID)
Analgesics
Immunomodulators :Agen ini
mempengaruhi aksi sitokin yang
menyebabkan peradangan.
Komplikasi
Peripheral neuropathy
Anemia
Scleritis
Infeksi
Osteoporosis
penyakit paru-paru (pulmonary inflammation dan fibrosis)
penyakit jantung coroner
Sjögren syndrome
Felty syndrome
Lymphoma dan kanker lainnya
Macrophage activation syndrome
Prognosis
RA umumnya bertambah buruk atau remisi.
Sekitar 40% pasien dengan RA menjadi cacat
setelah 10 tahun, tetapi akibatnya sangat
beragam.
Beberapa pasien mengalami penyakit yang
relative membatasi diri, dan yang lain
memiliki penyakit yang berkembang kronis.

You might also like