You are on page 1of 56

KELOMPOK 1

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara

mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan

panjang kira-kira 10cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).

Walaupun apendiks kurang memiliki fungsi, namun

apendiks dapat berfungsi seperti organ lainnya. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan maka akan terjadi patogenesa apendisitis akut. GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.

Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan

lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Apendisitis akut adalah proses radang bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis disebabkan oleh berbagai faktor.

Ada beberapa fakta fakta dalam buku ilmiah bahwa pada tahun

1500an para ahli mengakui adanya hubungan yang sebenarnya dengan inflamasi yang membahayakan dari daerah sekum yang disebut pertyphilitist. Meskipun dilaporkan keberhasilan apendiktomi pertama pada tahun 1776, pada 1886 baru Reginal Flitz yang membantu membuat aturan bedah dalam pengangkatan apendiks yang meradang sebagai pengobatan, yang sebelumnya dianggap fatal. Pada tahun 1889, Charles McBurney mengenalkan laporan lama sebelum New York Surgical Society mengemukakan akan pentingnya operasi apendisitis akut dini serta kelembapan titik maksimum dari perut yang ditentukan dengan menekan satu-tiga jari di garis yang menghubungkan antara spina iliaca anterior superior dengan umbilicus. Lima tahun kemudian ia menemukan pemisahan otot dengan pemotongan yang kini dikenal dengan namanya.

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab

terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : Faktor sumbatan,bakteri,famili,ras dan diet serta infeksi saluran pernapasan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya

apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis

primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi

yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola

makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.

Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut

terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis

Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya

gangren atau perforasi appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks yang lanjut.

Macam-macam apendisitis :

- Apendisitis Akut Katarhalis - Apendisitis Akut Purulenta - Apendisitis Akut Gangrenosa - Apendisitis Perforata - Apendisitis Infiltrat yang Fixed - Apendisitis Abses - Apendsitis Kronis

Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk

dalam lumen apendiks, terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada apendiks edema mukosa ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa.

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang

disertai edema, menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah terjadi peritonitis lokal.

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran

darah arteri mulai terganggu terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren.

Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah,

terjadilah perofasi.

Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga

nanah dan produksi infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara membentuk walling off oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil melokalisir daerah infeksi secara sempurna.

Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.

Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya

gejala hilang timbul.

Perjalanan penyakit apendisitis akut memiliki gejala yang

sangat luas. gejalanya berupa gejala nyeri perut yang difus yang sering berlokasi di epigastrium atau periumbilical area yang diikuti muntah. Setelah 4-6jam nyeri berlokasi di kuadran kanan bawah. Namun lokasi nyeri berbeda untuk tiap tiap orang karena perbedaan letak anatomis tiap orang.

Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus ditanya

titik area nyeri dan mengamati tekanan jari yang diperlukan untuk menimbulkan atau memperkuat sakitnya. Hasilnya tindakan ini sering memberikan bukti tegas bagi iritasi peritoneum lokalisata. Anoreksia hampir selalu ditemui pada apendisitis yaitu sekitar 95% dari pasien dan kemudian baru diikuti nyeri perut. Jika tidak ada anoreksia, diagnose pasien akan tetap dipertanyakan. Mual ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya tidak bersifat terus-menerus tapi mulanya hanya satu sampai dua kali. Ada sebagian pasien sebelum nyeri perut dadahului oleh obstipasi dan merasakan nyeri berkurang dengan cara buang air besar.

Tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik

adalah sikap penderita yang dating dengan posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikit ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan yaitu sekitar 37,50-38,50. Jika lebih maka ditemukan perforasi. Pasien apendisitis cenderung untik tidur menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan nyeri dan jika diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahanlahan.

Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik,

pada peeriksaan abdomen selelu harus dilakukan dengan lembut untuk mendapat kepercayaan pasien dan memungkinkan deteksi peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke kanan untuk menilai ridgiditas atau defans muskuler ringan. Palpasi lembut demikian tidak akan mengeksarsbasi nyeri. Tujuan palpasi abdomen untuk mementukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum atau tidak.

Tanda iritasi peritonium adalah nyeri tekan lokalisata ;

ridgiditas atau atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna bagi dokter. Kalau disuruh batuk akan terasa nyeri diperut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukan nyeri dari umbilicus dan pindah serta menetap pada perut sebelah kanan bawah. Ada ditemukan beberapa macam tanda diantaranya: a.McBurneys Sign, b.Rovsings Sign, c.Psoas Sign, d.Obturator Sign e.Mefaddens Sign.

Letak nyeri pada apendisitis akut diproyeksikan

dengan dengan titik McBurney, titik ini terletak pada 5-2 inch dari procesus spinosus anterior pada ileum diatas garis lurus yang menghubungkan antara procesus dengan umbilicus.

Pada Rovsings Sign nyeri pada saat palpasi pada

kuadran kanan dan kiri bawah, karena terjadi penekanan oleh udara yang menunjukan adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat keparahan proses radang. Tanda psoas dilakukan dengan cara penderita berbaring, paha difleksikan akan terasa nyeri karena otot psoas berkontak dengan peritoneum dekat apendiks. Keadaan ini khas pada difleksikan dan diemdorotasikan dengan otot obturator interna.

McFaden Sign dilakukan dengan cara apendiks posisis

pelvis bisa merangsang kandung kening, sering pada anak anak terjadi miksi setelah nyeri.

Diagnosis klinis apendisitis akut masih bisa salah 15%-20%

walaupun telah dilakukan pemeriksaan dilakukan dengan teliti dam cermat. Angka ini tinggi untuk pasien perempuan dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan perempuan yang masih muda sering memiliki gejala yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu biasanya berasal dari genetalia internal oleh karena ovulasi, radang perlvis dan lain-lain. Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan menggunakan indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah

setiap skor, kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang diperoleh tersebut.

1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT scan.

3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.

Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat dibagi

menjadi beberapa tingkat sesuai dengan perubahan dan tingkat peradangan apendiks, yaitu:

1. Apendisitis Akut Sederhana Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati / daerah pusat, mungkin disertai dengan kolik, muntah, kemudian anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan adanya leukositosis. Pada fase ini apendiks dapat terlihat normal, hiperemi atau udem, tak ada eksudet serosa. 2. Apendisitis Akut Supurativa Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik McBurney, adanya defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat teIjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda periotnitis umum, seperti demam tinggi. Bila perforasi barn terjadi, Leukosit akan pergi ke jaringan-jaringan yang meradang tersebut, maka mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat turun, sebab belum sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang tiba-tiba meninggi.

Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka jumlah

leukosit akan meninggi di dalam darah tepi. Apendisitis akut supurativa ini kebanyakan terjadi karena adanyaobstruksi. Apendiks dan meso apendiks udem, hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. 3. Apendisitis Akut Gangrenosa Tampak apendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu, dinding apendiks berwama ungu, hijau keabuan atau merah kehitamann. Pada apendiksitis akut gangrenosa ini bisa terdapat mikroperforasi. 4. Apendisitis Akut Perforasi Pada dinding apendiks telah teIjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang dikelilingi oleh jaringan nekrotik. 5. Apendisitis Akut Abses Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat caecum, retrocaecal dan pelvis. Mengandung pus yang sangat banyak dan berbau.

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah

perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus.

Perforasi

Perforasi disebabkan keterlambatan penanganan terhadap paslen apendisitis akut. Perforasi disertai dengan nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C). Biasanya perforasi tidak terjadi pada 12 jam pertama. Pada apendiktektomi yang dilakukan pada pasien usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun, ditemukan 50 % nya telah mengalami perforasi . Akibat perforasi ini sangat bervariasi mulai dari peritonitis umum, sampai hanya berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi manifestasi kliniknya.

Peritonitis

Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum dikarenakan telah terjadinya perforasi yang nyata. Bertambahnya nyeri dan kekakuan otot, ketegangan abdomen dan adinamic ileus dapat ditemui pada pasien apendisitis dengan perforasi.

Apendikal abses (massa apendikal)

Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh omentum dan viseral yang berdekatan . Manifestasi kliniknya sarna dengan apendisitis biasa disertai dengan ditemukannya massa di kwadran kanan bawah. Pemeriksaan USG dan CT scan bermanfaat untuk menegakan diagnosis.

Pielofleblitis

Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem vena portal. Dernam tinggi, menggigil, ikterus yang samar-samar, dan nantinya dapat ditemukan abses hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya komplikasi ini. Pemeriksaan untuk menemukan trombosis dan udara di vena portal yang paling baik adalah CT scan.

Pada anak, biasanya diawali dengan rewel, tidak mau

makan, tidak bisa melukiskan nyerinya, sehingga dalam beberapa jam kemudian terjadi muntahmuntah, lemah dan letargi. Gejala ini tidak khas pada anak sehingga apendisitis diketahui setelah terjadi komplikasi.

Pada wanita hamil, biasanya keluhan utamanya adalah

nyeri perut mual dan muntah. Pada wanita hamil trimester pertama juga terjadi mual muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan.

Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-samar

sehingga sering terjadi terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita yang datang mengalami perforasi.

a. Analisa urin Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah. b. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas. c. Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan. d. Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa

penyakit lainnya, karena itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit yang memiliki gejala mirip antara lain:Gastroenteritis, Limfedenitis Mesenterika, Demam Dengue, Infeksi Panggul, Gangguan alat kelamin perempuan, Kehamilan di luar kandungan, Divertikulosis Meckel, Intussusception, Ulkus Peptikum yang Perforasi, Batu Ureter.

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi

terapi medis dan terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi.

Cairan intravena

cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.

Antibiotik

Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitis perforasi.

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik

apendiktomi. Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, RockeDavis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun

1987, dan telah sukses dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya.

Apendiks kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.

Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik.

Secara umum angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.

- Chapter II. Universitas Sumatera

Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/191 62/4/Chapter%20II.pdfDiakses tanggal 26 Maret 2012


dari www.emedicine.com, tanggal 26 Maret 2012.

- Craig Sandy, Lober Williams. Appendicitis, Acute. Diakses

- Katz S Michael, Tucker Jeffry. Appendicitis. Diakses dari: www.emedicine.com, tanggal 26 Maret 2012. - Perawat_heri. 2009. Apendisitis. http://perawatheri.blogspot.com/ Diakses tanggal 26 Maret 2012

You might also like